Sistem Distrik Konseptualisasi Pemilu

2. Sistem Proporsional

Dalam sistem proporsional, satu wilayah besar yaitu daerah pemilihan memilih beberapa wakil multi-member constituency. Perbedaan dengan sistem distrik terletak pada cara menghitung perolehan suara dapat menghasilkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai politik. Selain itu, dalam sistem proporsional, satu wilayah dianggap sebagai satu kesatuan, dan dalam wilayah itu jumlah kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan, secara nasiona, tanpa menghiraukan distribusi suara. Secara umum dapat disebutkan bahwa pemilihan umum sistem proporsional menunjuk kepada pertarungan antara partai politik dalam sebuah daerah pemilihan yang luas unttuk mencari beberapa wakil. Dalam hal ini, partai politik mencalonkan banyak kandidat dalam sebuha daftar dengan nomor urut dan rakyat tidak perlu memilih nama orangnya, tetapi cukup dengan memilih tanda gambar partai politik yang terdaftar sebagai kontestan. Dari situlah suara yang diperoleh oleh setiap kontestan dalam hal ini partai politik dihitung, kemudian setiap kontestan akan memperoleh jumlah kursi secara proporsional dengan hasil suara yang diperoleh. Biasanya kandidat yang terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut dari atas ke bawah. Oleh karenanya, suara yang masuk tidak ada yang terbuang atau hilang. Pertarungan dalam sistem distrik dan sistem proporsional memiliki strategi yang berbeda. Jika sistem distrik yang harus di jual adalah kandidat perorangan yang masuk dalam partai di masing-masing daerah, namun beda halnya dengan sistem proporsional, yang harus ditonjolkan adalah ideologi, visi, misi, dan program partai serta ketokohan para kandidat, karena yang dipilih oleh rakyat adalah tanda gambar partai. Oleh karena itu, partai politik harus menampilkan ideologi partai serta visi, misi dan program serta tokoh-tokoh kandidat yang menarik, disukai, dan didukung oleh rakyat. Namun demikian sistem proporsional memiliki juga kelebihan antara lain karena dianggap representatif dari jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara rakyat yang diperoleh dalam pemilihan umum. Sistem ini juga dipandang lebih egaliter, karena relatif tidak ada suara hilang. Di balik kelebihannya yang egaliter, sistem proporsional pun memiliki kekurangan yaitu memperrmudah fragmentasi partai. Jika timbul konflik dalam suatu partai, anggotanya cendrung memisahkan diri dan mendirikan partai baru, dengan perhitungan bahwa ada peluang bagi partai baru itu untuk memperoleh beberapa kursi dalam parlemen melalui pemilihan umum. Jadi, kurangnya kekompakan dalam tubuh partai, dapat menimbulkan perpecahan dan mendirikan partai baru. Tabel. 2.2 Berikut ini adalah bagan contoh perhitungan perbedaan antara sistem distrik dan sistem proporsional Contoh hipotesis : 1. Wilayah yang sama : 1 Provinsi, terdiri dari 10 distrik 2. jumlah kursi : 10 kursi 3. jumlah penduduk : 100.000 kursi 4. hasil pemilihan umum : A. Dapat 60 Suara B. Dapat 30 Suara C. Dapat 10 Suara 1. Sistem Distrik Wilayah yang terdiri dari 10 distrik, memperebutkan 10 kursi kesatuan. Setiap distrik memperebutkan 1 kursi A. Menang 5 Distrik ke atas, dapat 10 Kursi. B. Tidak dapat kursi C. Suara hilang wasted 2. Sistem Proporsional