VI I I . DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP KI NERJA I NDUSTRI GULA
8.1. Dampak Perubahan APBD Kabupaten Pasuruan
Selama pelaksanaan otonomi daerah di kabupaten Pasuruan, dana yang dialokasikan untuk belanja daerah APBD meningkat sebesar 56.64 persen atau
senilai Rp 179 145.73 j ut a, 58.94 persen diantaranya merupakan konsumsi Pemerintah pengeluaran rutin atau senilai Rp 105 590.65 juta dan sisanya
41.06 persen merupakan konsumsi untuk barang-barang modal Rp 73 555.08 j ut a. Peningkatan pengeluaran rutin konsumsi Pemerintah Daerah mencapai
55.62 persen sedangkan untuk peningkatan PMTB Pemerintah Daerah mencapai 58.17 persen. Dari peningkatan konsumsi Pemerintah Daerah tersebut, 73.02
persen diantaranya dialokasikan untuk sektor jasa pemerintahan umum dan p ertahanan. Sektor lain yang menerima peningkatan alokasi dana terbesar
adalah sektor industri lainnya dan sektor jasa-jasa, masing-masing 10.44 persen dan 6.79 persen dari total peningkatan konsumsi Pemerintah. Sedangkan dari
peningkatan dana untuk pembentukan barang modal, Rp 62 000.90 juta 84.29 persen diantaranya dialokasikan untuk sektor industri lainnya sementara untuk
sektor bangunan hanya memperoleh alokasi dana senilai Rp 6 046.85 juta 8.22 persen.
Setelah penerapan kebijakan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan, d ana APBD untuk pengeluaran rutin konsumsi Pemerintah Daerah sebagian
besar masih dialokasikan untuk sektor jasa pemerintahan umum dan pertahanan yakni sebesar 72.89 persen dari total konsumsi Pemda, sementara pada periode
sebelum oto nomi daerah proporsi untuk sektor ini sedikit lebih rendah yakni 72.82 persen. Sektor lain yang memperoleh proporsi terbesar adalah sektor
industri lainnya 11.05 persen, listrik, gas dan air bersih 3.08 persen, angkutan dan komunikasi 3.06 persen dan jasa- jasa lainnya 3.05 persen. Pada periode
sebelum otonomi daerah Tahun 2000, keempat sektor tersebut juga termasuk kelompok sektor yang memperoleh alokasi dana terbesar Lampiran 1 3.
Sementara itu, dana APBD yang merupakan PMTB Pemda, baik pada p eriode sebelum otonomi daerah maupun sesudah penerapan otonomi daerah,
hanya dialokasikan pada lima sektor yakni sektor industri lainnya, bangunan, perdagangan, industri furniture dan angkutan dan komunikasi. Rincian PMTB
Pemda Kabupaten Pasuruan secara len gkap disajikan pada Lampiran 14. Peningkatan dan perubahan terhadap alokasi dana APBD tersebut
mengakibatkan penambahan total output Kabupaten Pasuruan sebesar Rp 237 554.42 juta. Dengan kata lain, peningkatan dan perubahan alokasi dana APBD
setelah pelak sanaan otonomi daerah telah menimbulkan peningkatan terhadap total output sebesar 2.06 persen. Selain menimbulkan dampak terhadap output,
perubahan nilai dan alokasi APBD yang baru, juga men ciptakan dampak terhadap peningkatan nilai tambah bruto dan pencip taan lapangan kerja baru . Total nilai
tambah bruto yang tercipta dari peningkatan APBD tersebut adalah Rp 143 342.88 juta 2.90 persen, sedangkan total lapangan kerja yang tercipta sebesar
14 228 orang 2.10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan alokasi dana APBD yang baru memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap pen ingkatan NTB
dibandingkan terhadap p eningkatan output dan penciptaan kesempatan kerja. Dampak perubahan APBD terhadap sektor industri gula di Kabupaten
Pasuruan ternyata tidak men dorong adanya perubahan yang positif terhadap produksi output, penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.
Peningkatan dan p erubahan alokasi dana APBD just ru telah menimbulkan
penurunan output produk industri gula senilai Rp 118.41 juta. Penurunan output ini akhirnya mengakibatkan penyerapan tenaga kerja berkurang sebanyak 6
orang dan NTB yang tercipta menurun sebesar Rp 84.80 juta. Tebu sebagai penghasil bahan baku utama industri gula Kabupaten Pasuruan mengalami arah
dampak yang sama terhadap kebijakan ini, yakni berupa penurunan output senilai Rp 16.46 juta dan penurunan n ilai tambah bruto senilai Rp 12.49 juta.
Pengurangan jumlah tenaga kerja pada usahatani tebu lebih tinggi dibandingkan dengan pengurangan tenaga kerja pada industri gula, yakni berkurang sebanyak
15 orang. I ndustri gula dan tebu bukan merupakan satu-satunya sektor yang
mengalami dampak negatif dari perubahan alokasi dana APBD. Sektor-sektor lain y ang mengalami penurunan output diantaranya adalah sektor sayur dan buah,
kopi, industri penggilingan padi-padian dan tepung I GPT, padi dan perikanan. Kontribusi kebijakan keuangan daerah yang baru terhadap peningkatan
output, NTB dan penyerapan tenaga kerja ternyata hanya terkonsentrasi pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan serta sektor bangunan . Dampak
kebijakan yang terjadi pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan mencapai 45.15 persen sedangkan untuk sektor bangunan sebesar 15.38 persen.
Sektor-sektor yang berkontribusi besar terhadap pembentukan output domestik dan penciptaan nilai tambah bruto seperti industri kimia lain, industri makanan
lain dan industri pengolahan dan pengawetan daging, ikan, sayur dan buah I P P tidak memperoleh dampak yang berarti dari kebijakan ini. Dampak yang
diakibatkan dari kebijakan ini hanya berpengaruh kurang dari 1 persen bahkan sektor sayur dan buah sebagai salah satu sektor yang termasuk kedalam
pencipta NTB dan penyerap lapangan kerja tertinggi mengalami penurunan output yang cukup besar senilai Rp 102.95 juta.
Sektor yang termasuk kedalam salah satu kontributor penting dalam penciptaan output domestik dan NTB yang memperoleh dampak relatif besar dari
kebijakan keuangan daerah ini adalah sektor industri lainnya 9.03 persen. Akibat yang ditimbulkan dari kebijakan ini telah meningkatkan output sektor
industri lainnya senilai Rp 93 006,41 j ut a, NTB bertambah sebesar Rp 32 189.92 juta dan lapangan kerja yang tersedia meningkat sebanyak 1 751 orang . Rincian
dampak perubahan APBD terhadap output, NTB dan penyerapan tenaga kerja menuru t sektor disajikan pada Tabel 54, 55 dan 56.
Dari Tabel 54 terlihat bahwa komposisi dari total pertambahan output Rp 237 554.42 juta akibat perubahan APBD hanya terkonsentrasi pada dua
sektor, yakni sektor industri lainnya dan sektor pemerintahan umum dan pertahanan. Kontribusi kedua sektor ini terhadap total dampak output mencapai
71.61 persen dimana 39.15 persen dari total pertambahan output tersebut berupa output sektor industri lainnya sedangkan kontribusi output sektor
pemerintahan umum dan pertahanan mencapai 32.46 persen dari total dampak output.
Komposisi dampak NTB akibat perubahan APBD juga terkonsentrasi pada sektor industri lainnya dan sektor pemerintahan umum dan pertahanan.
Kontribusi kedua sektor ini terhadap pembentukan NTB mencapai Rp 109 290.85 juta atau 76.24 persen. Sedangkan sektor-sektor lainnya seperti jasa- jasa
lainnya, angkutan dan komunikasi serta sektor perdagangan hanya berkontribusi kurang dari 5 persen terhadap total dampak NTB.
Tabel 56 menunjukkan bahwa komposisi dampak penyerapan tenaga kerja akibat perubahan APBD relatif tidak terkonsentrasi bila dibandingkan
dengan dampak output dan NTB. Dari 14 228 orang tenaga kerja baru yang mampu diserap dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan, 5 238 orang atau
36.81 persen diantarany a terserap di sektor bangunan, 1 751 orang 12.31 persen di sektor industri lain dan 1 558 orang 10.95 persen terserap di sektor
jasa pemerintahan umum dan pertahanan. Peningkatan jumlah tenaga kerja y ang relatif tinggi pada sektor pemerintahan umum dan pertahanan merupakan
konsekuensi logis dari adanya kebijakan otonomi daerah dimana meningkatnya kewenangan daerah akan selalu membutuhkan sumberdaya manusia aparatur
pemerintah yang lebih banyak untuk menjalankan kewenangan tersebut. Peningkatan jumlah pegawai Pemda ini tidak berarti Pemda menyerap tenaga
kerja baru tetapi bisa juga bermakna meningkatnya jumlah pegawai Pemerintah Pusat yang ditransfer menjadi pegawai Pemerintah Daerah.
8.2. Dampak Perubahan APBD dan I nvestasi Sw asta