130 hingga 3,1 atau rata-rata sebesar 1,83 untuk pertambahan penduduk dari data
aktual. Batas penyimpangan variabel pada parameter AME adalah 10, yang menunjukkan bahwa model ini mampu mensimulasikan perubahan-perubahan
yang terjadi secara aktual pada sistem yang dimodelkan.
Gambar 36 AME dari hasil validasi jumlah penduduk aktual dan simulasi.
4.8 Model Konseptual Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Air PLTA
Pengelolaan sumberdaya air PLTA perlu didukung adanya institusi pengelola atau lembaga pengelolanya manager, kebijakan atau tata cara
pengelolaannya management, serta anggaran yang menunjang kelancaran pengelolaanya money. Secara institusional telah dilakukan analisis stakeholder
untuk mendukung sistem kelembagaan terkait pengelolaan sumberdaya air berbasis sukarela. Sistem pengelolaan diadaptasi dari hasil analisis kinerja
sumberdaya air dan penggunaan lahan sekitar PLTA. Selain itu, sistem pengelolaan akan dilandasi regulasi yang sudah ada, yaitu regulasi pemerintah
UU sumberdaya air pada tataran strategis dan tren pengelolaan lingkungan global yang menekankan kesukarelaan voluntary. Mekanisme ini akan tercapai
secara optimal jika bisa dikomunikasikan kepada semua stakeholder oleh PLTA komunikasi eksternal. Sementara pendanaan bisa dikembangkan dari nilai jasa
lingkungan sumberdaya air. Pendanaan bisa dikelola terkait dengan keuntungan
01 02
03 04
05 06
5 10
AME Pe nduduk Ba ta s AME
Tahun A
M E
131 penggunaan sumberdaya air secara langsung oleh PLTA, melalui skema biaya
pengelolaan lingkungan dan sosial secara sukarela CSR. Sumberdaya ekonomi lain yang bisa diberdayakan adalah penggunaan langsung dan tidak langsung.
Berdasarkan hasil analisis stakeholder diketahui bahwa secara strategis Kementerian Kehutanan diharapkan mampu menjadi pendorong perumusan dan
penetapan kebijakan formal yang bisa melindungi DAS hulu sebagai wilayah yang menjadi sumber dari air yang memasok PLTA. Sementara PLTA
diharapkan mampu menjadi leading sector pada tataran operasional dengan berperan aktif dalam mendorong dan bekerja sama dengan stakeholder lain untuk
mencapai keberhasilan pengelolaan sumberdaya air. Kebijakan pengelolaan akan dituangkan dalam bentuk model konseptual
pengelolaan yang terdiri dari penentuan pengelola kawasan dan penyusunan sistem
pengelolaannya yang
memenuhi prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan sistem manajemen lingkungan SML dalam
pengelolaan sumberdaya air terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing aspek. Aspek-aspek tersebut terdiri dari kepentingan lingkungan
hidup, kepentingan ekonomi, dan kepentingan sosial. Selain itu diperlukan aspek operasional sebagai langkah awal dalam mendorong kebijakan pada ketiga aspek
lainnya. Aspek
lingkungan hidup menginginkan terciptanya pelestarian lingkungan dan tercapainnya upaya peningkatan kualitas dan kuantitas, serta
kontinuitas sumberdaya air. Aspek ekonomi mengharapkan adanya pemanfaatan sumberdaya air yang menguntungkan, serta tercapainya efisiensi dan efektivitas
kerja institusi pengelola. Sementara aspek sosial bertujuan terwujudnya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, serta terciptanya komunikasi dan
kolaborasi berbagai pihak terkait. Setiap kepentingan sektor tersebut bisa dielaborasi menjadi sebuah sistem
pengelolaan yang menjaga kesetimbangan setiap kepentingan, sehingga tercipta sebuah optimalisasi pengelolaan yang bisa mewadahi semua tujuan tanpa saling
meniadakan antar sektor. Hal ini bisa diwujudkan secara operasional dalam bentuk strategi kebijakan yang terintegrasi untuk mendorong semua pencapaian
tersebut. Kebijakan operasional ini diwujudkan dalam berbagai bentuk program yang merupakan bagian dari empat aspek Gambar 37.
132
Gambar 37 Model konseptual pengelolaan sumberdaya air PLTA berbasis sukarela.
Kebijakan dalam aspek operasional terdiri dari: 1 program pemenuhan regulasi; 2 program penataan kelembagaan; serta 3 program implementasi
insentif dan disinsentif. Kebijakan dalam aspek sosial terdiri dari: 1 program peningkatan komunikasi eksternal; dan 2 program pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan dalam aspek ekonomi terdiri dari: 1 program peningkatan nilai jasa lingkungan sumberdaya air. Kebijakan dalam aspek lingkungan terdiri dari: 1
program perbaikan penggunaan lahan; dan 2 program peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya air. Setiap program saling terkait satu sama lain, sehingga
pencapaian masing-masing program akan berpengaruh terhadap efektivitas
133 pencapaian tujuan pengelolaan secara keseluruhan.
Tekanan pemerintah memiliki pengaruh besar untuk pengembangan kebijakan perlindungan lingkungan sukarela. Pemerintah dapat memiliki daya
tawar tinggi untuk mendorong perusahaan menerapkan sistem manajemen lingkungan. Kebijakan insentif seperti penurunan pajak atau subsidi penguatan
kapasitas bagi perusahaan yang memiliki kinerja lingkungan yang baik. Disinsentif dapat dikembangkan melalui mekanisme pengaturan liabilitas
lingkungan. Tentu saja kebijakan insentif dan disinsentif diperkuat dengan perjanjian voluntary sebagaimana dilakukan di banyak negara seperti Negara Uni
Eropa. Pengembangan infrastruktur kelembagaan dan institusional pendekatan
sukarela kelihatannya dapat meningkatkan pengakuan masyarakat termasuk investor. Independensi lembaga dan transparansi pelaksanaan perlu dikembangkan
dalam infrastuktur termasuk memberi ruang bagi stakeholder
dalam pengembangan infrastuktur ini.
Sementara dari sisi pendanaan, pengelola PLTA berperan aktif sebagai leading sektor secara operasional menyisihkan sebagain keuntungannya untuk
pengelolaan secara berkelanjutan. Mekanisme yang digunakan melalui biaya sukarela Corporate Sosial Responsibility – CSR maupun skema pengelolaan
nilai jasa lingkungan lainnya berdasarkan kesadaran dan partisipasi semua pihak.
4.9 Implikasi Kebijakan