Quality Of Work Life

orang-orang yang bertujuan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang sangat baik bagi orang-orang dan juga bagi produksi. Kualitas kehidupan kerja merupakan langkah besar ke depan dengan beranjak dari desain pekerjaan tradisional dari manajemen keilmuan, yang hanya berfokus pada spesialisasi dan efisiensi untuk melaksanakan tugas yang sempit. Siagian 2007, QWL merupakan cara pandang manajemen tentang manusia, kekaryaan, dan organisasi. QWL tidak hanya terbatas pada isi suatu pekerjaan, ak an tetapi “memanusiakan” lingkungan kerja dengan mengakui dan menghargai harkat dan martabat manusia. QWL adalah suatu proses dimana organisasi bersikap tanggap terhadap kebutuhan para karyawannya melalui pengembangan mekanisme tertentu yang memungkin mereka terlibat penuh dalam mengambil keputusan tentang hidupnya di tempat pekerjaan. Ide-ide pokok dalam QWL sebagai filsafat manajemen Siagian, 2007 menekankan yaitu : 1. QWL merupakan suatu program yang komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan. 2. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan seperti ketentuan yang mengatur pencegahan tindakan yang diskriminatif, perlakuan para pekerja dengan cara-cara yang manusiawi, dan ketentuan tentang sistem imbalan seperti upah minimum. 3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan berbagai peranannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan berbagai ketentuan normatif yang berlaku di satu negara tertentu. 4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi, yang pada hakikatnya berarti penampilan gaya manajemen yang demokratik termasuk penyeliaan yang simpatik. 5. Dalam peningkatan QWL, perkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting. 6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis. Siagian 2007 mengemukakan 8 delapan faktor sebagai kerangka untuk melakukan analisis tentang QWL yaitu : a. Sistem imbalan yang memadai dan adil Imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawan memungkinkan karyawan dapat memuaskan berbagai kebutuhannya sesuai dengan standar hidup karyawan yang bersangkutan dan sesuai pula dengan standar pengupahan dan penggajian yang berlaku. Artinya, imbalan yang diterima karyawan harus sepadan dengan imbalan yang diterima orang lain yang melakukan pekerjaan yang sejenis. Untuk menilai adil tidaknya imbalan yang diperoleh oleh karyawan biasanya menggunakan 4 empat pembanding yaitu : a. Diri sendiri di dalam, artinya apakah sesuai dengan harapan atau tidak. b. Diri sendiri di luar, yaitu imbalan yang pernah diterima seseorang ketika bekerja di perusahaan lain. c. Orang lain di dalam, yaitu rekan-rekan sekerja dalam perusahaan yang melakukan pekerjaan yang sejenis dengan tanggung jawab dan persyaratan kekaryaan lainnya yang relatif sama. d. Orang lain di luar, yaitu karyawan yang bekerja di perusahaan lain dalam kawasan yang sama dengan jenis pekerjaan yang serupa. b. Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan nyaman Pekerja dan lingkungan kerja yang menjamin bahwa para pekerja terlindungi dari bahaya kecelakaan. Segi penting dari kondisi demikian ialah jam kerja yang memperhitungkan daya tahan manusia yang terbatas dalam melakukan pekerjaan. Karena itulah ada ketentuan mengenai jumlah jam kerja setiap hari, ketentuan istirahat, dan ketentuan cuti. c. Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan Kehidupan berkarya dimana pekerjaan yang harus diselesaikan dengan penggunaan aneka ragam keterampilan, terdapat otonomi, pengendalian atau pengawasan yang tidak ketat, tersedianya informasi yang relevan dan kesempatan menetapkan rencana kerja sendiri, termasuk jadwal, mutu dan cara pemecahan masalah. d. Kesempatan untuk berkembang dan keamanan berkarya di masa depan Quality of Work Life QWL mengandung pengertian bahwa dalam kehidupan berkarya, terdapat kemungkinan berkembang dalam kemampuan kerja dan kesempatan menggunakan keterampilan atau pengetahuan baru yang dimiliki. Dengan menyadari bahwa perubahan pasti terjadi di masa depan, ada jaminan bahwa pekerjaan dan penghasilan seseorang tidak akan hilang. e. Integrasi sosial dalam lingkungan kerja Melalui penerapan QWL dalam organisasi tidak ada tindakan atau kebijakan yang bersifat diskriminatif.Status dengan berbagai simbolnya tidak ditonjolkan, hirarki jabatan, kekuasaan dan wewenang tidak digunakan sebagai dasar berperilaku, terutama yang sifatnya manipulatif.Tersedianya kesempatan meniti karir secara teratur.Suasana keterbukaan ditumbuhkan dan dipelihara sehingga tercipta iklim saling mendukung di antara karyawan. f. Ketaatan pada berbagai ketentuan formal dan normatif QWL menjamin bahwa di dalam organisasi tidak ada pihak yang campur tangan dalam urusan pribadi seseorang.Para pegawai diberi kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat. Semua orang dalam perusahaan mendapat perlakuan yang sama. Perbedaan pendapat, perselisihan dan pertikaian ketenagakerjaan diselesaikan berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. g. Keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi Dengan bekerja pada suatu organisasi atau perusahaan, maka seseorang menyerahkan sebagian tenaga dan waktunya untuk melakukan pekerjaannya. Bukan berarti ini tidak menjadi halangan seseorang untuk tidak melakukan kegiatan lain. Sebagai manusia, seseorang dituntut untuk memainkan berbagai peranan lain seperti : a. Kepala rumah tangga b. Anggota masyarakat c. Anggota klub olah raga d. Anggota organisasi sosial e. Anggota organisasi politik f. Anggota organisasi keagamaan g. Anggota organisasi profesi Peranan tersebut berakibat pada adanya hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan. Oleh karena itu harus memungkinkan adanya keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi seseorang dalam organisasi. h. Relevansi sosial kehidupan kekaryaan Relevansi sosial adalah bahwa program QWL setiap karyawan dibina agar memiliki persepsi yang tetap tentang berbagai aspek sosial kehidupan organisasional, seperti : a. Tanggung jawab sosial perusahaan b. Kewajiban menghasilkan bermutu tinggi dan berguna bagi masyarakat c. Pelestarian lingkungan d. Pembuangan limbah industri dan limbah domestik e. Pemasaran yang jujur f. Cara dan teknik menjual yang tidak menimbulkan harapan yang berlebihan g. Praktek pengelolaan SDM h. Partisipasi dalam peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat dengan ayoman, arahan, bimbingan dan bantuan pemerintah. Menurut Ellitan 1998 fokus usaha-usaha QWL bukan hanya pada bagaimana orang dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik melainkan juga bagaimana pekerjaan dapat menyebabkan pekerja menjadi lebih baik. Aspek khusus utama QWL adalah keterlibatan atau partisipasi dalam pembuatan keputusan organisasional. Hal ini tidak berarti bahwa semua orang dilibatkan dalam proses pembuatan beberapa keputusan organisasional yang mempengaruhinya. QWL secara operasional menggambarkan aktivitas dalam perusahaan sebagai usaha yang mengarah pada penciptaan kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Ellitan mengacu pada Sherwood 1998 menunjukkan suatu kultur kerja dengan strategi keterlibatan anggota organisasi memiliki 5 karakteristik, yaitu : 1. Terdapat pendelegasian yang memberikan tanggung jawab untuk melakukan tindakan pengambilan keputusan kepada orang yang memiliki informasi yang relevan dan tepat waktu serta memiliki keterampilan yang sesuai 2. Terdapat kerja tim yang melintas batas-batas fungsional dan melibatkan orang yang tepat pada waktu yang tepat. Setiap orang dalam organisasi harus diintegrasikan dalam proses produksi dan pelayanan pada pelanggan. Jadi, tidak terfokus pada fungsi masing-masing bagian kerja. 3. Pemberdayaan SDM yang berartimemberikan peluang-peluang dan menghargai kontribusi SDM. Organisasi memberdayakan semua anggota organisasi tanpa membedakan apakah anggota tersebut termasuk golongan minoritas, mayoritas, pria atau wanita. Setiap pekerja diharapkan menerima dan menjelaskan tanggung jawab yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan mereka tanpa adanya pembatasan tanggung jawab. 4. Adanya integrasi antara SDM dan teknologi, sehingga anggota organisasi harus dapat memberikan inisiatif dan kreativitas baik dalam bidang produksi, administrasi, laboratorium, dan menguasai teknologi. 5. Rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan yang berarti anggota organisasi berbagi suatu visi yang didasarkan pada seperangkat nilai yang dinyatakan dengan jelas, mendeskripsikan misi organisasi dan metode-metode untuk merealisasikannya.

2.2. Komitmen Organisasi

Mathis dan Jackson 2000 memberikan defenisi komitmen organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Mathis dan Jackson 2003, komitmen organisasi adalah sejauh mana karyawan percaya dan menerima tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap dengan organisasi. Berbagai studi penelitian telah mengungkapkan bahwa orang-orang yang relatif puas dengan pekerjaan mereka akan menjadi agak lebih berkomitmen untuk organisasi. Robbins dikutip Sopiah 2008 mendefenisikan komitmen organisasional sebagai suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi. Minner dikutip Sopiah 2008 mendefenisikan komitmen organisasional sebagai sebuah sikap, memiliki ruang lingkup yang lebih global daripada kepuasan kerja, karena komitmen organisasional menggambarkan pandangan terhadap organisasi secara keseluruhan, bukan hanya aspek pekerjaan saja.Bathaw dan Grant dikutip Sopiah 2008 menyebutkan komitmen organisasional sebagai keinginan karyawan untuk tetap mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi dan bersedia usaha yang tinggi demi pencapaian tujuan organisasi. Blau dan Boal dikutip Sopiah 2008 menyebutkan komitmen organisasional sebagai keberpihakan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi dan tujuan organisasi. Spector dikutip Sopiah 2008 menyebutkan dua perbedaan konsepsi tentang komitmen organisasional, yaitu sebagai berikut : 1 Pendekatan pertukaran exchange approach, di mana komitmen pada organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberikan perusahaan terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi. 2 Pendekatan psikologis, dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang dengan organisasi. Menurut Sopiah 2008 disimpulkan bahwa komitmen organisasional adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya : 1 kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi, 2 kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi, 3 keinginan yang kuat untuk mempertahankan kedudukan sebagai anggota organisasi. Baron dan Greenberg dikutip Umam 2010 menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat dalam diri individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, sehingga individu tersebut akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut. Meyer dan Allen dikutip Umam 2010 merumuskan defenisi komitmen organisasi sebagai konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan