Tahun 1861-1911 Sejarah koor di HKBP

Berbicara mengenai perkembangan musik yang dalam hal ini musik vokal koor tidak terlepas dari sejarah perkembangan penginjilan di tanah Batak. Koor di HKBP berkembang seiring dengan masuknya penginjilan di tanah Batak yang dibawakan oleh para penginjil atau yang sering disebut dengan para missionaris. 85 Untuk pembahasan selanjutnya akan dibahas pada sub bab-sub bab berikut ini.

3.1 Sejarah koor di HKBP

Sub bab ini akan membahas sesuai dengan periodisasi seperti yang disebutkan diatas yaitu Tahun 1861-1911, Tahun 1911-1936, Tahun1936-1961 dan Tahun 1961-2011.

3.1.1. Tahun 1861-1911

Sejak awal pemberitaan Injil di Indonesia, salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh para missionaris di manapun juga adalah nyanyian-nyanyian dan musik gerejani. Ada tiga cara yang di terapkan oleh para missionaris pada saat melakukan tugasnya yaitu; berkhotbah, mengajar, dan menyanyi. Sedangkan salah satu ciri khas pengajaran para missionaris adalah lebih menekankan pendidikan melalui musik karena mereka menganggap orang Batak terkenal suka nyanyian 86 . 85 Dalam tulisan ini akan dipakai kedua kata ini yaitu kata “Missionaris” dan “Penginjil”, kedua kata ini memiliki pengertian yang sama yaitu para utusan-utusan sending Pekabaran Injil yang datang dari Eropa ke tanah Batak. 86 A. Panggabean, ”Dasar Theologia Operational HKBP bersama atau tanpa Nommensen Dari mana sumber theologia HKBP? dalam HKBP, Benih yang Berbuah: Hari Peringatan 150 tahun Ompui Ephorus Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Almarhum 6 Februari 1834- 6 Februari Universitas Sumatera Utara Hal ini terlihat dari metode yang dilakukan oleh missionaris I.L. Nommensen yang mengarang ende meam-meam nyanyian permainan bagi anak didiknya. Disaat anak-anak mulai mengantuk, ngobrol, gelisah dalam kelas maka pendidik mengajak anak-anak menyanyi sambil menggerakkan tubuh sesuai dengan isi nyanyian, misalnya : Ende meam-meam yang diajarkan secara oral tanpa ada notasi yang terdiri dari empat ayat dinyanyikan secara berurutan 1. mangambe do siamun I, tuson tusi, tuson tusi, Dungi mamutor-mutor do. 2. mangambe sihambirang I, tuson tusi, tuson tusi, Dungi mamutor-mutor do. 3. mangambe do nadua I, tuson tusi, tuson tusi, Dungi mamutor-mutor do. 4. dagingku pe mangeol do, tuson tusi, tuson tusi, Dungi mamutor-mutor do. Anak-anak harus melakukannya sambil menggerakkan tubuhnya sesuai dengan isi syair nyanyian tersebut 87 . Begitulah cara para pendeta itu mengajarkan anak-anak bernyanyi sambil berkhotbah. Semua nyanyian itu diajarkan secara oral saja tanpa mengajarkan notasinya. Tujunnya untuk memperkenal nyanyian itu saja, masalah notasinya bisa di ajarkan pada hari berikutnya, yang penting mereka anak-anak sudah mengenal nyanyian yang di ajarkan oleh para pendeta. Kemudian missionaris I.L Nommensen juga mengajarkan musik kepada anak didiknya baik itu bernyanyi maupun memainkan harmonika. Adapun nyanyian yang diajarkan diambil, dikumpulkan serta diterjemahkan ke dalam bahasa Batak pada tanggal 13 Desember 1871 sampai bulan Maret 1872 di 1984 Pematang Siantar : Bagian Ilmu Sejarah Gereja dan Pekabaran Injil STT-HKBP bidang Penelitian dan Pengembangan, 1984, 121-124. 87 Hasil wawancara dengan Bapak Pdt A. Simorangkir 76 tahun berdasarkan cerita orang tua beliau. Universitas Sumatera Utara Sipirok namun disini tidak dijelaskan berapa banyak lagu yang diterjemahkan saat itu 88 . Hal ini juga diikuti oleh para missionaris lainnya seperti : P. H. Johansen, Pise, Metzler, Otto Mark. Dengan kepiawaiannya memainkan harmonikannya, banyak orang Batak menyukai Nommensen, disamping ia juga pandai mengambil hati orang Batak 89 . Begitulah adanya pengumpulan lagu-lagu untuk koor dan nyanyian gereja digunakan oleh gereja HKBP hingga sekarang ini adalah hasil terjemahan para missionaris utusan RMG. Mereka menerjemahkan nyanyian itu satu persatu untuk kebutuhan pengajaran. Sebagian besar melodi nyanyian untuk koor itu berasal dari nyanyian rohani Jerman dan Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Batak. Kemudian pada perkembangan berikutnya, nyanyian itu ditambah lagi dengan mengambil melodi lagu-lagu rakyat Prancis dan Inggris untuk menambah lagu- lagu yang sudah ada waktu itu. Tahun 1881 merupakan tahun yang mencatat peristiwa penting antara lain diadakannya Konferensi di Silindung yang dihadiri 3500 laki-laki Kristen, kemudian di tetapkannya aturan gereja yang pertama dan RMG mengangkat Pdt. I. L. Nommensen sebagai Ephorus-Pucuk Pimpinan Gereja Kristen Batak. Sementara buku nyanyian yang di terjemahkan berisi 121 nyanyian. Buku ini 88 Hasil wawancara dengan Bapak Pdt A. Simorangkir 76 tahun berdasarkan cerita orang tua beliau. 89 Wawacara dengan Pdt. T.D Siregar, S.Th. Rabu, 26 Mei 2011, Medan. Universitas Sumatera Utara hanya menuliskan syairnya saja tanpa melodi dan setiap nyanyian di lengkapi dengan tulisan sumber melodi. Namun pada tanggal 30 Januari 1901 Pdt F.H. Merwalt Holland menuliskan dua buah buku nyanyian jemaat HKBP yang berasal dari koor-koor yang diajarkan sebelumnya yang berjudul hohom au nuaeng dan Namungkap do surgo. Tahun 1907 Paul Gerhard ketika cuti ke Berlin juga menterjemahkan sebelas koor yang berjudul: 1. Beha ma panjalangku 2. Hamu ale donganku 3. Sai tiop ma tanganku 4. O ulu na sap mudar 5. Adong do biru – biru i 6. Bongoti ma rohangku 7. Sai hehe ma rohangku 8. Mata ni ari binsar saonnnari 9. Lao modom do luhut na 10. Pasahat ma sudena 11. Tung beasa au holsoan Pada tahun 1911 lagu-lagu koor ini kemudian resmi menjadi nyanyian jemaat HKBP yang berjumlah 277 nyanyian dan nyanyian ini sudah dituliskan dalam not balok dan di bawah nomor nyanyian dituliskan nomor nyanyian serta sumber melodi yang dikerjakan oleh Nona Lisette Nieman dari Jerman. 90 Dari pembahasan diatas penulis melihat bahwa periode ini merupakan periode dimana koor-koor yang diajarkan ataupun yang dinyanyikan seluruhnya dibawa oleh para Missionaris yang berasal dari nyanyian rohani Jerman dan Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Batak Toba dan seluruh koor-koor yang dinyanyikan kemudian menjadi nyanyian jemaat resmi yang dibukukan. 90 Wawancara dengan Bapak Pdt V. Simanjuntak, pada hari senin, 21 Mei 2011, Jakarta. Universitas Sumatera Utara

3.1.2. Tahun 1911 – 1936