peneliti di negara-negara lainnya untuk mengembangkan QTI versi negara mereka
.
Secara umum, versi QTI yang berbeda-beda menampilkan hasil yang baik dan sebanding dengan versi asli Belanda
dan Amerika. Pada lintas budaya, den Brok 2006 menemukan perbedaan kedudukan skala empiris terhadap hipotesis, yang kemudian
mempengaruhi perbedaan pengartian dari sektor dan skala di antara negara-negara. Alhasil, hasil penelitian dari penggunaan QTI tidak
sebanding di antara beberapa negara pada level skala, namun sebanding pada level dimensi Maulana, dkk. 2012, hlm. 254.
Di Indonesia, penggunaan QTI pertama kali dilakukan oleh Fraser 2010 untuk mengukur persepsi mahasiswa perguruan tinggi
dalam 12 kelas ilmu komputer. Validasi QTI menunjukkan hasil yang memuaskan dan beberapa skala QTI memiliki korelasi yang cukup
signifikan terhadap sikap belajar mahasiswa. Meskipun penelitian ini tidak menyediakan informasi persepsi mahasiswa terhadap perilaku
interpersonal guru berdasarkan level dimensi, yang mana membuatnya sulit untuk dibandingkan dengan hasil penelitian dari negara lain.
Namun, penelitian ini memberikan informasi awal yang menunjukkan pentingnya hubungan interpersonal guru-siswa di Indonesia Maulana,
dkk. 2012, hlm. 255.
b. Profil Perilaku Interpersonal Guru
Untuk mendeskripsikan profil perilaku interpersonal guru, pertama kali yang harus dilakukan adalah beralih ke profil yang telah
ditemukan dengan bantuan Model Perilaku Interpersonal Guru MITB dan Questionnaire on Teacher Interaction QTI. Profil perilaku
interpersonal guru adalah kombinasi khusus dari delapan skala yang dihasilkan dari QTI Wubbels Brekelmans, 2005, hlm. 11-12.
Berdasarkan Brekelmans, Levy, dan Rodriguez 1993, profil perilaku interpersonal guru dapat dikategorikan menjadi delapan tipe,
yaitu direktif directive, otoritatif authoritative, toleranotoritatif tolerantauthoritative, toleran tolerant, tak menentutoleran
uncertaintolerant, tak menentuagresif uncertainaggressive, menekan repressive dan membosankan drudging Maulana, dkk.
2011, hlm. 35. Pada level dimensi, profil perilaku guru yang otoritatif,
toleranotoritatif, dan toleran dipersepsi siswa dengan pola dimensi kedekatan yang relatif tinggi, dengan tipe profil toleran memiliki
dimensi pengaruh paling rendah. Sedangkan pada tipe profil guru yang direktif, tak menentutoleran, dan membosankan memiliki dimensi
kerjasama lebih sedikit daripada tiga tipe sebelumnya, dengan tipe profil tak menentutoleran memiliki dimensi dominasi yang lebih rendah.
Guru dengan dimensi kerjasama paling sedikit diindikasikan memiliki tipe profil guru yang menekan dan tak menentuagresif. Pada tipe profil
represif, guru memiliki dimensi dominasi paling tinggi dibandingkan delapan jenis skala lainnya Wubbels Brekelmans, 2005, hlm. 12.
Profil guru
direktif, otoritatif,
dan toleranotoritatif
menampilkan jumlah yang sama pada dimensi pengaruh. Ketiga tipe ini dikarakterisasikan dengan perilaku cukup mendominasi, namun berbeda
pada jumlah dimensi kedekatan. Guru direktif memiliki sedikit perilaku kerja sama yang diindikasikan dengan tingkat yang cukup rendah pada
dimensi kerjasama tapi tinggi pada perilaku disiplin. Sedangkan guru toleranotoritatif tinggi pada perilaku kerjasama. Guru toleran sama
bekerjasamanya dengan guru otoritatif, namun berbeda pada tingkat dominasi, sedangkan tipe guru lainnya menunjukkan tingkat kerjasama
yang lebih rendah dengan tingkat dominasi yang beragam Maulana, dkk. 2011, hlm. 35.
Gambaran profil perilaku interpersonal guru dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.4 Profil Perilaku Interpersonal Guru Sumber: Brekelmans 1989 dalam Maulana, dkk. 2012, hlm. 36
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian relevan terkait dengan hubungan interpersonal guru-siswa adalah sebagai berikut.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Darrell Fisher dan Tony Rickards, berjudul “Associations between Teacher-Student Interpersonal Behaviour and
Student Attitude to Mathematics”, yang dimuat dalam Mathematics
Education Research Journal Vol. 10, No. 1, hal. 3-15, tahun 1998. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam kelas di mana siswa merasakan
perilaku guru
yang lebih
membantubersahabat dan
memiliki kepemimpinan lebih besar, siswa menunjukkan sikap yang lebih baik
terhadap kelas matematika. Hal sebaliknya terjadi ketika guru dirasa menunjukkan perilaku disiplin atau tidak puas. Pada level dimensi, perilaku
guru yang bekerja sama dan mendominasi tampak berkontribusi pada sikap siswa yang menyenangkan terhadap mata pelajaran, sedangkan perilaku
perlawanan dan kepatuhan guru yang memiliki efek sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku guru terhadap siswa memiliki dampak yang
besar dalam sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Perry den Brok, Darrell Fisher, dan Rekha
Koul, berjudul “The Importance of Techer Interpersonal Behaviour for
Secondary Science Students’ attitudes in Kashmir”, yang dimuat dalam Journal of Clasroom Interaction, 2005. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hubungan interpersonal guru-siswa yang positif, di mana guru dianggap baik dalam mengontrol tinggi pada dimensi pengaruh dan
bekerja sama dengan siswa tinggi pada dimensi kedekatan menjadi faktor penting yang menciptakan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran yang
diajarkan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Perry den Brok, Sibel Telli, dan Jale Cakiroglu, berjudul
“Science Teachers’ Interpersonal Behaviour in Turkey and the Netherlands: Comparison For the Subjects of Biology, Chemistry
and Physics”, yang dimuat dalam Asian Journal of Educational Research and Synergy 11, hal. 82-98, Mei 2009. Hasil penelitian ini menunjukkan