Hasil analisis statistik lebih lanjut dilakukan terhadap pengaruh peningkatan dosis terhadap transit intestinal untuk mengkaji efek dosis terhadap respon dihasilkan.
Oleh karena transit intestinal diantara ketiga kelompok dosis ekstrak etanol menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilakukan analisis lebih lanjut untuk
menentukan perbedaan antar perlakuan. Hasil uji signifikansi Lampiran 39 menunjukkan kelompok perlakuan DII
yang memperoleh ekstrak etanol dosis 0.06 ml30 g bb mencit 72.5 secara signifikan berbeda nyata bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif 48,4
maupun kelompok kontrol positif yang hanya 50.6 . Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol cukup efektif berfungsi sebagai laksansiapurgatif. Efektivitas
ekstrak etanol terlihat jelas pada hewan percobaan dengan dosis 0.06 ml30 g bb mencit.
Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada dosis 0.06 ml30 g bb mencit potensi ekstrak etanol sebagai laksansia ternyata lebih kuat dibandingkan
dengan kontrol positif oleum ricini. Hal ini terbukti dengan nilai transit intestinal ekstrak etanol 72,50 lebih besar dari kontrol positif yang hanya 50,60. Nampaknya
kontrol positif OR menunjukkan efek yang lemah sebagai laksansia pada dosis 0.75 ml30 g bb mencit, sehubungan dengan transit intestinal dimana kelompok ini secara
signifikan tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif -.
b. Metode Defekasi
Metode defekasi berdasarkan pada pertimbangan bahwa sediaan uji yang berkhasiat sebagai laksansia akan mengubah pola defekasi hewan uji yang ditandai
dengan meningkatnya frekwensi defekasi, konsistensi tinja yang berubah menjadi lembek sampai cair dan atau terjadinya penambahan massa tinja yang dikeluarkan.
Metode ini digunakan untuk mengevaluasi efek laksansia ekstrak etanol, kemudian
dilanjutkan dengan mengamati karakteristik feces yang dikeluarkan hewan uji mencit selama 4 jam.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jumlah feces dan bobot feces kelompok pemberian dosis ekstrak etanol maupun kontrol, baik kontrol positif maupun
kontrol negatif tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah feces dan bobot feces yang dikeluarkan hewan uji seperti pada Gambar 38, 39 dan Lampiran 37-38.
Berdasarkan hasil pengamatan karaketristik feces yang memperlihatkan feces mencit yang memperoleh ekstrak etanol mempunyai karakteristik feces dari keras
8.7 8.2
9.9
6.4 9
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
J u
mla h
Fec e
s buah
Air DI
DII DIII
OR Perlakuan
Kontrol negatif air; DI 0,03 ml; DII 0,06 ml; DIII 0,09 ml; Kontrol positif OR
1.32
0.87 1.11
0.86 1.34
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4
B ob
ot F eces
g
Air DI
DII DIII
OR Perlakuan
Kontrol negatif air; DI 0,03 ml; DII 0,06 ml; DIII 0,09 ml; Kontrol positif OR
Gambar 39. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Bobot Feces Gambar 38. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Feces
lembek sampai lembek cair dosis 0.03 dan 0.0930 g bb mencit dan keras sampai cair dosis 0.0630 g bb mencit. Sedangkan kelompok yang memperoleh olium ricinin
kontrol positif mengeluarkan feces dengan karakteristik mulai dari keras sampai cair dan karakteristik feces kontrol negatif adalah keras sampai keras lembek, seperti pada
Gambar 40.
Gambar 40. Penampakan Bobot dan Jumlah Feces Beberapa Perlakuan Pemberian Dosis Ekstrak
Berdasarkan hasil uji khasiat ekstrak etanol sebagai bahan laksatif menggunakan metode transit intestinal dan metode defekasi menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian dosis 0.06 ml30 g bb mencit memperlihatkan perlakuan terbaik dengan efek yang signifikan pada kedua metoda uji tersebut. Hasil yang diperoleh dari
pengamatan terhadap karakteristik feces mencit menggunakan metode defekasi menunjukkan hasil yang konsisten dengan hasil pemeriksaan terhadap metode transit
intestinal. Dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa ekstrak etanol yang mengandung senyawa asam tetradekanoat mempunyai efek sebagai pencahar. Dosis
efektif ekstrak etanol sebagai pencahar adalah 0.06 ml30 g bb mencit dengan efek yang terlihat berupa peningkatan transit time dan perubah karakteristik feces.
Laksansia adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan defekasi, merubah konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang
dikeluarkan. Frekwensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang berkurang, konsistensi tinja yang bertambah keras, disebabkan terutama karena terjadi
dehidrasi material yang tinggal terlampau lama di dalam usus besar sebelum dikeluarkan.
Menurut Smith 1982 ada tiga cara kerja dari obat pencahar dalam usus yaitu pencahar sebagai perangsang, sebagai emollien dan sebagai pembentuk massa.
Pencahar sebagai perangsang bertujuan untuk merangsang mukosa usus sehingga menimbulkan refleks peristalsis dalam usus, bahan yang dapat digunakan antara lain
minyak jarak, kalomel, sulfur, fenolfthalein, dan minyak croton. Pencahar sebagai emollien bertujuan sebagai pelunak feces yang terdapat dalam usus, bahan yang
digunakan dapat berupa parafin cair, lemak dan lain-lain. Sedangkan pencahar sebagai pembentuk massa bertujuan sebagai merenggang usus besar bahan yang digunakan
biasanya bekatul, garam dan lain-lain. Keinginan pengeluaran tinja defekasi dikendalikan oleh pengisian rektum.
Senyawa aktif yang bekerja terhadap usus halus melalui proses hidrolisis dan kerja lipase membebaskan asam risinolat, asam 12-R-hidroksioleat. Asam risinolat
menyebabkan perangsangan selaput mukosa usus halus disertai penimbunan cairan di dalam lumen, serta memperkuat peristalsis, melalui pembebasan histamin Schunack
et al., 1990. Menurut Ansel 1989 suatu senyawa bahan aktif dikatakan sebagai obat apabila berada pada kisaran dosis yang tepat dan racun apa bila diberikan dalam
jumlah yang melebihi dosis, sebaliknya tidak berfungsi apa bila diberikan pada dosis yang rendah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dosis 0.06 ml30 g bb mencit merupakan dosis yang efektif dari hasil pengujian pra klinis terhadap mencit. Agar
dosis efektif ini dapat diberikan pada manusia, perlu diformulasi sehingga akan didapat dosis yang setara dengan hasil penelitian pada hewan uji.
2. Uji Batas Keamanan Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif