Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

DESSY MAULIDINA NIM. 1111016200038

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

iv Saya yang bertanda tangan di bawah ini, N a m a : Dessy Maulidina

Tempat/Tgl.Lahir : Pontianak, 03 Desember 1991 NIM : 1111016200038

Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA/Pendidikan Kimia

Judul Skripsi : Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan

Dosen Pembimbing : 1. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph.D. 2. Luki Yunita, M.Pd.

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Munaqasah.

Jakarta, 23 November 2016 Mahasiswa Ybs.

Dessy Maulidina 1111016200038

KEMENTERIAN AGAMA

FORM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089

UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

FITK No. Revisi: : 01

Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1


(5)

v ABSTRAK

Dessy Maulidina (NIM: 1111016200038). Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan interpersonal antara guru kimia dan siswa, mengetahui perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), serta mengidentifikasi profil perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan persepsi siswa. Data penelitian diambil dari 10 Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang Selatan yang terdiri atas 472 siswa kelas XI IPA dari 5 SMA Negeri dan 5 SMA Swasta pada kelas kimia secara random sampling menggunakan angket hubungan interpersonal guru-siswa hasil adaptasi Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) versi Indonesia yang dikonstruk oleh Maulana, dkk. (2011). Data dianalisis menggunakan pemodelan Rasch dengan bantuan perangkat lunak Winsteps versi 3.73 for windows. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan interpersonal guru kimia dan siswa SMA di Kota Tangerang Selatan terkategori cukup baik. Guru kimia dianggap cukup mendominasi dan sangat bekerja sama dengan siswa di dalam kelas. Sementara itu, pada level skala perilaku interpersonal, guru kimia dipersepsi siswa memiliki skor perilaku kepemimpinan, membantu/bersahabat, dan pengertian lebih tinggi dibandingkan perilaku yang berlawanan. Selanjutnya, penyelidikan terhadap profil perilaku interpersonal guru menunjukkan bahwa guru kimia di Kota Tangerang Selatan teridentifikasi sebagai guru yang otoritatif.


(6)

vi ABSTRACT

Dessy Maulidina (NIM: 1111016200038). The Analysis of Students Perception on Teacher-Student Interpersonal Relationships in Learning Chemistry on Senior High School of South Tangerang City.

The aims of this study are to analyze the interpersonal relationships between chemistry teachers and their students, investigate chemistry teacher intepersonal behaviour using Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), and also identify profile of chemistry teacher interpersonal behaviour according to students perception. The data were collected from 472 students of science class in 5 Public Senior High School and 5 Private Senior High School who were randomly sampled using teacher-student interpersonal relationships questionnaire adapted from Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) constructed by Maulana, et al. (2011). Data were analyzed using Rasch model in Winsteps version 3.73. Results showed that in general, it was indicated that the interpersonal relationships of chemistry teachers and their students is categorized as realtively good. The teachers were considered to have adequately dominant and very cooperative behaviour with students in classroom. Meanwhile, in term of interpersonal behaviour scale, students perceived their teachers as having higher rate on leadership, helping/friendly, and understanding behaviour than the hostility behaviour. Yet, according to interpersonal behaviour profile, it showed that chemistry teachers in South Tangerang City were identified as authoritative.

Keyword: the teacher-student interpersonal relationships, learning chemistry, Senior High School.


(7)

vii

LEMBAR PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan kepada:

Keluarga tersayang

Ibuku Ermi Suswati

Semoga setiap air mata yang jatuh dari matamu atas segala kepentinganku, menjadi sungai untukmu di Surga nanti.

Abangku Arief Setiawan

Semoga segala kebaikanmu menjadi pemberat timbangan amal kebaikan di hari dimana tiada lagi pertolongan selain darinya.

Para Dosen dan Guru-guruku

Rekan-rekan Pendidikan Kimia Angkatan 2011 UIN Jakarta

Almamaterku: Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendidikan IPA

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh.

Alhamdulillah puja dan puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai harapan dengan judul “Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan”.

Shalawat serta salam kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah berjuang untuk membawa kebenaran dan menyempurnakan akhlak manusia, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Pada dasarnya, banyak kesulitan yang penulis alami selama penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih atas bimbingan dan dukungan serta bantuan yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa bagaimana pun usaha yang ditempuh tanpa adanya bimbingan dan bantuan dari pihak-pihak terkait, penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Burhanudin Milama, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Salamah Agung, S.Si, Apt, M.A, Ph. D., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan ilmu, masukan, bimbingan, dan perhatiannya kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.


(9)

ix

5. Luki Yunita, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, saran, bimbingan dan perhatiannya selama penyusunan skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Kepala sekolah dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum di sepuluh SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melalukan penelitian di sekolah tersebut.

7. Ibunda tercinta Ermi Suswati dan Abangku Arief Setiawan, terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua kasih sayang, pengorbanan, perhatian, pengertian, dan dorongan baik moriil serta materiil, semangat, dan do’a yang diberikan setiap saat.

8. Nely Rahmawati, S.Kom.I. yang selalu menyemangati dan mengingatkan penulis untuk tak menyerah dalam proses penyusunan skripsi ini. Jazaakillahu khayran katsiran.

9. Sella Marselyana Abadi, S.Pd. dan Amrina Alhumaira yang telah sedianya memberikan waktu untuk menyemangati dan memberi masukan serta saran-saran yang bermanfaat dalam proses pengerjaan penelitian ini. Jazaakunallahu khayran katsiran.

10. Teman-teman bimbingan Ibu Salamah Agung dan Ibu Luki Yunita dan seluruh keluarga besar kimia 2011 yang juga sedang berjuang meraih kesuksesannya, dimanapun kalian berada, terima kasih telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman berharga kepada penulis, Semoga Allah SWT mengumpulkan kita dalam kebaikan.

11. Adik-adik Pendidikan Kimia 2012 di sekolah-sekolah tempat peneliti mengambil data penelitian, yang sedang berjuang dalam pengerjaan skripsi, namun tetap bersedia memberi semangat serta bantuan dalam proses penyusunan skripsi ini. Jazaakumullahu khayran katsiran.

12. Teman-teman rumah binaan Tasqif dan Nahdhoh yang telah memberi semangat dan bantuan kepada peneliti dari awal penelitian ini dimulai hingga selesai. Jazaakunnallahu khayran katsiran.


(10)

x

13. Teman-teman Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia Chapter Kampus Ciputat atas dorongan semangat dan bantuan selama peneliti menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Jazaakunnallahu khayran katsiran.

14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu hingga tersusunnya karya ini.

Mudah-mudahan segala bentuk partisipasi dari berbagai pihak terkait dapat menjadi berkah dan semua kebaikan di balas oleh Allah SWT. Masih banyak cacat dan cela pada skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi perbaikan. Semoga karya ini dapat bermanfaat, Aamiin.

Wassalamua’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh.

Jakarta, November 2016


(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI ... 9

A. Kajian Teori ... 9

1. Persepsi Siswa ... 9

a. Pengertian Persepsi ... 9

b. Proses Pembentukan Persepsi ... 10

c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 11

2. Hakikat Kimia dan Pembelajarannya ... 13

3. Konsep Hubungan Interpersonal ... 14

a. Pengertian Hubungan Interpersonal ... 14


(12)

xii

c. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal 18

4. Hubungan Interpersonal Guru dan Siswa ... 20

a. Model Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 20

b. Profil Perilaku Interpersonal Guru ... 27

B. Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berpikir ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

B. Metode Penelitian ... 34

C. Desain Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sampel ... 36

E. Teknik Pengumpulan Data ... 37

F. Instrumen Penelitian ... 38

G. Uji Coba Instrumen ... 41

H. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil Penelitian ... 49

B. Pembahasan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 12

Gambar 2.2 Dua Sumbu Dimensi Proximity dan Influence dalam Model Perilaku Interpersonal Guru ... 22

Gambar 2.3 Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB) ... 24

Gambar 2.4 Profil Perilaku Interpersonal Guru ... 29

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir ... 33

Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian ... 35

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa di SMA di Kota Tangerang Selatan ... 51

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa di Sepuluh SMA di Kota Tangerang Selatan ... 52

Gambar 4.3 Grafik Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Sumbu Dimensi ... 55

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA Negeri dan Swasta Berdasarkan Sumbu Dimensi ... 56

Gambar 4.5 Grafik Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA di Kota Tangerang Selatan Berdasarkan Level Skala Perilaku ... 61

Gambar 4.6 Grafik Perbandingan Perilaku Interpersonal Guru Kimia di SMA Negeri dan SMA Swasta Berdasarkan Level Skala Perilaku ... 62

Gambar 4.7 Ilustrasi Peta Konstruk Pengukuran “X” ... 63

Gambar 4.8 Peta Konstruk Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 64

Gambar 4.9 Radar Chart dan Representasi Grafis Profil Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA di Kota Tangerang Selatan ... 78

Gambar 4.10 Radar Chart dan Representasi Grafis Profil Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA Negeri di Kota Tangerang Selatan ... 78

Gambar 4.11 Radar Chart dan Representasi Grafis Profil Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan ... 78


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sampel Penelitian Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 37 Tabel 3.2 Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban ... 39 Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Hubungan Interpersonal Guru-Siswa ... 39 Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Angket Hubungan Interpersonal Guru-Siswa . 42 Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Setelah

Divalidasi ... 43 Tabel 3.6 Kategori Kecenderungan Variabel Hubungan Interpersonal

Guru-Siswa ... 47 Tabel 4.1 Hasil Analisis Data Hubungan Interpersonal Guru Kimia dan

Siswa ... 49 Tabel 4.2 Klasifikasi Hubungan Interpersonal Guru Kimia dan Siswa di SMA

di Kota Tangerang Selatan ... 49 Tabel 4.3 Rata-rata Skor dan Persentase Hubungan Interpersonal Guru Kimia

dan Siswa di SMA di Kota Tangerang Selatan ... 51 Tabel 4.4 Hasil Analisis Data Rata-rata Perilaku Interpersonal Guru Kimia

Ditinjau dari Dimensi Pengaruh dan Dimensi Kedekatan ... 53 Tabel 4.5 Rata-rata dan Persentase Perilaku Interpersonal Guru Kimia SMA

di Kota Tangerang Selatan ... 56 Tabel 4.6 Persentase Perilaku Interpersonal Guru Kimia ... 77


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian Sebelum Diuji Coba ... 92

Lampiran 2 Tabulasi Data Untuk Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .... 97

Lampiran 3 Instrumen Penelitian Setelah Diuji Coba ... 99

Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 103

Lampiran 5 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 ... 104

Lampiran 6 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 3 ... 105

Lampiran 7 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 4 ... 107

Lampiran 8 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 8 ... 108

Lampiran 9 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 10 ... 109

Lampiran 10 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Darussalam ... 112

Lampiran 11 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Dua Mei ... 113

Lampiran 12 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 8 ... 114

Lampiran 13 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Muhammadiyah 25 ... 115

Lampiran 14 Tabulasi Data Siswa Kelas XI IPA SMA Triguna Utama ... 116

Lampiran 15 Tabulasi Data Untuk Analisis Deskriptif dengan Perangkat Lunak Winsteps 3.73 for Windows ... 117

Lampiran 16 Data Hasil Perhitungan Statistik Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia ... 124

Lampiran 17 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Hubungan Interpersonal Guru-Siswa Pada Mata Pelajaran Kimia ... 125

Lampiran 18 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Dominasi Guru Kimia ... 126

Lampiran 19 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Dimensi Dominasi Guru Kimia ... 127

Lampiran 20 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Kepatuhan Guru Kimia ... 128

Lampiran 21 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Dimensi Kepatuhan Guru Kimia ... 129


(16)

xvi

Lampiran 22 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Kerjasama Guru Kimia ... 130 Lampiran 23 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Dimensi Kerjasama Guru Kimia ... 131 Lampiran 24 Data Hasil Perhitungan Statistik Tingkat Perlawanan Guru

Kimia ... 132 Lampiran 25 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Dimensi Perlawanan Guru Kimia ... 133 Lampiran 26 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Kepemimpinan Guru

Kimia ... 134 Lampiran 27 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Kepemimpinan Guru Kimia ... 135 Lampiran 28 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Membantu/

Bersahabat Guru Kimia ... 136 Lampiran 29 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Membantu/Bersahabat Guru Kimia .... 137 Lampiran 30 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Pengertian Guru

Kimia ... 138 Lampiran 31 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Pengertian Guru Kimia ... 139 Lampiran 32 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Memberi Kebebasan/

Tanggung Jawab pada Siswa oleh Guru Kimia ... 140 Lampiran 33 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Memberi Kebebasan/ Tanggung Jawab pada Siswa oleh Guru Kimia... 141 Lampiran 34 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Ragu-ragu Guru

Kimia ... 142 Lampiran 35 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Ragu-ragu Guru Kimia ... 143 Lampiran 36 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Tidak Puas Guru


(17)

xvii

Lampiran 37 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor,

dan Persentase Perilaku Tidak Puas Guru Kimia ... 145

Lampiran 38 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Menegur Guru Kimia ... 146

Lampiran 39 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Perilaku Menegur Guru Kimia ... 147

Lampiran 40 Data Hasil Perhitungan Statistik Perilaku Disiplin Guru Kimia ... 148

Lampiran 41 Hasil Perhitungan Nilai Parameter Ideal, Kecenderungan Skor, dan Persentase Perilaku Disiplin Guru Kimia ... 149

Lampiran 42 Peta Konstruk Perilaku Kepemimpinan (DC) ... 150

Lampiran 43 Peta Konstruk Perilaku Membantu/Bersahabat (CD) ... 151

Lampiran 44 Peta Konstruk Perilaku Pengertian (CS) ... 152

Lampiran 45 Peta Konstruk Perilaku Memberi Tanggung Jawab/Kebebasan Siswa (SC) ... 153

Lampiran 46 Peta Konstruk Perilaku Ragu-ragu (SO) ... 154

Lampiran 47 Peta Konstruk Perilaku Tidak Puas (OS) ... 155

Lampiran 48 Peta Konstruk Perilaku Menegur (OD) ... 156

Lampiran 49 Peta Konstruk Perilaku Disiplin (DO) ... 157

Lampiran 50 Representasi Grafis Profil Guru Tiap Sekolah ... 158

Lampiran 51 Lembar Uji Referensi ... 159


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Menurut Purwanto, “belajar adalah proses yang menimbulkan terjadinya perubahan dalam tingkah laku atau kecakapan. Sampai di mana perubahan itu dapat tercapai, berhasil atau tidaknya belajar, tergantung kepada bermacam-macam faktor, di antaranya yaitu guru dan cara mengajarnya” (2011, hlm. 102). Dalam belajar di sekolah, guru dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan cara guru mengajarkan pengetahuan kepada siswa turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai (Purwanto, 2011, hlm. 104-105).

Bagi guru, mengajar tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran tapi juga merupakan proses mengatur lingkungan yang memungkinkan siswa betah dan merasa senang belajar sehingga mereka dapat berkembang secara optimal sesuai dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya (Sanjaya, 2008, hlm.102). Hal ini senada dengan pandangan Van Petergem, dkk. (2005, hlm. 34) yang mengemukakan bahwa pada beberapa kasus terdapat guru yang lebih menyukai lingkungan disiplin untuk belajar, sedangkan beberapa yang lain ingin menciptakan suasana kelas yang menyenangkan, dimana siswa dapat merasa aman untuk mengambil risiko dan menjadi kreatif.

Di dalam kelas, proses belajar mengajar terdiri atas serangkaian perbuatan guru dan siswa berdasarkan hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif. Interaksi timbal balik antara guru dan siswa merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar-mengajar (Usman, 2005, hlm. 4). Rencana interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu pada umumnya didefinisikan sebagai strategi pembelajaran. Salah satu cara untuk dapat memahami strategi pembelajaran tersebut yaitu melalui pemahaman pada pola hubungan guru dan siswa (Mulyasa, 2014, hlm. 132).


(19)

Hubungan guru dan siswa dipahami sebagai interaksi interpersonal yang terjadi antara guru dengan siswa yang mengikat mereka satu sama lain. Hubungan ini diasumsikan berasal dari bentuk interaksi tersebut. Pendekatan terhadap hubungan interpersonal guru dan siswa dikonseptualisasikan melalui pengaturan kelas berdasarkan level perilaku interpersonal guru (Wubbels, dkk. 2015, hlm. 364-365).

Hubungan guru dan siswa dapat dipelajari melalui dua kerangka teori yaitu teori interpersonal (Wubbels dkk. 1985) dan kerangka berbasis teori pelengkap (Pianta, 2001). Teori interpersonal mendeskripsikan persepsi dari perilaku guru dengan siswa yang berhubungan dan berinteraksi dalam sebuah sistem. Dalam teori ini, hubungan guru dan siswa dikarakterisasi berdasarkan kombinasi dari dua dimensi, yaitu dimensi pengaruh (influence) dan kedekatan (proximity) dalam Model Perilaku Interpersonal Guru atau Model of Interpersonal Teacher Behaviour (MITB). Sedangkan, pada kerangka berbasis teori pelengkap yang dipopulerkan oleh Pianta (2001), hubungan guru dan siswa dapat diketahui dengan menggunakan tiga dimensi, yaitu kedekatan (closeness), konflik (conflict), dan kepercayaan (dependency) (Wubbels, dkk. 2015, hlm. 366-367).

Dalam MITB yang dikembangkan oleh Wubbels, dkk (1985), yang merupakan hasil adaptasi dari model Interpersonal Diagnosis of Personality di dalam kelas yang dikembangkan oleh Leary (1957), perilaku guru dipetakan menjadi dua dimensi yaitu dimensi pengaruh (influence) dan dimensi kedekatan (proximity) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254). Dimensi pengaruh (influence) memiliki dua sumbu yaitu dominance (D) dan submission (S). Dimensi kedekatan (proximity) memiliki dua sumbu yaitu cooperation (C) dan opposition (O). Dimensi pengaruh (influence) menggambarkan orang yang mengontrol atau mengarahkan proses komunikasi dan seberapa sering hal itu terjadi di kelas. Sedangkan, dimensi kedekatan (proximity) menunjukkan tingkat kerja sama atau kedekatan di antara guru-siswa yang terlibat dalam proses pembelajaran di kelas (Goh, 2004, hlm. 32).


(20)

3

Kedua sistem dimensi koordinat tersebut kemudian dibagi menjadi delapan skala perilaku interpersonal guru, yaitu perilaku kepemimpinan (leadership behaviour) (DC), perilaku membantu/bersahabat (helping/friendly behaviour) (CD), perilaku pengertian (understanding behaviour) (CS), perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa (student responsibility/freedom behaviour) (SC), perilaku ragu-ragu (uncertain behaviour) (SO), perilaku tidak puas (dissatisfied behaviour) (OS), perilaku menegur (admonishing behaviour) (OD) dan perilaku disiplin (strict behaviour) (DO) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254).

Setelah menyempurnakan formulasi dari MITB, Wubbels dan rekan-rekannya merintis alat yang digunakan untuk memetakan hubungan interpersonal guru dan siswa yang dikenal dengan nama Questionnaire on Teacher Interaction (QTI). Para peneliti menggunakan QTI untuk memahami saling keberpengaruhan antara cara guru mengajar dan hasil belajar siswa di kelas. Instrument ini kemudian digunakan untuk memetakan gaya perilaku interpersonal guru pada budaya yang berbeda di berbagai negara (Maulana, dkk. 2011, hlm. 34). Perbedaan terhadap gaya perilaku interpersonal guru ini kemudian menghasilkan pemetaan lanjutan terhadap profil perilaku guru yang menjelaskan lingkungan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas. Guru dapat dikategorikan ke dalam delapan tipe profil, yaitu direktif (directive), otoritatif (authoritative), toleran/otoritatif (tolerant/authoritative), toleran (tolerant), ragu-ragu/toleran (uncertain/tolerant), ragu-ragu/agresif (uncertain/aggressive), menekan (repressive), dan membosankan (drudging) (Maulana, dkk. 2011, hlm. 35).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh den Brok, Fisher, dan Koul (2005), menunjukkan bahwa guru sains yang baik dalam mengontrol (tinggi pada dimensi pengaruh) dan bekerja sama dengan siswa (tinggi pada dimensi kedekatan) mampu menciptakan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan. Pada level skala perilaku interpersonal, penelitian yang dilakukan oleh Reid dan Fisher (2008) menunjukkan bahwa guru sains yang memiliki perilaku kepemimpinan, membantu/bersahabat, pengertian serta


(21)

memberikan tanggung jawab dan kebebasan pada siswa berpengaruh secara positif terhadap motivasi siswa dalam pencapaian hasil belajar pada mata pelajaran sains.

Pelajaran sains, salah satunya kimia, merupakan pelajaran yang sulit bagi kebanyakan siswa, sehingga menuntut guru berusaha lebih keras untuk memotivasi siswa mempelajari konsep-konsep kimia. Tanpa minat dan motivasi belajar yang tinggi, maka konsep-konsep kimia sulit untuk dipahami oleh siswa dengan baik (Suyanti, 2010, 175-176). Oleh karenanya, guru kimia harus berupaya mendesain pembelajaran kimia yang menarik melalui berbagai strategi pembelajaran. Guru dituntut untuk mampu menganalisis konsep materi kimia sehingga dalam proses pembelajaran, guru mengerti dan paham bagaimana menyampaikan materi yang sulit dipahami dan dimengerti oleh siswa. Guru juga harus mampu memvisualisasikan konsep yang abstrak agar bisa dipahami siswa secara menyeluruh dan tidak sepotong-sepotong sekaligus juga memotivasi siswa untuk mempelajarinya lebih mendalam.

Dalam The National Science Teachers Association (NSTA) Standards for Science Teacher Preparation (2003) dijelaskan bahwa guru mata pelajaran, khususnya guru IPA (sains), dituntut untuk tidak hanya mampu dalam penguasaan konsep dan materi atau memvariasikan metode dan strategi yang digunakan dalam mengajar, namun juga diharapkan mampu menciptakan dan menjaga kondisi lingkungan pembelajaran yang nyaman dan mendukung secara psikologis maupun sosial bagi siswa (National Science Teachers Association, 2003, hlm. 21). Hal ini senada dengan indikator proses pembelajaran dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang menyatakan:

“Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu, setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan


(22)

5

proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan” (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013, hlm. 1).

Dengan demikian, penting bagi guru IPA, termasuk guru kimia tidak hanya mampu dalam penguasaan konsep dan materi, namun juga menjaga kondisi lingkungan pembelajaran yang nyaman dan memotivasi siswa lewat hubungan interpersonal guru kimia dan siswa yang terbentuk melalui perilaku interpersonal guru. Hal ini dikarenakan perilaku interpersonal guru memberikan pengaruh yang besar, baik dalam sikap siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan, hasil belajar, maupun motivasi belajar siswa yang timbul dari perilaku tersebut.

Namun, penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Fisher dan Rickards (1998), den Brok, Fisher, dan Koul (2005), Reid dan Fisher (2008), Maulana, dkk. (2012), menunjukkan bahwa studi mengenai hubungan interpersonal guru dan siswa sering kali hanya dilakukan di dalam kelas Matematika, Bahasa Inggris, dan Sains pada Pendidikan Menengah Pertama (SMP). Tidak ada temuan yang menunjukkan penelitian mengenai hubungan interpersonal guru dan siswa pernah dilakukan pada kelas Kimia di Sekolah Menengah Atas di Kota Tangerang Selatan. Padahal, memahami hubungan interpersonal guru dan siswa ketika pembelajaran berlangsung dapat menjadi pertimbangan penting untuk menunjang kesuksesan siswa di sekolah dan dapat menjadi alat refleksi, baik bagi guru, siswa, maupun praktisi pendidikan untuk memahami atmosfer lingkungan pembelajaran yang terjadi di dalam kelas melalui perilaku dan profil interpersonal guru yang terukur.

Uraian yang telah dipaparkan tentang pentingnya hubungan interpersonal guru-siswa terhadap pembelajaran kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan menjadi dasar pijakan perlunya pengkajian lebih lanjut mengenai hal ini. Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Persepsi Siswa Terhadap Hubungan Interpersonal Guru-Siswa pada Pembelajaran Kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan”.


(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut:

1. Perilaku interpersonal guru di dalam kelas mempengaruhi sikap dan motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

2. Hubungan interpersonal guru-siswa memiliki peran penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa, namun penelitian pada pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang Selatan belum pernah dilakukan.

3. Penting bagi guru kimia untuk mengetahui hubungan interpersonal guru-siswa yang terbentuk melalui perilaku interpersonal guru dan mengetahui lingkungan pembelajaran yang teridentifikasi lewat profil interpersonal guru demi menjaga lingkungan pembelajaran yang nyaman dan mendukung kondisi psikologis dan sosial bagi siswa.

C. Pembatasan Masalah

Guna memberi ruang lingkup yang jelas dan terarah, mengingat begitu luas dan kompleksnya permasalahan, maka perlu dibuat suatu pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Hubungan interpersonal guru-siswa yang diukur hanya pada Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Tangerang Selatan pada pembelajaran kimia berdasarkan persepsi siswa SMA Negeri dan SMA Swasta kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Hubungan interpersonal guru-siswa diukur berdasarkan Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB) pada level dimensi influence (pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru menggunakan angket persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal guru-siswa, hasil adaptasi dari QTI versi Indonesia yang dikembangkan oleh Maulana, dkk. (2011).

3. Perilaku interpersonal guru dipetakan menggunakan prinsip pemodelan Rasch untuk menjelaskan profil perilaku interpersonal yang teridentifikasi pada pembelajaran kimia di Kota Tangerang Selatan.


(24)

7

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat penulis rumuskan item masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan interpersonal guru-siswa pada pembelajaran kimia di kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan?

2. Bagaimana perilaku interpersonal guru kimia di dalam kelas berdasarkan berdasarkan level dimensi influence (pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru dalam Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB)?

3. Apakah tipe profil perilaku interpersonal guru kimia yang teridentifikasi berdasarkan persepsi siswa kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan dengan pemetaan perilaku interpersonal guru berdasarkan prinsip pemodelan Rasch?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan interpersonal guru kimia dan siswa, mengetahui perilaku interpersonal guru kimia di dalam kelas berdasarkan level dimensi influence (pengaruh) dan proximity (kedekatan) dan level skala perilaku interpersonal guru dalam Model for Interpersonal Teacher Behaviour (MITB), serta mengidentifikasi profil perilaku interpersonal guru kimia berdasarkan persepsi siswa kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA di Kota Tangerang Selatan. F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada sekolah sehingga dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi sekolah dalam mengambil kebijakan-kebijakan terhadap pelaksanaan pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.


(25)

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru agar lebih memberikan perhatian terhadap hubungan interpersonal yang terbentuk dengan siswanya di dalam kelas. Selain itu, angket persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal guru-siswa yang telah dibuat dapat menjadi alat refleksi diri guru terhadap kinerja pengajaran yang telah dilakukan sehingga guru dapat merancang lingkungan pengajaran dan pembelajaran yang lebih tepat untuk siswa.

3. Bagi siswa

Siswa sebagai peserta didik diharapkan dapat memahami persepsinya terhadap proses pembelajaran di sekolah dan menjadi salah satu pendorong bagi siswa untuk lebih tekun dalam mengoptimalkan kualitas prestasi belajarnya.

4. Bagi peneliti

Manfaat bagi peneliti sendiri adalah sebagai gambaran tentang hubungan interpersonal yang terbentuk di antara guru dan siswa dalam pengajaran kimia. Selain itu, penelitian ini sebagai cakrawala ilmu pengetahuan penulis dalam berkarya dalam khasanah ilmu pengetahuan dan dapat menambah pengalaman yang dapat berguna di masa mendatang.


(26)

BAB II KAJIAN TEORI A. KAJIAN TEORI

1. Persepsi Siswa

a. Pengertian Persepsi

Istilah persepsi berasal dari bahasa Inggris “perception”, yang diambil dari bahasa Latin “perceptio”, yang berarti menerima atau mengambil. Menurut Leavitt (1978), perception dalam pengertian sempit adalah “penglihatan”, yaitu bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah “pandangan”, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Desmita, 2010, hlm. 117).

Branca (1964), Woodworth dan Marquis (1957) dalam Walgito (2003, hlm. 53) mengemukakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan.

“Penginderaan adalah suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat penerima yaitu indera. Pada umumnya stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Karena itu proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan dan proses penginderaan merupakan proses yang mendahului terjadinya persepsi. Proses penginderaan terjadi setiap saat, yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui alat indera. Stimulus yang mengenai individu itu kemudian diorganisasikan, diinterpretasikan, sehingga individu menyadari apa yang diinderanya itu”.

Pada tataran yang lebih kompleks, persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya dan keadaan diri individu yang bersangkutan. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa persepsi dapat datang dari luar diri individu tetapi


(27)

juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan (Robbins, 2001, hlm. 88).

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah diterima oleh sistem indera manusia. Persepsi pada dasarnya menyangkut hubungan manusia dengan lingkungannya, bagaimana ia mengerti dan menginterpretasikan stimulus yang ada di lingkungannya dengan pengetahuan yang dimilikinya. Setelah individu mengindera objek di lingkungannya, kemudian ia memproses hasil pengindraan itu sehingga timbullah makna tentang objek tersebut.

Persepsi individu terhadap objek tertentu akan mempengaruhi pikirannya. Artinya, persepsi seseorang akan memungkinkannya untuk memberi penilaian terhadap suatu kondisi stimulus. Sebagai contoh, persepsi siswa terhadap perilaku guru di dalam kelas akan mempengaruhi pikirannya dan menjadikan siswa memberikan penilaian kepada perilaku guru tersebut.

b. Proses Pembentukan Persepsi

Persepsi mengikuti suatu interaksi rumit yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama (Desmita, 2010, hlm. 120), yaitu: 1) Seleksi

Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap stimulus. Dalam proses ini, struktur kognitif yang telah ada dalam kepala akan menyeleksi, membedakan data yang masuk dan memilih data mana yang relevan sesuai dengan kepentingan dirinya. Jadi, seleksi perseptual ini tidak hanya bergantung pada determinan-determinan utama dari perhatian―seperti: intensitas (intensity), kualitas (quality), kesegeraan (suddenness), kebaruan (novelty), gerakan (movement), dan kesesuaian (congruity) dengan muatan kesadaran yang telah ada―melainkan juga bergantung pada minat, kebutuhan-kebutuhan dan nilai yang dianut.


(28)

11

2) Penyusunan

Penyusunan adalah proses reduksi, mengorganisasikan, menata atau menyederhanakan informasi yang kompleks ke dalam suatu pola yang bermakna. Sesuai dengan teori Gestalt, manusia secara alamiah memiliki kecenderungan tertentu dan melakukan penyederhanaan struktur di dalam mengorganisasikan objek-objek perseptual. Sejumlah stimulus dari lingkungan cenderung diklasifikasikan menjadi pola-pola tertentu dengan cara yang sama. Berdasarkan pemikiran ini, Gestalt mengajukan beberapa pinsip tentang kecenderungan-kecenderungan manusia dalam penyusunan onformasi ini, di antaranya prinsip kemiripan (similarity), prinsip kedekatan (proximity), prinsip ketertutupan atau kelengkapan (closure), prinsip searah (direction), dan lain-lain.

3) Penafsiran

Penafsiran adalah proses menerjemahkan atau menginterpretasikan informasi atau stimulus ke dalam bentuk tingkah laku sebagai respon. Dalam proses ini, individu membangun kaitan-kaitan antara stimulus yang datang dengan struktur kognitif yang lama, dan membedakan stimulus yang datang untuk memberi makna berdasarkan hasil interpretasi yang dikaitkan dengan pengalaman sebelumnya, dan kemudian bertindak atau bereaksi. Tindakan ini dapat berupa tindakan bersembunyi (seperti: pembentukan pendapat dan sikap) dan dapat pula berupa tindakan terbuka atau perilaku nyata.

c. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah persepsi. Faktor-faktor ini bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk mengintepretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik pribadi


(29)

dari pembuat persepsi individual tersebut. Karakteristik pribadi yang memengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang. Karakteristik target yang diobservasi bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Individu yang bersuara keras cenderung diperhatikan dalam sebuah kelompok dibanding individu yang diam. Begitu pula dengan guru yang berpenampilan menarik, cenderung mendapatkan perhatian dari para siswanya di kelas. Faktor yang mempengaruhi persepsi digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sumber: (Robbins, 2001, hlm. 92)

David Krech dan Richard S. Crutchfield (1977) dalam Rakhmat (2011, hlm. 54-57) menyebutkan bahwa persepsi ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:

1) Faktor Fungsional

Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain, termasuk apa yang kita sebut sebagai

faktor-Faktor pada pemersepi

- Sikap - Motif - Kepentingan - Pengalaman - Pengharapan

Persepsi

Faktor-faktor dalam diri target

- Hal yang baru - Gerakan - Bunyi - Ukuran - Latar belakang - Kedekatan

Faktor-faktor dalam situasi

- Waktu

- Keadaan/Tempat kerja - Keadaan sosial


(30)

13

faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimulus tersebut. Dalam hal ini, persepsi dipengaruhi oleh karakteristik siswa yang menilai guru.

2) Faktor Struktural

Faktor-faktor struktural berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf individu. Kohler, Wartheimer dan Koffka merumuskan prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural, yang kemudian terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita memersepsinya sebagai suatu keseluruhan, melihat bagian-bagiannya lalu menghimpunnya.

Jika kita ingin memahami suatu peristiwa, kita tidak dapat meneliti fakta-fakta yang terpisah. Kita harus memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Untuk memahami seseorang, kita harus melihatnya dalam konteksnya, dalam lingkungannya, dalam masalah yang dihadapinya. Dalam hal ini, persepsi dipengaruhi oleh perilaku guru dan lingkungan dimana dia berada.

2. Hakikat Kimia dan Pembelajarannya

Susiwi (2007, hlm. 5) mengemukakan bahwa hakikat ilmu kimia mencakup dua hal, yaitu kimia sebagai produk yang meliputi sekumpulan pengetahuan atas fakta, konsep dan prinsip kimia dan kimia sebagai proses yang meliputi keterampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuwan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan kimia.

Kimia pada awalnya merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan


(31)

penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, hlm. 177).

Kimia sebagai ilmu termasuk ke dalam rumpun Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki karakteristik yang sama dengan IPA dalam proses pembelajarannya. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006, hlm. 177). Pengalaman menunjukkan bahwa mempelajari ilmu kimia cukup sulit, karena yang dibahas adalah hukum dan teori tentang atom dan molekul yang tidak dapat dilihat. Yang dapat ditangkap hanyalah gejala yang ditimbulkan oleh atom dan molekul tersebut melalui percobaan (eksperimen) di laboratorium. Oleh karena itu, untuk mempermudah dalam mempelajari kimia dapat dilakukan dengan menunjukkan kaitan antara hukum dan teori dengan percobaan yang mendasarinya (Syukri, 1999, hlm. 7a). Dalam hal ini, siswa membutuhkan peran guru melalui interaksi yang terjadi antara guru dan siswa dalam strategi pembelajaran yang terencana.

3. Konsep Hubungan Interpersonal

a. Pengertian Hubungan Interpersonal

Menurut Miller & Steinberg (1975) dalam Budyatna & Ganiem (2012, hlm. 44), hubungan antarpribadi (interpersonal) adalah hubungan komunikasi timbal balik berdasarkan data psikologis. Pengembangan hubungan antarpribadi mengacu kepada proses di mana manusia mengadakan kontak terhadap satu sama lain dan mendasarkan prediksi tentang perilaku komunikasi satu sama lain terutama pada data psikologis.

Hubungan interpersonal yang baik akan menumbuhkan derajat keterbukaan orang untuk mengungkapkan dirinya. Makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, semakin efektif


(32)

15

komunikasi yang berlangsung di antara peserta komunikasi (Hidayat, 2012, hlm. 56).

Komunikasi penting dalam mengembangkan dan memelihara hubungan-hubungan antarpribadi. Hubungan antarpribadi yang sehat ditandai oleh keseimbangan pengungkapan diri atau self-disclosure yang tepat, yaitu saling memberikan data biografis, gagasan-gagasan pribadi, dan perasaan-perasaan yang tidak diketahui orang lain, serta umpan balik berupa verbal dan respon-respon fisik kepada orang atau pesan-pesan mereka di dalam suatu hubungan (Budyatna & Ganiem, 2011, hlm. 44).

Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik. Setiap kali melakukan komunikasi, manusia tidak hanya menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar hubungan interpersonal (Rohim, 2009, hlm. 70).

b. Tahap-tahap Hubungan Interpersonal

Menurut Rakhmat (2011, hlm. 122-127), hubungan interpersonal berlangsung melewati tiga tahap, yaitu pembentukan hubungan, peneguhan hubungan, dan pemutusan hubungan.

1) Pembentukan Hubungan

Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan (aquaintance process). Menurut Steve Duck (1976), perkenalan adalah proses komunikasi di mana individu mengirimkan (secara sadar) atau menyampaikan (kadang-kadang tidak sengaja) informasi tentang struktur dan isi kepribadiannya dengan menggunakan cara-cara agak berbeda pada bermacam-macam tahap perkembangan persahabatan.

Dalam hubungan interpersonal, kesan pertama dibentuk dari petunjuk proksemik, kinesik, paralinguistik, dan artifaktual, yaitu dengan mempertahankan jarak, gerak tangan dan lirikan matanya, intonasi suara, dan pakaian yang dikenakannya. Kesan pertama amat menentukan apakah hubungan interpersonal harus diakhiri atau


(33)

diperteguh. Para psikolog sosial menemukan bahwa penampilan fisik, apa yang diucapkan pertama, apa yang dilakukan pertama menjadi penentu yang penting terhadap pembentukan citra pertama tentang orang itu.

2) Peneguhan Hubungan

Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan (equilibrium). Menurut Rakhmat (2011, hlm. 124-127), ada empat faktor yang amat penting dalam memelihara keseimbangan ini: keakraban, kontrol, respons yang tepat, dan nada emosional yang tepat.

Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa dan bilamana. Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah.

Faktor ketiga adalah ketepatan respons. Dalam percakapan, misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan. Respons ini bukan saja berkenaan dengan pesan-pesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan serius dijawab dengan main-main, ungkapan bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, hubungan interpersonal mengalami keretakan

Faktor keempat yang memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika berlangsungnya komunikasi. Walaupun mungkin saja terjadi dua orang berinteraksi dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak


(34)

17

akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.

3) Pemutusan Hubungan

R.D. Nye (1973) dalam bukunya Conflict among Humans menyebutkan lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan, yaitu:

a) Kompetisi; adalah di mana salah satu pihak berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain. Misalnya, menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.

b) Dominasi; adalah di mana salah satu pihak berusaha mengendalikan pihak lain sehingga orang itu merasakan hak-haknya dilanggar.

c) Kegagalan; adalah di mana masing-masing berusaha menyalahkan yang lain apabila tujuan bersama tidak tercapai. d) Provokasi; adalah di mana salah satu pihak terus menerus

berbuat sesuatu yang ia ketahui menyinggung perasaan yang lain.

e) Perbedaan nilai; adalah di mana kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang mereka anut.

Untuk mempertahankan hubungan dalam jangka waktu lama, diperlukan kemampuan (kompetensi) untuk menjalin hubungan interpersonal. Menurut Buhrmeister (1988) terdapat lima domain kompetensi interpersonal (Dayakisni & Hudaniah, 2009, hlm. 120), yaitu:

1) Initiative, yakni usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungan sosial yang lebih besar. Inisiatif selalu diarahkan baik pada penciptaan suatu hubungan antarpribadi yang baru dengan seseorang yang belum atau baru dikenal maupun


(35)

tindakan-tindakan yang dapat membantu mempertahankan hubungan yang telah dibina.

2) Negative Assertion, yakni kemampuan untuk mempertahankan diri dari tuduhan yang tidak benar atau tidak adil, kemampuan untuk mengatakan “tidak” terhadap permintaan yang tidak masuk akal, dan kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan saat diperlukan.

3) Disclosure, yakni pengungkapan bagian dalam diri (innerself) antara lain berupa pengungkapan ide-ide, pendapat, permintaan, pengalaman dan perasaan-perasaannya kepada orang lain. Self disclosure dapat mengubah suatu perkenalan yang tidak mendalam menjadi suatu hubungan yang lebih serius.

4) Emotional Support, yakni ekspresi perasaan yang memperlihatkan adanya perhatian, simpati dan penghargaan terhadap orang lain. Emotional support juga mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberikan perasaan nyaman kepada orang lain yang sedang dalam kondisi tertekan dan bermasalah.

5) Conflict Management, yakni cara atau strategi untuk menyelesaikan adanya pertentangan dengan orang lain yang mungkin terjadi saat melakukan hubungan interpersonal. Konflik dapat disalurkan dan dibangun secara konstruktif sehingga meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi. Teknik pengendalian dan kemampuan verbal individu dapat digunakan sebagai media untuk menangani konflik dan mengarahkannya menuju akhir yang konstruktif. c. Faktor-faktor yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal

Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan. Akan tetapi, bagaimana komunikasi itu dilakukan. Jika di antara dua orang yang berkomunikasi berkembang sikap curiga, makin sering mereka berkomunikasi, makin jauh jarak di antara keduanya.


(36)

19

Maka perlu dipahami, faktor-faktor yang dapat menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik (Rakhmat, 2011, hlm. 127-134), yaitu:

1) Percaya (Trust)

Percaya adalah faktor yang paling penting yang mempengaruhi komunikasi interpersonal. Dengan percaya, seseorang akan lebih banyak membuka diri kepada orang yang dipercaya. Hal ini terjadi ketika seseorang yakin bahwa orang yang dipercaya tidak akan mengkhianati atau merugikannya. Sejak tahap yang pertama dalam hubungan interpersonal (tahap perkenalan), sampai pada tahap kedua (tahap peneguhan), percaya menentukan efektivitas komunikasi.

Terdapat empat faktor yang berhubungan dengan sikap percaya (Rakhmat, 2011, hlm. 129-130), yaitu:

a) Karakteristik dan maksud orang lain.

Orang akan menaruh kepercayaan kepada seorang yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan, atau pengalaman dalam bidang tertentu. Kita akan percaya pada guru kimia dalam urusan mereaksikan zat-zat tetapi tidak akan percaya padanya dalam urusan sastra dan sebagainya.

b) Hubungan kekuasaan

Percaya tumbuh apabila orang-orang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain. Bila seseorang mengetahui bahwa orang lain akan tunduk dan patuh kepadanya, ia akan mempercayainya. c) Sifat dan kualitas komunikasi

Sikap percaya akan tumbuh ketika komunikasi bersifat terbuka, maksud dan tujuan jelas, dan ekspektasi sudah dinyatakan. d) Pengalaman

Sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan lainnya berlaku jujur. Sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman seseorang dengan komunikan lainnya.


(37)

2) Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Dengan sikap defensif, komunikasi interpersonal akan gagal karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif, dan juga faktor situasional seperti perilaku komunikasi orang lain.

3) Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Brooks dan Emmert (1977) menjelaskan karakteristik orang yang terbuka, yaitu menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan keajegan logika; membedakan dengan mudah, melihat nuansa; berorientasi pada isi; mencari informasi dari berbagai sumber; lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya; dan mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaaannya.

4. Hubungan Interpersonal Guru dan Siswa a. Model Hubungan Interpersonal Guru-Siswa

Wubbels & Levy (1993) dalam Van Petergem, dkk. (2005, hlm. 34) mengemukakan bahwa mengajar adalah aktivitas yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh materi pelajaran, waktu yang tersedia, karakter guru, karakter peserta didik, sumber daya, khususnya kompetensi pedagogik, perspektif metodologi pengajaran, dan perspektif antar pribadi yang berfokus pada hubungan interpersonal guru-siswa.

Hubungan interpersonal guru-siswa merupakan aspek penting dalam komunikasi yang terjadi di dalam kelas. Pengamatan pada pengajaran yang sukses pasti bergantung pada interaksi yang baik


(38)

21

dengan komunikasi yang efektif (Goh, 1994, hlm. 30). Efektifitas mengajar secara informal didefinisikan sebagai tingkat keterampilan pedagogik seorang guru. Misalnya, guru yang baik tahu bagaimana mengkomunikasikan informasi, memimpin diskusi, memberi pertanyaan, menunggu jawaban, mempersiapkan rencana pembelajaran, menulis bahan pelajaran, dan sebagainya. Guru yang baik tahu kemampuan dirinya. Misalnya, guru bahasa inggris harus ahli dalam grammar, writing, dan literature; guru matematika harus ahli dalam bidangnya; guru sains yang baik harus memiliki pola pikir sains (Tuckman, 1995, hlm. 177).

Mengajar merupakan sebuah bentuk komunikasi yang serius. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa untuk keberlangsungan proses pembelajaran, siswa harus memahami guru mereka. Selain menjadi ahli dalam materi pelajaran, setidaknya terdapat tiga karakteristik yang perlu dikenal siswa untuk guru mereka miliki, yaitu ketegasan, keramahan, dan keadilan, di samping perhatian dan pengertian. Hal ini dapat menjadi umpan balik bagi siswa dan pengakuan dari kemungkinan adanya pengaruh terhadap hubungan interpersonal guru-siswa dalam proses pembelajaran, sehingga adalah langkah yang tepat untuk memperkenalkan model perilaku interpersonal guru (Goh, 1994, hlm. 30).

Secara konseptual, model perilaku interpersonal guru terinspirasi oleh: pertama, teori sistem komunikasi Watzlawick, Beavin, & Jackson (1967) dan kedua, model perilaku interpersonal Leary (1957). Teori sistem komunikasi dan model Leary kemudian diadaptasi oleh sekelompok tim peneliti di Belanda untuk digunakan dalam bidang pendidikan sejak tahun 1980-an. Model Perilaku Interpersonal Guru (Model for Interpersonal Teacher Behaviour) (MITB) dan kuesioner tentang interaksi guru (Questionnaire on Teacher Interaction) (QTI) merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur persepsi siswa


(39)

terhadap perilaku guru yang menjadi hasil penelitian jangka panjang di Universitas Utrecht, Belanda (Goh, 1994, hlm. 30-31).

Model Perilaku Interpersonal Guru didasarkan pada penelitian Timothy Leary tentang diagnosa kepribadian interpersonal dan aplikasinya terhadap pengajaran. Dalam model ini, perilaku guru dipetakan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi Influence (Pengaruh) dan dimensi Proximity (Kedekatan). Dimensi Influence (Pengaruh) memiliki dua sumbu, yaitu Dominance (D) dan Submission (S). Dimensi Proximity (Kedekatan) memiliki dua sumbu, yaitu Opposition (O) dan Cooperation (C) (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 8). Dua dimensi pada model perilaku interpersonal guru digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.2 Dua Sumbu Dimensi Proximity dan Influence dalam Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB)

Sumber: (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 8)

Dimensi Influence (Pengaruh) menggambarkan siapa yang mengintrol atau mengarahkan proses komunikasi dan seberapa sering hal itu terjadi. Sedangkan dimensi Proximity (Kedekatan) menunjukkan tingkat kerjasama atau kedekatan di antara mereka yang terlibat dalam proses komunikasi. Kedua dimensi Influence (Pengaruh) dan Proximity (Kedekatan) secara bebas mengingatkan pada perilaku guru yang efektif

Dominance (D)

Submission (S)

Opposition (O) Cooperation (C)

Proximity

In

flu

en


(40)

23

yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Masing-masing dari dua sumbu dimensi DS dan CO mewakili perilaku yang berlawanan, sumbu DS untuk dominasi (dominance) dan kepatuhan (submission) dan sumbu CO untuk kerjasama (cooperation) dan oposisi (opposition) (Goh, 1994, hlm. 32)

Setiap kuadran dari struktur koordinat yang dihasilkan berdasarkan dua dimensi menampilkan dua segmen dari perilaku guru. Sektor yang ada didefinisikan bergantung pada derajat dari perilaku yang ditentukan. Sebagai contoh, kuadran pertama terdiri atas dua karakter yang berbeda yang disebut Dominance-Cooperation (DC) dan Cooperation-Dominance (CD). DC menunjukkan perilaku guru yang terkarakterisasi dengan tingginya tingkat dominasi dan sedikit kerjasama. Sedangkan CD menampilkan perilaku guru dengan tingginya tingkat kerjasama dan tingkat dominasi yang lebih sedikit. Selanjutnya, tiap kuadran dari model ini terdiri atas dua sektor perilaku yang digambarkan pertama kali dari perilaku yang paling umum dan kemudian diikuti oleh perilaku kedua dari dimensi yang sama (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254).

Kedua sistem dimensi koordinat tersebut kemudian dibagi menjadi delapan skala perilaku interpersonal guru-siswa, yaitu perilaku kepemimpinan (leadership behaviour) (DC), perilaku membantu/bersahabat (helping/friendly behaviour) (CD), perilaku pengertian (understanding behaviour) (CS), perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa (student responsibility/freedom behaviour) (SC), perilaku ragu-ragu (uncertain behaviour) (SO), perilaku tidak puas (dissatisfied behaviour) (OS), perilaku menegur (admonishing behaviour) (OD) dan perilaku disiplin (strict behaviour) (DO) (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254). Untuk menjelaskan deskripsi dari perilaku guru yang dimiliki masing-masing sektor, ditampilkan dalam gambar berikut.


(41)

Gambar 2.3 Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB) Sumber: (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 9)

Berdasarkan gambar di atas, pada masing-masing pola perilaku guru dideskripsikan sebagai berikut.

1) Leadership (Kepemimpinan)

“Notice what’s happening, lead, organize, give orders, set

tasks, determine, procedure, structure the classroom situation,

explain, hold the attention”

Perilaku kepemimpinan ditunjukkan dengan: memperhatikan apa yang terjadi di kelas, memimpin, mengorganisasikan, memberi perintah, menetapkan tugas, menentukan prosedur, menyusun situasi kelas, menjelaskan, dan memegang perhatian.

2) Helping/Friendly (Membantu/Bersahabat)

“Assist, show interest, join, behave in a friendly or

considerate manner, be able to make a joke, inspire confidence and


(42)

25

Perilaku membantu/bersahabat ditunjukkan dengan: membantu, menunjukkan minat, bergabung, berperilaku ramah atau perhatian, bisa membuat lelucon, menginspirasi keyakinan dan kepercayaan.

3) Understanding (Pengertian)

“Listen with interest, emphatize, show confidence and understanding, accept apologies, look for ways to settle differences,

be patient, be open”.

Perilaku pengertian ditunjukkan dengan: mendengarkan siswa dengan penuh minat, berempati, menunjukkan kepercayaan dan pengertian, menerima permintaan maaf, mencari cara untuk menyelesaikan perbedaan, bersabar, bersikap terbuka terhadap siswa.

4) Student Responsibility/Freedom (Memberi Tanggung jawab/Kebebasan siswa)

“Give opportunity for independent work, wait for class to let off steam, give freedom and responsibility, approve of something”.

Perilaku memberi tanggung jawab/kebebasan siswa ditunjukkan dengan: memberikan kesempatan untuk bekerja mandiri, menunggu kelas diam, memberikan kebebasan dan tanggung jawab pada siswa, menyetujui sesuatu.

5) Uncertain (Ragu-ragu)

“Keep a low profile, apologize, wait and see how the wind blows, admit one is in the wrong”.

Perilaku ragu-ragu ditunjukkan dengan: bersikap merendah, meminta maaf, menunggu dan melihat bagaimana arah proses pembelajaran, dan mengakui kesalahan.

6) Dissatified (Tidak puas)

“Wait for the silence, consider pros and cons, keep quiet,


(43)

Perilaku tidak puas ditunjukkan dengan: menunggu siswa diam, mempertimbangkan pendapat pro dan kontra, diam, menunjukkan ketidakpuasan, terlihat murung, bertanya-tanya/ragu, dan mencela.

7) Admonishing (Menegur)

“Get angry, take pupils to task, express irritation and anger, forbid, correct, punish”.

Perilaku menegur ditunjukkan dengan: gampang marah, memberikan siswa tugas, menampilkan ekspresi terganggu dan kemarahan, melarang siswa, selalu ingin benar, dan suka menghukum.

8) Strict (Disiplin)

“Keep reins tight, check, judge, get class silent, maintain silence, be strict, exact norms and set rules”.

Perilaku disiplin ditunjukkan dengan: menjaga kendali yang ketat, memeriksa, menghakimi, menjaga kelas tetap diam, mempertahankan keheningan, bersikap tegas/disiplin, menetapkan aturan dan norma-norma yang tepat.

Untuk mengukur delapan skala perilaku interpersonal guru dalam Model Perilaku Interpersonal Guru (Model for Interpersonal Teacher Behaviour/MITB), Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) secara khusus dikembangkan untuk tujuan tersebut. QTI pertama kali dikembangkan di Belanda di antara tahun 1978 dan 1984, yang terdiri atas 77 item pertanyaan dengan lima point skala Likert dari “Tidak pernah/Tidak sama sekali” hingga “Selalu/Sangat”. Tidak berapa lama sejak konstruksi QTI di Belanda, versi Amerika dikembangkan pada tahun 1988 dan diujikan sebanyak tiga kali dengan melibatkan guru dan siswa dan menghasilkan 64 item dengan tingkat validitas dan reliabilitas baik, yang setara dengan QTI versi Belanda. Kemudian, versi QTI yang lebih singkat dengan 48 item dikembangkan di Australia. Selanjutnya, QTI versi Amerika dan Australia menjadi titik permulaan bagi para


(44)

27

peneliti di negara-negara lainnya untuk mengembangkan QTI versi negara mereka. Secara umum, versi QTI yang berbeda-beda menampilkan hasil yang baik dan sebanding dengan versi asli Belanda dan Amerika. Pada lintas budaya, den Brok (2006) menemukan perbedaan kedudukan skala empiris terhadap hipotesis, yang kemudian mempengaruhi perbedaan pengartian dari sektor dan skala di antara negara-negara. Alhasil, hasil penelitian dari penggunaan QTI tidak sebanding di antara beberapa negara pada level skala, namun sebanding pada level dimensi (Maulana, dkk. 2012, hlm. 254).

Di Indonesia, penggunaan QTI pertama kali dilakukan oleh Fraser (2010) untuk mengukur persepsi mahasiswa perguruan tinggi dalam 12 kelas ilmu komputer. Validasi QTI menunjukkan hasil yang memuaskan dan beberapa skala QTI memiliki korelasi yang cukup signifikan terhadap sikap belajar mahasiswa. Meskipun penelitian ini tidak menyediakan informasi persepsi mahasiswa terhadap perilaku interpersonal guru berdasarkan level dimensi, yang mana membuatnya sulit untuk dibandingkan dengan hasil penelitian dari negara lain. Namun, penelitian ini memberikan informasi awal yang menunjukkan pentingnya hubungan interpersonal guru-siswa di Indonesia (Maulana, dkk. 2012, hlm. 255).

b. Profil Perilaku Interpersonal Guru

Untuk mendeskripsikan profil perilaku interpersonal guru, pertama kali yang harus dilakukan adalah beralih ke profil yang telah ditemukan dengan bantuan Model Perilaku Interpersonal Guru (MITB) dan Questionnaire on Teacher Interaction (QTI). Profil perilaku interpersonal guru adalah kombinasi khusus dari delapan skala yang dihasilkan dari QTI (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 11-12).

Berdasarkan Brekelmans, Levy, dan Rodriguez (1993), profil perilaku interpersonal guru dapat dikategorikan menjadi delapan tipe, yaitu direktif (directive), otoritatif (authoritative), toleran/otoritatif (tolerant/authoritative), toleran (tolerant), tak menentu/toleran


(45)

(uncertain/tolerant), tak menentu/agresif (uncertain/aggressive), menekan (repressive) dan membosankan (drudging) (Maulana, dkk. 2011, hlm. 35).

Pada level dimensi, profil perilaku guru yang otoritatif, toleran/otoritatif, dan toleran dipersepsi siswa dengan pola dimensi kedekatan yang relatif tinggi, dengan tipe profil toleran memiliki dimensi pengaruh paling rendah. Sedangkan pada tipe profil guru yang direktif, tak menentu/toleran, dan membosankan memiliki dimensi kerjasama lebih sedikit daripada tiga tipe sebelumnya, dengan tipe profil tak menentu/toleran memiliki dimensi dominasi yang lebih rendah. Guru dengan dimensi kerjasama paling sedikit diindikasikan memiliki tipe profil guru yang menekan dan tak menentu/agresif. Pada tipe profil represif, guru memiliki dimensi dominasi paling tinggi dibandingkan delapan jenis skala lainnya (Wubbels & Brekelmans, 2005, hlm. 12).

Profil guru direktif, otoritatif, dan toleran/otoritatif menampilkan jumlah yang sama pada dimensi pengaruh. Ketiga tipe ini dikarakterisasikan dengan perilaku cukup mendominasi, namun berbeda pada jumlah dimensi kedekatan. Guru direktif memiliki sedikit perilaku kerja sama yang diindikasikan dengan tingkat yang cukup rendah pada dimensi kerjasama tapi tinggi pada perilaku disiplin. Sedangkan guru toleran/otoritatif tinggi pada perilaku kerjasama. Guru toleran sama bekerjasamanya dengan guru otoritatif, namun berbeda pada tingkat dominasi, sedangkan tipe guru lainnya menunjukkan tingkat kerjasama yang lebih rendah dengan tingkat dominasi yang beragam (Maulana, dkk. 2011, hlm. 35).


(46)

29

Gambaran profil perilaku interpersonal guru dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Profil Perilaku Interpersonal Guru


(47)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan terkait dengan hubungan interpersonal guru-siswa adalah sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Darrell Fisher dan Tony Rickards, berjudul

“Associations between Teacher-Student Interpersonal Behaviour and

Student Attitude to Mathematics”, yang dimuat dalam Mathematics Education Research Journal Vol. 10, No. 1, hal. 3-15, tahun 1998. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam kelas di mana siswa merasakan perilaku guru yang lebih membantu/bersahabat dan memiliki kepemimpinan lebih besar, siswa menunjukkan sikap yang lebih baik terhadap kelas matematika. Hal sebaliknya terjadi ketika guru dirasa menunjukkan perilaku disiplin atau tidak puas. Pada level dimensi, perilaku guru yang bekerja sama dan mendominasi tampak berkontribusi pada sikap siswa yang menyenangkan terhadap mata pelajaran, sedangkan perilaku perlawanan dan kepatuhan guru yang memiliki efek sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku guru terhadap siswa memiliki dampak yang besar dalam sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Perry den Brok, Darrell Fisher, dan Rekha Koul, berjudul “The Importance of Techer Interpersonal Behaviour for

Secondary Science Students’ attitudes in Kashmir”, yang dimuat dalam Journal of Clasroom Interaction, 2005. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan interpersonal guru-siswa yang positif, di mana guru dianggap baik dalam mengontrol (tinggi pada dimensi pengaruh) dan bekerja sama dengan siswa (tinggi pada dimensi kedekatan) menjadi faktor penting yang menciptakan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Perry den Brok, Sibel Telli, dan Jale Cakiroglu, berjudul “Science Teachers’ Interpersonal Behaviour in Turkey and the Netherlands: Comparison For the Subjects of Biology, Chemistry

and Physics”, yang dimuat dalam Asian Journal of Educational Research and Synergy 1(1), hal. 82-98, Mei 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan


(48)

31

bahwa guru biologi di Turki dipersepsi lebih tinggi pada dimensi pengaruh daripada guru di Belanda. Guru kimia di Turki dipersepsi lebih mendominasi ketika di dalam kelas, sedangkan guru Fisika di Turki dipersepsi memiliki efek pengaruh terhadap siswa meski tidak sebesar guru biologi dan guru kimia. Sedangkan untuk profil guru yang teridentifikasi, guru kimia di Turki dipersepsi dengan dengan tiga urutan persentase terbesar yaitu profil toleran/otoriatif sebesar 41,8%, otoritatif sebesar 38% dan direktif sebesar 17%. Sedangkan guru kimia di Belanda dipersepsi dengan profil toleran sebesar 30%, ragu-ragu/toleran sebesar 21%, dan toleran/otoritatif sebesar 19%.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Ridwan Maulana, Marie-Christine Opdenakker, Perry den Brok, dan Roel Bosker, berjudul “Teacher-Student Interpersonal Relationship in Indonesia: Profiles and Importance to

Student Motivation”, yang dimuat dalam Asia Pasific Journal of Education Vol. 31, No. 1, hal. 33-49, Maret 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa memersepsi guru memiliki perilaku yang kooperatif (kepemimpinan, membantu/ramah, dan memahami) daripada perilaku memusuhi (ragu-ragu, tidak puas, menegur). Namun para siswa juga menilai guru mereka memiliki perilaku yang ketat. Pada level dimensi, siswa memersepsi guru mereka memiliki perilaku yang cukup tinggi pada dimensi dominasi dan kerjasama. Terkait motivasi siswa dalam pembelajaran di kelas, perilaku guru yang tinggi pada dimensi kedekatan berhubungan positif dengan motivasi intrinsik, sedangkan pada dimensi pengaruh berhubungan positif dengan motivasi ekstrinsik siswa. Penelitian ini juga mengidentifikasi profil guru Indonesia yang merupakan kombinasi dari guru direktif dan guru otoritatif.

5. Penelitian yang dilakukan oleh R. Maulana, M. C. J. L. Opdenakker, P. Den Brok dan R. J. Bosker, berjudul “Teacher-Student Interpersonal Relationship in Indonesian Lower Secondary Education: Teacher and

Student Perceptions”, yang dimuat dalam Jurnal Learning Environment Research yang diterbitkan oleh Springer Science+Business Media B.V.,


(49)

Vol. 15, hal. 251-271, tahun 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa guru di Indonesia dipersepsi memiliki perilaku pada level dimensi pengaruh yang sama dengan guru di Amerika Serikat, Australia dan Singapore. Di sisi lain, hasil pada dimensi kedekatan sama dengan guru di Belanda dan Amerika Serikat. Sedangkan pada dimensi dominasi yang lebih rendah dibandingkan guru di Brunei dan lebih rendah pada dimensi kerja sama dibandingkan guru di Australia, Singapore, Brunei dan Turki.

6. Penelitian yang dilakukan oleh C. Reid dan D. Fisher, berjudul “Teacher Interpersonal Behaviour: Its Influence on Student Motivation in Science”, yang dimuat dalam Proceedings of the Fifth International Conference on Science, Mathematics and Technology Education Udon Thani, Thailand (pp. 437-445), tahun 2008. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa guru sains yang memiliki perilaku kepemimpinan, membantu/bersahabat, pengertian dan memberikan tanggung jawab dan kebebasan pada siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap motivasi siswa dalam pencapaian hasil belajar pada mata pelajaran sains.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Rini Susanti, berjudul “Hubungan Interaksi Interpersonal Guru Biologi dan Siswa dengan Motivasi Belajar Siswa

Kelas X SMAN 1 Purwareja Klampok Banjarnegara”, yang disusun sebagai skripsi di Prodi Pendidikan Biologi, Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Semarang, tahun 2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara interaksi interpersonal guru Biologi dan siswa dengan motivasi belajar siswa. Penelitian ini menyarankan agar guru mengetahui bagaimana cara pandang siswa terhadap interaksinya dengan guru dan mengevaluasi serta mengambil sikap supaya dapat memberi motivasi dengan baik.


(50)

33

C. Kerangka Berpikir

Gambar 2.5 Bagan Kerangka Berpikir Masalah

Solusi

Kimia merupakan mata pelajaran yang sulit karena mempelajari materi yang abstrak. Tanpa motivasi belajar yang tinggi, materi kimia akan sulit untuk dipahami oleh siswa.

Penelitian terdahulu tentang lingkungan pembelajaran menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal guru dan siswa berpengaruh secara positif terhadap hasil belajar, sikap, dan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran sains.

Dalam The National Science Teachers Association (NSTA) Standards for Science Teacher Preparation (2003) dijelaskan bahwa guru IPA (sains), dituntut untuk tidak hanya mampu dalam penguasaan konsep dan variasi metode mengajar, namun diharapkan mampu menciptakan dan menjaga kondisi lingkungan pembelajaran yang nyaman dan mendukung secara psikologis maupun sosial bagi siswa, sehingga siswa akan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran sains.

Tidak ditemukan penelitian mengenai persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal guru dan siswa pada pembelajaran kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan

Perlu adanya pengkajian tentang persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal guru dan siswa pada pembelajaran kimia di SMA di Kota Tangerang Selatan


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lima SMA Negeri dan lima SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan. Tahap pengambilan data terhadap sampel dilakukan pada pertengahan bulan April hingga pertengahan bulan Mei 2016.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei. Metode penelitian survei adalah metode penelitian kuantitatif dimana peneliti mengelola survei kepada sebuah sampel atau populasi manusia untuk mendeskripsikan sikap, pendapat, tingkah laku, atau karakteristik dari populasi tersebut. Pada metode ini, peneliti mengumpulkan data secara kuantitatif berupa angka dengan menggunakan kuesioner atau wawancara dan secara statistik menganalisis data untuk mendeskripsikan kecenderungan respon terhadap pertanyaan dan untuk menguji pertanyaan penelitian atau hipotesis (Creswell, 2012, hlm. 376).

Metode penelitian survei yang paling terkenal dalam dunia pendidikan adalah metode cross-sectional survey. Metode ini memiliki keuntungan dalam mengukur sikap atau praktik yang sedang berlangsung dengan menyediakan informasi dalam waktu yang cukup singkat. Metode cross-sectional survey juga digunakan untuk membandingkan dua atau lebih grup pendidikan, dapat mengukur kebutuhan dari suatu komunitas, dan digunakan pula untuk mengevaluasi sebuah program (Creswell, 2012, hlm. 377-379). Dalam penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah hubungan interpersonal guru-siswa yang terjadi di kelas XI IPA SMA Negeri dan SMA Swasta di Kota Tangerang Selatan melalui perilaku interpersonal guru yang diukur berdasarkan persepsi siswa.

C. Desain Penelitian

Untuk memberikan pengetahuan mengenai alur penelitian ini, penulis memberikan gambaran sebuah desain penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini.


(52)

35

Dalam desain penelitian ini terdapat beberapa tahapan, yaitu seperti yang ditampilkan pada bagan di bawah ini.

Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian Tahap

Perencanaan

Melakukan Studi Literatur

Mengidentifikasi pertanyaan atau hipotesis dalam penelitian

Menentukan jenis metode penelitian dan pengumpulan data yang digunakan.

Mengidentifikasi populasi dan sampel yang akan diteliti.

Memperbanyak instrumen untuk digunakan pada penelitian.

Mengembangkan dan menguji coba instrumen penelitian.

Meminta izin kepada pihak sekolah terkait untuk melaksanakan penelitian.

Menyebarkan instrumen penelitian kepada siswa/i kelas XI IPA di tiap sekolah yang menjadi target sampling dalam penelitian ini.

Mengumpulkan instrumen penelitian yang telah diisi oleh siswa.

Tahap Pelaksanaan

Mengolah data hasil penelitian.

Menganalisis data untuk menjawab pertanyaan atau hipotesis penelitian.

Menarik kesimpulan. Tahap


(53)

D. Populasi dan Sampel

Dalam melakukan penelitian seorang peneliti memerlukan sumber data untuk subjek yang akan diteliti, subjek tersebut berupa populasi dan sampel. 1. Populasi

Menurut Sugiyono, “populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (2006, hlm. 89). Sedangkan, menurut Arikunto, “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (2002, hlm. 108).

Sejalan dengan kutipan tersebut, maka yang disebut populasi adalah keseluruhan objek/subjek penelitian yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas XI IPA Tahun Ajaran 2015/2016 di SMA/MA di Kota Tangerang Selatan.

2. Sampel

Menurut Sugiyono, “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Untuk itu, sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili)” (2006, hlm. 90).

Pada penelitian ini, penentuan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling karena anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2006, hlm. 91).

Sampel dalam penelitian ini adalah siswa/i kelas XI IPA di 5 SMA Negeri dan 5 SMA Swasta. Sampel terdiri atas 472 siswa dari 17 kelas dengan 176 responden laki-laki dan 296 responden perempuan dari 10 Sekolah Menengah Atas Negeri maupun Sekolah Menengah Atas Swasta. Adapun jumlah sampel pada tiap sekolah disajikan dalam tabel di bawah ini.


(54)

37

Tabel 3.1 Sampel Penelitian Hubungan Interpersonal Guru-Siswa

No. Nama Sekolah Banyaknya

Siswa Keterangan 1 SMAN 1 Kota

Tangerang Selatan 34 siswa

Laki-laki : 9 siswa Perempuan : 25 siswa 2 SMAN 3 Kota

Tangerang Selatan 107 siswa

Laki-laki : 38 siswa Perempuan : 69 siswa 3 SMAN 4 Kota

Tangerang Selatan 65 siswa

Laki-laki : 21 siswa Perempuan : 44 siswa 4 SMAN 8 Kota

Tangerang Selatan 44 siswa

Laki-laki : 26 siswa Perempuan : 18 siswa 5 SMAN 10 Kota

Tangerang Selatan 101 siswa

Laki-laki : 33 siswa Perempuan : 68 siswa 6

SMA

Muhammadiyah 25 Pamulang

32 siswa Laki-laki : 11 siswa Perempuan : 21 siswa

7

SMA

Muhammadiyah 8 Ciputat

17 siswa Laki-laki : 4 siswa Perempuan : 13 siswa 8 SMA Triguna

Utama 24 siswa

Laki-laki : 8 siswa Perempuan : 16 siswa 9 SMA Darussalam 25 siswa Laki-laki : 16 siswa Perempuan : 9 siswa 10 SMA Dua Mei 23 siswa Laki-laki : 10 siswa

Perempuan : 13 siswa Jumlah 472 siswa Laki-laki : 176 siswa

Perempuan : 296 siswa

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode survei berbeda dengan penelitian eksperimen, dimana pada metode ini peneliti tidak memberikan perlakuan khusus kepada responden (Creswell, 2012, hlm. 376). Pada umumnya peneliti mengumpulkan data menggunakan dua bentuk dasar, yaitu kuesioner (questionnaire) dan wawancara (interview). Beberapa tipe kuesioner dan wawancara yang dilakukan, yaitu kuesioner terkirim (mailed questionnaire), kuesioner berbasis web (web-based questionnaire), wawancara satu-satu/individual (one-on-one interviews), wawancara grup (focus-group interviews), dan wawancara telepon (telephone interviews) (Creswell, 2012, hlm. 382-384).


(55)

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penyebaran angket (kuesioner) persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal guru-siswa yang telah dikonstruk ulang dengan mengadaptasi QTI versi Bahasa Indonesia yang terdiri atas 36 item pertanyaan dengan lima point skala Likert dari “Tidak pernah/Tidak sama sekali” hingga “Selalu/Sangat”.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar angket persepsi siswa terhadap hubungan interpersonal guru-siswa hasil adaptasi QTI yang telah dikembangkan oleh Maulana, dkk. (2011) untuk Pendidikan Menengah (Secondary Education).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan angket tertutup sebagai alat pengumpul data. Pada angket tertutup sudah disediakan alternatif jawabannya. Responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan pendapatnya masing-masing. Jawaban yang dikemukakan oleh responden didasarkan pada pendapatnya sendiri atau suatu hal yang dialaminya.

Mengenai alternatif jawaban yang disediakan dalam angket ini, penulis menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang suatu fenomena (Sugiyono, 2006, hlm. 104).

Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif (Widoyoko, 2014, hlm. 104).

Berdasarkan uraian di atas, penulis menggunakan pilihan respon skala lima untuk alternaif jawaban responden dengan kategori untuk setiap item pernyataan sebagai berikut.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)