Model sistem multi partai ini banyak sekali di anut oleh banyak negara, diantaranya, negara Indonesia. Pada umumnya keanekaragaman dalam komposisi
masyarakat merujuk pada perkembangan sistem multi-partai. Di mana perbedaan ras, agama, atau suku bangsa adalah kuat, golongan-golongan masyarakat lebih
cendrung untuk menyalurkan ikatan-ikatan terbatas primordial dalam satu wadah saja.
44
Dalam hal ini, tentu sistem multi partai merupakan cerminan dalam berbagai macam ras, agama, atau suku bangsa yang terdapat pada suatu negara.
Tentu hal ini merupakan suatu keniscayaan bilamana kedekatan primordial dapat mempengaruhi afiliasi pada suatu partai yang dekat dengannya atau memiliki
ikatan tersendiri. Sistem multi partai, apalagi kalau digandengkan dengan sistem
pemerintahan parlementer, mempunyai kecendrungan untuk menitik beratkan kekuasaan pada badan legislatif sehingga peranan badan eksekutif sering lemah
dan ragu-ragu.
45
Hal ini disebabkan karena tidak ada satu partai yang kuat dalam membentuk suatu pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi
dengan partai-partai lain. Dalam keadaan seperti ini, partai yang berkoalisi harus selalu mengadakan
musyawarah dan kompromi dengan partai-partai lainnya dan menghadapi kemungkinan bahwa sewaktu-waktu dukungan dari partai koalisi lainnya dapat di
tarik kembali. Jadi artinya koalisi atau oposisi tidak permanen selama masa jabatan suatu pemerintahan berlangsung dalam satu periode.
44
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik, Jakarta: PT Gramedia, 1986, cet. X, hal. 169
45
Ibid, hal. 170
Contohnya Indonesia, sistem presidensil namun masih bercita rasa parlemen, sehingga kekuatan pemerintahan akan tidak stabil bilamana partai itu,
tidak menemui titik terang dalam sebuah keputusan atau kebijakan yang diberlakukan oleh partai pemerintah. Adanya setgab sekertariat gabungan
dibentuk dari inisiatif partai Demokrat, sebagai wadah musyarawarah dengan partai-partai koalisi pendukung pemerintah untuk menentukan konsesus bersama
sebelum berjejak di parlemen.
D. Konseptualisasi Pemilu
1. Definisi Pemilu
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi. Saat ini, pemilu merupakan sebuah wujud nyata dari sistem demokrasi elektoral. Pemilu
Pemilihan Umum menjadi ajang kontestasi partai politik dalam merebut kekuasaan. Itulah yang akan melatar belakangi bagaimana komunikasi politik
sangat penting untuk dapat merebut kekuasaan dari suara rakyat. Pemilihan umum yang diselenggarakan harus dalam keadaan keterbuakaan
serta kebebasan dalam menyalurkan aspirasinya sebagai masyarakat. Selain itu, kebebasan dalam berpendap serta berserikat, dianggap mencerminkan dengan
akurasi partisipasi serta aspirasi masyarakat. Disisi lain, kita harus sadari bahwa pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi
dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, Lobbying, dan sebagainya yang
menunjang dalam menyukseskan pemilu.
Dalam ilmu politik dikenal bermacam-macam sistem pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip
pokok, yaitu: a.
Single-member constituency satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut sistem distrik.
b. Multi-member Constituency satu daerah pemilihan memilih beberapa
wakil; biasanya dinamakan sistem perwakilan berimbang atau sistem proposional.
46
Dalam sistem distrik, satu wilayah kecil yaitu distrik pemilihan memilih satu wakil tunggal Single-member constituency atas dasar pluralitas suara
terbanyak. Dalam sistem proporsional, satu wilayah besar yaituu daerah pemilihan memilih beberapa wakil multi-member constituency. Perbedaan
pokok antara dua sistem ini ialah bahwa cara mengitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi
masing-masing partai politik.
47
1. Sistem Distrik
Dalam pemilihan umum, sistem distrik merupakan sistem tertua, menunjuk kepada pertarungan antara kandidat yang dicalonkan oleh partai-partai politik
dalam sebuah wilayah yang kecil daerah pemilihan untuk mecari satu wakil single-member constituency. Kandidat dicalonkan oleh partai politik, rakyat
yang sudah dewasa memilih nama dan gambar foto kandidat tersebut dan bukan memilih tanda gambar partai politik. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak
46
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik, Jakarta: PT Gramedia, 2008, cet. 3. , hal. 461-462
47
Ibid hal. 462
menjadi pemenang tunggal the first past post dan akan mewakili daerah itu dalam parlemen. Suara kandidat yang kalah tidak lagi diperhitungkan, sehingga
suaranya hilang. Namun kandidat yang menang tidak lagi mewakili sebagai partainya, namun mewakili sebagai perwakilan dari daerah asal pemilihannya.
48
Sistem distrik sering dipakai di negara yang memiliki sistem dwi partai seperti inggris serta negara-negara bekas jajahannya seperti India, Malaysia, dan
Amerika. Dalam sistem distrik karena hanya diperlukan pluralitas suara suara terbanyak untuk membentuk suatu pemerintaha, dan bukan mayoritas 50 plus
satu dapat terjadi bahwa partai yang menang dengan hanya memperoleh pluralitas suara dapat membentuk kabinet. Pemerintahan semacam ini dinamakan
monority government.
49
Selain itu, ciri khas yang terdapat pada sistem distrik, adalah pelaksanaan sistem disrik kerap kali memunculkan “distorsi” atau kesenjangan jumlah suara
yang diperoleh suatu partai secara nasional dan jumlah kursi yang diperoleh partai tersebut. Akibat dari distorsi distortion effect menguntungkan partai besar
melalui over-representation, dan merugikan partai kecil karena under representation
. Hal ini disebabkan karena banyak suara dari partai kecil bisa dinyatakan hilang atau wasted, yaitu lantaran tidak berhasil menjadi juara pertama
di suatu distrik. Keadaan seperti ini sangat berpengaruh dalam masyarakat yang pluralis, dengan banyaknya kelompok minoritas, baik agama maupun etnis.
48
Anwar Arifin, Komunikasi politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011, cet. 2, hal. 222
49
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik, Jakarta: PT Gramedia, 2008, cet. 3. , hal. 465