Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Tondano

77 prediksi PPSDAL UNPAD 2008, peningkatan sedimentasi akan mengurangi kemampuan waduk untuk menampung air sebab sedimen akan terakumulasi baik di dead storage dan life storage waduk. Peningkatan sedimen ini akan mengurangi fungsi waduk sebagai penampung air. Hutan dapat mempertahankan debit air sungai sehingga tidak akan banjir pada musim hujan dan tidak akan kekeringan pada musim kemarau Indriyanto 2008. Air dari Waduk Saguling berasal dari Sungai Cikapundung, Sungai Cikeruh, Sungai Citarik, Sungai Cisangkuy, Sungai Ciwidey dan Sungai Cisarea. Berdasarkan data tahun 1990-2010, debit air sungai sangat berfluktuasi. Debit air minimum dan maksimum sungai ke Waduk Saguling yaitu 4,08 - 66,92 m 3 dtk dan 141,46 - 306,39 m 3 dtk PLTA Saguling 2011. Waduk Cirata memperoleh air dari Sungai Cisokan, Sungai Cibalagung, Sungai Cimeta, Sungai Cikundul dan Sungai Citarum. Debit minimum dan maksimum air sungai ke Waduk Cirata yaitu 31,18 - 103,02 m 3 dtk dan 205,21- 488,66 m 3 dtk PLTA Cirata 2011.

4.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan pada DAS Tondano

Gambar 16 menunjukkan penutupan lahan berdasarkan citra satelit pada tahun 2001 a dan 2007 b di wilayah DAS PLTA Tanggari dan II DAS Tondano. Gambar 17 dan 18 menunjukkan peta penggunaan lahan di DAS Tondano pada tahun 2001 dan 2007 berdasarkan hasil interpretasi citra satelit. Perbedaan penggunaan lahan pada tahun 2001 dan 2007 menjadi dasar analisis perubahan lahan di DAS Tondano yang menjadi daerah tangkapan air PLTA Tanggari I dan II. Seperti pada peta penggunaan lahan DAS Citarum, penggunaan lahan yang ditampilkan dalam kedua peta penggunaan lahan DAS Tondano juga terdiri dari berbagai kelas penutupan lahan. Penggunaan lahan tersebut terdiri dari tutupan hutan, permukiman, sawah, semak belukar, tanah terbuka, rawa, perkebunan, pertanian dan badan air waduk, serta tutupan awan. Penggunaan lahan berdasarkan analisis terhadap citra satelit tersebut ditampilkan dalam peta penggunaan lahan pada tahun 2001 dan tahun 2007. Perbedaan luas penggunaan lahan antara kedua tahun tersebut menjadi dasar dalam memperkirakan terjadinya perubahan penggunaan lahan di DAS Tondano setiap tahunnya. 78 a b Gambar 16 Citra satelit pada DAS Tondano: a tahun 2001 dan b tahun 2007. Gambar 17 Penggunaan lahan DAS Tondano pada tahun 2001. 79 Gambar 18 Penggunaan lahan DAS Tondano pada tahun 2007. Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa luas DAS Tondano di mana PLTA Tanggari I dan II berada meliputi wilayah seluas 24.708 ha. Penampakan tutupan lahan melalui citra satelit menunjukkan bahwa sebagian besar wilayahnya tertutup oleh vegetasi hijau. Sementara pemukiman merah tersebar di beberapa wilayah, terutama terkonsentrasi di wilayah pesisir pantai pada bagian utara lokasi studi dan di pesisir Danau Tondano yang ada di bagian selatan lokasi studi. Hasil analisis terhadap perubahan penggunaan lahan pada DAS Tondano yang mempengaruhi PLTA Tanggari I dan II disajikan dalam Tabel 7. 80 Tabel 7 Perubahan penggunaan lahan pada DAS Tondano Jenis Penutupan Lahan Luas tahun 2001 Luas tahun 2007 Perubahan PL ha ha ha hathn thn Hutan 18.323,83 74,16 18.098,12 73,25 225,71 37,62 0,0021 Permukiman 2.000,39 8,10 2.198,62 8,90 198,23 33,04 0,0165 Sawah 1.739,37 7,04 1.739,38 7,04 0,01 0,00 0,000001 Semak belukar 794,91 3,22 796,41 3,22 1,50 0,25 0,0315 Lahan terbuka 789,03 3,19 551,05 2,23 237,98 39,66 0,0503 Bayangan Awan 18,90 0,08 17,40 0,07 1,50 0,25 1,3228 Badan air 15,85 0,06 15,56 0,06 0,29 0,05 0,0030 Awan 1.026,59 4,15 1.292,33 5,23 265,74 44,29 0,0431 Total 24.708,87 100,00 24.708,87 100,00 Perubahan penggunaan lahan pada DAS Tondano selama kurun waktu 6 tahun dari tahun 2001 hingga tahun 2007 relatif tidak terlalu dinamis. Hal ini dilihat dari sedikitnya prosentase perubahan penggunaan lahan setiap tahunnya. Hasil analisis penggunaan lahan terhadap data citra satelit menunjukkan bahwa pada tahun 2001, sebagian besar wilayah DAS Tondano ditutupi oleh hutan seluas 74,16 dari luas DAS secara keseluruhan. Selain hutan, wilayah ini juga ditempati oleh permukiman 8,1, sawah 7,04, semak belukar 3,22, lahan terbuka 3,19, badan air 0,06, serta selebihnya ditutupi awan dan bayangan awan. Penggunaan lahan pada tahun 2001 ini tidak berbeda jauh dengan penggunaan lahan pada tahun 2007, sehingga bisa disimpulkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi di wilayah ini relatif kecil. Luas hutan di DAS Tondano pada tahun 2001 sebesar 18.323 ha berubah menjadi sekitar 18.098 ha pada tahun 2007, sehingga diperkirakan terjadi pengurangan luas hutan hanya sekitar 0,0021 setiap tahunnya. Luas permukiman relatif meningkat sekitar 0,0165 setiap tahunnya, dari luas sekitar 2.000 ha pada tahun 2001 menjadi sekitar 2.198 ha pada tahun 2007. Sementara penggunaan lahan lainnya relatif berubah secara perlahan, seperti sawah 0,000001 per tahun, semak belukar 0,0315 per tahun dan lahan terbuka - 0,0503 per tahun. Jenis tanah di perbukitan sekitar danau Tonado adalah latosol sehingga jumlah erosi diduga atas dasar curah hujan. Tingkat erosi di DAS Tondano pada tahun 1992 telah mencapai 0,213 tonha di lahan bervegetasi, serta sebesar 24,932 81 tonha di lahan terbuka tanpa vegetasi. Sementara erosi yang masih dapat ditoleransi sebesar 11,0 tonha. Jadi lahan harus tertutup vegetasi untuk menghindari bahaya erosi DPE 1992. Sungai yang bermuara di Danau Tondano adalah Sungai Noogan, Sungai Panasen, Sungai Ema. Kondisi debit air minimum Sungai Tondano yang masuk ke PLTA saat ini berkisar 4,005 – 20,324 m 3 dtk dan maksimum berkisar 53,351 - 181,225 m 3 dtk. PLTA Tanggari I dan II hanya akan beroperasi jika debit air Sungai Tondano minimum 16 m 3 dtk. Debit Sungai Tondano dipengaruhi musim. Wilayah Manado, Tondano, dan Airmadidi memiliki iklim dengan nisbah bulan kering bulan dengan curah hujan 60 mm berkisar 0 – 14,30 . Faktor lain yang mempengaruhi debit air adanya rumput air di tepian danau sampai sejauh 500 meter dari danau dan erosi dari wilayah sekitarnya. Hal ini merupakan sumber pendangkalan yang menghambat laju air DPE 1992.

4.3 Kualitas Air Sungai di Wilayah PLTA