Menyusun kata yang sudah dibentuk berdasarkan abjad membuat kamus kecil
menarik, kemudian dapat dikemabangkan menjadi bait, selanjutnya dapat disempurnakan puisi yang utuh.
Langkah pertama
kita perlu membayangkan sentral kata yang menggerakkan inspirari kita. Tugas kita dalam langkah ini, adalah
menyeleksi dari sekian pengalaman dan empati kita untuk memilih fokus pada diksi tertentu. Inspirasional diksi yang menggerakkan ini menggugah
ingatan kita pada hal-hal lain yang seringkali secara tidak sadar akan menghasilkan eksplorasi kata yang luar biasa.
Langkah kedua mengaitkan kata dengan kata lain memasangkan
kata. Ini membutuhkan keberanian untuk tidak terjebak pada ketakutan apakah pasangan kata yang dibuat salah atau benar sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia. Dalam menulis puisi tidak dikenal salah atau benar, sebab penyair memiliki kebebasan untuk menyimpang dari kaidah yang
dikenal dengan licensia poetica. Contoh: mata lupa, aroma dusta, hitam hati, dll.
Langkah ketiga setelah kita secara acak bermain-main dengan
memasangkan kata dengan berbagai kata secara bebas maka selanjutnya mengembangkannya menjadi larik-larik yang menarik. Larik-larik menarik
dalam puisi tidak terikat oleh kaidah kebahasaan, tetapi seorang penyair diberikan kebebasan untuk berkarya.
Contoh: Aroma dusta bermuara pada tatapan luka mata lupa mengingatnya karena
Langkah keempat mengkategorikan larik-larik yang telah dibuat
ke dalam tema kecil pokok permasalahan yang biasa disebut subject matter. Di sini, dibutuhkan kemampuan analisis terhadap isi dan makna
larik kemudian merangkai gagasan larik ke dalam keutuhan bait yang memikat.
Langkah kelima dekat dengan langkah keempat, mengkategorikan
larik kedalam kelompok larik yang membangun bait. Di sinilah dibutuhkan kejelian untuk menentukan larik-larik yang manakah yang
memiliki nuansa sama, berdekatan, dan bahkan berurutan “pikiran”.
Dengan begitu, maka akan sangat membantu dalam mengklasifikasikan larik.