V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA, maka dapat
disimpulkan bahwa: 1. Karakteristik sumberdaya air berupa kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air
yang dimanfaatkan PLTA saat ini menurun secara signifikan karena dipengaruhi perubahan penggunaan lahan pada DAS hulu PLTA.
a. Perubahan penggunaan lahan sangat signifikan terjadi pada DAS hulu PLTA Cirata dan Saguling DAS Citarum di Provinsi Jawa Barat. Luas hutan
pada DAS Waduk Saguling menurun pesat dari 38.139,80 ha 17,12 pada tahun 2001 menjadi hanya 12.531 ha 5,62 pada tahun 2007. Selain itu,
pada DAS Waduk Cirata, luas hutan juga menurun pesat dari 87.817 ha 18,87 pada tahun 2001 menjadi hanya 23.392 ha 5,03 pada tahun
2007. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan dari hutan terutama menjadi perkebunan. Hal ini akan berakibat negatif terhadap
kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumberdaya air yang menjadi pasokan utama air bagi PLTA. Sementara pada DAS hulu PLTA Tanggari I dan II
DAS Tondano di Provinsi Sulawesi Utara, relatif tidak terjadi perubahan penggunaan lahan yang masif. Pada DAS Tondano hutan seluas 18.323 ha
pada tahun 2001 berubah menjadi sekitar 18.098 ha pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan terjadinya pengurangan luas hutan pada DAS Tondano
hanya sekitar 0,0021 setiap tahunnya. Namun hal ini juga cepat atau lambat bisa berakibat negatif juga terhadap kualitas, kuantitas dan
kontinuitas sumberdaya air yang menjadi pasokan utama air bagi PLTA. b. Kualitas air waduk di lokasi studi, secara umum masih sesuai dengan
ketentuan kualitas air Kelas 4 yang berlaku untuk keperluan operasional PLTA. Hasil uji-T menunjukkan indikasi bahwa kegiatan PLTA tidak
menambah beban pencemaran air. Meskipun demikian, PLTA harus tetap menjaga kelestarian sumberdaya air sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun
2004 secara sukarela, guna mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
2. Kondisi institusi dan regulasi terkait program lingkungan PLTA dipengaruhi dinamika stakeholder dan regulasi yang sudah ada saat ini.
a. PLTA menjadi pihak yang paling berkepentingan, sehingga harus menjadi pihak yang proaktif pada tataran operasional. Sementara pada tataran
strategis, pihak kunci yang paling berperan secara riil masih ada pada pemerintah pusat Kementerian Kehutanan, sehingga PLTA masih
memerlukan dorongan pemerintah. Guna mencapai tujuan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air secara sukarela, PLTA harus melaksanakan
komunikasi aktif dengan stakeholder kunci Kementerian Kehutanan, PLN Persero, PLTA, PerhutaniHTI, Dinas LH, Dinas Kehutanan, Dinas PU,
Perusahaan Pengguna dan masyarakat, serta stakeholder pendukung lainnya.
b. Perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air bisa diimplementasikan berdasarkan peraturan perundangan yang sudah ada saat ini. Hal ini bisa
diperkuat dengan adanya inisiatif sukarela dari PLTA, sehingga tidak terus menerus menunggu adanya dukungan regulasi dan dorongan pihak lain guna
mengimplementasikan kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air secara berkelanjutan.
3. Sumberdaya air pada dasarnya memiliki nilai ekonomi jasa lingkungan yang besar baik ditinjau dari nilai guna use value, maupun nilai bukan gunanya
non-use value. Besar nilai ekonomi total TEV per tahun dari jasa lingkungan sumberdaya air di PLTA: 1 Saguling mencapai Rp 885,95 milyar;
2 Cirata mencapai Rp 1.669,50 milyar; 3 Tanggari mencapai Rp 252,88 milyar. Peningkatan pemahaman terhadap nilai-nilai tersebut diharapkan
mampu meningkatkan kesadaran semua pihak untuk memanfaatkan air secara bijak. Kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis
sukarela bisa menjadi faktor penting dalam melestarikan dan meningkatkan nilai-nilai jasa lingkungan sumberdaya air di wilayah PLTA.
4. Model kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA bisa didesain berdasarkan analisis data situasional, pemilihan
alternatif kebijakan prioritas, maupun model hasil analisis sistem dinamik. a. Alternatif desain kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air
PLTA berbasis sukarela yang menjadi prioritas saat ini adalah insentif dan disinsentif. Tekanan pemerintah masih menjadi faktor yang paling
berpengaruh dalam implementasi kebijakan perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela. Pencapaian tujuan berupa kontinuitas
PLTA, pengakuan publik dan liabilitas lingkungan memerlukan penguatan infrastruktur kelembagaan dan institusional.
b. Model dinamik perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela di PLTA bisa didesain berdasarkan basis data dan basis knowledge
pengetahuan. Pemodelan kinerja sumberdaya air PLTA didasarkan data perubahan penggunaan lahan dan kualitas air, serta nilai guna jasa
lingkungan. Pemilihan kebijakan prioritas menggunakan AHP, hasil analisis stakeholder dan perhitungan nilai bukan guna jasa lingkungan
menjadi basis knowledge pemodelan. Model dinamik mampu
memperlihatkan proyeksi pilihan-pilihan kondisi di masa depan yang bisa dijadikan penunjang penetapan kebijakan dalam
perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela.
c. Berdasarkan sistem input-output dalam pengelolaan sumberdaya air, terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu kepentingan lingkungan
hidup, kepentingan ekonomi, dan kepentingan sosial. Selain itu diperlukan aspek operasional sebagai langkah awal dalam mendorong kebijakan pada
ketiga aspek lainnya. Salah satu mekanisme yang bisa digunakan untuk mendukung optimalisasi perlindungan dan pengelolaan sumberdaya air bisa
melalui mekanisme subsidi perusahaan Corporate Sosial Responsibility – CSR, maupun skema pengelolaan nilai jasa lingkungan lainnya berdasarkan
kesadaran dan partisipasi semua pihak.
5.2 Saran