Kebijakan Perlindungan Lingkungan Pendekatan Sukarela

17 dengan menaikkan harga produk, sehingga konsumen ikut terbebani secara tidak langsung Barde 2000; Thomas 2003. Meskipun pendekatan hukum merupakan alat efektif untuk mencegah kerusakan lingkungan, pendekatan ini hanya memungkinkan terjadinya interaksi pemerintah dan industri, belum memperhatikan kekuatan masyarakat serta pasar Afsah et al. 1996. Pendekatan paradigma ekonomi atau sering disebut market instruments berargumen bahwa degradasi lingkungan terjadi akibat pasar tidak memberi nilai value atas jasa lingkungan. Kelangkaan tidak dihargai sebagai aset yang harus digunakan secara efisien. Pendekatan ini memasukkan konsep ekonomi seperti pembebanan pajak atau ongkos atas jumlah polusi per unit waktu yang dapat diserap. Pasar yang didalamnya ada masyarakat dan konsumen menjadi aktor untuk memberi tekanan perlunya perlindungan lingkungan atas pengelolaan dan produk perusahaan. Perusahaan menggunakan sumberdaya alam secara efisien dan menerapkan teknologi terbaik untuk mengendalikan pencemaran. Pendekatan ini dinilai lebih mampu mendorong pencegahan polusi yang lebih fleksibel dan ekonomis Barde 2000.

2.2 Kebijakan Perlindungan Lingkungan Pendekatan Sukarela

Pendekatan hukum dan mekanisme pasar dinilai memiliki kelemahan secara substansial untuk perlindungan lingkungan. Pembatasan regulasi dapat mengurangi kemampuan perusahan untuk merespon dengan cepat tantangan baru di bidang pengembangan proses produksi dan produk. Sementara regulator menjadi lebih terbebani biaya. Ketidaklenturan dan tingginya biaya administrasi yang ditemui saat penerapan pendekatan di atas, memunculkan bentuk kebijakan baru yang dilandasi dengan pendekatan sukarela OECD 2003, Arimura et al. 2007. Pendekatan sukarela voluntary approaches bukanlah produk intervensi pemerintah atau teori ekonomi. Ia merupakan respon pragmatis atas kebutuhan cara yang lebih fleksibel untuk melindungi perhatian publik terhadap lingkungan yang bersih Higley et al. 2001. Perusahaan dapat mengambil tindakan dengan segera untuk menyelesaikan masalah lingkungan yang dihadapi, tanpa menunggu adanya aturan legislasi atau ketentuan pajak OECD 2003. Pendekatan ini 18 dimaksudkan untuk lebih responsif membangun perilaku industri dalam mengurangi Polusi Higley et al. 2001; Potoski Prakash 2003. Pendekatan sukarela sering disebut sebagai “generasi mendatang dalam kebijakan lingkungan” Esty et al. 1997. Sebagai instrumen kebijakan, inisiatif sukarela semakin luas digunakan oleh pemerintah maupun organisasi non pemerintah terutama di Eropa. Perkembangan pendekatan ini didorong oleh kepentingan publik dan meningkatnya kesadaran produsen, konsumen dan shareholder terhadap pembangunan berkelanjutan dan sekaligus menjadi tindakan yang membedakan proses produksi dan produk mereka di pasar APEC 2005. Inisiatif sukarela merupakan pelengkap complement yang penting dalam kebijakan dan tindakan yang diregulasikan regulatory action baik di bidang sosial maupun lingkungan. Ia dapat didesain oleh perusahaanindustri dan diimplementasikan oleh berbagai stakeholder, termasuk pemerintah, serikat dagang dan lembaga swadaya masyarakat APEC 2005. Beberapa istilah inisiatif sukarela antara lain skema sertifikasi, perjanjian sukarela voluntary agreement, aturan pelaksanaan code of conduct, audit lingkungan dan sosial, skema tangung jawab sosial korporasi dan skema perdagangan yang fair Higley et al. 2001. Tindakan inisiatif perlindungan lingkungan yang dilakukan disesuaikan dengan kebijakan dan tata kelola yang baik good governance yang dianut perusahaan, industri atau sektor. Tindakan ini harus memperhatikan penciptaan hubungan yang lebih kooperatif antara pemerintah, industri dan partisipasi pihak ketiga lainnya. Peningkatan kinerja lingkungan dapat melebihi beyond ketentuan dan peraturan perundang-undangan ditetapkan oleh pemerintah dan bisa menjadi alternatif legislasi RNMISD 1998; Higley et al. 2001. Di beberapa negara, program ini berkembang dengan baik karena pemerintah mengintervensi desain dan implementasinya melalui penyediaan sarana seperti insentif keuangan, bantuan teknis, hak pemantauan, maupun dengan menetapkan regulasi yang memaksa mereka untuk berpartisipasi. Kolaborasi dengan stakeholder non-industri dan mekanisme pemantauan sangat diperlukan untuk menjaga kredibilitas dan memberi benefit kepada seluruh aktor yang terlibat dalam inisiatif ini RNMISD 1998. 19 Secara taksonomi pendekatan sukarela dibagi ke dalam tiga kelompok utama, yaitu komitmen unilateral yang dibuat oleh pencemar, perjanjian resmi yang dinegosiasi antara industri dengan pihak yang berwenang, dan skema sukarela publik yang dikembangkan oleh badan lingkungan RNMISD 1998; Higley et al. 2001. Komitmen unilateral merupakan program peningkatan lingkungan yang dibangun oleh perusahaan dan dikomunikasikan kepada stakeholder-nya. Sebagai contoh program “Responsible Care” yang diinisiasi oleh Industri Kimia Canada merupakan tipe ini. Setiap peserta harus mengirimkan rencana lingkungannya untuk diverifikasi pemenuhannya oleh komite eksternal. Komite Eksternal terdiri atas para ahli di bidang industri dan wakil masyarakat. Hasil monitoring disampaikan kepada publik. Contoh lain adalah penerapan sistem manajemen lingkungan SML di perusahaan untuk meningkatkan kinerja lingkungan Higley et al. 2001. SML juga digunakan sebagai tool oleh negara negara Organization foe Economic Co-operation and Development OECD untuk memberi bantuan teknis dan pengakuan publik dalam kebijakan lingkungan Uchida 2004. Pada skema sukarela publik, pihak yang berwenang menetapkan seperangkat standar mengenai proses dan prosedur yang harus diikuti, atau target yang harus dicapai. Perusahaan setuju untuk memenuhi target tersebut. Contoh penerapan skema ini adalah kesesuaian dengan standar Eco-management and Auditing Scheme EMAS Uni Eropa. Perusahaan harus memiliki kebijakan lingkungan, meninjau aspek lingkungan di semua lokasi, menetapkan dan menerapkan program lingkungan, serta melakukan tinjauan kebijakan dan memverifikasi pemenuhan persyaratan tersebut RNMISD 1998; Higley et al. 2001. Perjanjian negosiasi dilakukan antara perusahaan dengan pihak yang berwenang pemerintah untuk memenuhi target lingkungan yang ditetapkan dalam periode waktu tertentu. Dalam perjanjian negosiasi ini kedua pihak berperan aktif RNMISD 1998; Higley et al. 2001. Pendekatan berbasis sukarela juga memiliki kelemahan, yaitu jika perusahaan tidak memiliki sistem pengendalian lingkungan yang tepat dapat memungkinkan adanya Free-riding yang akan memanfaatkan peluang untuk tidak 20 memasukkan kewajiban perusahaan untuk memenuhi persyaratan regulasi atau kewajiban pajak maupun tindakan kolektif yang sudah dipersyaratkan. Selain itu perusahaan bisa melakukan negosiasi dalam proses perumusan dan penerapan regulasi untuk keuntungan mereka. Ketiadaan regulasi akan menyebabkan masyarakat menanggung biaya sosial atau lingkungan. Bila hal ini terjadi, maka pendekatan sukarela memberi risiko akan terjadinya pelaksanaan regulasi menurut keinginan mereka regulatory capture RNMISD 1998. Keterbukaan dan transparansi sangat krusial untuk mengurangi kelemahan pendekatan sukarela, sehingga stakeholdermasyarakat dapat berpartisipasi dan memberi umpan balik. Keterlibatan stakeholder memberi peluang tercapainya tujuan dan sasaran lingkungan yang melebihi peraturan yang ditetapkan. Selain itu, untuk menjamin efektivitas diperlukan sistem pemantauan dan pencegahan, serta struktur kelembagaan pendekatan sukarela RNMISD 1998. Pemantauan dapat dilakukan oleh pemerintah atau lembaga independen. Hasil pemantauan disampaikan kepada pihak berwenang dan publik secara terbuka. Hasil pemantauan ini menjadi informasi bagi pemerintah untuk memfasilitasi tindakan perbaikan yang diperlukan. Sanksi dapat diberikan apabila terdapat ketidaksesuaian dengan isi perjanjian sukarela. Bentuk sanksi bisa melalui pencabutan subsidi atau dikeluarkan dari para pihak yang berperanserta. Sanksi perlu dicantumkan dalam perundang-undangan atau dimasukkan dalam perjanjian tersebut. Semua inisiatif sukarela harus mengatur liabilitas untuk menanggung ganti rugi atas kerugian yang diterima oleh pihak lain. Perusahaan yang terbukti melakukan kerusakan secara sengaja atau lalai dapat dikenakan aturan liabilitas ini. Situasi yang berbeda dapat terjadi jika kerusakan terjadi meskipun perusahaan telah memenuhi seluruh perjanjian sukarela. Dalam hal ini pihak pemerintah perlu segera meninjau perjanjian dan mencari solusi yang efektif.

2.3 Sistem Manajemen Lingkungan