adalah 0.95731 . Angka indeks kaitan langsung dan tidak langsung ke depan dan ke belakang yang lebih kecil dari satu menunjukkan bahwa industri gu la
memiliki kaitan antar industri yang relatif rendah di bawah rata-rata seluruh industri sehingga industri gula tidak dapat digolongkan sebagai salah satu sektor
kunci dalam perekonomian daerah Kabupaten Pasuruan. Salah satu indikator bahwa suatu sektor dapat dikatakan sebagai sektor kunci adalah jika angka
indeks kaitan langsung dan tidak langsungnya lebih besar dari satu Schultz, 1977 dalam Simatupang et al. , 1998.
7.2.2. Peningkatan Produksi
Kemampuan industri gula dalam peningkatan produksi output daerah ditunjukkan oleh besaran pengganda output. Koefisien pengganda output
industri gula menunjukkan total nilai output yang tercipta apabila nilai permintaan akhir terhadap industri gula meningkat sebesar Rp 1.
Pada tahun 2000, nilai produksi industri gula adalah Rp 116 270.13 juta dan hanya berkontribusi sebesar 1.01 persen dari nilai produksi total 40 sektor
dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan. Dari nilai produksinya, industri gula di Kabupaten Pasuruan tidak dapat digolongkan sebagai sektor yan g dominan
dalam perekonomian daerah . Namun demikian, peran industri gula terhadap nilai produksi dalam perekonomian tidak dapat dicerminkan dengan baik oleh nilai
produksi totalnya saja. Ukuran andil industri gula dalam penciptaan produksi regional yang dinilai lebih tepat adalah andil permintaan industri gula dalam
produksi regional Simatupang et al., 1998 . Tabel 45 menyajikan hasil perhitungan andil permintaan industri gula
dalam produksi output regional tahun 2000 yang dirinci menurut sektor. Total output regional Kabupaten Pasuruan mencapai Rp 11 536 342.25 juta sedangkan
nilai output yang tercipta sebagai hasil dari tarikan permintaan industri gula adalah Rp 32 573.47 juta.
Produksi hasil tarikan permintaan industri gula tersebut ternyata sangat terkonsentrasi pada dua sektor yaitu industri gula sendiri dan perkebunan tebu.
Nilai produksi industri gula dan perkebunan tebu sebagai hasil tarikan permintaan industri gula mencapai Rp 29 016.93 juta atau 89.08 persen dari seluruh andil
produksi dari permintaan akhir industri gula. Tingginya konsentrasi andil produksi permintaan akhir industri gula tersebut merupakan cerminan dari rendahnya
derajat penyebaran kaitan antar sektornya. Kontribusi permintaan akhir industri gula dalam penciptaan produksi
indust ri gula dan tebu masing-masing adalah 21.91 persen dan 17.48 persen. Jika nilai kontribusi dapat dipandang sebagai derajat ketergantungan kedua
sektor tersebut terhadap permintaan akhir industri gula maka dapat dikatakan bahwa produksi industri gula dan produksi tebu tidak tergantung pada
permintaan akhir industri gula. Jika permintaan akhir industri gula mengalami penurunan, produksi kedua sektor ini tidak akan mengalami penurunan yang
berarti. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dinamika produksi indust ri gula dan perkebunan tebu lebih tergantung pada permintaan antara industri gula
dibandingkan permintaan akhirnya.
7.2.3. Penciptaan Nilai Tambah