Tabel 24 . Kontribusi dan Pertumbuhan Penerimaan Daerah Kabupaten
Pasuruan Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Sebelum Ot onomi Daerah TA 1 9 9 8 1 9 9 9 - TA 2 0 0
Sesudah Otonomi Daerah TA 2 0 0 1 – TA 2 0 0 3
Jenis Penerimaan
Kontribusi Pertumbuhan
Kont ribusi Pertumbuhan
SI LPA 11.29
85.68 1 6 .8 4
4 1 6 .3 7 PAD
11.89 95.27
1 0 .0 1 6 4 .3 2
Pajak 8.90
92.82 5.35
53.62 Retribusi
2.66 160.36
1.84 52.48
Dana Perimbangan
76.83 1 0 1 .2 4
7 1 .2 6 8 4 .2 7
BHP 7.62
691.95 6.13
44.96 BHBP
0.04 77.67
0.25 813.06
DAU dan DAK 69.16
96.33 64.87
91.60
Lainnya 0 .0 0
1 .8 9 6 7 0 .5 1
Pinjaman 0 .0 0
0 .0 0 0 .0 0
Tot al 1 0 0 .0 0
81.15 1 0 0 .0 0
8 9 .5 4
Sum ber : St at ist ik Keuangan Daerah Diolah
Keterangan : BHP : Bagi Hasil Pajak
BHBP : Bagi Hasil Bukan Pajak
Tabel 24 juga menunjukkan bahwa setelah pelaksanaan otonomi daerah, penerimaan pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan masih mengandalkan
sumber eksternal khususnya dari DAU dan DAK sedangkan kontribusi sumber internalnya SI LPA, PAD dan Total Bagi Hasil masih berada pada proporsi
kurang dari 40 persen. Jika dilihat dari laju pertumbuhan rata-rat a pos-pos penerimaan antara periode sebelum dan sesudah desentralisasi otonomi
daerah, memiliki kecenderungan yang sama yakni mengalami pertumbuhan y ang positif walaupun pada periode sesudah desentralisasi laju pertumbuhannya
relatif lebih rendah dibandingkan periode sebelum desentralisasi, kecuali pada pos SI LPA dan BHBP. Pos SI LPA meningkat tajam karena adanya peningkatan
dana transfer yang berupa DAU pada TA 2001 sehingga menyebabkan penerimaan daerah Kabupaten Pasuruan meningkat lebih dari 200 persen.
Pelimpahan kewenangan keuangan daerah pada masa desentralisasi ini ternyata belum diikuti dengan kesiapan aparat Pemerintah Daerah dalam mengelola
keuangan sehingga pada TA 2002, pos SI LPA mencapai Rp 144 633 625 000 atau 22.31 persen dari total penerimaan daerah pada tahun anggaran tersebut.
Laju pertumbuhan BHBP yang cukup tinggi disebabkan adanya pemberlakuan UU No. 25 Tahun 1999 khususnya pada pasal 6 yang menjadi
dasar hukum untuk mekanisme pembagian hasil-hasil sumberdaya alam yang baru. Bagi Kabupaten Pasuruan, penerimaan bagi hasil bukan pajak yang
memberikan kontribusi cukup besar dalam meningkatkan laju pertumbuhan adalah berasal dari bagi hasil kehutanan yang berupa I uran Hasil Hutan I HH
dan Provisi Sumber Daya Hutan PSDH. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan proporsi yang relatif besar antara sebelum dan sesudah pemberlakuan UU No. 25
Tahun 1999 . Perbedaan proporsi bagi hasil beberapa komponen penerimaan pemerintah pada periode sebelum dan sesudah otonomi daerah dapat dilihat
pada Tabel 25. Dari sisi pengeluaran, struktur pengeluaran daerah Kabupaten Pasuruan
tidak mengalami perubahan selama periode pelaksanaan otonomi daerah. Perbedaan dari sisi pengeluaran terlihat pada komposisi pengeluaran dan laju
pertumbuhan masing -masing po s. Komposisi pengeluaran daerah antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan terhadap total pengeluaran
pada kedua periode memiliki kecenderungan yang sama, yakni alokasi anggaran untuk pengeluaran rutin lebih besar dibandingkan untuk pengeluaran
pembangunan. Sebelum otonomi daerah, alokasi anggaran untuk pengeluaran rutin mencapai 79.69 persen sedangkan pengeluaran pembangunan hanya 20.31
persen namun setelah adanya pelaksanaan kebijakan desentralisasi, proporsi alokasi anggaran untuk pengeluaran pembangunan meningkat menjadi 38.08
persen sedangkan pengeluaran rutin menurun menjadi 61.92 persen.
Tabel 25 . Proporsi Bagi Hasil Beberap a Komponen Penerimaan Pemerintah
Sebelum dan Sesudah Penerapan UU No. 25 Tahun 1999
Sebelum UU No. 25 1999
Sesudah UU No. 25 1999 Jenis
Penerimaan Pusat Prov Kab Kota Pusat Prov Kab Kota
Kab Kota
Lain
PBB 10
16.2 64.8
10 16.2
64.8 -
BPHTB 20
16 64
20 16
64 -
I HH I HPH 55
30 15
20 16
64 -
PSDH 55
30 15
20 16
32 32
I uran Tetap Land Rent
20 16
64 20
16 64
- I uran Eksplorasi
Eksploitasi Royalty 20
16 64
20 16
32 32
Perikanan 100
- -
20 -
- 80
Minyak 100
- -
85 3
6 6
Gas Alam 100
- -
70 6
12 12
Sum ber : Berbagai Publikasi Diolah
Keterangan : PBB
: Paj ak Bumi dan Bangunan BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
IHH : I uran Hasil Hutan
I HPH : I uran Hak Pengusahaan Hutan
PSDH : Provisi Sumber Daya Hutan : Kabupaten Kota Seluruh I ndonesia
Selama TA 1998 1999 sampai dengan TA 2003, belanja pegawai, belanja barang dan belanja lain- lain merupakan tiga pos pada pengeluaran rutin yang
memperoleh alo kasi anggaran terbesar Tabel 26. Dua pos lainnya yang memperoleh alokasi anggaran yang besar adalah biaya pemeliharaan dan biaya
perjalanan dinas untuk periode sebelum otonomi daerah sedangkan sesudah otonomi daerah terletak pada pos bantuan keuangan dan pengeluaran tidak
termasuk bagian lain. Tingginya proporsi pengeluaran untuk pos pengeluaran y ang tidak termasuk bagian lain ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah
Kabupaten Pasuruan belum sepenuhnya siap dalam mengelola keuangan daerah. Hal ini juga didukung oleh tingginya laju pertumbuhan pada pos-pos yang
penggunaan dananya tidak jelas.
Tabel 26 . Komposisi Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten Pasuruan Sebelum
dan Sesudah Otonomi Daerah
Jenis Pengeluaran Sebelum Otonomi
Sesudah Ot onomi
B. Pegawai 61.52
43.45 B. Barang
8.83 7.87
B. Pemeliharaan 1.25
1.27 B. Perjalanan Dinas
1.34 0.53
B. Lain - lain 5.62
4.01 Bantuan Keuangan
0.76 2.82
Tidak Termasuk Bag. Lain 0.08
1.36 Tidak Tersangka
0.21 0.59
Pengeluaran Rutin 7 9 .6 9
61.92
Sum ber : Statistik Keuangan Daerah Kabupaten Kota Diolah
Keterangan : Merupakan persentase terhadap total pengeluaran
Tabel 27 . Pertumbuhan Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten Pasuruan
Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Jenis Pengeluaran Sebelum Otonomi
Sesudah Ot onomi
B. Pegawai 154.35
62.85 B. Barang
85.17 68.29
B. Pemeliharaan 136.50
72.44 B. Lain - lain
116.35 49.34
Bantuan Keuangan -57.48
247.69 Tidak Termasuk Bag. Lain
116.84 2 286.69
Tidak Tersangka 58.13
294.49
Pengeluaran Rutin 1 1 9 .2 5
63.62 Total Pengeluaran