Perumusan Masalah Kajian Kelembagaan dan Dampak Penerapan Otonomi Daerah terhadap Kinerja Industri Gula di Kabupaten Pasuruan

Kajian atas pelaksanaan otonomi daerah telah banyak dilakukan akan tetapi masih bersifat parsial. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pelaksanaan otonomi daerah serta menganalisis dampak penerapan otonomi daerah tersebut terhadap kinerja industri gula di kabupaten Pasuruan. Kajian ini mempertimbangkan aspek kelembagaan dan aspek ekonomi secara bersamaan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diketahui apakah aspek kelembagaan y ang berkaitan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan apakah penerapan otonomi daerah benar-benar telah menciptakan ekspansi dalam perekonomian melalui perbaikan kinerja sektoral khususnya industri gula.

1.2. Perumusan Masalah

Berkaitan dengan penerapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang -Undang No. 25 Tahun 1999, maka sejak saat itu tiap -tiap pemerintah daerah termasuk Kabupaten Pasuruan memiliki kewenangan yang makin besar dalam mengurus pemerintahannya sendiri termasuk dalam mengembangkan perekenomian daerah sesuai dengan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki. Undang -Undang otonomi daerah tersebut merupakan strategi baru dalam manajemen pemerintahan dan keuangan daerah. Semakin meningkatnya kewenangan pemerintah daerah, maka selayaknya harus didukung oleh adanya perubahan atas sistem kelembagaan pemerintah daerah. Sistem kelembagaan di bawah pemerintahan sentralistis y ang selama ini dijalankan sudah tidak sesuai lagi dengan tatanan pemerintahan daerah yang baru. Pemerintah daerah perlu melakukan penataan kembali atas organisasi perangkat daerah termasuk didalamnya pembagian tugas dan fungsi sesuai dengan tujuan pembangunan daerah masing-masing. Oleh karena tiap- tiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda sehingga tujuan masing-masing pembangunan daerah pun berbeda maka struktur dan perilaku kelembagaan tiap -tiap pemerintah daerah mem iliki karakteristik yang berlainan. Penataan kelembagaan yang baru harus ditujukan untuk efisiensi dan efektifitas pemerintah daerah. Dari kajian yang dilakukan oleh tim SMERU di beberapa daerah menunjukkan bahwa setelah dua tahun pelaksanaan desentralisasi otonomi telah menimbulkan berbagai masalah dalam penataan kelembagaan pemerintah daerah. Struktur organisasi pemerintah di daerah cenderung dibuat besar untuk menampung pegawai dalam jumlah yang lebih banyak. Penyusunan organisasi y ang tidak didasarkan untuk melaksanakan tugas dan fungsi tertentu akhirnya menciptakan “pengangguran terselubung”. Selain masalah struktur dan penyusunan organisasi, hubungan antara berbagai tingkat pemerintahan menjadi tidak jelas, khususnya antara provinsi dan kabupaten ko ta. Salah satu penyebab timbulnya kondisi ini adalah pada pasal 4 ayat 2 Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa setiap daerah otonomi provinsi, kabupaten kota berdiri sendiri dan tidak berhubungan satu sama lain . Dilain pihak rumusan kewenang an masing-masing tingkat pemerintahan yang tidak jelas menyebabkan tidak adanya koordinasi dalam pembuatan rencana pengembangan daerah dan peraturan daerah serta menyebabkan terjadinya kesulitan dalam melaksanakan tugas-tugas dekonsentrasi karena provinsi tidak memiliki instansi pelaksana di kabupaten kota Toyamah et al., 2002. Selanjutnya perubahan kewenangan yang disertai dengan tanggung jawab dalam hal pembiayaan dan pengelolaan keuangan daerah menyebabkan terjadinya perubahan kebijakan anggaran pemer intah daerah. Dengan kebijakan anggaran pemerintah atau yang disebut juga dengan kebijakan fiskal, pemerintah dapat mempengaruhi jalannya perekonomian yaitu dengan mempengaruhi tingkat pendapatan regional, tingkat kesempatan kerja, tingkat investasi dan distribusi pendapatan. Hasil studi yang dilaksanakan oleh I sdijoso et al. 2001 maupun tim SMERU Toyamah et al., 2002 menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan otonomi daerah desentralisasi fiskal ternyata tidak mampu menciptakan ekspansi dalam perekono mian daerah. Hal ini disebabkan karena adanya respon y ang berlebihan dari aparat pemerintahan di daerah dalam meningkatkan PAD Pendapatan Asli Daerah yaitu melalui peningkatan berbagai macam jenis pajak dan pungutan, sementara upaya mengefektifkan alokas i pengeluaran anggaran daerah masih relatif belum terpikirkan. Kondisi ini justru menyebabkan terjadinya kontraksi dalam perekonomian. Sementara itu, industri gula merupakan salah satu industri yang paling banyak memperoleh campur tangan pemerintah the most regulated commodity , mulai dari kegiatan produksi tebu hingga distribusinya ke pabrik- pabrik gula serta distribusi gula ke konsumen maupun industri-industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku Churmen, 2000; Sudana, 2000. Peraturan yang dibuat untuk mendukung industri gula, ditetapkan mulai dari y ang berbentuk Undang -Undang hingga SK Bupati, artinya hampir seluruh jenjang pemerintahan ikut serta dalam pengaturan industri gula. Terkait dengan pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Pasuruan, maka pengelolaan industri gula kini merupakan kewenangan pemerintah daerah setempat, walaupun tetap mengacu pada kebijakan pergulaan nasional. Aspek kelembagaan terutama aspek regulasi yang dibuat oleh pemerintah daerah dapat mempengaruhi tiap-tiap simpul dalam sistem agroindustri gula mulai dari alokasi sumberdaya lahan dan air, usahatani dan distribusi tebu hingga pada peningkatan investasi dalam industri gula. Sejalan dengan meningkatnya kemandirian Pemerintah Daerah dalam p engelolaan keuangan maka peran Pemerintah Kabupaten Pasuruan terhadap peningkatan kinerja sektor-sektor unggulan daerah akan semakin luas. Sebagai salah satu komoditi unggulan Kabupaten Pasuruan, perkebunan tebu dan industri gula seharusnya memperoleh dampak positif dari meningkatnya kewenangan pengelolaan anggaran daerah tersebut. Anggaran daerah sebagai salah satu instrumen pemerintah daerah Kabupaten Pasuruan dalam mempengaruhi kinerja industri gula dapat dialokasikan secara langsung pada industri gula, misalnya pemberian subsidi bagi petani tebu . Secara tidak langsung dapat dilakukan melalui alokasi anggaran bagi perbaikan infrastruktur industri gula. Jika kebijakan alokasi anggaran daerah digunakan sebaik-baiknya untuk mendukung kegiatan industri gula maka perbaikan kinerja industri pergulaan akan tercapai. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1 . Bagaimanakah pelaksanaan penerapan otonomi daerah menurut Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 di Kabupaten Pasuruan, jika dilihat dari sudut pandang kelembagaan? 2 . Bagaimanakah perubahan hubungan fungsional dan koordinasi antar lembaga organisasi yang “membawahi” industri gula setelah penerapan kedua undang-undang tersebut? 3 . Bagaimanakah kondisi perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah termasuk posisi dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupaten Pasuruan? 4 . Bagaimanakah dampak penerapan otonomi daerah terhadap kinerja industri gula di Kabupaten Pasuruan? 1 .3 . Tujuan Penelitian 1 . Menelaah pelaksanaan penerapan otonomi daerah menurut Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 di Kabupaten Pasuruan dari sudut pandang kelembagaan. 2 . Mengkaji perubahan hubungan fungsional dan koordinasi antar lembaga organisasi yang “membawahi” industri gula setelah penerapan kedua undang -undang tersebut. 3 . Menganalisis kondisi perekonomian Kabupaten Pasuruan sebelum penerapan otonomi daerah termasuk posisi dan peranan industri gula dalam perekonomian Kabupat en Pasuruan. 4 . Menganalisis dampak penerapan otonomi daerah terhadap nilai produksi, nilai tambah dan penciptaan kesempatan kerja pada industri gula di Kabupaten Pasuruan.

1.4. Kegunaan Penelitian