Laju pertumbuhan pengeluaran pembangunan pada periode sebelum otonomi daerah mencapai 382.15 persen sedangkan sesudah otonomi daerah
mengalami sedikit penurunan, sehingga laju pertumbuhannya hanya 105.70 persen. Pada Tabel 29 terlihat adanya perbedaan sektor-sektor yang mengalami
laju pertumbuhan alokasi anggaran. Pada periode sebelum otonomi daerah, sektor-sektor yang memiliki laju pertumbuhan alokasi anggaran tertinggi
berturut-turut adalah sektor industri, pendidikan, kebudayaan dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, transportasi, meteorologi dan geofisika, lingkungan hidup
dan tata ruang serta ilmu pengetahuan dan teknologi sedangkan pada periode sesudah otonomi daerah adalah sektor pertambangan dan energi, pembangunan
daerah dan transmigrasi, tenaga kerja, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesehatan, kesejahteraan sosial, peranan wanita, anak d an remaja.
6.2 .2. Kinerja Keuangan Daerah
Selain indikator peranan sumber -sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran untuk menjelaskan kondisi fiskal daerah, indikator lain yang sering
digunakan untuk melihat derajat desentralisasi adalah rasio sumber penerimaan terhadap pengeluaran .
Tabel 30 . Rasio Penerimaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan terhadap
Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Total Pada Periode Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah
Sebelum Otonomi Daerah Sesudah Otonomi Daerah
Jenis Penerimaan
Rutin Total
Rutin Total
SILPA 0.12
0.09 0.37
0.22 PAD
0.18 0.14
0.21 0.12
Total Bagi Hasil 0.14
0.11 0.14
0.08 DAU dan DAK
1.03 0.78
1.28 0.77
Sumber: Statistik Keuangan Daerah Kabupaten Kota Diolah
Tabel 30 menunjukkan bahwa PAD dan Penerimaan Bagi Hasil tidak mampu menutupi pengeluaran daerah , bahkan untuk pengeluaran rutin
sekalipun tid ak tercukupi. Pada periode sebelum otonomi daerah, PAD dan Penerimaan Bagi Hasil hanya mampu membiayai pengeluaran rutin sebesar 18
persen dan 14 persen sedangkan sesudah otonomi daerah kemampuan PAD untuk membiayai pengeluaran rutin mengalami peningkatan menjadi 21 persen
sementara Penerimaan Bagi Hasil tidak mengalami perubahan proporsi. Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan masih mengandalkan peran DAU dan
DAK untuk membiayai pengeluaran rutinnya. Hal ini dapat dilihat dari proporsi DAU dan DAK terhadap pengeluaran rutin yang bernilai lebih dari 100 persen.
Oleh sebab itu, peran sumber penerimaan internal belum dapat diandalkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah.
Selanjutnya untuk melihat peran Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan terhadap per ekonomian daerah dapat dilihat dari rasio pengeluaran pemerintah
terhadap PDRB wilayah tersebut. Tabel 31 .
Rasio Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap PDRB d i Kabupaten Pasuruan , Tahun 1998–2003
Tahun Pengeluaran
Pemerintah Juta Rp
PDRB Juta Rp
Rasio Pertumbuhan
Rasio
1998 28 562.846
2 746 424.71 1.04
-41.64 1999
100 648.273 3 047 825.27
3.30 217.53
2000 161 389.120
3 459 611.55 4.66
41.26 2001
319 301.285 4 009 230.84
7.96 70.72
2002 480 845.272
4 562 095.13 10.54
32.34 2003
649 602.692 5 079 213.98
12.79 21.34
Sum ber : Statistik Keuangan Daerah Kabupaten Kota dan PDRB Kab. Pasuruan
Diolah Keterangan
: PDRB atas dasar harga berlaku
Rasio total pengeluaran daerah Kabupaten Pasuruan terhadap PDRB dari tahun 1998-2003 mengalami peningkatan , dimana pada tahun 2003 mencapai
nilai tertinggi yakni sebesar 12.79 persen Tabel 31. Nilai ini menunjukkan bahwa dari Rp 1 000 000 nilai PDRB, Rp 127 900 diantaranya merupakan
kontribusi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan. Pada awal pelaksanaan
kebijakan otonomi daerah rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDRB mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi, yang ditunjukkan peningkatan
kontribusi pemerintah terhadap perekonomian wilayah dari 4.66 persen pada tahun 2000 kemudian pada tahun 2001 menjad i 7.96 persen meningkat sebesar
70.72 persen.
6.3. Kelembagaan I ndustri Gula