Koor Di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP): Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

(1)

K O O R

DI HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN

(HKBP):

ANALISIS SEJARAH, FUNGSI, DAN STRUKTUR MUSIK

T E S I S

Oleh

Boho Parulian Pardede

NIM. 097037009

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

DAFTAR ISI 

   

 

BAB   PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.1.1. Pokok Masalah dan Tujuan Penelitian ... 4

1.1.2. Pertanyaan Penelitian ... 4

1.1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.2 Manfaat Penulisan... 5

1.3 Tinjauan Pustaka ... 6

1.4 Landasan Konsep Dan Teori ... 9

1.4.1 Kosep Dan Teori Musik ... 9

1.4.2 Teori Etnomusikologi... 15

1.4.3 Defenisi Koor ... 17

1.4.4 Pengertian Syair Lagu ... 23

1.5 Metode Penelitian ... 24

1.5.1 Pendekatan Penelitian... 24

1.5.2 Kehadiran Peneliti ... 25

1.5.3 Sumber Data ... 26

1.5.4 Prosedur Pengumpulan Data ... 27


(3)

1.5.6 Tahap – tahap Penelitian ... 29

1.5.7 Tahap Pekerjaan Lapangan... 31

1.6 Sistimatika Penulisan ... 33

BAB   II   HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP)  2.1 Sejarah Berdirinya HKBP... 35

2.2 Sejarah Terbentuknya Paduan Suara Gerejawi... 40

2.3 Sejarah Masuknya Musik Gereja dalam Konteks Misi Gereja Batak ... 45

2.4 Perkembangan Musik di Gereja HKBP (1930-1980) ... 54

2.5 Perkembangan Musik di Gereja HKBP (1980-2000) ... 56

BAB  III  SEJARAH KOOR DI HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP)  3.1 Sejarah koor di HKBP ... 61

3.1.1. Tahun 1861-1911 ... 61

3.1.2. Tahun 1911 – 1936 ... 65

3.1.3. Tahun 1936 – 1961 ... 70

3.1.3.1 Kumpulan Koor Yang Menjadi Buku haluaonna Gok HKBP ... 72

3.1.4. Tahun 1962 – 2003 ... 78

3.2 Sejarah Keberadaan Koor Dalam Peribadahan HKBP ... 85

3.2.1 Koor Dalam Peribadahan Di Gereja HKBP Tahun 1861- 1940 ... 85


(4)

3.2.2. Koor Dalam Peribadahan Gereja HKBP Tahun 1940

Sampai dengan Sekarang... 88

3.2.3. Koor Dalam Peribadahan Gereja HKBP Dalam Upaya Menuju Liturgi Kontekstual ... 90

3.3 Koor Dalam Kurikulum Pendidikan Di HKBP ... 95

3.3.1. Sekolah Karteket di Paraushon, Sipirok ... 95

3.3.2. Sekolah Pendeta Di Seminari Pansurnapitu ... 95

3.3.3. Seminar Sipoholon ... 96

3.3.4. Sekolah Penginjilan Wanita ( Wibelvrow ) di Laguboti .. 96

3.3.5. Sekolah Theologia Menengah ... 97

3.3.6. Fak. Theologia Univ.HKBP Nommensen ... 98

3.3.7. Prog. SMTH Dan STH ... 99

  BAB   IV  FUNGSI KOOR DI GEREJA HKBP  4.1 Pengertian Ibadah Minggu ... 100

4.1.1 Pengertian Minggu ... 101

4.1.2 Pengertian Kebaktian Minggu ... 102

4.1.3 Makna dan Tujuan Kebaktian Minggu... 103

4.2 Deskripsi Pelaksanaan Ibadah Minggu ... 105

4.3 Fungsi Koor Di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ... 124

4.3.1 Fungsi Koor Di HKBP Dalam Pandangan Jemaat Dan Majelis Gereja ... 125


(5)

4.3.2 Fungsi Koor Di HKBP (Aplikasi Pada Teori Fungsi

Alan P. Merriam) ... 130

4.3.3 Analisis Fungsi Koor Di HKBP ... 137

4.3.3.1 Fungsi Umum Koor di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ... 137

4.3.3.2 Fungsi Khusus Koor di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) ... 137

BAB    V   KAJIAN TEKS KOOR  5.1 Riwayat Lagu Dan Pencipta ... 139

5.1.1. Riwayat Lagu Dan Pencipta “Ro Ma Ho Parasiroha” ... 139

5.1.2. Riwayat Lagu Dan Pencipta “Na Ro Pandaoni Bolon I”.. 142

5.1.3. Riwayat Lagu Dan Pencipta “Ajaib Benar Anugerah”... 145

5.1.4. Riwayat Lagu Dan Pencipta ”Lasma Roham” ... 146

5.1.5. Riwayat Lagu Dan Pencipta ”Jesus Lehon Hatorangan”.. 150

5.1.6. Riwayat Lagu Dan Pencipta “Arbab” ... 151

5.1.7. Riwayat Lagu Dan Pencipta “Dison Adong Huboan Tuhan” ... 152

5.2 Analisis Pola Meter Lagu 5.2.1. Analisis Pola Meter Lagu “Ro Ma Ho Parasiroha” ... 153

5.2.2. Analisis Pola Meter Lagu “Na Ro Pandaoni Bolon I”... 155

5.2.3. Analisis Pola Meter Lagu “Ajaib Benar Anugerah”... 156


(6)

5.2.5. Analisis Pola Meter Lagu ”Jesus Lehon Hatorangan”... 161

5.2.6. Analisis Pola Meter Lagu “Arbab” ... 161

5.2.7. Analisis Pola Meter Lagu “Dison Adong Huboan Tuhan” 162 5.3 Analisis Tekstur 5.3.1. Analisis Tekstur Lagu “Ro Ma Ho Parasiroha”... 164

5.3.2. Analisis Tekstur Lagu “Na Ro Pandaoni Bolon I” ... 164

5.3.3. Analisis Tekstur Lagu “Ajaib Benar Anugerah” ... 165

5.3.4. Analisis Tekstur Lagu”Lasma Roham” ... 165

5.3.5. Analisis Tekstur Lagu ”Jesus Lehon Hatorangan” ... 166

5.3.6. Analisis Tekstur Lagu “Arbab”... 166

5.3.7. Analisis Tekstur Lagu “Dison Adong Huboan Tuhan” .... 166

5.4 Analisis Gaya Vokal 5.4.1. Analisis Gaya Vokal Lagu “Ro Ma Ho Parasiroha”... 167

5.4.2. Analisis Gaya Vokal Lagu “Na Ro Pandaoni Bolon I” .... 167

5.4.3. Analisis Gaya Vokal Lagu “Ajaib Benar Anugerah” ... 168

5.4.4. Analisis Gaya Vokal Lagu”Lasma Roham” ... 168

5.4.5. Analisis Gaya Vokal Lagu ”Jesus Lehon Hatorangan” ... 168

5.4.6. Analisis Gaya Vokal Lagu “Arbab” ... 169

5.4.7. Analisis Gaya Vokal Lagu “Dison Adong Huboan Tuhan” ... 169

5.5. Analisis Pola Literatur 5.5.1. Analisis Pola Literatur Lagu “Ro Ma Ho Parasiroha”... 170

5.5.2. Analisis Pola Literatur Lagu “Na Ro Pandaoni Bolon I” . 170 5.5.3. Analisis Pola Literatur Lagu “Ajaib Benar Anugerah” .... 171


(7)

5.5.4. Analisis Pola Literatur Lagu”Lasma Roham” ... 171

5.5.5. Analisis Pola Literatur Lagu ”Jesus Lehon Hatorangan” 171 5.5.6. Analisis Pola Literatur Lagu “Arbab”... 171

5.5.7. Analisis Pola Literatur Lagu “Dison Adong Huboan Tuhan” ... 172

BAB   VI   ANALISIS STRUKTUR MUSIK  6.1 Bentuk Dan Struktur Lagu ”Ro Ma Ho Parasi Roha” ... 174

6.1.1. Partitur Dalam Notasi Balok ... 174

6.1.2. Frase ... 175

6.1.3. Motif ... 176

6.1.4. Pola Irama ... 179

6.1.5. Melodi ... 180

6.1.6. Progresi Akord ... 185

6.1.7. Aksentuasi Lagu... 186

6.1.8. Kadens... 187

6.1.9. Tempo ... 189

6.2 Bentuk Dan Struktur Lagu Na Ro Pandaoni Bolon I ... 190

6.2.1.Partitur Dalam Notasi Balok ... 190

6.2.2. Frase ... 191

6.2.3. Motif ... 191

6.2.4. Pola Irama ... 192


(8)

6.2.6. Progresi Akord ... 196

6.2.7. Aksentuasi Lagu... 198

6.2.8. Kadens... 199

6.2.9. Tempo ... 199

6.3 Bentuk Dan Struktur Lagu Jesus Lehon Hatorangan ... 200

6.3.1.Partitur Dalam Notasi Balok ... 201

6.3.2. Frase ... 202

6.3.3. Motif ... 202

6.3.4. Pola Irama ... 203

6.3.5. Melodi ... 203

6.3.6. Progresi Akord ... 207

6.3.7. Aksentuasi Lagu... 208

6.3.8. Kadens... 209

6.2.9. Tempo ... 210

6.4 Bentuk Dan Struktur Lagu dari lagu Arbab ... 210

6.4.1.Partitur Dalam Notasi Balok ... 210

6.4.2. Frase ... 213

6.4.3. Motif ... 214

6.4.4. Pola Irama ... 216

6.4.5. Melodi ... 216

6.4.6. Progresi Akord ... 222

6.4.7. Aksentuasi Lagu... 224

6.4.8. Kadens... 227


(9)

6.5 Bentuk Dan Struktur Lagu Dison Adong Huboan Tuhan.... 229

6.5.1.Partitur Dalam Notasi Balok ... 229

6.5.2. Frase ... 230

6.5.3. Motif ... 230

6.5.4. Pola Irama ... 231

6.5.5. Melodi ... 232

6.5.6. Progresi Akord ... 236

6.5.7. Aksentuasi Lagu... 237

6.5.8. Kadens... 238

6.5.9. Tempo ... 239

6.6 Bentuk Dan Struktur Lagu Las Ma Roham... 239

6.6.1.Partitur Dalam Notasi Balok ... 240

6.6.2. Frase ... 241

6.6.3. Motif ... 241

6.6.4. Pola Irama ... 242

6.6.5. Melodi ... 242

6.6.6. Progresi Akord ... 246

6.6.7. Aksentuasi Lagu... 247

6.6.8. Kadens... 248

6.6.9. Tempo ... 248

6.7 Bentuk Dan Struktur Lagu Ajaib Benar Anugerah 6.7.1.Partitur Dalam Notasi Balok ... 250

6.7.2. Frase ... 250


(10)

6.7.4. Pola Irama ... 253

6.7.5. Melodi ... 253

6.7.6. Progresi Akord ... 258

6.7.7. Aksentuasi Lagu... 259

6.7.8. Kadens... 261

6.7.9. Tempo ... 262

KESIMPULAN DAN SARAN ... 263

KEPUSTAKAAN ... 268

GLOSARIUM ... 272

LAMPIRAN 1 : DAFTAR INFORMAN... 276

LAMPIRAN 2 : TRANSKRIPSI HASIL WAWANCARA FUNGSI KOOR... 282


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Kualitas bernyanyi sangat penting bagi HKBP karena HKBP dikenal juga sebagai ‘The singing Church’ (gereja yang bernyanyi). Jati diri itu harus dipertahankan dan membina semua angota jemaat bernyanyi dengan baik dan benar. Demikian satu kutipan bacaan kotbah pimpinan (Ephorus) dalam buku Almanak HKBP Tahun 2011. 1

Pernyataan di atas menunjukkan betapa nyanyian sangat diperhatikan di gereja HKBP. Dalam pengamatan penulis, kebaktian yang dilakukan di Gereja saat ini, baik di gereja HKBP2 maupun di gereja lain; unsur yang tidak terpisahkan dari kebaktian adalah musik, baik instrument maupun vokal. Musik vokal yang dimaksud disini adalah nyanyian jemaat dan koor yang dibawakan oleh kelompok koor atau kelompok paduan suara.

      

1

Almanak HKBP Tahun 2011, Percetakan HKBP, (Pematang Siantar2011) hal 36

2

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) adalah Gereja Protestan terbesar di kalangan masyarakat Batak, bahkan juga di antara Gereja-gereja Protestan yang ada di Indonesia. Gereja ini tumbuh dari misi RMG (Rheinische Missions-Gesselschaft) dari Jerman dan resmi berdiri pada 7 Oktober 1861. Saat ini, HKBP memiliki jemaat sekitar 4.5 juta anggota di seluruh Indonesia. HKBP juga mempunyai beberapa gereja di luar negeri, seperti di Singapura, Kuala Lumpur, Los Angeles, New York, Seattle dan di negara bagian Colorado. Meski memakai nama Batak, HKBP juga terbuka bagi suku bangsa lainnya. Sejak pertama kali berdiri, HKBP berkantor pusat di Pearaja (Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) yang berjarak sekitar 2 km dari Tarutung, ibu kota kabupaten tersebut. Pearaja merupakan sebuah desa yang terletak di sepanjang jalan menuju kota Sibolga (ibu kota Kabupaten Tapanuli Tengah). Kompleks perkantoran HKBP, pusat administrasi organisasi HKBP, berada dalam area lebih kurang 20 hektar. Di kompleks ini juga Ephorus (=uskup) sebagai pimpinan tertinggi HKBP berkantor.HKBP adalah anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), anggota Dewan Gereja-gereja Asia (CCA), dan anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD). Sebagai gereja yang berasaskan ajaran Lutheran, HKBP juga menjadi anggota dari Federasi Lutheran se-Dunia (Lutheran World Federation) yang berpusat di Jenewa, Swiss.Pemerintah Indonesia mengakui HKBP melalui Beslit No. 48 tanggal 11 Juni 1931, yang tercantum dalam Staatblad Tahun 1932 No. 360 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimas Kristen Protestan Departemen Agama No. 33 tahun 1988 tanggal 6 Pebruari 1988.


(12)

Istilah koor atau paduan suara3 merujuk kepada suatu kelompok penyanyi yang bernyanyi secara bersama-sama. Dari pengertian ini, seluruh jemaat yang bernyanyi pun dapat dikelompokkan sebagai suatu paduan suara. Akan tetapi didalam perkembangan seni suara di Indonesia, istilah paduan suara telah digunakan secara khusus untuk menyebutkan suatu kelompok penyanyi yang bernyanyi dalam dua jenis suara (sopran dan alto) atau lebih (sopran, alto, tenor dan bas).

Disamping itu pada masa penjajahan dahulu, istilah “koor” juga digunakan di dalam partitur nyanyian gereja untuk menandai bagian nyanyian yang harus dinyanyikan secara bersama-sama oleh seluruh jemaat atau yang harus diulangi oleh para penyanyi; jadi sama seperti fungsi refrein dalam partitur nyanyian sekarang ini4.

Dari segi sejarah, paduan suara unisono merupakan tipe perpaduan suara tertua karena pada masa-masa awal perkembangannya, kelompok biduan bernyanyi hanya dengan satu suara (belum dikenal kategori suara SATB). Inilah paduan suara yang dikenal di dalam Alkitab, misalnya paduan suara imam-imam di Bait Allah atau paduan suara sejenis sesuai gender juga sudah dikenal sejak zaman Alkitab5.

      

3

Binsar Sitompul, salah seorang ahli musik Indonesia, memberikan batasan bagi istilah paduan suara sebagai suatu himpunan sejumlah penyanyi yang dikelompokkan menurut jenis suaranya (1986:3), jenis suara yang dimaksudkan di sini adalah jenis suara yang dikenal dan diklasifikasikan dalam ilmu seni suara, yakni sopran/ mezzo-sopran (jenis suara anak-anak atau jenis suara tinggi dari kaum perempuan) dan alto (jenis suara yang rendah/ berat dari kaum perempuan), tenor (jenis suara yang tinggi dari kaum lelaki) dan bas/ bariton (jenis suara yang rendah/ berat dari laki-laki).

4

Ibid.

5


(13)

Di HKBP istilah koor mengacu pada 4 pengertian yaitu koor sebagai kelompok Paduan suara gereja, koor sebagai partitur (kertas notasi dan teks lagu ) lagu, koor sebagai judul dari lagu dan koor sebagai musik vokal. Untuk keterangan selengkapnya akan ditulis pada sub bagian defenisi koor dalam bab ini.

Ibadah Kebaktian Minggu HKBP telah ditetapkan dalam Aturan dan Peraturan HKBP dengan salah satu unsurnya adalah nyanyian, baik nyayian dari buku Ende HKBP atau nyayian yang diakui oleh HKBP serta nyanyian-nyanyian yang sesuai dengan Konfessi HKBP.

Penulis sebagai seorang jemaat HKBP semenjak anak-anak (masa sekolah minggu) sampai dewasa dan yang saat ini menjadi Pendeta di HKBP melihat bagaimana koor selalu ada dalam ibadah, pada setiap ibadah Minggu ditampilkan nyanyian-nyanyian jemaat dan nyanyian-nyanyian koor yang dinyanyikan oleh kelompok-kelompok Paduan Suara.

Sudah ratusan bahkan ribuan lagu-lagu koor yang sudah dinyanyikan di gereja-gereja HKBP, namun sejauh pengamatan penulis hingga penelitian ini dilakukan, gereja HKBP belum pernah mengeluarkan sebuah panduan atau peraturan tentang koor yang bagaimana yang diinginkan atau yang diterima di gereja HKBP.

Hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan dalam benak penulis; siapa yang pertama memunculkan koor ini, kapan jemaat HKBP mulai mengenal koor, siapa pengarangnya, apa yang melatarbelakangi lagu koor itu diciptakan, siapa yang menyuruh pengarang menciptakan lagu itu, kenapa koor harus ada dalam ibadah, apa peran dan fungsi koor dalam ibadah.


(14)

Menurut asumsi penulis karya-karya ciptaan koor ini muncul sebagai hasil refleksi sipengarang dan umat dalam pergumulannya dengan masalah-masalah hidup disekitarnya. Kemungkinan Koor pada awalnya sudah dipengaruhi oleh kedatangan gereja barat bersama teologinya. Pada perkembangan selanjutnya telah diciptakan karya-karya koor oleh banyak komponis dengan berbagai latar belakang.

Penulis melihat pertanyaan-pertanyaan dan asumsi diatas dapat menjadi salah satu bahan penelitian ilmiah. Hal inilah yang melatarbelakangi penulis memilih judul : “KOOR DI GEREJA HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP): ANALISIS SEJARAH, FUNGSI DAN STRUKTUR MUSIK.

1.1.4. POKOK MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka yang menjadi titik perhatian penelitian bagi penulis adalah Analisis Sejarah, Fungsi Dan Struktur Musik Koor Dalam Ibadah Di HKBP.

1.1.5. Pertanyaan Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibuat dengan jelas untuk mempermudah penulisan dalam menyelesaikan masalah.

Untuk menghindari pembahasan yang mengambang ataupun menyimpang dan juga dengan keterbatasan waktu dan dana, maka penulis hanya membahas Analisis Sejarah, Fungsi Dan Struktur Musik Koor Dalam Ibadah Di HKBP.


(15)

Adapun yang menjadi pokok masalah yang diteliti adalah: 1. Bagaimanakah perkembangan koor di HKBP?

2. Bagaimanakah fungsi koor dalam ibadah di HKBP?

3. Apakah latar belakang penciptaan koor yang disajikan dalam ibadah di HKBP?

4. Bagaimanakah struktur musik dan syair dari koor di HKBP?

1.1.6. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah 1. Menganalisis sejarah koor digereja HKBP :

2. Menganalisis sumber-sumber dan perkembangan koor digereja HKBP 3. Menganalisis fungsi koor dalam ibadah minggu di HKBP

4. Menganalisis syair koor yang disajikan dalam ibadah HKBP 5. Menganalisis struktur musik dari koor-koor yang akan dianalisis.

1.2. Manfaat penulisan

Dalam penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi kontribusi bagi para pembaca dan khususnya warga jemaat terutama di dalam menyanyikan lagu pujian berupa koor.

Adapun manfaat penulisan ini adalah :

1) Memberikan kontribusi yang bersifat positif tentang Musik Gereja khususnya musik vokal.


(16)

3) Memberikan masukan bagi peneliti berikutnya dalam hal menganalisis lagu yang lebih relevan di kemudian hari.

4) Untuk memperoleh Magister Seni di Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

1.3. TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang berhubungan dengan objek penelitian ini.

Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan dasar – dasar teori dan menelaah literatur-literatur tersebut dengan penelitian dalam lingkup pengkajian dan penciptaan seni secara umum dan pembahasan koor secara khusus. Tujuan yang kedua adalah untuk menghindari penelitian yang tumpang tindih.

Sepanjang pengetahuan penulis, dari hasil penelitian pustaka yang dilakukan menunjukan bahwa hingga saat ini belum ada kajian yang mendalam mengenai koor di gereja HKBP, terlebih yang menguraikan tentang analisis struktur musik dan syair.

Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan. Buku-buku acuan tersebut antara lain :


(17)

1. James G. Salct and Percy M. Young. “Chorus”, The New Grove dictionary of

Musik and Musicians, Vol. 46. Kamus ini amat membantu penulis terutama

untuk menguraikan tentang asal usul paduan suara, perkembangan paduan suara mulai dari zaman kuno, Abad Pertengahan, Renaisans, Barok hingga perkembangan paduan suara pada Abad ke Dua Puluh, yang akan di bahas pada Bab II.

2. Buku Ilmu Bentuk Musik7 karya Prier pada bagian pertama diterangkan tentang kalimat, motif dan bentuk lagu, serta pada bagian lain ditunjukan bentuk siklus yang didalamya mengulas tentang resitatif dan bentuk siklus lain untuk keperluan ibadah. Tulisan ini sangat berguna untuk melihat cara menganalisa lagu.

3. Buku Ilmu Melodi karya Dieter Mack pada bagian pertama disampaikan tentang Choral Gregorien dan beberapa contoh gaya melodi dari zaman ke zaman yang di analisa untuk mencipatakan bagaimana membuat melodi yang baik. Tulisan ini sangat membantu untuk melihat cara menganalisa melodi dalam koor yang menyebabkan kesan ‘rasa’, sedangkan ritme meliputi berbagai kesan fungsional (tanda-tanda, suasana ritual, iringan musik) sampai dengan ide-ide siklus ’ritme kehidupan’.

4. Buku Folk Song Style and Culture8 karya Alan Lomax . Buku ini berisi hasil analisis ilmiah tentang style dan budaya lagu-lagu rakyat.

      

6

James G, Salct and Percy M. Young, “Chorus”,The New Grove dictionary of Musik

and Musicians,Vol. 4, Macmillan Publisher Ltd, (London : Macmillan Publisher Ltd, 1980)

7

Mack Dieter, Ilmu Melodi, Pusat Musik Liturgi, (Yogyakarta:1995), hal., 37.

8


(18)

5. Music Theory9 karya George Thaddeus Jonas menjelaskan tentang teori-teori musik, kosep umum tentang musik dan terminology musik.

6. The Organ and Choir in Protestant Worship10 (1968) karya Edwin Liemohn,

berisi tentang Hasil Riset beberapa musisisi dari beberapa gereja tentang perkembangan koor.

7. Choral Music : Technique and Artistry karya Charles W. Heffernan. Buku ini

berisi tentang partitur koor yang harus memperhatikan vocal, teknik koor dan seni koor.

8. Leon Stein, Structur and Style : The Study and Analysis of Musical Form (Summy-Birchard Musik, 1979). Buku ini berisi mengenai pengetahuan dan analisis bentuk musik yang membantu penulis dalam menganalisis lagu. 9. Benjamin Cutter, Harmonic Analisis11. Secara umum, pembahasan dari buku

ini berkisar pada analisis akord dan analisis non-harmonic tones yang ada dalam musik.

10.Robert W.Ottman, Elementary Harmony, Theory and Practice12 ( New Jersey, Englewood Cliffs : prentice-Hall,Inc.1962). Buku ini berisi mengenai pelajaran harmoni, teori dan latihan yang membantu penulis dalam menganalisis harmoni lagu.

11.Gustav Strube, The Theory and Use of Chords A Text Book of Harmony (Philadelphia : Over Ditson, 1928). Buku ini membahas tentang harmoni serta

      

9

Toronto: George Thaddeus Jonas, Music Theory, Fitzhenry & Whiteside Limited, (1974).

10

Edwin Liemohn, The Organ and Choir in Protestant Worship,Fortress Press, (Philadephia:1968)

11

Benjamin Cutter, Harmonic Analisis, Oliver Ditson company, Pennsylvania.

12

Robert W.Ottman, 1962, Elementary Harmony, Theory and Practice, Englewood Cliffs : prentice-Hall,Inc., (New Jersey:1962)


(19)

latihan-latihan yang juga mendukung penulis dalam memahami akor-akor dan pembalikannya serta kadens.

1.4. LANDASAN KONSEP DAN TEORI

Dalam sub bab ini akan dipaparkan landasan konsep dan teori yang yang berlaku umum yang dijadikan acuan ataupun kerangka kerja dalam membahas seluruh masalah dalam Thesis ini.

1.4.1. Konsep Dan Teori Musik

Pendapat mengenai musik tentunya sangat banyak dan pada umumnya di sesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan yang ingin dicapai. Tidak ada satu konsep musikpun yang bisa dijadikan sebagai definisi untuk bisa mewakili seluruh keberadaan musik secara representatif.

Berikut di kemukakan satu rumusan yang dipilih khusus dalam rangka tujuan penelitian ini. Menurut konsep tersebut musik adalah bunyi, sebagai hasil interaksi getaran dari waktu yang keluar dari satu atau lebih sumber bunyi untuk mengungkapkan ide. Di dalam bunyi sudah terkandung jenis atau warna bunyi (timbre) dan waktu (durasi) yaitu interaksi dari nilai waktu yang terkandung oleh bunyi maupun bukan bunyi, yang sering di sebut ritme.

Bunyi bisa dari berbagai organ atau instrumen, waktu tidak dibahas dalam bentuk yang terpola saja. Menurut Dieter Mack13 suatu bunyi di katakan musik tergantung pada pendekatan kata yang pasti bahwa bunyi datang dari dalam

      

13


(20)

maupun dari luar diri kelompok. Ide bisa berbentuk ide progmatik (programunatic musik) atau ide absolut (absolute musik). Ide absolute biasanya muncul pada saat seorang komponis berkarya. Ide tersebut datang karena terinspirasi atau terangsang oleh interaksi bunyi yang dibuat.

Dapat dikatakan musik absolut adalah musik yang semata-mata merupakan keindahan dari elemen-elemen musikal yang ada, ide tersebut terstimulasi pada komponis untuk meramu bunyi. Ide progmatik datang dari satu inspirasi diluar bunyi, sehingga bunyi tersebut dapat menggambarkan atau menceritakan tentang ide tersebut sebagai contoh seorang komponis menggambarkan kicau burung, gemericik air, suara angin, biasanya komponis mendiskripsikan dulu isi cerita karyanya.

Dalam proses penciptaan musik pada komunitas rubiah kontemplatif Gdono ada kemungkinan ide progmatik menjadi inspirasi musik mereka keberadaan ide akan membantu melihat bentuk fisik atau bentuk luar dari musik (form of music) dapat dilihat dalam wujud partitur. Serta sangat mungkin menentukan kesatuan bentuk psikis atau ekspresi jiwa dari musik tersebut (form in music) yang di tangkap oleh pendengaran.

Kualitas dari karakter bunyi musikal sangat di pengaruhi dan di tentukan oleh cara penggunaan, pemanfaatan serta pengolahan elemen-elemen musik. Berikut di paparkan elemen-elemen yang ada dalam bunyi musikal yang di buat beberapa musikologi seperti : Broekma dalam buku the music listener dalam Dieter14 Ferris dalam bukunya Music The Art Listening dalam Dieter15, serta

      

14

Ibid. hal., 22.

15


(21)

Joseph Kerman dalam Dieter16 dalam bukunya Listen. Adapun elemen –elemen musikal yang di gunakan sebagai patokan yang akan di teliti sebagai berikut : (1) organ yang di maksud, organ adalah alat atau instrumen ataupun media yang di gunakan sebagai sumber bunyi. Organ dalam musik tidak terbatas pada organ yang sudah lazim dikenal akan tetapi menyangkut apa saja yang di gunakan dalam rangka mengeluarkan bunyi.

(2) Melodi yang di maksud dengan melodi adalah rangkaian nada atau bunyi yang membentuk satu kesan ide yang di pengaruhi faktor budaya. Melodi bisa juga di sebut sebagai satu struktur kalimat musik, termasuk dalam penelitian ini adalah gerkan-gerakan nada dan juga struktur nada.

(3) Modus yang dimaksud dengan modus adalah susunan nada, yang dalam bentuknya terlihat sebagai satu formula nada yang tentu saja akan berakibat bagi system harmoni maupun atmosfir bunyi secara keseluruhan.

(4) Interval yang dimaksud dengan interval adalah jarak antara bunyi satu dengan bunyi yang lain, baik interval bunyi vertikal maupun horizontal. Termasuk dalam kajian elemen ini adalah interval antar bunyi nama-nama interval.

(5) Harmoni yang dimaksud dengan harmoni adalah keselarasan yang di timbulkan akibat interksi bunyi dan bukan bunyi. Termasuk obyek penelitian dari elemen ini antara lain sistm ekor modulasi, kadens, serta system keselamatan secara umum yang sesuai dengan pandangan pemilik musik tersebut.

(6) Ritme yang di maksud dengan ritme adalah interaksi nilai waktu (interaksi) dari setiap bunyi termasuk dalam hal ini durasi antara bunyi dengan

      

16


(22)

saat diam. Termasuk dalam kajian elemen ini antara lain ritme tetap, notasi ritmik, hubungan ritme dengan tempo, aksen menyangkut nilai waktu.

(7) Tempo, yang di maksud tempo adalah kesempatan gerak pulsa. Tempo juga berarti kecepatan oleh lamanya satu musik berlangsung. Hal yang diteliti dalam elemen ini antara lain berbagai jenis tempo dan perubahan-perubahan tempo.

(8) Dinamika yang di maksud dengan dinamika demikian pada hakekatnya adalah segala hal yang dibuat untuk memberi jiwa pada suatu bunyi yang termasuk dalam objek penelitian elemen ini antara lain hal yang menyangkut volume lemah lembutnya bunyi, dinamika register warna suara,dinamika instrumen, aksentuasi, dinamika dalam konteks tertentu, serta ekspresi-ekspresi lain yang dengan jelas memberi karakter dalam satu bunyi. (9) Aksentuasi yang dimaksud dengan aksentuasi adalah penekanan yang dalam hal ini bisa juga ada hubungannya dengan intensitas atau kualitas suatu bunyi termasuk style, dinamik termasuk dan ritme. Hal yang akan di teliti dalam hubungan dengan elemen ini adalah mengulas, pengelompokan, pola tekanan, system birama, standar penulisan serta hubungan karakter atau sifat bunyi itu. Gaya ini berhubungan dengan teknik hubungan tekanan kata dan tekanan musikal. (10) style yang dimaksus style dalam musik adalah gaya dari satu bunyi atau hasil beberapa kombinasi bunyi, didalamnya termasuk karakter atau sifat bunyi itu. Gaya ini berhubungan dengan teknik membunyikan dan menghubungkan dengan dinamik juga. (11) Timbre yang dimaksud dengan timbre adalah menerangkan tentang warna suara termasuk wilayahnya. Hal ini yang akan diteliti menyangkut warna vocal tunggal, warna paduan suara, komposisi antara paduan suara dan vokal tunggal, teknik vokal,


(23)

serta warna suara instrument. (12) Motif yang dimaksud dengan motif adalah sekelompok nada atau bunyi yang memiliki karakter serta membawa ide atau kesan tertentu. hal yang akan di teliti menyangkut hubungan motif dengan teks. (13) Form yang dimaksud dengan form adalah kesatuan bentuk musik yang terdiri dari strukur-struktur yang termasuk dalam penelitian ini menyangkut struktur-struktur melodi seperti tone dan interval motif, frase, kontras, pengulangan, pengembangan, bentuk bebas.

Dalam melakukan analisis struktur musik pada dasarnya merupakan kerja analisis berdasarkan ilmu musik, sehingga secara struktural dapat diketahui dengan jelas.

Dalam hal ini, penulis juga akan memperhatikan struktur musik yang ditawarkan oleh Wiliam P. Malm17, yang diterjemahkan oleh Rizaldi Siagian yang mengatakan bahwa beberapa bagian penting yang harus diperhatikan dalam menganalisis melodi adalah: (1) Scale (Tangga nada); (2) Pitch center (nada pusat), reciting tone (nada singgahan yang dianggap penting; (3) Range (wilayah nada); (4) Jumlah nada-nada (frekuensi pemakaian nada); (5) Penggunaan Interval; (6) Pola kadensa; (7) Formula melodi; (8) Melodic contour (Grafik/ kantur melodi).

Untuk membicarakan pendeskripsian dari ritim, analisis bentuk, frase dan motif-motif; Netll18 menyarankan bahwa pendeskripsian ritim sebaiknya dimulai dengan membuat daftar harga-harga not yang dipakai dalam sebuah komposisi

      

17

Malm, William P. 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East and Asia. (New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs, 1977), hal., 15.

18

Nettl Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. (New York: The Free Press, 1964), hal., 148-150.


(24)

dan menerangkan fungsi dan konteks dari masing-masing nada. Selanjutnya pola ritim yang sering diulang sebaiknya dicatat.

Untuk mendeskripsikan bentuk, harus berhadapan dengan dua masalah pokok, yakni: (1) Mengidentifikasikan unsur-unsur musik yang dijadikan dasar yang merupakan tema dari sebuah komposisi; (2) Mengidentifikasikan sambungan-sambungan yang menunjukkan bagian-bagian, frase-frase dan motif-motif di dalam sebuah komposisi.19

Untuk mendukung pembahasan dari aspek musik di atas diperlukan suatu transkripsi. Pengertian dari transkripsi oleh Bruno Netll 20 adalah proses menotasikan bunyi, membuat bunyi menjadi simbol visual. Dalam hal notasi musik penulis mengacu pada tulisan

Charles Seeger dalam Netll21, yang mengemukakan bahwa ada dua jenis notasi yang dibedakan menurut tujuan notasi tersebut: pertama adalah notasi Preskriptif, yaitu notasi yang bertujuan untuk seorang penyaji (bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik), selanjutnya dikatakan bahwa notasi ini merupakan suatu alat untuk membantu mengingat. Kedua adalah notasi Deskriptif, yaitu notasi yang bertujuan untuk menyampaikan kepada pembaca ciri-ciri dan deteil-deteil komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.

Teori musik ini di harapkan dapat menuntun dalam menganalisa data-data dalam thesis ini.

      

19

Ibid, hal., 148-150.

20

Ibid, hal., 99.

21


(25)

1.4.2. Teori Etnomusikologi

Alan P. Marriam dalam buku the antropologi of music menggunakan teori Etnomusikologi yang menyatakan bahwa music as sound, Music as knowledge, music behaviour.

Selanjutnya Merriam berpendapat bahwa musik adalah bunyi, sebagai suatu ekspresi. Apabila ingin memahami musik secara lebih dalam, maka di perlukan usaha menganalisa bagaimana pengelolaan elemen-elemen bunyi musikal serta bagaimana intereksinya sehingga menghasilkan suau amosfir khusus Music as knowledge.

Musik merupakan suatu pengetahuan yang memiliki sistem dan metodenya sendiri, baik musik maupun bermusik merupakan perilaku

(behaviour). Musik merupakan perilaku seseorang atau masyarakat22. Bahwa

musik tidak hanya terdiri atas bunyi melainkan perilaku manusia yang prakondisi untuk memproduksi bunyi. Musik dapat eksis karena kendali dan perilaku manusia, dan beberapa jenis perilaku terlibat didalamnya salah satu di antaranya adalah “perilaku fisik” yang ditunjukkan oleh sikap dan postur tubuh serta penggunaan otot-otot dalam memainkan istrumen dan menegangkan pita suara dan otot-otot diafragma waktu menyanyi.

      

22

Merriam Alan.P. The Antropology Of Musik,( Evaston Ill: Northwestern University Press. 1964), hal ., 20-23.


(26)

Perihal konseptual, proses pembentukan ide, (ideation), atau perilaku kultural menyangkut konsep-konsep perihal musik yang harus di terjemahkan kedalam perilaku fisik guna memproduksi bunyi.

Konsep Merriam23 menunjukkan bahwa ada jiwa dan nilai yang mendasari musik, yang artinya musik tersebut juga tercermin dalam perilaku dari komunitas dan budayanya. Dalam hal ini tercermin dalam perilaku penciptaan Koor di Gereja HKBP. Oleh sebab itu, berati sistem yang di terapkan atau yang terjadi dalam musik tersebut di pengaruhi oleh perilaku serta corak hidup dari penciptanya.

Pada bagian lain, Merriam24 juga menjelaskan bahwa etnomusikologi merupakan studi musik dalam kebudayaan, ia juga mengemukakan mendapat Mantle Hood yang menyatakan bahwa etnomusikologi adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai tujuan penyelidikan seni musik fenomena fisik, pisikologi, estetik dan cultural.

Mantle Hood juga mengemukakan bahwa studi ini diarahkan untuk mengerti tentang musik yang di pelajari dari segi struktur musik dan juga untuk memahami musik dalam konteks masyarakatnya. Teori ini kiranya cocok di pakai dan dikolaborasikan dalam teori musik dalam rangka menemukan struktur musik adalah bunyi. Teori ini perlu juga untuk mengetahui fungsi dalam hubungan musik dengan perilaku manusia termasuk di dalamnya soal memahami makna, peran serta kegunaan.

      

23

Ibid. hal., 5.

24


(27)

Dalam membahas fungsi ini penulis berpedoman pada teori yang dikemukakan oleh Merriam25 yang membagi fungsi musik kedalam sepuluh fungsi, yaitu: (1) Fungsi Pengungkapan Emosional; (2) Fungsi Penghayatan Estetis; (3) Fungsi Hiburan; (4) Fungsi Komunikasi; (5) Fungsi Perlambangan; (6) Fungsi Reaksi Jasmani; (7) Fungsi yang berkaitan dengan norma-norma sosial; (8) Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama; (9) Fungsi Kesinambungan kebudayaan; dan (10) Fungsi Pengintegrasian Masyarakat.

1.4.3. Defenisi Koor

Menurut H. A. Pandopo26 istilah “koor” ini sebenarnya berasal dari kata khorusi dalam bahasa Latin atau khoros dalam bahasa Yunani, yang berarti dua kelompok penyanyi atau penari.

Istilah ini kemudian diambil alih dan digunakan di dalam gereja untuk menyebutkan dua kelompok penyanyi yang bernyanyi secara berbalas-balasan dalam ibadah jemaat. Lambat laun, kelompok penyanyi itu sendiri disebut menurut istilah tersebut: di Belanda sebagai koor/ zangkoor dan di Inggris sebagai choir. Dewasa ini, istilah “koor” masih digunakan juga dalam beberapa literatur tentang musik dan nyanyian gereja.

Dengan demikian, istilah “paduan suara” di dalam bahasa Indonesia cukup tepat, sebab istilah tersebut lebih menekankan sifat dan karakter kelompok penyanyi ini. Mereka bukan kelompok penyanyi yang di dalam gereja, harus bernyanyi silih-berganti dengan jemaat sebagaimana penampilan klasiknya,

      

25

Ibid, hal., 219-226.

26

H.A.Pandopo, Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun Untuk Pengadaan Nyayian


(28)

melainkan juga menekankan perpaduan yang harmonis baik antara suara masing-masing penyanyi yang bernyanyi bersama-sama, serta keseimbangan yang serasi antara masing-masing kategori/ tipe suara penyanyi (Sopran, Alto, Tenor dan Bas).

Istilah “paduan suara” merujuk kepada suatu kelompok penyanyi yang bernyanyi secara bersama-sama. Dari pengertian ini seluruh jemaat yang bernyanyi pun dapat dikelompokkan sebagai suatu paduan suara. Akan tetapi, di dalam perkembangan seni suara di Indonesia, istilah paduan suara telah digunakan secara khusus untuk menyebutkan suatu kelompok penyanyi (biduan) yang bernyanyi dalam dua jenis suara (sopran dan alto) atau lebih (sopran, alto, tenor dan bas). Binsar Sitompul27, salah seorang ahli musik Indonesia, memberikan batasan bagi istilah paduan suara sebagai suatu himpunan sejumlah penyanyi yang dikelompokkan menurut jenis suaranya. Jenis suara yang ia maksudkan di sini adalah jenis suara yang dikenal dan diklasifikasikan dalam ilmu seni suara, yakni sopran/ mezzo-sopran (jenis suara anak-anak atau jenis suara tinggi dari kaum perempuan) dan alto (jenis suara yang rendah/ berat dari kaum perempuan), tenor (jenis suara yang tinggi dari kaum lelaki) dan bas/ bariton (jenis suara yang rendah/ berat dari laki-laki).

Paduan suara terdapat secara umum di dalam masyarakat umum sebagai suatu bentuk seni suara yang klasik. Sub bab ini secara khusus membahas paduan suara yang berkembang di dalam kehidupan gereja sebagai kelompok biduan dalam rangka peribadahan atau kesaksian gereja ke luar kepada masyarakat umum

      

27

Binsar Sitompul, Paduan Suara dan Pemimpinnya. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), hal., 21.


(29)

kata “gerejawi” menyiratkan eksistensi paduan suara tersebut sebagai suatu kelompok penyanyi yang berciri kegerejaan. Artinya paduan suara itu memiliki karakter religius dalam tampilan dan misinya. Dengan kata lain, sifat gerejawi itu mengharuskan Paduan Suara Gerejawi tunduk pada kriteria-kriteria teologis (Liturgis).

Sebenarnya dari segi ilmu seni suara, Paduan Suara Gerejawi (PSG) tidak berbeda dengan paduan suara lainnya di dalam masyarakat. Namun demikian, yang membuatnya berbeda adalah kekhususannya sebagai paduan suara yang berciri kristiani atau gerejawi tersebut. Dalam hubungan ini, dapat dikatakan bahwa “tempat kehidupan” (setting of life) dari PSG adalah di dalam kehidupan gereja dan tanpa lingkungan kehidupan gereja, suatu PSG tidak dapat hidup. Ia dibutuhkan di dalam gereja sebagai salah satu kelompok biduan pendukung ibadah. Nyanyian yang dibawakannya berhubungan erat dengan peribadahan Kristen atau dengan seluruh ekspresi iman Kristen di dalam gereja itu sendiri maupun kepada masyarakat luas.

Pada masa-masa tahun 1960-an, banyak orang lebih suka menggunakan istilah koor atau zangkoor, yang mungkin dipengaruhi oleh kata pinjaman dari bahasa Belanda, karena pada masa itu istilah “paduan suara” belum populer. Di samping itu pada masa penjajahan dahulu, istilah “koor” juga digunakan di dalam partitur nyanyian gereja untuk menandai bagian nyanyian yang harus dinyanyikan secara bersama-sama oleh seluruh jemaat atau yang harus diulangi oleh para penyanyi; jadi sama seperti fungsi refrein dalam partitur nyanyian sekarang ini28.

      

28


(30)

Di HKBP istilah koor mengacu pada 4 pengertian yaitu koor sebagai kelompok Paduan suara gereja, koor sebagai partitur (kertas notasi dan teks lagu ) lagu dan koor sebagai judul dari lagu, dan koor sebagai musik vokal.

Pengertian koor sebagai Kelompok Paduan Suara Gereja dapat dilihat dari kutipan wawancara29 berikut:

”...ai molo didok antong: koor sian dia do na ro nuaeng tu hurianta? namarlapatan ma i patuduhon goar ni parkoor i isarana, koor Maranata, koor parari kamis sian Medan, koor naposobulung sian Jakarta dohot angka naasing...”

Artinya:

”... kalau di tanyakan Koor mana yang datang ke gereja kita? Itu berarti menunjuk pada nama kelompok koornya misalnya: koor Maranata, koor parari kamis dari Medan, koor muda-mudi dari Jakarta dan nama-nama kelompok koor lainnya...”

Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada kelompok koor atau kelompok paduan suara.

Pengertian koor sebagai partitur (kertas notasi dan teks lagu) dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut:

”...jala molo lao pangidohon harotas ni ende manang buku koor iba, somal do ni dok santabi jo Amang, pinjam jolo koor muna i. I ma napatuduhon ia koor i marlapatan do i harotas manang buku namarisi logu ni koor i...”

Artinya:

”... dan kalau kita hendak meminta kertas koor atau buku koor, biasanya kita menyebut permisi Pak, boleh pinjam koornya?. Hal ini menunjukkan kata koor berarti kertas koor atau buku koor...”

      

29

Hasil wawancara penulis dengan Bapak Pdt. W. Silitonga (Tarutung 23 januari 2011), Gr. D. Malau ( P.Siantar, 30 Februari 2011, Biv M. Sitorus (Laguboti 19 Januari 2011), Berman L.Tobing (Tarutung 21 Maret 2011).


(31)

Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada buku koor, kertas notasi atau partitur koor.

Pengertian koor sebagai judul sebuah lagu dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut:

”...ai molo didok antong koor aha do siendehonon ta ari minggu on? Na marlapatan ma i patuduhon goar ni ende i isarana Arbab, Nang Gumalunsang, Debatakku, Marsiaminaminan dohot angka naasing...”

Artinya:

”... kalau ditanyakan Koor apa yang akan kita nyanyikan hari minggu ini? Hal ini berarti apa judul koor yang akan dinyanyikan, misalnya: Arbab, Nang Gumalunsang, Debatakku, Marsiaminaminan dan nama-nama judul koor lainnya...”

Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada judul dari lagu koor.

Pengertian koor sebagai koor sebagai musik vokal dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut:

”...Mansai tabo hian koor ni parJakarta i bah, sai hira na disurgo nama puang hilalaon ate! Suarani soara sada i timbo alai jago jala parsoara opat i pe bongor jala boho...”

Artinya:

”... koor yang dibawakan kelompok koor yang dari Jakarta tadi benar-benar mantap, saat kita mendengarnya rasanya bagaikan di surga! Suara satu nadanya tinggi tapi kokoh sementara suara empatnya rendah tapi sempurna...”

Kutipan diatas menegaskan pengertian koor sebagai sebutan yang menunjuk pada koor sebagai suguhan musik ataupun sebagai musik vokal.

Selain pengertian-pengertian diatas masih ada istilah-istilah lainnya yang berkaitan dengan “koor” yaitu “Parkoor” yang berarti kelompok atau orang yang menyanyikan koor; “Markoor” yang merupakan kata kerja dari kata “koor” dan


(32)

yang berarti latihan koor, kata “Markoor” juga sering disebut dengan kata “Margurende” yang berasal dari kata “Marguru” (belajar atau Berlatih) dan kata “Ende” (nyanyian), jadi pengertian “Margurende”30 adalah berlatih koor.

Dalam konsep jemaat HKBP sendiri ada sebutan khusus untuk pembagian suara / jenis suara, seperti : “suara satu” untuk menyebut Jenis suara sopran baik untuk formasi koor gabungan (Sopran, Alto,Tenor, dan Bas atau 4 Suara) maupun untuk kelompok koor Wanita (Sopran, Mezzo Sopran dan Alto) serta untuk menyebut suara tenor 1 untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan Bas); “suara dua” untuk menyebut Jenis suara alto pada koor gabungan dan suara mezzo sopran pada kelompok koor Wanita (Sopran, Mezzo Sopran dan Alto) serta untuk menyebut suara tenor 2 untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan bas); “suara tiga” untuk menyebut Jenis suara tenor pada koor gabungan dan suara alto pada kelompok koor Wanita (Sopran, Mezzo Sopran dan Alto) serta untuk menyebut suara baritone untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan bas); dan “suara empat” untuk menyebut Jenis suara bas pada koor gabungan dan suara untuk kelompok koor pria (Tenor 1, Tenor 2, Bariton dan bas).

Istilah kelompok koor wanita (ibu-ibu) disebut “Parari Kamis” yang secara harafiah berarti “Berhari Kamis”. Kata “Parari Kamis” ini berlatar belakang dari kebiasaan kelompok koor ibu-ibu Gereja HKBP yang pada

      

30

Walaupun Kata “Margurende” berarti berlatih nyanyian, akan tetapi di gereja HKBP tidak pernah disebut kata “Parende” (Penyanyi) kepada anggota atau kelompok koor melainkan kepada penyanyi diluar konsep kata “Koor” (misalnya kepada penyanyi solo atau Vokal grup baik itu penyanyi gereja maupun penyanyi diluar gereja atau sekuler). Sedangkan kata “Parkoor” atau “Pargurende” biasanya dikenakan kepada orang atau kelompok koor di gereja.


(33)

umumnya berlatih koor pada hari Kamis. Istilah “Parari Kamis” ini hanya disebut kepada kelompok koor ibu-ibu.

Istilah kelompok koor pria (kaum bapak) disebut “Mannen koor” yang secara harafiah berarti “koor pria”. Istilah “Mannen koor” ini hanya disebut kepada kelompok koor pria.

Istilah lainnya adalah “Koor Gabungan”. Istilah ini mempunyai beberapa pengertian seperti menyatakan dua atau lebih kelompok koor yang dalam penyajiannya sama-sama menyanyikan koor yang sama; baik itu sesama kelompok koor wanita ataupun pria dan penggabungan antara kelompok wanita dan pria. Istilah “Koor Gabungan” ini juga sering disebut dengan “Gemende Koor”.

Apabila kelompok-kelompok koor baik dari kelompok koor satu gereja ataupun dari beberapa gereja digabungkan dan sama-sama menyanyikan satu atau lebih koor, sering disebut dengan istilah “Koor Raksasa”.

1.4.4. Pengertian Syair Lagu

Di dalam kamus musik31 M.Soeharto mengemukakan syair adalah teks, atau kata–kata lagu, dengan kata lain suatu komposisis puisi yang sering dilakukan oleh pencipta music. Tanpa syair maka tidak dapat mengetahui makna maupun tujuan dari sebuah komposisi music, karena syair merupakan inti dari sebuah lagu. Dan menurut Badudu-Zain32, syair atau teks adalah kata-kata yang

      

31

M. Soeharto. Kamus Musik. (Jakarta: PT. Grasindo, 1992), hal., 131.

32

Zain Badudu. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal., 1455.


(34)

asli dibuat sipengarag lagu. Sigmund Freud dalam Migdolf33 mengemukakan bahwa syair lagu adalah kata-kata yang keluar dari hati dan keluar dari mulut serta diurapi oleh lidah. Syair adalah kata-kata yang terdapat dalam sebuah komposisi music melalui syair maka dapat diketahui makna dan tujuan dari sebuah lagu. Atas dasar itu, penulis melakukan analisis yaitu struktur dari syair secara detail yang dalam hal ini antara lain berkaitan dengan pola sajak, pola meter dan gaya bahasa yang dipergunakan dalam lagu tersebut.

1.5. METODE PENELITIAN

1.5.1. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kulitatif. Lexi. J. Moleong34 mengatakan : “ Metode Kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, yang pertama : menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, kedua : metode kulitatif menyajikan secara langsung hakekat hubungan antar peneliti dan responden, dan ketiga : metode kulitatif ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola yang dihadapi. Pada penelitian kualitatif, teoritis dibatasi pada pengertian : suatu pernyataan sistematis berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data dan diuji kembali secara empiris”.

Bogdan & Biken35 menggunakan istilah paradigma. “ Paradigma

diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi yang secara logis dianut

      

33

Migdolf, 2002, hal., 52.

34

Lexy J. Moeloeng . Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Rosda, 1984), hal., 5.

35


(35)

bersama, konsep atau proposisi yang mengutarakan cara berpikir dan cara penelitian”. Orientasi teoritis mengarahkan pelaksanaan penelitian itu atau memamfaatkanya dalam pengumpulan data dan analisais data. Teori membantu penulis dalam menghubungkan dengan data. Maka teori yang digunakan oleh penulis dalam menunjang pendekatan kualitatif ini adalah teori fenomenologis yang artinya berusaha memahami arti peristiwa kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu.

Untuk mencapai tujuan dalam tulisan ini, penulis menggunakan dua metode yaitu : metode literatur dan metode wawancara. Metode literatur adalah metode yang menggali thesis ini melalui buku-buku, majalah, surat kabar, kamus, dan artikel-artikel lainnya. Metode wawancara dengan Tanya jawab penulis dengan orang-orang yang mengetahui sedikit banyaknya mengenai koor dan para komponis pencipta koor, hal ini dilakukan penulis guna menambah pengetahuan dan melengkapi atau membantu metode literatur.

1.5.2. Kehadiran Peneliti

Untuk memperoleh data/ informasi dalam penulisan karya ilmiah ini penulis melakukan wawancara lagsung kepada para komposer pencipta lagu/ koor yang sudah ditentukan sebagai informan. Dalam hal ini penulis bertindak sebagai instrument untuk mengumpulkan data dari lapangan dan peneliti berperan sebagai pengamat penuh dalam penelitian ini, serta kehadiran peneliti diketahui statusnya sebagai peneliti oleh subjek atau informan dan surat izin keterangan meneliti yang diterbitkan oleh kampus untuk mengadakan penelitian.


(36)

Sedangkan informan tambahan penulis mewawancarai beberapa orang warga jemaat HKBP yang sudah terdaftar sebagai jemaat dan memiliki pengetahuan mengenai koor di Gereja HKBP.

1.5.3. Sumber Data

Lof land36 mengatakan : “Sumber data utama dalam penelitian kulitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya ada data tambahan seperti dokumen”. Sesuai dengan penelitian ini penulis memperoleh sumber data dari :

a. Kata-kata dan tindakan yaitu, dari wawancara yang merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman Video/Audio Tapes, pengambilan foto atau film.

b. Sumber tertulis yaitu, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas : partitur koor, sumber buku, majalah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan artikel-artikel yang lain.

c. Foto yang dipakai sebagai alat untuk keperluan penelitian kualitatif karena dipakai dalam berbagai keperluan.

d. Data Statistik

Penulis menggunakan data statistik yang tersedia sebagai sumber data tambahan bagi keperluannya, Misalnya statistik warga jemaat HKBP

1.5.4. Prosedur Pengumpulan Data

      

36

Lof land dalam Lexy J. Moeloeng . Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Rosda, 1984), hal., 47.


(37)

Lof Land37 Mengatakan dalam penelitian kulitatif ini penulis harus mengumpulkan data dengan menggunakan observasi partisipan, wawancara mendalam dan dokumentasi. Dalam rekaman data terdapat dua dimensi yaitu fidelitas dan struktur. Fidelitas mengandung arti sejauh mana bukti nyata dari lapangan disajikan yaitu dengan memakai instrument Audio dan Video yang memiliki Fidelitas yang kurang. Sedangkan penulis juga menggunakan dimensi struktur yang menjelaskan sejauh mana wawancara dan observasi yang dilakukan penulis secara sistematis dan struktur.

1.5.5.Analisis Data

Analisis data, menurut Patton38 adalah: “mengatur urutan data, mengorganisasikanya kedalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar”. Taylor39 mendefenisikan : “Analisis data merupakan proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesa (ide), seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hiportesis itu”. Maka dari pendapat diatas penulis menggunakan teori tersebut dengan menarik garis bawah analisis data bermaksud pertama-tama mengorganisasikan data yaitu data yang terkumpul yang terdiri dari catatan lapangan dan komentar penelitian gambar. Foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.

Pekerjaan penulis dalam menganalisis data ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan memberikan kode, dan mengkategorikannya.

      

37

Ibid.

38

Ibid.

39


(38)

Pengorganisasiannya dan pengelolaan data dilakukan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substansi. Analisis data dilakukan penulis dalam suatu poses-proses berarti pelaksanaannya sudah mulai sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif, yaitu sesudah meninggalkan lapangan.

Setelah melakukan langkah ini penulis menganalisis hasil wawancara dan hasil analisis awal dari teks dan struktur musik dari sampel lagu yang dipilih guna membuat analisis akhir yang kemudian menghasilkan satu kesimpulan.

Pengecekan Keabsahan Data

Dalam teknik pengecekan keabsahan data penulis menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Penulis menggunakan teknik triangulasi sesuai dengan teori Patton mengatakan trigulasi sesuai dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kulitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan :

(1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara

(2) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi


(39)

(3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu

(4) Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang Pemerintahan.

(5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

1.5.6. Tahap -Tahap Penelitian

Bogdan40 mengatakan 3 tahap penelitian yakni : (1) Pralapangan

(2) Kegiatan Lapangan

(3) Analisa intensif ( analisa data)

Sesuai dengan teori Bogdan maka, sebelum penulis terjun ke lapangan penelitian ada tahap-tahap yang penulis lakukan yakni :

A. Tahap Pra lapangan

Dalam tahap pralapangan ada enam kegiatan yang harus dilakukan penelitian pada tahap ini yaitu :

a. Menyusun rancangan kualitatif paling tidak, latar belakang masalah dan pelaksanaan penelitian, kajian pustaka dan lain-lain.

      

40

Bogdan dalam Lexy J. Moeloeng . Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Rosda, 1984), hal., 47.


(40)

b. Memiliki lapangan penelitian, Bogdan menyatakan bahwa pemilihan lapangan itu harus ditentukan dulu sebelum peneliti terjun ke lokasi. c. Mengurus perizinan, penelitian harus mengurus izin dari siapa saja

yang berkuasa dan berwenang memberikan izin bagi pelaksanaan penelitian.

d. Menjejaki dan menilai keadaan lapangan

Tahap ini merupakan tahap bagaimana penelitian masuk lapangan dalam arti mulai mengumpulkan data yang sebenarnya. Jadi. Tahap ini haruslah penulis berorientasi kelapangan, namun dalam hal-hal tertentu telah menilai keadaan lapangan.

Penjajakan dan penilaian lapangan penulis lakukan terlebih dahulu dari kepustakaan atau mengetahu melalui dari orang dalam tentang situasi dan kondisi daerah tempat penelitian penulis. Sebelum menjajaki lapangan terlebih dahulu penulis mempunyai gambaran umum tentang geografi, sejarah, pendidikan, mata pencaharian, yang membantu penulis dalam penjajakan.

e. Memiliki dan memamfaatkan informan

Informal adalah orang dalam pada latar penelitian fungsinya sebagai “ Informan” yang memberikan informasi bagi penulis tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

f. Menyiapkan perlengkapan penelitian

Penulis menyiapkan perlengkapan penelitian yang diperlukan. Sebelum penelitian dimulai, peneliti memerlukan izin mengadakan penelitian, kontrak daerah yang menjadi latar penelitian melalui


(41)

orang yang dikenal atau jalur lainnya. Hal- hal yang perlu juga dipersiapkan oleh peneliti misalnya alat tulis, seperti ball point, kertas, buku catatan, map, klip, kartu, alat perekam seperti tape recorder, video cassette recorder dan kamera foto. Yang paling penting lagi adalah rancangan biaya penelitian tidak akan dapat terlaksana. Dan pada tahap analisis data perlengkapan yang dibutuhkan antara lain kalkulator, computer, map, kertas polio ganda, dan kertas bergaris.

g. Persoalan etika penelitian

Ciri utama penelitian kualitatif adalah orang sebagai alat yang mengumpulkan data. Dalam pengamatan berperan serta, wawancara-wawancara pengumpulan dokumen, foto dan sebagainya. Seluruh metode ini menyangkut hubungan penelitian dengan orang yang dijadikan informal. Maka dalam hubungan ini akan timbul persoalan etika dalam penelitian, apabila penelitian tidak dihormati, memahami dan menghargai informannya.

1.5.7. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap pekerjaan terdiri dari 3 bagian yang harus peneliti laksanakan: (1) Memahami Latar Penelitian

Dalam memahami latar penelitian ada hal-hal yang perlu dilakukan : a. Pembatasan latar penelitian, untuk memasuki pekerjaan

lapangan, penelitian perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu.


(42)

b. Penampilan, penampilan yang dimaksud adalah penampilan penelitian itu sendiri harus disesuaikan dengan kebiasaan adat, tata cara, dan kultur latar penelitian.

c. Pengenalan hubungan penelitian dilapangan penelitian memamfaatkan pengamatan pada tahap ini, maka hendaknya penulis menjaga hubungan akrab antara subjek dan penelitian dapat dibina.

d. Jumlah waktu studi, penulis harus berpegang pada tujuan, masalah dan jadwal yang telah disusun sebelumnya. Waktu studi tidak boleh berkepanjangan karena akan menambah biaya penelitian bagi penulis.

(2) Memasuki Lapangan

a. Keakraban hubungan, sikap penelitian hendaknya pasif, hubungan yang perlu dibina tidak ada dinding pemisah diantara penelitian dan subjek yang sudah ditentukan.

b. Mempelajari bahasa, jika penelitian berasal dari latar yang lain, penelitian harus mempelajari bahasa yang digunakan oleh orang-orang yang berda pada latar penelitian.

c. Peran peneliti, sewaktu ada pada penelitian, peneliti akan terjun kedalamnya dan akan ikut berperan serta didalamnya.

(3) Berperanserta mengumpulkan Data


(43)

a. Pengarahan Batas Studi, pada waktu menyusun usul penelitian batas studi telah ditetapkan bersama masalah dan tujuan penelitian.

b. Mencatat data, penulis menggunakan catatan lapangan (Field notes). Yang merupakan catatan hasil pengamatan. Wawancara, atau menjelaskan kejadian tertentu.

1.6. Sistimatika Penulisan

Bab I merupakan Pendahuluan yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Pokok Masalah dan Tujuan Penelitian, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Manfaat Penulisan, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori ( Teori Musik, Teori Etnomusikologi, , Defenisi Koor dan Pengertian Syair Lagu), dan Metode Penelitian, (Pendekatan Penelitian, Kehadiran Peneliti, Sumber Data, Prosedur Pengumpulan Data, Analisis Data, Pengecekan Keabsahan Data, Tahap -Tahap Penelitian, Tahap Pekerjaan Lapangan, dan Sistimatika Penulisan)

Bab II membahas tentang HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP) yang membahas: Sejarah Berdirinya HKBP, Sejarah Terbentuknya Paduan Suara Gerejawi, Sejarah Masuknya Musik Gereja dalam Konteks Misi Gereja Batak, Perkembangan Musik dalam Gereja HKBP (1930-1980) dan Perkembangan Musik dI Gereja HKBP (1980-2000).

Bab III membahas Sejarah Koor di Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang meliputi: Sejarah koor di HKBP Tahun 1861-200-an, Kumpulan Koor Yang Menjadi Buku Haluaon na Gok HKBP, Keberadaan Koor Dalam Peribadahan HKBP, Koor Dalam Peribadahan Di Gereja HKBP, Koor Dalam


(44)

Peribadahan Gereja HKBP Dalam Upaya Menuju Liturgi Kontekstual serta Koor Dalam Kurikulum Pendidikan Di HKBP, Daftar Judul Koor Di HKBP.

Bab IV membahas Fungsi Koor Dalam Ibadah Minggu Di Gereja HKBP, yang meliputi: Pengertian Ibadah Minggu, Tujuan Kebaktian Minggu, Makna Filosifis Dan Teologis Dari Liturgi Ibadah HKBP, Deskripsi Pelaksanaan Ibadah Minggu, Ibadah Minggu Pada Kebaktian Biasa, Liturgi Alternatif Ibadah Minggu, Fungsi Koor Di HKBP.

Bab V membahas Kajian syair koor yang meliputi: Riwayat Lagu Dan Pencipta, Analisis Syair dan Struktur Literatur dari tujuh lagu yang di analisis.

Bab VI Membahas kajian Struktur Musik yang menyangkut Bentuk dan struktur lagu yang meliputi: Frase, Melodi, Motif, Kontur Melodi, Tangga Nada, Ambitus, Harmoni, Progresi akord, Kadens, Tempo, Tekstur, Tipe lagu, Kaitan antara syair dan lagu.


(45)

BAB II

HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP)

Bab ini membahas tentang Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang meliputi: sejarah berdirinya HKBP, sejarah terbentuknya paduan suara gerejawi, sejarah masuknya musik gereja dalam konteks misi gereja Batak, perkembangan musik dalam gereja HKBP (1930-1980) dan perkembangan musik di gereja HKBP (1980-2000).

2.1. Sejarah Berdirinya HKBP

Penetapan hari jadi HKBP tanggal 7 Oktober 1861 memiliki makna sejarah dan teologis yang mendalam. Tanggal 7 Oktober 1861 menjadi titik balik sejarah penginjilan dan sejarah gereja HKBP. Sejarah penginjilan dan sejarah gereja adalah ibarat dua sisi dari satu mata uang yang sama. Gereja tanpa penginjilan bukanlah gereja. Itulah sebabnya peristiwa 7 Oktober 1861 diartikan dan dimaknai dari dua segi, yakni penginjilan dan gereja.

Hasil penginjilan di Tanah Batak adalah agama Kristen atau Kekristenan yang didalamnya terdapat sejumlah jemaat atau “pargodungan “ (setasi sending dan sekaligus huria/ jemaat). Jemaat-jemaat tersebut sejak awal sudah diarahkan akan membentuk sebuah gereja sending yang kelak menjadi sebuah gereja yang mandiri dari sending.

Pada awalnya tanggal 7 Oktober 1861 adalah titik balik penginjilan dari lembaga sending Rhein di dunia ini. Karena jauh sebelum tahun 1861 sending Rhein telah membuka daerah penginjlannya di Namibia – Afrika Selatan, Cina,


(46)

Kalimantan dan di Afrika Utara. Tetapi sejak 7 Oktober 1861 dibuka suatu daerah penginjilan baru di Sumatera, “Bataklanden” atau Tanah Batak. Daerah penginjilan baru ini di beri nama “ Battamission” yang kemudian disebut “ Batak mission “ atau “Mission – Batak “. Tanggal lahir Batak Mission di tentukan pada 7 Oktober 1861 bertepatan dengan tanggal dari rapat pertama para penginjill utusan RMG di Tanah Batak.

Hari lahir Batak Mission tersebut disambut pengurus sending RMG (Rheinischen Missions- Gesellschaft) di Jerman dengan rasa sukacita. Mereka memberi kabar gembira ini kepada jemaat- jemaat pendukung sending RMG (Rheinischen Missions- Gesellschaft) di Jerman pada awal 1862 sebagai beriku : “Die ersten Briefe unseser Brueder aus dan Battalande sind uns gekommen, und wir koennen heute der Heimathgemeinde den Beginn der Battamisson melden. Den 7 Oktober 1861 werden wir als den geburtstag dieses gliedes in dem Umkreis unserer Arbeit bezeichnen duerfen. An diesem tage traten die dortigen Brueder

Zur ersten Conferenz in Sipirok zusammen.”41 Inilah pemaknaan yang pertama

akan arti dari tanggal 7 Oktober 1861, suatu pemaknaan dari kecamatan lembaga pengutus RMG di Jerman, Eropa.

“Batak -Missio “ dalam hal ini berarti himpunan dari seluruh para utusan RMG di Tanah Batak beserta assetnya dan juga seluruh pargodungon termasuk jemaat dan pelayanan pribumi. Lembaga sending dan lembaga kegerejaan terpadu dalam suatu lembaga yag bernama “Batta – Mission“ (bahasa Jerman) atau “Batak – Mission“ (Bahasa Batak). Lembaga “Batak – Mission“ ini sejak 1881 dipimpin oleh seorang pemimpin dengan jembatan Ephorus yang dilayankan oleh penginjil Ingwer Ludwig Nommensen (1881-1918).

Nama “Batak Mission” telah melekat dalam ingatan para penginjil RMG dan juga umat Kriste Batak yang terhimpun dalam berbagai huria / jemaat. Penginjil Dr. Johannes Warneck (Ephorus sejak 1920-1932) menulis sebuah buku dalam rangka dalam menyambut jubileum Batak- Mission ke-50 dan 60 tahun dengan

      

41


(47)

judul : “Sechzing Jahre Batakmission in Sumatera “ (60 tahun Mission – Batak di Sumatera). 42 Pemaknaan sedemikian juga telah dijemaatkan oleh para pelaku sejarah “Batakmission “ sejak 1905 : tanggal 7 Oktober 1861 adalah hari jadi “Batak Mission“ di Tanah Batak.

Tanggal tersebut sejak 1936 dimaknai oleh HKBP sebagai hari jadi HKBP sebagaimana termaktub dalam buku Jubileum 75 tahun HKBP: 1861-1936. Buku jubileum tersebut adalah hasil karya tulis majelis pusat HKBP 1936.43 Lembaga pengiilan RMG terpaksa mengakhiri pelayananya di Tanah Batak 1940 akibat perang dunia II. Pada tahun 1949 lembaga penginjilan RMG menyerahkan secara resmi seluruh assetnya di Tanah Batak kepada HKBP sebagai lembaga kegerejaan hasil penginjilan lembaga Pekabaran Injil RMG.

Pemahaman akan makna hari lahir HKBP sedemikian juga dikemukakan Ephorus J. Sihombing dalam majalah “Immanuel“ terbitan 1951, untuk mengingat 90 tahun : “ parmulaan ni ulaon ni Kongres mission Barmen (R.M.G)

di tanonta on, manang ari hatutubuni hurianta…. Pa 90-halihon”.44 Artinya

“Permulaan pelayanan RMG di tanah kita atau Hari kelahiran Gereja kita”. DR. T. S. Sihombing selaku Sekjen HKBP dan redaktur Immanuel mengungkapkan apresiasi kepada lembaga PI RMG sebagai “ula-ula ni Debata” (“alat di tangan Allah”) untuk “pararathon Barita nauli “(menyebarkan berita kesukaan)” dan “paojakho Huria ni Kristus i di tongatonga ni bangsonta“

      

42

J. Warneck, Sechzing Jahre Batakmission in Sumatera ( 60 tahun Mission – batak di Sumatera), Berlin, 1925. Tentang rapat 7 Oktober 1861 baca hal. 22.

43

Hoofdbestuur ni HKBP,Eben-Ezer : 75 taon huria Kristen Batak Protestant, Laguboti: Sendings-Werkplatsen, tanpa tahun.

44

Sihombing, “ Parningotan di ari 7 Oktober 1861-1951”, dalam Immanuel 1861-7


(48)

(mendirikan Gereja Kristus di tangahtengah bangsa kita ).45 Beliau memandang bahwa lembaga PI RMG adalah “ Ina ni Huria Kristen Batak Protestan “ (ibu dari HKBP) yang ketika itu 1950 telah beranggotakan 600.000 orang.

RMG dan HKBP telah menghadapi masa penuh penderitaan akibat perang dunia ke II secara terpisah. Pendudukan rezim Hitler ke negeri Belanda berakibat buruk bagi penginjil RMG dan HKBP. Para penginjil RMG di Tanah Batak mengalami penangkapan dan pengusiran bersama seluruh warga Negara Jerman dari Hindia Belanda/ Indonesia, 10 Mei 1940. HKBP mengalami pengambil alihan seluruh asset sending dan gereja oleh Belanda, kemudian Jepang dan pemerintah Indonesia. Peristiwa ini merupakan bagian dari pengalaman bersama RMG dan HKBP.

Tahun 2011 adalah tahun jubileum 150 tahun Bagi HKBP dan bagi VEM (Vereiningte Evangelische Mission di Wuppertal-Barmen, Jerman) sebagai pewaris RMG. Kedua lembaga ini, masing-masing menyelenggarakan serangkaian kegiatan untuk mengingat dan merayakan awal penginjilan RMG di Tanah Batak dan hari jadi gereja HKBP.

Terkait dengan hari jadi HKBP, seorang penginjil RMG yang pernah bekerja di pargodungon Simorangkir-Tarutung, yang kemudian menjadi dosen bidang sejarah Gereja di STT Jakarta, DR. TH. Mueller Krueger mengajukan suatu pertimbangan teologis. Diusulkan agar hari jadi HKPB bertitik-tolak dari peristiwa baptisan perdana 31 Maret 1861 dua pemuda Batak Simon Siregar dan

      

45


(49)

Jakobus Tampubolon oleh penginjilis Gustav Van Asselt di Sipirok.46 Pertimbangan ini patut di hargai dan di ambil hikmahnya bagi perjalanan HKBP di masa mendatang mengingat HKBP selalu mengedepankan fungsi dan tugas setiap warga HKBP sebagai pemilik imamat am orang-orang percaya (1 Ptr.2:9-10).

Dalam era keterbukaan HKBP sesuai dengan visi dan misinya, HKBP berusaha agar kembali pada jati dirinya sebelum 1936 yaitu, sebagai Huria Kristen Batak 1925 yang masih tetap mengedepankan semangat penginjilan yang holistik tanpa melupakan kemurnian ajaran Protestan sebagaimana ditandai dengan namanya sejak 1929 “Huria Kristen Batak Protestan“ (HKBP). Kembali ke jati diri HKBP berarti kembali kepada pemberitaan Injil Yesus Kristus seperti yang telah dilakukan oleh para penginjil 7 Oktober 1961

Jumlah jemaat dan resort sejak 1998 hingga 2011 menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pola rekonsiliasi yang memberikan pilihan pada jemaat-jemaat yang sempat pecah untk menyatu atau mekar. Jemaat-jemaat yang memilih opsi mekar telah ikut mempercepat pertumbuhan jumlah tersebut. Jumlah resort yang terwakili di Sinode Gedong 2000 adalah 417 resort, diantaranya masih ada 17 yang berstatus “ linduat “ (kembar), dan jumlah jemaat yang terhimpun dalam resort-resort tersebut sebanyak 2.859 jemaat, diantaranya masih ada 28 jemaat yang berstatus linduat.47

      

46

Th. Muller-Kruger, Sejarah Gereja di Indonesia. (Jakarta : BPK Gunung Mulia ,1959), hal., 183.

47


(50)

Jumlah utusan yang hadir pada sinode 2004 adalah dari 523 resort dan 13 resort persiapan. Pada sinode 2008 jumlah utusan yang hadir adalah 106748 dari 616 resort dan 2 resort persiapa. Tentang jumlah anggota jemaat HKBP hingga saat ini masih bersifat dugaan. Antara 1998-2011 HKBP memberikan jumlah anggota jemaat 3.000.000 dan 5.000.000 juta jiwa. Dalam buku “Mengembalikan Jati Diri HKBP”, Ephorus HKBP Pdt. Dr. Bonar Napitupulu membubuhkan angka 4,1 juta anggota jemaat HKBP yang tersebar dalam 26 distrik, 614 resort ditambah 14 persiapan resort dan 3.226 jemaat.49 Sementara dalam statistik keanggotaan gereja-gereja Lutheran, bLWF (Lutheran World Federtion) memberikan angka 3,5 juta anggota jemaat HKBP. Ketidakpastian jumlah anggota jemaat HKBP dalam statistiknya tidak meragukan publik, bahwa HKBP masih merupakan gereja protestan yang terbesar di Asia Tenggara.

2.2. Sejarah Terbentuknya Paduan Suara Gerejawi

Selama Milenium pertama sebelum Masehi, kelompok-kelompok biduan di dalam peribadahan masih bernyanyi dengan satu suara (unisono), sebab musik polifon belum dikenal. Dalam berbagai ibadah umat Israel sejak zaman Perjanjian Lama, telah ada para Penyanyi misalnya kelompok Asaf, Korah, Yedutun dan lain-lain, yang bertugas menyanyikan Mazmur maupun bagian liturgi yang bersifat respons (jawaban) umat. Mereka diduga bernyanyi secara unisono atau secara responsoris (berbalas-balasan antara umat dengan pemimpin ibadah atau

      

48

Lihat draft notulen sinode godang 2008, hlm. 2, sedang jumlah resort di ambil dari “ berita jujur taon 2004-2008, hal. 13 dalam Dok. SG:NO.06/SG-59/IX/2008.

49


(51)

seorang penyanyi/ solois), atau juga secara antifonal (yakni bersahut-sahutan antara dua kelompok umat/ penyanyi)50.

Cara menyanyi secara responsoris dan antifonal seperti itu dikemudian hari diambil alih juga oleh jemaat-jemaat Perjanjian Baru dan dikembangkan di dalam bentuk khoros/ khorus. Dengan demikian, tiga jenis nyanyian yang dikenal dalam jemaat-jemaat Perjanjian Baru, yakni mazmur (psalmois), kidung puji-pujian (humnois) dan nyanyian rohani (oidais), juga dinyanyikan dengan cara ini. Pada masa ini belum ada kelompok paduan suara yang khusus bernyanyi di dalam ibadah. Namun menurut Pandopo51, sejak berakhirnya masa penghambatan gereja pada abad IV, ada begitu banyak orang menjadi Kristen. Jumlah anggota jemaat di dalam ibadah menjadi besar sekali, dan kebanyakan orang Kristen baru itu belum tahu cara menyanyikan nyanyian liturgi yang ada. Untuk mengatasi keadaan ini, maka para rohaniawan secara khusus bertindak sebagai kelompok penyanyi yang menyanyikan nyanyian ibadah tersebut, sekaligus untuk membimbing para anggota jemaat yang baru itu bernyanyi. Dengan demikian mulailah cikal bakal Paduan Suara Gereja di dalam gereja. Keadaan ini berlangsung terus sampai abad VIII.

Abad IX merupakan awal yang penting bagi perkembangan paduan suara modern (SATB) di dalam gereja. Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan ini. Pertama, pengaruh digunakannya alat musik organ di dalam gereja. Alat musik ini sebenarnya sudah diciptakan sejak abad III SM oleh Ktesibios, seorang ahli teknik Yunani yang hidup di kota Aleksandria pada masa

       50

H.A.Pandopo, Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun untuk pengadaan Nyayian

Gereja. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984) hal., 21-22 51 


(52)

itu. Tidak banyak informasi mengenai pengembangan dan penggunaan alat musik ini di dalam kebudayaan Hellenisme, dalam zaman gereja lama dan zaman Islam. Pada zaman Islam, alat musik organ ini dihadiahkan oleh Sultan Harun al-Rasyid kepada Karel Agung sebagai tanda persahabatan.52 Sejak itu, alat musik ini mulai dikenal dan digunakan di Eropa dan lambat laun mempengaruhi perkembangan musik polifon.

Kedua, mulai ditemukannya sistem notasi musik yang dikenal sebagai sistem not balok, yang memungkinkan dikembangkannya ilmu harmoni dan musik Homofon. Sistem ini merupakan penemuan seorang biarawan pada abad IX (sekitar tahun 1000). Menurut David P. Appleby dalam Pandopo53 ada dua manuskrip musik dari abad itu yang menjadi pegangan dalam penulisan sistem not balok ini, yakni naskah-naskah yang berjudul Musica enchiriandis dan Scholia enchiriadis. Kedua naskah ini berisi catatan mengenai campuran bunyi-bunyi suara sederhana dengan melukiskan prosedur yang tepat jika seseorang menyanyikan suatu bagian lain melodi pada diapson (nada ke-7 atau okta), diaspente (nada ke-5), dan diasteceron (nada ke-4). Bahkan menurut Appleby selanjutnya penulis manuskrip Scholia enchiriadis juga memaksudkan kemungkinan untuk menyusun suatu komposisi musik yang terdiri atas campuran suara-suara dengan diapson ditambah diasteceron (11 nada). Hasil ini merupakan suatu kemajuan penting, namun belum dapat digolongkan sebagai musik polifon, dalam arti suara-suara yang berdiri sendiri secara harmonis. Sekalipun demikian,

      

52

Atan Hamdju dan Armillah Windawati, 1984:10.

53

H.A.Pandopo, Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun untuk pengadaan Nyayian


(53)

kata Appleby54, kedua manuskrip musik itu minimal telah menandai berakhirnya nyanyian unisono dan mulainya musik choral tanpa iringan musik (acapella) pada parohan kedua sejarah musik keagamaan.

Menurut Appleby55 selanjutnya dengan adanya kedua faktor tersebut, maka musik polifon semakin berkembang dengan pesat. Penggunaan alat musik organ berperan besar di dalam perkembangan ini dan menghasilkan suatu jenis musik pula yang disebut musik organum. Sampai abad XIII, musik polifon ini telah berkembang sedemikian rupa, bukan saja sebagai lagu-lagu ibadah, melainkan juga sebagai lagu-lagu yang tinggi nilai seninya.

Dalam sejarah musik, parohan kedua dari abad XIII ini juga dikenal sebagai perode ars antiqua. Inilai periode ketika musik polifon semakin berkembang pesat, terutama di bawah kepeloporan dua orang ahli musik dan pengarang lagu yang masyur yang bekerja di Katedral Notre Dame di Paris (Perancis), yakni Leonis dan penggantinya yang bernama Perotinus. Dengan perkembangan ini maka c mulai tumbuh dan memperoleh bentuk dan peranannya sebagaimana yang ada sekarang.

Musik polifon mencapai zaman keemasannya pada abad XVI, khususnya antara tahun 1550-1600. Seiring dengan itu, Paduan Suara Gereja pun ikut mengalami zaman keemasan tersebut. Akibatnya musik gereja menjadi semakin semarak dan hal ini mempengaruhi suasana peribadahan.

      

54

Ibid.

55

Appleby dalam H.A.Pandopo, Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun untuk pengadaan Nyayian Gereja (Jakarta: BPK Gnung Mulia, 1984), hal., 21.


(54)

Martin Luther dan Johannes Calvin mempunyai sikap yang kritis terhadap perkembangan ini. Sikap kritis itu berhubungan dengan pengaruh musik polifon yang semarak itu pada ibadah gereja, sehingga ibadah gereja di masa-masa itu menjurus kepada suasana konser. Pandopo melukiskan pengaruh itu sebagai berikut:

“….Banyak seniman yang bukan rohaniawan mendapat kesempatan untuk memperdengarkan keahliannya di dalam liturgi. Akibatnya mejadi lekas terasa. Para seniman itu ternyata sukar dikendalikan, sehingga suasana misa lebih bersifat konser daripada ibadah”56

Keadaan seperti itu ada pula di dalam Gereja Protestan pada masa itu. Oleh karena itu, Johannes Calvin misalnya, menolak ekspresi sukacita yang berlebihan, yang dipicu oleh para seniman itu dengan musik polifon yang meriah. Ia mengatakan bahwa gereja yang masih berada di dalam dunia adalah gereja yang masih berjuang (ekklesia militans) dan belumlah menjadi gereja yang menang (ekklesia triumphants). Oleh karena itu, seharusnya musik gereja mengekspresikan iman dari gereja yang berjuang itu dengan mengendalikan ekspresi sukacita yang berlebihan.

Sekalipun bersikap kritis terhadap penggunaan musik polifon di dalam ibadah gereja, Luther maupun Calvin sebenarnya menyukai jenis musik ini dan peran Paduan Suara Gereja yang mengembangkannya, sejauh hal itu membantu kelancaran dan kekhidmatan ibadah57 Misalnya, Marthin Luther sendiri menganjurkan agar dibentuk suatu paduan suara pemuda di dalam gereja untuk membantu terciptanya suasana ibadah yang khusyuk. Sampai kini pandangan Marthin Luther itu masih tetap dipertahankan di dalam Gereja Lutheran, yakni

      

56

Ibid. hal., 24.

57


(1)

842 Sai Togu Ahu Tuhan As = do 4/4. P 843 Saleleng Di Portibi On G = do 2/4. 1998 T.M Hutauruk G, P, W

844 Saleleng Ho Di Tano On G=do 4/4. G, P, W

845 Saleleng Ho Mangolu As = do 4/4. 1417 WA.M.L. Gott G, P, W 846 Saleleng Jesuski As = do 4/4. 1899 E. Gebhardt G, P, W 847 Saluhut Bangso F = do 3/4. 1609 M. Vuipius G, P, W

848 Saluhut Do Hutadingkon As=do 4/4. P

849 Sanctus Bes = do 4/4. F. Schubert G, P, W

850 Sang Raja C = do 4/4. G

851 Sangap Di Debata Ama Bes = do 4/4.

1813-1879 H.T. Smart G, P, W

852 Sangap Di Jahowa D = do 4/4. G, P, W

853 Sangap Di Tuhan Di

Ginjang Bes = do 4/4. G

854 Sangap Do Debata

Zebaot F=do 4/4. G

855 Sangap Ma di Debata G = do 4/4. 2003 Pdt. J.A.U.

Doloksaribu G, P, W 856 Sangombas Do Ngolunta D=do 4/4. Dr. H.G. Naeli G, P, W

857 Sap Mudar Ulu Mi C = do 3/4. Fursyeno G, P, W

858 Satahi Saoloan Ges=do 4/4. St A Simatupsng G, P, W 859 Sauduran Di Bagasan

Tuhan Jesus As = do 4/4. VSM. Sihombing G, P, W

860 Sebarkanlah Berita

Sorga G = do 4/4. A. K. Saragih G

861 Segala Hormat Dan

Pujian Bagi Allah C = do 4/4. C.H. Rink G, P, W

862 Segala Langit

Menggemakan Puji C=do 4/4. Beethoven G, P, W

863 Sembah Dia E = do 3/4. Gr. A Hutapea G

864 Semua Yang Letih Lesu A/G=do 4/4. G

865 Si Parmahan Bolon G = do 4/4. J. Cruger & J.S.

Bach G, P, W

866 Sian Na Adong Di Hami G = do 4/4. Gr. D.

Simanungkalit G, P, W 867 Sian Purba Do Hami Ro G = do 6/8.

1962-1891 J.H. Hopkins Jr. G, P, W

868 Sipalua hami G= do 2/4. P

869 Sigurguak C = do 4/4. P

870 Sigurguak (2) A = do 4/4. P

871 Sihol Do Roham Tu

Surgo I? G = do 2/4. G

872 Silang Na Badia I Es = do 3/4. Gr. D.

Simanungkalit G, P, W 873 Singkop Do Asi Ni

Roham G = do 3/4. 1799 J. Newton G, P, W

874 Sipata Sai


(2)

875 Sipata Lilu do Roha F = do 4/4. Gr. D.

Simanungkalit P

876 So Tung Tarlalap Ho F=do 4/4. G

877 Soara Ni Tondi Es = do 12/8. 1989 G, P, W

878 Soara Ni Tuhan I Bes=do 4/4. G

879 Somba Ma Debata Bes = do 4/4. 1990 Pensilwally G 880 Sombaonku Ho O Jesus F = do 4/4. 1775 BB.Mc. Kinney G, P, W 881 Sonang Sai Sonang Bes = do 3/4. 1982 Dr. L. Manik G, P, W 882 Sonang Au Tuhan Bes = do 3/4. Dr. L. Manik G, P, W 883 Sonang Di Lambung Ni

Tuhan F = do 3/4. 1989 G, P, W

884 Sonang Do Tuhan C=do 3/4. Dr L.Manik G, P, W

885 Sonang Ma Ho F = do 4/4. 1933 J. Sibelius G, P, W

886 Sonang Ma Modom Bes = do 3/4. G

887 Sonang na i Na Sada

Roha I G = do 4/4. W

888 Sonang Ni Borngin Nai Es = do 3/4. F. Gruber G, P, W 889 Sonang Tutu Es = do 2/4. 1989 T.H. Sihombing G, P, W

890 Songkal Tutu C = do 6/8. 1990 G

891 Songon Duhut-duhut G = do 4/4. P

892 Songon Huta Na

Tarulang F = do 4/4. G

893 Songon On Do

Hahoholong D=do

3/4 &

4/4. P

894 Songon Pandok Ni Jesus Bes=do 3/4 &

4/4. G

895 Songon Solu Na

Marluga As = do 4/4.

Gr. D.

Simanungkalit G, P, W

896 Songon hau G = do 4/4. W

897 Songon Sorha Ni Padati Bes=do 4/4. G, P, W

898 Songon Ursa Na Binuru As=do 3/4. G, P, W

899 Speak To My Heart G=do 6/4. G, P, W

900 Suara Lonceng F = do 4/4. G, P, W

901 Suci F = do 4/4. F. Silcher G, P, W

902 Sukacita F = do 4/4. Pdt. T.P.L

Rajagukguk G, P, W 903 Sungguh Besar Kau

Allah Ku Bes = do 3/4. G, P, W

904 Sungkun Ahu Es = do 4/4. G

905 Surgo Na Imbaru Bes=do 4/4. G, P, W

906 Susa Do Molo mardua

Roha E=do 4/4. G

907 Persekutuan Gerejawi As = do 4/4. R.T Sigalingging G 908 Tabege Soara Na Joujou G = do 4/4.

1856-1932 C.H. Gabriel G, P, W 909 Taendehon Las Ni Roha D = do 3/4. 1886 K. Rohrig G, P, W


(3)

910 Tahan Dalam Pencobaan As = do 4/4. T.M Hutauruk G, P, W

911 Tak Dapat Aku Duga Bes/G=do 4/4. G

912 Tama Sadari On As = do 4/4. St. P.S.Situngkir G, P, W 913 Tama Sai Tapuji As=do 4/4. St .Ps .Simorangkir G 914 Tandai Ma Au Es = do 4/4. 1865 W.H. Doane G, P, W

915 Tangiangku F=do 3/4. G

916 Tangiangta Es = do 3/4. Gr. D.

Simanungkalit P

917 Tangiang Ni Sude F = do 3/4. J. Haydn G, P, W

918 Tangiang Ni Luhut G = do 4/4. Mendelsohn G, P, W

919 Tangiang Ni Naposo A = dur 3/4. G

920 Tangiang Ni Natarbuang F = do 6/8. 1989 T.H. Sihombing G, P, W

921 Tangiang Pangidoan E/F=do 4/4. G, P, W

922 Tangiangta Es = do 3/4. 1990 Rizal HS G

923 Tapasangap Ma C = do 4/4. W.A. Mozart G, P, W

924 Tarbege SoaraM E/F = do 4/4. Drs. N.H.

Nainggolan G

925 Tarbege Surusuruan

Marende G = do 4/4.

abad

18 G, P, W

926 Tarsilang Ho G = do 3/4. 1689 I, Watts G, P, W

927 Tasomba Tongtong G = do 3/4.

1737-1806 W. Kethe G, P, W 928 Telah Terbit Terang

Mahamulia As = do 4/4. 1992 T.M Hutauruk G, P, W 929 Terima Berkat Allah C = do 4/4. 1984 P. C. Luktin G, P, W

930 Terima Sujudku C = do 4/4. P. C. Lutkin G, P, W

931 Terpujilah Dia D = do 4/4. G, P, W

932 The Great Halleluyah Cis = do 4/4. G.F. Handel G, P, W 933 The Lord Bless You And

Keep You C=do 4/4. Peter C. Lutkin G, P, W

934 The Lord’s Prayer D = do 4/4. Albert H. Malotte G, P, W

935 The Prayer Des = do 4/4. A.H. Malotte G, P, W

936 Tibu M a Jumpang

Tingki As = do 4/4. 1529 J. Klug G, P, W

937 Tiop Tanganhu As = do 4/4. G

938 Togu Au Ale Jahowa G = do 4/4. 1745 Williams G, P, W 939 Togu Au O Tuhan G = do 3/4. 1886 S. Tang G, P, W 940 Tondi Porbadia Ro Ma

Ho G = do 3/4. 1975 T.H. Sihombing G

941 Tong Do Tau Haposan Es = do 4/4. 1860 S. Gastorius G 942 Tongtong Tutu Na

Denggan Do F = do 4/4. 1675 F. Silcher G, P, W

943 Torop Dope Na Lilu As = do 4/4. 1782 J.Mc. Granahan G, P, W 944 Torop Dope Na Siat I C = do 6/8. Abad


(4)

945 Transeamus C = do 4/4. Schnabel G, P, W

946 Trinitatis C = do 4/4. G, P, W

947 Tu Jolo Ni Tuhan Jesus Ges = do 4/4. T.H. Sihombing G, P, W

948 Tu Adopan Mu C=do 4/4. J,A.P. Schulz G, P, W

949 Tu Dia Ho Dung Mate

Ho F = do 4/4.

Gr. D.

Simanungkalit G, P, W 950 Tu Dia Ho, Na Loja I As = do 3/4. 1872 T. Hastings G, P, W 951 Tu Ho Do Au Marpadan F = do 4/4. 1881 A.M. Mann G, P, W 952 Tu Jolo Ni Tuhanku D = do 4/4. R T Sigalinging G, P, W 953 Tu Jolo Ni BohiM F=do 4/4. F.M. Bartholdy G, P, W 954 Tu Jolom O Debatangku Es = do 4/4. Gr. D.

Simanungkalit G 955 Tu JoloM O Tuhan A = do 4/4. Pdt. Dr. J. Pardede G 956 Tu Portibion Na Rundut G = do 4/4.

1899-1970 Is. Kijne G, P, W 957 Tu Sambulon Ni

Tondingku A=do 3/2. H.G. Nageli G, P, W

958 Tu Tondingkon O Jesus F = do 6/4. 1927 Mc. Kinney G, P, W

959 Tudia Do Ahu Laho G = do 4/4. 1990 P

960 Tudia Do Au Maporus A = do 4/4. W,G

961 Tudia Ho F = do 4/4 & 2/4.

A. Hammond & J.

Bettis G, P, W

962 Tudoshon Bunga-bunga

Na Di Ladang Es=do 3/4. W,G

963 Tudoshon Bunga-bunga

I Ngolunta I F = dur 3/4. Ds. A. Simorangkir P.G

964 Tudoshon Orbuk Es=do 4/4. G

965 Tudoshon Pidong Na

Habang Es=do 4/4. J.O.H.Sihombing G, P, W

966 Tuhan As = do 4/4.

1856-1932 C.H. Gabriel G, P, W 967 Tuhan Bahen Ma

Ngolungkon G = do 4/4. 1827 Malan G

968 Tuhan Jesus Naek Tu

Surgo As = do 4/4. G

969 Tuhan Jesus Siparmahan G = do 3/4. 1884 S.J. Vail G, P, W 970 Tuhan Na Marmahan

Hami Es = do 4/4. 1859 W.B. Bradbury G, P, W

971 Tuhan Ramoti Langka Nami Be

As /Bes =

do 4/4. G

972 Tuhan Sai Ro Ma Ho G = do 3/4.

1757-1769 F.D. Giardini G, P, W

973 Tuhan Sipangolu F=do 4/4. Drs M. Purba P,G

974 Tuhan, Berapa Lama

Lagi F = do 4/4. 2005 Pontas Purba G, P, W

975 Tuhan, Dengar Seruanku F = do 4/4. Monang Pardede G, P, W


(5)

Bagasmu

977 Tuhan, Huhaholongi Do

Jorom G = do 4/4. F. Silcher G, P, W

978 Tuhan, Ondihon Au F = do 4/4. Monang Pardede G, P, W

979 Tuhanku A=do 4/4. 1983 J.C.Z Pasaribu G, P, W

980 Tuhanku Manjagai au Es = do 4/4 &

3/4. G

981 Tuhanku Yang Perkasa F = do 4/4. Lilik Sugiarto G, P, W 982 Tuhanta Mandongani Ho C = do 4/4. P.C. Lutkin G, P, W 983 Tujolo ni Tuhanku G = do 6/4. 1853 K. Voightlander G, P, W 984 Tujolom O Debatangku As = do 3/4. 1984 M. P. Simanjuntak G, P, W

985 Tulus Dalan Mi G=do 4/4. G

986 Tumpalhu Na Ummuli

Ho F = do 6/4. 1573 Leipzig G, P, W

987 Tung Dangol Do Ho O

Jolma D = do 4/4. Pdt. Dr. J. Pardede P,G

988 Tung Mabaor Sian Ho Bes=do 4/4. W

989 Tung Masihol Malungun

Do Ahu E = do 4/4. Giuseppe Verdi G, P, W

990 Tung Na Balga D = do 4/4. G

991 Tung Na Balga Do Asi

Roha Ni Tuhan C=do 4/4. G

992 Tung Na So Hadodoan Es=do 3/4. P

993 Tung So Tarasam E = do 4/4. G, P, W

994 Turena I Manodo D = do 4/4. 1727 J.J. Rambach G, P, W

995 Ucapkan Syukur C=do 4/4. G

996 Uli Na I HuriaMi Es = do 3/4. Gr. D.

Simanungkalit G 997 Unang Hamoraon Na So

Mian I Bes=do 4/4. G, P, W

998 Unang Haposi

Hamoraon Na So Mian I A = do 4/4. G, P, W

999 Unang Lalap E=do 4-Apr G

1000 Unang Lalap Dipotibion F = do 4/4. G

1001 Unang Lalap Di Arta F = do 4/4. Fritzs Sagala G, P

1002 Unang Ma Didok Roham A=do 4/4. G, P, W

1003 Unang Sungkun Be Tu

au G=do 3/4. Paul Umlauf G, P, W

1004 Urupi Au, Tuhan F = do 4/4. P

1005 Via Dolorosa G = do 6/4. G, P, W

1006 Waktu Bunyi

Sangkakala Bes/As=do 4/4. G, P, W

1007

Waktu Tuhan

Memulangkan Tawanan Sion

F = do 4/4. C. Palmer G, P, W


(6)

1009 Walk In Jerusalem Just

Like John G/F = do 4/4. G, P, W

1010 Walau Aku Gentar As = do 4/4 &

12/8. H. Malton Gray G, P, W

1011 When You Believe G = do 4/4. G, P, W

1012 Ya Allah Berkati Es = do 4/4. 1990 Pensilwally G, P, W 1013 Ya Bapa Kami Yang

Maha Baik C=do 3/4. G.F. Handel G, P, W

1014 Ya Tuhan Bapa Kami Es = do 3/2 &

4/4. G. Jellesma G, P, W

1015 Ya Yesus Kuberjanji C=do 4/4. A.H. Mann G, P, W 1016 Ya, Roh Suci Yang

Benar G/As = do 3/4. G, P, W

1017 Yesus Hantar Aku Dekat

Salib F = do 6/8. G, P, W

1018 Yesus Juruselamat Es = do 4/4. Monang Pardede G, P, W 1019 Yesus Raja Yang

Menang Bes = do 6/8.

H. Lillenas & I.

Watts G, P, W

1020 You Are My Lord Es = do 4/4. B. Graham & Rolf.