Karakterisasi biji kamandrah (Croton tiglium L.) dan pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif
KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.)
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF
SAPUTERA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
(2)
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:
KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.)
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF
Adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan
belum pernah dipublikasikan. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk
memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua sumber
data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat
diperiksa kebenarannya.
Bogor, Maret 2008
Saputera
F 361 040 031
(3)
ABSTRACT
SAPUTERA. F 361040031. Characterization and Technology Process Development of
Standardized Extract of Kamandrah (Croton tiglium L.) Seed as Laxative Material. Under
Supervision of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, SAPTA RAHARJA, L. BROTO S.
KARDONO, and DYAH ISWANTINI.
Identification and taxonomy analysis conducted at Herbarium Bogoriense at
Research Centre for Biology, Indonesian Institute of Sciences Bogor. The name of the
plant was C.tiglium L. The moisture and proximate analysis showed that the kamandrah
seed contained moisture up to 6.20%, fat 40.1%, protein 26%, carbohydrate 15,51% and
other elements such as fiber and ash.The phytochemical analysis showed that the
hexane-soluble seeds extract contained fatty acids, terpenoids and alkaloids, while the
ethanol-soluble extract of the seeds contained alkaloids, steroids, terpenoids and saponins.
Gas Chromatography (GC) analysis on hexane-soluble extract of seeds showed 17
peaks and eight of them were identified as fatty acids and nine ones were unknown. The
highest fatty acid content was linoleic acid (43.67%), oleic acid (19.98%) and myristic
acid (7.64%). Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) analysis of the hexane
soluble extract showed 32 compounds. The major compound according to MS data F29 is
predicted as 9,12-octadecadienoic acid being suggested to be an essential fatty acid and
used in cosmetic as emollient for dry skin. The ethanol-soluble extract showed 25 major
peaks, indicating its secondary metabolite constituents. The mass spectra that gave the
major compound with MW 228. According to the mass spectra data F10 is predicted as
tetradecanoic acid.
The test result of the treatment to mice showed the ED
50was at 0.027 ml or equal
to 0.8 g/kg body weight. The highest mortality number was at the dosage of 0.2 ml/28 g
of body weight (5.93 g/kg bw). The Thompson and Weil analysis showed the LD
50was at
0.0707 equals to 2.097 g/kg bw. Safety limit is the range of dosage that cause the lethal
effect and the dosage that gives the intended effect. According to Loomis the safety limit
was represented by the comparison of LD
50/ED
50. Calculation result for the extract safety
limit was LD
50/ED
50=0.0707/0.027=2.7. Judging from the result, the extract can be
classified as medium toxic with narrow safety limit of 2.6 times the effective dosage.
The laxative efficacy test of ethanol extract indicated by effective dose as 0.06
ml/30 g (1.78 g/kg bw mice). Method used in development of process technology is
process synthesis method. Based on desain process, is obtained that extraction desain
process used maceration, process of development of final product. Process comparisons
of extraction done included 1) extraction process used maceration, 2) continuous process
extraction used soxhlet and 3) extraction process used percolation. The application of
standardized extract product in capsules can be used cautiously with dosage
recommendation 11.08 ml/kg bw (9.86 mg/kg bw) a day. The financial analysis value of
laxative capsulated resulted the NPV, IRR, NET B/C ratio, and payback-period of
Rp.19.715.566.000, 63.4%, 3.9 and 2 years, respectively.
Key words: Croton tiglium, tetradecanoic acid, myrictic acid, efficacy, safety test,
laxative, process technology
(4)
Oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, SAPTA RAHARJA, L. BROTO S. KARDONO,
dan DYAH ISWANTINI.
Tanaman kamandrah merupakan salah satu tanaman obat yang terdapat di wilayah
Indonesia. Di Daerah Kalimantan Tengah, biji Croton
tiglium banyak dimanfaatkan
masyarakat, sebagai pencahar. Walaupun demikian pengetahuan masyarakat sekitar akan
penggunaan tanaman ini sebagai obat laksatif, hanya sebatas informasi turun temurun
belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman tersebut.
Identifikasi dan evaluasi taksonomi dilakukan oleh lembaga Pusat Penelitian
Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, menunjukkan bahwa
tanaman yang diteliti dengan nama latin Croton tiglium L.
Dari hasil analisis ekstrak heksana terdapat 17 puncak, dari ke-17 puncak tersebut
yang teridentifikasi ada 8 puncak selebihnya tidak teridentifikasi dengan prosentase
besarnya kandungan komponen asam lemak yang berbeda pula. Dari ketujuh belas
puncak tersebut asam linoleat merupakan
komponen terbanyak mencapai 43.67% dalam
biji
Croton tiglium hasil ekstrak heksana bila dibandingkan dengan komponen asam
lemak lainnya, seperti asam oleat dan asam miristat yang hanya mencapai 19.98% dan
7.64% .
Hasil analisis GC-MS dengan dilengkapi penelusuran Library pada ekstrak
heksana terdapat 32 senyawa. Komponen utama dari ke 32 senyawa tersebut adalah asam
9,12-oktadek-9,12-dienoat (46.40%) muncul pada waktu retensi 73.163 menit. Asam
oktadek-9-enoat (17.13%) muncul pada waktu retensi 73.498 menit, asam
9,12-oktadekadienoat (5.70%) muncul pada waktu retensi 70.721 menit, heksadekanoat
(10.68%) muncul pada waktu retensi 65.005, 65.132 dan 65.241 menit, asam
oktadekanoat (3.46%) muncul pada waktu retensi 74.500 menit, asam 9-oktadekanoat
(2.50%) muncul pada waktu retensi 71.130 menit. Sedangkan komponen yang lainnya
adalah alkohol, ester dan phthalate yang hanya (1.07%). Komponen utama menurut data
spektrum massa (MS) F29 diprediksi adalah senyawa asam 9,12-oktadekadienoat yang
berfungsi sebagai bahan kosmetik yang digunakan sebagai emollient (pelembab) pada
kulit kering.
Hasil analisis GC-MS total ion pada ekstrak etanol memperlihatkan 25 puncak
utama yang mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang
terindikasi tersebut meliputi asam 11,14-ekosadienoat muncul pada waktu retensi (rt)
72,567 menit (28.28%), asam oktadek-9-enoat muncul pada waktu retensi, 72.952 menit
(15.43%), asam tetradekanoat muncul pada waktu retensi 57.235, 57.400 dan 57.933
menit (13.11%), asam 11-eikosenoat muncul pada waktu retensi 58.059, 51.625 dan
51.893 menit (6.57%), asam heksadekanoat muncul pada waktu retensi 65.077 menit
(5.62%), 9,12-oktadekadienoat muncul pada waktu retensi 65.907 dan 60.391 menit
(4.64%), asam 9-oktadekanoat muncul pada waktu retensi 74.192 dan 66.858 menit
(4.64%), asam eikosenoat muncul pada waktu retensi 61.657 dan 57.400 menit (3.38%),
asam dodekanoat muncul pada waktu retensi 48.911 menit (2.44%), dan asam dekanoat
muncul pada waktu retensi 40.127 menit (1.56%), Sedangkan komponen yang
(5)
berpengaruh lainnya adalah alkohol, ester dan benzene (14.77%). Spektrum massa
menunjukkan komponen utama dengan berat molekul (MW) 228. Kromatogram
spektrum massa pada F10 dari ekstrak pelarut etanol biji kamandrah. Dari data spectrum
F10 tersebut diprediksi adalah senyawa asam tetradekanoat, yang berfungsi sebagai
defoaming agent, dan sebagai lubrikan. Fungsi lainnya dapat digunakan sebagai bahan
laksatif. Dengan demikian maka ekstrak etanol digunakan sebagai bahan laksatif
(pencahar), karenya mengandung senyawa aktif asam tetradekanoat. Hasil pengukuran
LC-MS total ion pada ekstrak etanol memperlihatkan 10 puncak utama yang
mengindikasikan adanya unsur metabolik sekunder. Komponen yang terindikasi meliputi
Homotiramin, asam 4-(2-Hidroksithil) benzoat, Isoquanosin,
15,16-epoksi-3,8(17),13(16),14-klerodatetraen-18, Koritenkhirin, Shikokkon;11
β
-Aksetoksi, Plaunol
D;12-Ac, 9,20-Dihidroksi-1,6,14-rhamnofololatrien-3,13-dien, dan Shikokkin;11
β
-Aksetoksi,3-deaksetoksi.
Dari hasil percobaan penentuan dosis efektif (ED
50) dari beberapa dosis
pemberian yaitu 0,06, 0,04, 0,026 dan 0,07 ml per 28 g bb mencit memperlihatkan respon
hewan uji berturut-turut 100%, 60%, 40% dan 40% dari jumlah hewan uji. Dengan
demikian dapat dikatakan semakin menurun dosis pemberian ekstrak etanol, semakin
menurun pula respon hewan uji. Hasil analisis Thompson dan Weil menunjukkan ED
50berada pada kisaran 0,027 ml setara dengan 639,5 mg/kg bb.
Jumlah hewan uji yang mati
tertinggi pada pemberian dosis ekstrak biji kamandrah 0,2 ml/28 g bb (6,35 g/kg bb).
Hasil analisis menggunakan analisis Thompson dan Weil (1952) menunjukkan LD
50berada pada kisaran 0.0707 ml setara dengan 1674,5 mg/kg bb.
Batas keamanan adalah
kisaran dosis antara dosis yang menimbulkan efek letal dan dosis yang menimbulkan efek
khasiat yang diinginkan. Menurut Loomis batas keamanan penggunaan ekstrak bahan
alam dilambangkan oleh perbandingan antara LD
50/ED
50. Dari hasil perhitungan
penentuan batas keamanan ekstrak yaitu LD
50/ED
50= 0.0707/0.027 = 2.7. Hasil
perhitungan batas keamanan ekstrak biji kamandrah yang direkomendasikan dapat
dikatakan bahwa sediaan termasuk ekstrak yang bersifat toksik sedang, dengan batas
keamanan yang sempit yaitu 2.6 kali dosis efektifnya.
Metode yang digunakan dalam pengembangan teknologi proses produk sediaan
adalah metode sintesis proses. Dari hasil pemilihan proses ekstraksi menggunakan
metode maserasi, ekstraksi kontinyu menggunakan soxhlet dan perkolasi, menunjukkan
metode maserasi merupakan metode yang baik untuk dikembangkan karena
menghasilkan ekstrak dan etanol yang dapat diambil kembali lebih tinggi dari perkolasi,
disamping metode ini menggunakan suhu dibawah 60
oC. Dari hasil perancangan proses
diperoleh rancangan proses ekstraksi menggunakan maserasi dan proses pengembangan
produk sediaan ekstrak terstandar dalam kapsul. Hasil aplikasi produk ekstrak terstandar
dalam kapsul dapat digunakan dengan rekomendasi dosis 11.08 ml/kg bb (9.86 mg/kg bb)
kapsul per hari. Hasil kajian finansial terhadap produk yang dihasilkan menunjukkan
bahwa perkiraan keperluan modal investasi dengan kapasitas produk 34.208.640 kapsul
per tahun dibutuhkan dana sebesar Rp 12.218.850.000-, yang diperoleh dari modal
sendiri 40% dan pinjaman bank 60% dengan tingkat suku bunga 18%. Perkiraan
pendapat usaha tahun pertama Rp. 37.765.736-, tahun ke-II 90% (Rp.42.486.453,-), dan
tahun berikutnya 100% (Rp.37.877.279.-). Adapun perolehan nilai NPV adalah Rp
19.715.566.000,-, IRR 63.4%, Net B/C rasio 3,9 dan PBP selama 2 tahun.
(6)
@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan karya.untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
(7)
KARAKTERISASI BIJI KAMANDRAH (Croton tiglium L.)
DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PROSES EKSTRAK
TERSTANDAR SEBAGAI BAHAN LAKSATIF
SAPUTERA
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
(8)
Penguji Luar Komisi
Pada Ujian Tertutup : drh. Min Rahminiwati, MS, PhD
Pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Anny Sulaswatty, M.Eng
2. Dr. Ir. Molide Rizal, MS
(9)
Judul Disertasi : Karakterisasi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dan
Pengembangan Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai
Bahan Laksatif
Nama Mahasiswa
: Saputera
NRP
:
F361040031
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA
Ketua
Anggota
L. Broto S. Kardono, PhD, APU
Dr. Dyah Iswantini, P, M.Agr
Anggota
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
(10)
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi
yang berjudul “ Karakterisasi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dan Pengembangan
Teknologi Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif”.
Tidaklah berlebihan pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terimakasih yang tulus serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir.
Sapta Raharja, DEA, L. Broto S. Kardono, PhD, APU, dan Dr. Dyah Iswantini,
M.Agr masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi
bimbingan, arahan, saran, dan dorongan moral sehingga penulisan disertasi ini dapat
diselesaikan.
2. drh. Min Rahminiwati, MS, PhD di Laboratorium Farmakologi FKH IPB yang banyak
memberi masukan pada saat bertindak sebagai dewan penguji di ujian tertutup.
Dr.Ir.Anny Sulaswatty, M.Eng Asisten direktur urusan perkembangan matematika
dan ilmu alam dan Dr.Ir.Molide Rizal, MS peneliti Balitro Bogor atas masukan yang
disampaikan pada saat menjadi penguji ujian terbuka.
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodipuro,MS , Ketua
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr.Ir.Irawadi Jamaran beserta staf
pengajar yang telah memberi ilmu dan bimbingan kepada penulis selama menimba
ilmu pengetahuan di IPB.
4.
Rektor Universitas Palangka Raya Drs.Henry Singarasa,MS, Dekan Fakultas
Pertanian Prof.Dr.Ir.Salampak,MS dan Ketua Jurusan Budidaya Pertanian Ir.R.R.Sri
Endang A, MP atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan jenjang pendidikan S3.
5.
Tim Manajemen BPPS-Dikti atas bantuan dana pendidikan program doktor yang
diberikan kepada penulis.
6.
Prof.Dr.Ir.M.Syamsul Maarif,M.Eng dan Eka Budi Rahayu yang telah memberi
fasilitas dan perhatian selama ini kepada penulis.
(11)
7.
Dr.Ir. Anas M.Fauzi dan Dr.Ir.Sutrisno,M.Agr yang telah memberi rekomendasi
kepada penulis sebagai salah satu syarat studi lanjut di IPB.
8. Ucapan terima kasih juga kepada semua pihak di Laboratorium yang digunakan
selama penelitian antara lain Ir. Nina Iriani, MSc, Dr. Ir. M. Hanafi, MSc, Drh.Dwi
Indah, Ngadiman, Bu Puspa dan Lala di Laboratorium Kimia Terapan LIPI Serpong.
Bu Hj. Sri Mulyasih, Bu Rini, Bu Ega, Pak Sugi, Pak Diky di laboratorium
Pengawasan Mutu Fateta IPB. Mba Salina, dan Mba Susi di Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka IPB. Pak Edi di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan
IPB yang banyak memberi saran dan masukan dalam pengujian ekstrak yang
digunakan.
9. Ayahnda H.M.Mardi (Alm) dan Bunda Hj. Noor’ani, Ayah Mertua H. Basran (Alm)
dan Ibu Mertua Hj. Lamsiah (Alm), kecintaan dan rasa hormat penulis
persembahkan ucapan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang dalam atas segala
do’a dan pengorbanannya yang tiada tara.
10. Istri tercinta Hj. Norjanah dan anakku tersayang M. Ikhwan Rizky Saputera, M.
Rinaldi Saputera, dan Akhmat Hafiz Fahlevi Saputera yang selalu membuatku
bahagia dalam suka dan duka, ku ucapkan terima kasih atas pengorbanan yang telah
diberikan kalian selama ini. Begitu juga diucapkan terimakasih kepada kanda Drs.
Satha Gunawan, dinda M. Daruri, SP, dinda Anissa Faridah, SP dan Pamanda
Amiruddin, St.Sarhiyah, Abdusamad (Alm), Zainal Abidin, Hatif Sarbini,SPd,
Hj.St.Kamariyah,SPd serta Hj.Megawati suami/istri yang telah memberikan
dokongan moril maupun material sehingga perjuangan ini dapat terselesaikan Kakak
dan adik ipar H.Salafudin, Saudah,S.Si dan H.A.Saufi suami istri.
Demikian juga kepada rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu penulis
selama mengikuti pendidikan sampai selesainya disertasi ini, dihaturkan banyak terima
kasih. Akhirnya semoga disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan masyarakat luas.
Bogor, Maret 2008
(12)
Penulis lahir di Barito Selatan, Kabupaten Barito Timur, Propinsi Kalimantan
Tengah, tanggal 02 Nopember 1962. Anak ke-2 dari 4 orang bersaudara dari pasangan M.
Mardi (Alm) dan Hj. Nor’aini. Setelah menyelesaikan SD, SMP dan SMA di Tamiang
Layang tahun 1983, melanjutkan pendidikan di Fakultas Non Gelar Teknologi
Universitas Palangka Raya (1983 - 1987).
Pada tahun 1988 bekerja di PT.Tanjung Raya Timber Group dan tahun 1990
bekerja di PT.Yohanes Arnold Pisy Banjarmasin. Melanjutkan studi S1 di Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang tahun
(1990-1992). Diterima sebagai staf pengajar di Fakultas Pertanian Universitas Palangka
Raya (UNPAR) tahun 1994 sampai sekarang. Studi S2 dengan biaya BPPS pada
Program Studi Teknologi Pasca Panen IPB Bogor tahun (1996-1998). Pada tahun 2004
melanjutkan studi S3 ke Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor juga
dengan biaya dari BPPS.
Penulis menikah pada tanggal 14 Agustus 1994 dengan Hj. Norjanah yang
sekarang dikarunia 3 orang anak yaitu M. Ikhwan Rizky Saputera, M. Rinaldi Saputera,
dan A. Hafiz Fahlevi Saputera.
Selama mengikuti Program S3, publikasi ilmiah yang dihasilkan : (1) Saputera,
Djumali Mangunwidjaja, Sapta Raharja, L,Broto S. Kardono dan Dyah Iswantini.
2006.Gas Chromatography and Gas Chromatography-mass Spectrometry Analysis of
Indonesian Croton tiglium Seed. Journal of Applied sciences 6 (7): 1576-1580, 2006. (2)
Saputera, Djumali Mangunwidjaja, Sapta Raharja, L,Broto S. Kardono dan Dyah
Iswantini. 2008. Characteristics, Efficacy and Safety Testing of Standardized Extract of
Croton tiglium Seed from Indonesia as Laxative Material. Journal of Biological Sciences
11 (4): 618-622, 2008. Penerima Hibah/Reward : (1) penerbitan artikel ilmiah pada
jurnal Internasional dari Dirjen Dikti, November 2006, dan (2) pemenang I lomba karya
tulis katagori mahasiswa mewakili IPB berjudul ”Prospektif Umbi Gadung Sebagai
Bahan Baku Bioetanol” dari PT Ford Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Negara
Ristek, PT Malindo, Sampoerna Foundation dan Masyarakat Energi Terbarukan (METI),
Juli 2007.
(13)
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI……… xi
DAFTAR TABEL……… xiii
DAFTAR GAMBAR……… xv
DAFTAR LAMPIRAN……… xviii
I. PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang……….………... 1
B. Tujuan Penelitian ..……….... 4
C. Hipotesis……….... 4
D. Ruang Lingkup Penelitian………... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA………. 6
A. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) ………... 6
1. Khasiat Tanaman Kamandrah……… 8
2. Karakteristik Tanaman Kamandrah……… 10
B. Optimasi Proses Ekstraksi... 12
1. Ekstraksi Metode Maserasi………...….………... 12
2. Metode Permukaan Respon (Respon Surface Methodology)...…….. 16
C. Kandungan Bahan Aktif Berkhasiat Sebagai Laksatif... 18
1. Tinjauan Fitokimia Dalam Bahan Tanaman…...…... 18
2. Uji Toksisitas Terhadap Hewan Uji... 23
D. Sediaan Bahan Aktif Sebagai Laksatif... 24
1. Mekanisme Laksansia Sebagai Bahan laksatif (pencahar)... 24
2. Bahan Laksatif Produk Farmasi Yang Dijual Dipasaran...…... 26
E. Pengembangan Proses Ekstrak Terstandar... .... 29
1. Perancangan Proses... 29
2. Metode Perancangan Proses... 29
3. Kelayakan Teknis dan Ekonomis Perancangan Proses... 32
III. METODOLOGI PENELITIAN.………. 35
A. Waktu dan Tempat……….... 35
B. Bahan dan Alat………... 35
(14)
xii
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 65
A. Evaluasi Taksonomi dan Penentuan Kandungan Proksimat... 65
1. Evaluasi dan Identifikasi Taksonomi ... 65
2. Penentuan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah (Croton tiglium L)... 66
B. Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pelarut Heksana dan Etanol... 69
1. Penentuan Faktor-faktor Yang Berpengaruh... 70
2. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Heksana... 74
3. Optimasi Proses Ekstraksi Untuk Memperoleh Ekstrak Etanol... 80
C. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Aktif Ekstrak Biji Kamandrah Sebagai Laksatif... 85
1. Uji Fitokimia Pada Hasil Ekstrak Heksana dan Etanol...………... 85
2. Analisis Komponen Lemak Menggunakan Gas Chromatography (GC). ………... 88
3. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pada Ektrak Heksana...………... 90
4. Analisis Spektroskopi Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pada Ektrak Etanol...……….……… 92
5. Analisis Spektroskopi Liquid Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pada Ektrak Etanol...………... 95
6. Uji Toksisitas Ekstrak Heksana dan Etanol Menggunakan Uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)…... 96
D. Menentuan Khasiat dan Keamanan Ekstrak Terstandar ... 103
1. Uji Khasiat Hasil Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif……..………….... 103
2. Uji Batas Keamanan Ekstrak Sebagai Bahan Laksatif... 110
E. Pengembangan Teknologi Proses Produk Sediaan... 112
1. Proses Ekstraksi Senyawa Aktif dari Biji Kamandrah... 114
2. Penentuan Produk Akhir Ekstrak Terstandar... 119
3. Analisis Kelayakan Teknis dan Ekonomis... 133
V. KESIMPULAN DAN SARAN………...….. 141
A. Kesimpulan………... 141
B. Saran………... 142
DAFTAR PUSTAKA……….... 143
(15)
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Peningkatan Ekspor dan Pasar Lokal Obat Tradisional Asli Indonesia... 1
2. Titik Didih dan Polaritas Beberapa Jenis Pelarut Organik...…... 14
3. Penilaian Dosis Letal Akut (LD50) pada Hewan Percobaan ………….………. 23
4. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut Heksana...…...….……… 40
5. Matrik Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu maserasi dan Rasio Bahan/pelarut………. 42
6. Peubah, Kode dan Taraf Kode pada Proses Maserasi Menggunakan Pelarut Etanol...………. 43
7. Rancangan Percobaan 2 Faktor Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….. 44
8. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography Mass-Spectrometry (GC-MS)………...………… 46
9. Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Gas Chromatography Mass-Spectrometry (GC-MS)…………...……… 48
10.Kondisi, Spesifikasi, dan Program Pengaturan Liquid Chromatography Mass-Spectrometry (LC-MS)………... 50
11.Hasil Penapisan Fitokimiawi Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)…………... 85
12.Komponen Asam Lemak Hasil Ekstrak Heksana pada Biji Kamandrah……….. 89
13.Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang Artemia salina pada Ekstrak Heksana ... 98
14.Hasil Uji Toksisitas Menggunakan Metode (BSLT) Terhadap Larva Udang Artemia salina pada Ekstrak Etanol... 98
15. Hasil Ekstrak, Uji Fitokimiawi, Analisis GC-MS dan Uji Toksisitas Terhadap Ekstrak Heksana dan Etanol………. 101
16. Dosis Penggunaan dari Biji dan Hasil Ekstrak Terstandar... 118
17. Kriteria Keputusan untuk Penentuan Produk... 120
(16)
xiv
19. Beberapa Parameter Proses Ekstrak Terstandar Sebagai Bahan Laksatif... 129 20. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang
Bersumber dari Ekstrak Biji Kamandrah…...………... 139 21. Hasil Analisis Sensitivitas Pendirian Industri Ekstrak Terstandar yang
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)……… 7
2. Diagram Pohon Industri Tanaman Kamandrah.…...………. 8
3. ((4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one (Dictionary of Natural Products, 1982)...……….. 11
4. 6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2(1H)-one,8Cl. (Dictionary of Natural Products, 1982)………... 11
5. 6-Amino-9-β-ribofuranosil-9H-purin-2 (1H)-one,8Cl. 9-β-ribofurano silisoguanin (Dictionary of Natural Products, 1982)... 12
6. Jalur Biosintesis Flavonoid dalam Tumbuhan (Gottlich, 1980).………. 20
7. Cara Kerja Pencahar dalam Usus (Smith, 1982)……… 25
8. Struktur Kimia Dulkolak@ (Wilson dan Gisvold, 1982)...……….. 27
9. Struktur Kimia Dorbane (Wilson dan Gisvold, 1982)...………... 28
10. Struktur Kimia Reglan@ (Wilson dan Gisvold, 1982)...…..… 29
11. Daerah Penghasil Bahan Baku Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.) Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah...……. 35
12. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian……….…………. 37
13. Uji Khasiat Ekstrak Biji Kamandrah Terhadap Hewan Uji Mencit... 53
14. Diagram Alir Proses Ekstrak Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi... 58
15. Proses Ekstraksi Menggunakan Soxhlet ... 61
16. Diagram Alir Proses Ekstraksi Kontinyu Menggunakan Soxhlet... 62
17. Proses Ekstraksi Secara Perkolasi... 63
18. Diagram alir Proses Ekstraksi Menggunakan Perkolasi... 64
(18)
xvi
20. Hasil Analisis Kadar Air dan Kandungan Proksimat Biji Kamandrah……….. 68
21. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana………. 71
22. Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol………. 72
23. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………. 77
24. Respon Permukaan Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….... 78
25.Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu aserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…..………. 79
26. Gambar Sisa Uji Kenormalan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…...… 82
27. Respon Permukaan Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….…… 83
28.Gambar Garis Bentuk Optimasi Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.…...……… 84
29. Hasil Kromatogram Gas Cromatography (GC) Kadar Lemak Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)………. 88
30. Total Ion GC-MS Ekstrak Kasar n-Heksana………..………... 91
31. Frakmentasi Ion F29 Ekstrak Heksana pada Biji Kamandrah (Croton tiglium L.)………. 92
32. Total Ion Kromatogram GC-MS Ekstrak Etanol…...……… 93
33. Frakmentasi Ion F10 Ekstrak Etanol pada (Croton tiglium L.)……… 94
34. Total Ion Kromatogram LC-MS Ekstrak Etanol... 95
35. Fragmentasi Spektrum Massa dari Senyawa Ekstrak Etanol pada Croton tiglium... 96
36. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Transit Intestinal... 104
37. Panjang Usus Pada Beberapa Perlakuan Pemberian Dosis Ekstrak………….... 105
38. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Feces ... 107
(19)
xvii
40. Penampakan Bobot dan Jumlah Feces Beberapa Perlakuan
Pemberian Dosis Ekstrak……….... 108
41. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Respon Positif Hewan Uji... 110
42. Pengaruh Dosis Perlakuan Terhadap Jumlah Mencit Yang Mati... 111
43. Teknologi Proses (Mangunwidjaja dan Suryani, 2002)... 113
44. Diagram Alir Proses Ekstraksi Senyawa Aktif Menggunakan Metode Maserasi... 115
45. Penampakan Bentuk Sediaan Kapsul Hasil Ekstrak Terstandar... 122
46. Penampakan Produk Kapsul dalam Botol Kemasan... 124
(20)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Hasil Identifikasi/determinasi Tumbuhan……… … 150 2. Prosedur Analisis Kadar Air dan Proksimat………..……… 151 3. Pengaruh Waktu Maserasi (hr) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap
Perolehan Hasil Ekstrak Heksana ...………...………. 154 4. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah
Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Heksana...…..….. 154 5. Pengaruh Waktu Maserasi (hr) dan Nisbah Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap
Perolehan Hasil Ekstrak Etanol ...……….……….. 155 6. Hasil Analisis Ragam Pengaruh Waktu Maserasi (hari) dan Nisbah
Bahan/pelarut (g/ml) Terhadap Perolehan Hasil Ekstrak Etanol...……….. 155 7. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g)
Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut.………. 156 8. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………. 156 9. Analisis Varian Ordo Pertama Respon Hasil Ekstrak Heksana (g)
Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…..……. 156 10. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon
Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan
Nisbah Bahan/pelarut………..……. 157
11. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana……..…...…..… 157
12. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Heksana Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…... 157 13. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Heksana
Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..…… 158 14. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value Respon
Hasil Ekstrak Heksana Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah
(21)
xix
15. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Heksana…..………… 158
16. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut
Terhadap Hasil ekstrak Heksana...………..……… 159 17. Matrik Orde Pertama Respon Hasil Ekstrak Etanol (g)
Terhadap Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut…….……...………. 160 18. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………. 160 19. Analisis Varian Ordo Pertama Proses Optimasi Pengaruh Penggunaan
Pelarut Etanol Terhadap Hasil Ekstrak...………...……….. 160 20. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value
Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….….…… 161 21. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol….………...…… 161 22. Hasil Percobaan Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut………..……….…… 161 23. Hasil Analisis Ragam Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap
Waktu Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….….. 162 24. Hasil Analisis Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan t Value
Respon Hasil Ekstrak Etanol Terhadap Waktu
Maserasi dan Nisbah Bahan/pelarut……….…….……… 162 25. Hasil Uji Penyimpangan Model Pengaruh Waktu Maserasi
dan Nisbah Bahan/pelarut Terhadap Hasil Ekstrak Etanol….………..……. 162 26. Analisis Kanonik Pengaruh Waktu Maserasi dan Rasio Bahan/pelarut
Terhadap Hasil ekstrak Etanol...……….…………. 163 27. Data Total Ion Gas Cromatography Mass-Spectrometry
(GC-MS) Terhadap Ekstrak Kasar n-Heksana .……….. 164 28. Data Total Ion Kromatogram Gas Cromatography Mass-Spectrometry
(GC-MS) Terhadap Ekstrak Etanol………..………. 165 29. Data Kromatogram Liquid Cromatography (LC) Terhadap
Ekstrak Etanol... 165 30. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Heksana
(22)
xx
31. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Heksana
Terhadap Larva Udang Artemia salina………...……….... 166 32. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Heksana Menggunakan Persamaan
Garis Regresi Linier……… 167 33. Data Pengamatan dan Hasil Perhitungan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol
Terhadap Larva Udang Artemia salina………...……… 168 34. Persamaan Garis dengan Metode Regresi Linier Ekstrak Etanol
Terhadap Larva Udang Artemia salina……...………... 168 35. Penentuan Nilai LC50 Ekstrak Etanol Menggunakan Persamaan Garis
Regresi Linier……….. 169 36. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Karakteristik Feces…... 170 37. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Jumlah Feces….. 170 38. Pengaruh Pemberian Beberapa Perlakuan Terhadap Total Bobot Feces …... 171 39. Resume uji Mann Whitney terhadap karakteristik Feces………... 171 40. Hasil Perhitungan Menggunakan Mann-Whitney Test and Cl………….…… 172 41. Hasil Uji Dosis Efektif (ED50) Terhadap Hewan Uji Mencit………. 175 42. Hasil Uji Dosis Lethal (LD50) Terhadap Hewan Uji Mencit……….. 175 43. Neraca Massa Proses Pembuatan Ekstrak dan formulasi Kapsul……… 176 44. Nisbah Daerah Permukaan dari Beberapa Hasil Laboratorium pada hewan
dan Manusia... 177 45. Diagram Alir Rancangan Proses Ekstraksi dan Proses Produk Sediaan... 178 46. Perkiraan Biaya Investasi Industri Jamu Pencahar ……….. .. 179 47. Perhitungan Penyusutan Bangunan, Mesin dan Peralatan,
Fasilitas, dan Kendaraan………...………… 181 48. Rincian Biaya Lain-lain……… 184 49. Rincian Biaya Administrasi ………. 184 50. Rincian Biaya Tetap ……….. 185 51. Rincian Biaya Tidak Tetap………... 185 52. Rincian Biaya Tidak Tetap ………... 186
(23)
xxi
53. Rincian Biaya Tenaga Kerja……….... 186 54. Rincian Total Nilai Buku dan Penyusunan ……….. 187 55. Harga Pokok Produksi (HPP) ………. 188 56. Rincian Kebutuhan Biaya bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan…… 189 57. Proyeksi Penjualan Produk……… 190 58. Proyeksi Arus Kas ……… 190 59. Proyek Rugi Laba……… 191 60. Kriteria Investasi ……… 192 61. Perhitungan Break Event Point (BEP) ……… 193 62. Perkiraan Rugi Laba untuk Kenaikan Bahan Baku, Input sebesar 10% … 194 63. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan baku, Input, dan
Utilitas sebesar 10% ……… 195 64. Kriteria Investasi untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan
Utilitas sebesar 10% ……….. 196 65. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan
Utilitas sebesar 15 % ……… 197 66. Perkiraan Rugi Laba untuk kenaikan bahan baku, input dan
utilitas sebesar 15% ……… 198 67. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan
Utilitas sebesar 10% ……… 199 68. Kriteria Investasi untuk kenaikan bahan baku, input dan
utilitas sebesar 10% ……… 200 69. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan
Utilitas sebesar 15% ……… 201 70. Perkiraan Rugi Laba untuk Penurunan Harga Jual
sebesar 10% ……… 202 71. Perkiraan Arus Kas untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10% ………….. 203 72. Kriteria Investasi untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10% ……….. 204
(24)
Indonesia merupakan salah satu negara besar yang memiliki tumbuhan obat di dunia dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua setelah Brazil. Dari 40.000 jenis flora yang ada di dunia sebanyak 30.000 jenis dijumpai di Indonesia dan 940 jenis diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat yang telah dipergunakan dalam pengobatan tradisional secara turun-temurun oleh berbagai etnis di Indonesia. Keanekaragaman hayati ini merupakan aset nasional yang bernilai tinggi untuk pengembangan industri tanaman obat di dunia (Anonim, 1993). Akhir-akhir ini kecenderungan pola hidup kembali ke alam (back to nature) dengan keyakinan bahwa mengkonsumsi obat alami relatif lebih aman dibandingkan dengan obat sintetik, maka berdampak tingginya permintaan dunia akan obat alami sehingga prospek pasar tumbuhan obat Indonesia di dalam maupun luar negeri semakin besar peluangnya. Kondisi tersebut terlihat dari peningkatan nilai ekspor dan pasar lokal obat tradisional asli Indonesia seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Peningkatan Ekspor dan Pasar Lokal Obat Tradisional Asli Indonesia Ekspor
Tahun US$ Jumlah
Negara Tujuan Jumlah Perusahaan Pasar Lokal (Triliun) 2001 2002 2003 2004 2005 71.61 97.98 98.00 101.5 112.2 59 71 89 62 81 26 31 29 37 42 1.3 1.5 2.0 2.3 2.9 Sumber : Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI (2006)
Menurut Kardono (1991) tumbuhan obat Indonesia banyak menarik para peneliti negara-negara industri, terutama dalam kaitannya dengan penemuan senyawa-senyawa bioaktif yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat untuk industri. Para peneliti dari Jepang, Perancis , Belanda, Australia, Jerman, Swiss,
(25)
2
Amerika Serikat dan Inggris sangat aktif dalam meneliti tumbuhan obat Indonesia. Peneliti dari Jepang sangat dominan, lebih dari 60% penelitian dilakukan oleh mereka.
Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu tanaman obat yang terdapat di wilayah Indonesia. Setiap daerah mempunyai nama daerah sendiri untuk tanaman ini. Di daerah Kalimantan Tengah, biji tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) banyak dimanfaatkan masyarakat, karena dipercaya mempunyai khasiat sebagai obat pencahar (Sangat et al., 2000). Dengan memakan seperempat bagian bijinya, akan mempercepat buang air besar, sehingga biji tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) ini dapat digunakan pula sebagai obat sembelit. Walaupun demikian pengetahuan masyarakat sekitar penggunaan tanaman ini sebagai tanaman obat hanya sebatas informasi turun temurun belum diketahui dosis dan kandungan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman tersebut. Tanaman ini bila dieksplorasi dan dimanfaatkan tidak menutup kemungkinan dapat menjadi produk bahan baku industri farmasi, sehingga mempunyai nilai tambah dalam pengembangan agroindustri di daerah asalnya.
Sebagian besar ramuan tradisional yang telah dikembangkan melalui seleksi alamiah, dalam pemakaiannya ternyata belum cukup untuk memenuhi persyaratan ilmiah bagi pengobatan modern. Agar pemakaian obat tradisional dapat dipertanggung jawabkan, perlu dilakukan berbagai penelitian, baik untuk mencari komponen aktifnya maupun untuk menilai efektivitas khasiat (efficacy) dan keamanannya (safety). Namun, penelitian untuk menenukan komponen aktif dalam bentuk senyawa tunggal dalam obat tradisional memakan waktu yang lama dan biaya yang tinggi, serta memerlukan peralatan yang canggih. Tanaman obat merupakan komoditas yang spesifik karena peryaratan mutu yang diterapkan mengacu pada kandungan senyawa aktif yang berkhasiat obat. Secara keilmuan, kebanyakan senyawa-senyawa berkhasiat obat yang diperoleh dari tanaman dikelompokan dalam golongan metabolit sekunder dari tanaman yang bersangkutan (Jamaran, 1995).
(26)
Dari hasil penelusuran patent dan jurnal ternyata tidak ada patent dan jurnal mengenai bahan aktif biji Croton tiglium yang digunakan sebagai bahan pencahar (laksatif). Demikian juga tidak ada patent dan jurnal yang menghubungkan antara penyakit sembelit yang diakibatkan oleh susah buang air besar dengan penggunaan biji
Croton tiglium. Telah ditemukan tentang ekstrak Croton, dari ke dua puluh patent dan jurnal tersebut hanya ada 2 (020816 tgl 12 Desember 2001 dan 085848 tgl 27 Pebruari 2002) yang berisi ekstrak Euphorbiaceae (antara lain Croton tiglium), tetapi khasiat (efficacy) yang ditelaah adalah sebagai anti kanker.
Untuk menilai apakah suatu bahan tumbuhan layak digunakan sebagai obat maka bahan tersebut harus aman (tidak beracun) dan berkhasiat. Batas keamanan suatu obat ditetapkan dalam suatu indek/koefisien yang disebut indeks terapeutik atau luas terapeutik. Indeks terapi suatu obat merupakan ukuran keamanan antara efek terapi dan efek toksik. Makin besar indeks terapi suatu obat maka makin aman obat tersebut (Dipalma, 1971;Mutcshler, 1986).
Dalam perkembangan industri farmasi saat ini khususnya obat asli Indonesia, penggolongan obat tradisional dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) jamu, (2) ekstrak terstandar, (3) fitofarmaka, dan (4) suplemen/nutrasetikal. Kelompok yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak terstandar. Menurut Badan POM (2005), ekstrak terstandar adalah hasil ekstrak dari bahan alam secara praklinis dalam penggunaannya ekstrak tersebut telah teruji efektivitas khasiat (efficacy) dan keamanannya (safety).
Pembuatan sediaan ekstrak terstandar sebagai obat laksatif dari biji tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan salah satu alternatif untuk memanfaatkan tanaman tersebut menjadi tanaman yang mempunyai nilai tambah secara ekonomi. Menurut Anonim (1982), agar menjadi bahan ekstrak terstandar harus memenuhi
(27)
4
persyaratan antara lain: kebenaran dan khasiatnya terjamin, keseragaman komponen aktif dan keamanannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Mengantisipasi tuntutan tersebut, adalah merupakan conditio sine qua non
(syarat mutlak) bagi Indonesia pada umumnya dan daerah pada khususnya untuk menguasai teknologi sehingga dapat meningkatkan nilai tambah secara kompetitif. Dengan demikian teknologi proses menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rangka pengembangan iptek untuk industrialisasi secara umum, dan agroindustri pada khususnya.
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi informasi tentang karakteristik bioaktif biji kamandrah dan pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif, sehingga pada akhirnya akan dapat meningkatkan nilai tambah dari produk yang dihasilkan.
B. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak biji kamandrah sebagai bahan laksatif.
2. Mendapatkan dosis ekstrak biji kamandrah yang efektif sebagai bahan laksatif. 3. Menghasilkan teknologi proses produk sediaan dan analisis kelayakan finansial
terhadap produk yang dihasilkan.
C. Hipotesis
1. Senyawa aktif dari hasil ekstrak etanol biji kamandrah diduga mempunyai khasiat sebagai bahan laksatif.
2. Dosis ekstrak etanol biji kamandrah yang tepat diduga mempunyai pengaruh yang efektif, aman dan berkhasiat sebagai bahan laksatif.
(28)
3. Hasil formulasi ekstrak etanol biji kamandrah dengan bahan tambahan lain, memungkinkan untuk di aplikasikan dalam bentuk ekstrak terstandar berbentuk kapsul.
4. Secara finansial industri ekstrak terstandar biji kamandrah sebagai bahan laksatif layak untuk dikembangkan secara komersial.
D. Ruang Lingkup Penelitian
1. Evaluasi taksonomi dan penentuan kandungan proksimat biji kamandrah.
2. Identifikasi dan karakterisasi senyawa aktif ekstrak biji kamandrah sebagai bahan laksatif.
3. Penentuan dosis efektif khasiat dan keamanan ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif.
4. Pengembangan teknologi proses dan formulasi ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif dalam bentuk kapsul.
(29)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kamandrah (Croton tiglium L.)
Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) banyak terdapat di daerah Kalimantan Tengah. Kamandrah merupakan nama lokal untuk daerah Kalimantan Tengah, di daerah lain tanaman ini disebut Simalakian (Sumatera Barat), ada, ceraken (Jawa), roengkok (Sumatera Utara), semoeki (Ternate), Kowe (Tidore). Menurut Hutapea (1994), tanaman kamandrah diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Croton
Spesies : Croton tiglium L.
Tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) merupakan tanaman semak, pohon kecil atau perdu, tinggi antara 5-24 m. Batang tanaman kamandrah tegak, bulat, berambut dan berwarna hijau. Daun tanaman dicirikan pada bagian pangkal daun tepinya bergerigi, berseling, lonjong, pada bagian ujung runcing, pangkal membulat, berdaun tunggal, panjang daun 3-4,5 cm, lebar 1-3,5 cm, tangkai silendris, panjang 2-2,5 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunganya dicirikan berbentuk majemuk, bentuk bulir, diujung batang, kelopak membulat, bertoreh, warna hijau, benang sari banyak, putih kekuningan, kepala putik bulat, kuning, mahkota bentuk corong kuning. Buah berbentuk kotak, bulat, dengan diameter ± 0,5 cm, dan berwarna hijau. Biji tanaman ini berbentuk bulat telur, kecil, dan berwarna hitam. Akar termasuk akar tunggang, dan berwarna putih kotor.
(30)
Menurut Heyne (1988), untuk membudidayakan tanaman kamandrah ini tidak terlalu sukar. Perbanyakan tumbuhan ini dengan bijinya sangat mudah dan untuk pertumbuhannya tidak memerlukan persyaratan khusus, sehingga biji kamandrah (Croton tiglium L.) yang disebarkan ke permukaan tanah persemaian umumnya dapat tumbuh dengan baik.
Tumbuhan ini berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Setiap batang tanaman dapat menghasilkan 4-5 kg buah per tahun. Menurut Duke (1983) tumbuhan ini dapat dipanen pada bulan Nopember sampai dengan Desember. Setiap tahunnya tanaman ini dapat menghasilkan buah mencapai 200 – 750 kg biji/ha. Penyebaran tanaman kamandrah didunia cukup luas mulai dari India, Cina terus ke Asia tenggara. Pada umumnya tumbuh liar di hutan-hutan campuran pada ketinggian 1.500 m dari permukaan laut. Adapun penampakan tanaman kamandrah (Croton tiglium L.) seperti pada Gambar 1.
(31)
8
1. Khasiat Tanaman Kamandrah
Menurut Guerrero et al., (1990), tumbuhan kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air rebusan akarnya digunakan untuk menggugurkan kandungan. Sehingga akarnya sering disebut sebagai bahan yang bersifat abortif. Menurut Bimantoro (1977), minyak kental yang diperoleh dari biji kamandrah (Croton tiglium L.) digunakan sebagai obat cuci perut, sedangkan minyak encer digunakan sebagai penawar rasa nyeri. Adapun diagram pohon industri tanaman kamandrah seperti pada Gambar 2.
Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan berbagai macam senyawa lemak. Kandungan minyak croton yang terdapat dalam
Biji
Dimakan Dibalur
Minyak kental
Minyak encer
Pencahar Obat Kembung
Cuci perut
Cuci perut Batang/
Ranting Akar
Daun Tanaman
kamandrah
Bahan abortif
Obat demam
Insektisida
Penurun panas
(32)
bijinya berkisar 53-56% (Quisumbing, 1951). Menurut Hutapea (1994), akar tanaman kamandrah berkhasiat sebagai obat demam dan daunnya untuk urus-urus. Sebagai obat urus-urus dipakai ± 10 g daun kamandrah, dicuci dan disaring dengan 1 gelas air matang, dan di saring. Hasil saringannya diminum sekaligus. Menurut Siagian dan Rahayu (1999), tanaman kamandrah merupakan tanaman yang multiguna. Bagian tanaman ini dapat digunakan sebagai obat antara lain irisan bijinya seberat 1.0-2.0 g dapat digunakan sebagai obat pencahar, bijinya dibakar dan digiling dibalur pada bagian perut dapat mengobati perut kembung. Daun tanaman ini juga bermanfaat dengan cara dihancurkan memakai air, kemudian dibalur keseluruh tubuh sebagai obat penurun panas. Sedangkan ranting/dahan dan batang tanaman ini bila dibakar akan berbau khas, yang berfungsi sebagai bahan insektisida nabati (pengusir nyamuk). Menurut Heyne (1988) hasil gerusan 0,5 biji kamandrah dapat digunakan untuk menyembuhkan perut membesar karena cacing pada anak-anak.
Penggunaan obat tradisional telah dilakukan oleh masyarakat secara turun-temurun. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Menurut Badan POM (2005), penggolongan obat tradisional dibagi menjadi empat kelompok yaitu (1) obat tradisonal jamu, (2) ekstrak terstandar, (3) fitofarmaka, dan (4) suplemen/nutrasetikal. Yang dimaksud dengan obat tradisional jamu harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; dan (c) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Ekstrak terstandar harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik; dan (c) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk
(33)
10
jadi. Kelompok fitofarmaka harus memenuhi kriteria (a) aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; (b) klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik; (c) telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi; dan (d) memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Suplemen/nutrasetikal adalah hasil ekstrak bahan alam yang digunakan untuk meningkatkan stamina atau kebugaran tubuh, dalam penggunaannya hasil ekstrak tersebut dapat digunakan tanpa terlebih dahulu dilakukan pengujian pra klinis.
2. Karakteristik Tanaman Kamandrah
Menurut Duke (1983), minyak yang terkandung dalam biji kamandrah mengandung 3,4% resin, 37 % oleat, 19,0% linoleat, 1,5% arakidat, 0,3% stearat, 0,9% palmitat, 7,5% miristat, 0,8% format, laurat, linoleat, valerat, dan butirat, ditambah dengan senyawa lainnya.
Minyak kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung gliserida dari asam linoleat (19 – 37%), asam oleat (19 – 37%), asam arakinat (1,5%), asam palmitat, asam stearat, asam laurat, asam valerianat, asam bebas (8%) dan beberapa asam lainnya (Sutedjo, 1990). Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga mengandung alkaloida dan polifenol.
Menurut Dictionary of Natural Products (1982), pada tanaman kamandrah (Croton tiglium) terdapat beberapa senyawa bahan aktif yang dapat digunakan dalam fitofarmaka :
1.Minyak croton (Croton tiglium) dan Sapium sebagai sumber hidro pada
cocarcinogens yang digunakan sebagai obat tumor dengan rumus molekul 4,9,12,13,20-pentahidroxi-1,6-tigliadien-3-one, dengan struktur kimianya seperti Gambar 3.
(34)
O
H
OH
OH
H
H
O
OH
CH
2OH
4
12 13
Gambar 3. (4α,9α,12β,13α)-pentahidroksi-1,6-tigliadien-3-one (Dictionary of Natural Products, 1982)
2. Biji tanaman kamandrah (Croton tiglium) dengan rumus molekul 6-Amino-9-β -D-ribofururanosil-9H-purin-2(1H)-on,8Cl. 9-β-D-Ribofuranosilisoguanin. Crotonosida 2-hidroxiadenosin, digunakan sebagai AMP siklis dalam jaringan otak, inhibitor pada inosin monofhosfhat pirofosfonilase dan dehidrogenase asam glutamat. Struktur kimianya seperti pada Gambar 4.
N H N
N N
O
NH2
O 1 2
3
HOH2C
HO OH
3. Isolasi Aglikon dari kamandrah (Croton tiglium) nama senyawa turunannya 6-amino-2hidroxipurin, sinonim 6-amino-1,3-dihidro-2H-purin-2-on, 9Cl. isoguanin.
Gambar 4. 6-Amino-1,3-dihidro-2H- purin-2-on, 9Cl (Dictionary of Natural Products, 1982)
(35)
12
Gambar 5. 6-Amino-9-β-D-ribofururanosil-9H-purin-2 (1H)-one,8Cl. 9-β -ribofuranosilisoguanin(Dictionary of Natural Products, 1982)
guanopterin dengan formula molekul C5H5N5O. Adapun struktur kimia dari senyawa
ini seperti pada Gambar 5.
N N N H N NH2 1 3 HO 9 N H N N N O NH2 H
B. Optimasi Proses Ekstraksi
1. Ekstraksi Metode Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sering digunakan dibandingkan metode ekstraksi yang lain. Maserasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Maserasi sederhana, kinetik Maserasi, dan Maserasi dengan penggunaan tekanan (List and Scmidt, 1989). Metode Maserasi digunakan untuk mengekstrak contoh yang tidak tahan panas sebab Maserasi merupakan metode ekstraksi yang tidak menggunakan pemanasan. Menurut (Meloan, 1999) metode Maserasi biasanya digunakan untuk mengekstraksi jaringan tanaman yang belum diketahui kandungan senyawanya yang kemungkinan bersifat tidak tahan panas sehingga kerusakan komponen tersebut dapat dihindari. Keuntungan metode Maserasi ialah metodenya yang sederhana dan dapat menghindari terjadinya kerusakan komponen tertentu yang tidak tahan panas, tetapi metode ini membutuhkan jumlah pelarut yang cukup banyak jika dibandingkan dengan metode ekstrak yang lainnya.
(36)
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dengan pelarut dilakukan dengan melarutkan bahan ke dalam suatu pelarut organik, sehingga komponen pembentuk bahan akan terlarut ke dalam pelarut (Thorpe dan Whiteley, 1954). Ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut (Aguilera, 1999). Proses perpindahan komponen bioaktif dari dalam bahan ke pelarut dapat dijelaskan dengan teori difusi. Proses difusi merupakan pergerakan bahan secara spontan dan tidak dapat kembali (irreversible) dari fase yang memiliki konsentrasi lebih tinggi menuju ke fase dengan konsentrasi yang lebih rendah (Danesi, 1992). Proses ini akan terus berlangsung selama komponen bahan padat yang akan dipisahkan menyebar diantara kedua fase dan akan berakhir bila kedua fase berada dalam kesetimbangan. Kesetimbangan akan terjadi bila seluruh zat terlarut sudah larut semuanya di dalam zat cair dan konsentrasi larutan yang terbentuk menjadi seragam. Kondisi ini dapat tercapai dengan mudah atau sulit tergantung pada struktur zat padatnya. Rangkaian proses ekstraksi meliputi persiapan bahan yang akan diekstrak, kontak bahan dengan pelarut, pemisahan residu dengan filtrat dan proses penghilangan pelarut dari ekstrak.
Perpindahan massa komponen bahan dari dalam padatan ke cairan terjadi melalui dua tahapan pokok. Tahapan pertama adalah difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan dan tahapan kedua adalah perpindahan massa dari permukaan padatan ke cairan. Kedua proses tersebut berlangsung secara seri. Bila salah satu proses yang lambat, tetapi bila kedua proses berlangsung dengan cepat yang tidak jauh berbeda, maka kecepatan ekstraksi ditentukan oleh kedua proses tersebut. Hasil ekstrak yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang terdapat pada contoh dan jenis pelarut yang digunakan. Pelarut yang digunakan merupakan pelarut organik yang
(37)
14
mempunyai titik didih rendah, tidak beracun, dan tidak mudah terbakar. Kelarutan zat dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan nonpolar.
Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi tergantung dari sifat komponen yang akan diekstraksi. Salah satu sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa. Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimum, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam bahan. Menurut McCabe dan Smith (1974) metode yang digunakan untuk melarutkan komponen yang dapat larut dari zat padat yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu disebut dengan pencucian (leaching) atau ekstraksi padat/cair (solid/liquid extraction).
Pelarut organik yang umum digunakan untuk memproduksi konsentrasi, ekstrak, absolut atau minyak dari daun, biji, akar, batang dan bagian lain dari tanaman adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzen, toluen, etanol, isopropanol, aseton, dan air (Mukhopadhyay, 2002). Nilai titik didih dan polaritas beberapa pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Titik Didih dan Polaritas Beberapa Jenis Pelarut Organik
No. Pelarut Titik Didih (oC) Polaritas (EoC)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Etanol Aseton Etil Asetat Heksana Pentin Diklorometan Isopropanol Propilen Glikol Dietil Eter Karbondioksida 78.3 56.2 77.1 68.7 36.2 40.8 82.2 187.4 34.6 -56.6 0.68 0.47 0.38 0 0 0.32 0.63 0.73 - 0 Sumber : (Mukhopadhyay, 2002)
(38)
Daya ekstraksi akan semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran bahan, karena kontak antara bahan dan pelarut merupakan proses osmosis yang berjalan lambat. Namun demikian, bahan yang terlalu halus dapat membentuk suspensi dengan pelarut dan dapat terjadi penguapan senyawa volatil yang berlebihan sebelum proses ekstraksi.
Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang akan diekstraksi. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut.
Menurut Harborne (1987) metode ekstraksi dikelompokkan menjadi dua yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana terdiri dari Maserasi, Perkolasi, reperkolasi evakolasi dan dialokasi. Menurut Bombardelli (1991) ekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat adalah pemisahan secara fisik atau kimiawi dengan menggunakan cairan atau padatan dari bahan padat.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu penggembungan bahan baku, difusi, pH, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan pelarut. Penggembungan dari bahan tanaman meyakinkan perembesan dari pelarut dan mengakibatkan pergerakan substansi bahan terlarut di dalamnya. Akibat dari penggembungan bahan baku memastikan penyerapan dari pelarut terhadap zat yang akan diekstrak. Dalam mengekstrak senyawa aktif dari tanaman obat, pelarut haruslah terlarut secara sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara pelarut dan bahan terlarut.
Kecepatan untuk mengambil senyawa aktif biasanya tergantung kepada suhu, pH, ukuran partikel dan pergerakan pelarut di sekitar partikel. Biasanya pH memainkan peran dalam masalah selektivitas, sedangkan suhu dan pergerakan pelarut di sekitar padatan dapat mempengaruhi pergerakan kesetimbangan kejenuhan pelarut.
(39)
16
Pergerakan pelarut dapat dilakukan dengan melakukan perputaran pelarut menggunakan pompa atau mesin pengaduk yang akan membuat pencampuran pelarut dan bahan baku secara berkesinambungan atau dengan menggunakan gelombang ultrasonik. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kecepatan ekstraksi, ukuran partikel bahan yang lebih kecil akan cepat terekstrak bila dibandingkan dengan ukuran partikel yang lebih besar. Hasil ekstraksi yang memberikan senyawa obat secara lengkap dapat diperoleh jika pelarut memberikan selektivitas maksimum, yaitu yang paling baik kapasitasnya dalam batas waktu tertentu untuk mencapai koefisien penjenuhan.
2. Metode Permukaan Respon (Respon Surface Methodology)
Response Surface Methodology (RSM) adalah kumpulan teknik matematik dan statistik yang digunakan untuk membentuk model dan menganalisis masalah dalam suatu respon yang dipengaruhi oleh beberapa peubah dan bertujuan untuk mengoptimalisasi respon ini (Box et al., 1978). Dalam banyak masalah RSM, bentuk hubungan antara respon dan peubah bebasnya tidak diketahui. Jadi langkah pertama adalah mendapatkan suatu pendugaan yang cocok untuk fungsi yang sebenarnya antara y dan himpunan bebasnya. Untuk pendugaan ini biasanya digunakan suatu polinomial orde rendah. Jika respon telah dimodelkan dengan baik oleh fungsi linier dari peubah bebasnya, maka fungsi yang diduga adalah model ordo pertama.
Y = βo + βixi + β2x2 + …. + βkxk + ε
Jika ada lengkungan dalam sistem, maka polinomial dengan ordo yang lebih tinggi harus digunakan, seperti pada model ordo kedua.
Y = βo + ∑βixi + ∑β2x2 + …. + ∑βkxk + ε i=1 i=1 I<1
Hampir semua persoalan RSM menggunakan salah satu dari kedua model ini. Memang model polinominal ini bukan satu-satunya model untuk menduga hubungan
(40)
fungsi yang sebenarnya, tetapi untuk wilayah yang relatif kecil maka model ini dapat digunakan dengan baik. Metode kuadrat terkecil juga dapat digunakan untuk menduga parameter dalam pendugaan polinominal. Analisis respon surface kemudian dibentuk menggunakan pengepasan surface. Jika pengepasan surface merupakan suatu pendugaan yang memadai dari fungsi respon yang sebenarnya, maka analisis dari pengepasan surface kira-kira sama dengan analisis sistem yang sebenarnya (Montgomery, 1997).
Analisis untuk menduga fungsi respon sering disebut sebagai analisis permukaan respon yang pada dasarnya serupa dengan analisis regresi yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metode kuadrat terkecil (least square method), hanya saja dalam analisis permukaan respon diperluas dengan menerapkan teknik-teknik matematik untuk menentukan titik-titik optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum. Penentuan kondisi operasi optimum diperlukan fungsi respon ordo kedua dengan menggunakan rancangan komposit terpusat dalam mengumpulkan data percobaan. Penentuan kondisi optimum proses dilakukan menggunakan analisis kononik dan analisis plot kontur permukaan respon. Analisis kanonik dalam metode permukaan respon adalah mentransformasikan permukaan respon dalam bentuk kanonik. Sedangkan plot kontur adalah suatu seri garis atau kurva yang mengidentifikasikan nilai-nilai peubah uji pada respon yang konstan dan plot kontur ini memegang peranan penting dalam mempelajari analisis permukaan respon.
Ada beberapa hal yang penting diketahui dalam melakukan optimasi antara lain dalam pengujian model pada teknik optimasi untuk mengetahui ketepatan model didasarkan atas uji penyimpangan model (lack of fit), koefisien determinasi (R2), uji signifikan model, dan uji asumsi residual (Box et al., 1978). Dimaksud dengan ketepatan model yang dianggap tepat bila uji simpangan model (lack of fit) apabila
(41)
18
bersifat tidak nyata secara statistik sedangkan suatu model dianggap tidak cocok untuk menerangkan fenomena sistem yang dipelajari apabila uji lack of fit bersifat nyata secara statistik, walaupun kreteria lain cukup baik.
Nilai R2 merupakan ukuran kesesuaian model dalam kemampuannya untuk menerangkan keragaman nilai peubah Y, semakin tinggi R2 berarti model semakin mampu menerangkan perilaku peubah Y (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Uji signifikansi model dan uji asumsi residual dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap respon dan jika model dikatakan tepat apabila uji asumsi residual menunjukkan plot residual menyebar acak disekitar nol dan mendekati garis lurus sehingga terdistribusi secara normal (Rigas et al., 2001).
C. Kandungan Bahan Aktif Berkhasiat Sebagai Laksatif
1. Tinjauan Fitokimia Dalam Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang diketahui secara turun-temurun (empiris) berkhasiat sebagai tanaman obat, selanjutnya perlu diketahui senyawa aktif apa saja yang terdapat dalam bahan tersebut. Penentuan kandungan fitokimia penting dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa yang terkandung dalam bagian tanaman antara lain senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid dan tannin (Harborne, 1987).
a. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolik sekunder pada tumbuhan. Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun tanaman kamandrah banyak mengandung alkaloid dan polifenol.
Telah diketahui sekitar 5500 senyawa alkaloid yang tersebar di berbagai famili. Istilah alkaloid diberikan kepada golongan senyawa organik yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya merupakan bagian dari cincin heterosiklik (sebagai
(42)
gugus amina atau amida) dan bersifat basa. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu. Selain ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi maupun tingkat rendah, alkaloid juga ditemukan pada hewan. Pada umunya alkaloid banyak ditemukan pada tumbuhan yang termasuk kelas dikotil dan alkaloid jarang ditemukan pada kelas Angiospermae. Alkaloid seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, sehingga dipergunakan secara luas dalam bidang pengobatan.
Sampai saat ini, penggolongan senyawa alkaloid belum ada yang digunakan secara umum. Hal ini disebabkan alkaloid mempunyai struktur yang banyak jenisnya, sehingga penggolongan alkaloid berdasarkan strukturnya untuk membedakan jenis yang satu dengan yang lain sukar dilakukan.
Alkaloid sebagian besar memiliki daya aktif farmakologi dan ada juga bersifat racun. Alkaloid banyak digunakan dalam industri farmasi karena memiliki aktivitas fisiologis yang menonjol. Manfaat alkaloid dalam bidang kesehatan adalah sebagai pemacu sistem syaraf, menaikan tekanan darah, mengurangi rasa sakit dan dapat melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Sedangkan pada tanaman sendiri, alkaloid berfungsi sebagai zat racun untuk melawan serangga atau hewan pemakan tanaman, pengatur tumbuh, sebagai substansi cadangan untuk memenuhi kebutuhan akan sumber nitrogen atau elemen-elemen lain yang penting bagi tumbuhan, dan merupakan hasil akhir pada reaksi detoksifikasi dari suatu zat berbahaya bagi tumbuhan.
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar, karena memiliki beberapa gugus hidroksil berupa gula. Senyawa yang dapat digunakan sebagai pelarut dalam mengekstrak flavonoid juga merupakan senyawa polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air dan sebagainya (Markham, 1988).
(43)
20
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom C dalam inti dasar tersusun dalam konfigurasi C6 – C3
– C6, yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga karbon yang dapat atau
tidak dapat membentuk cincin ketiga. Susunan yang demikian menyebabkan golongan senyawa ini dapat memiliki tiga macam bentuk struktur yaitu isoflavonoid, neoflavonoid dan flavonoid. Perbedaan struktur dari ketiga flavonoid tersebut pada letak gugus fenil rantai propana (C3). Adapun jalur biosintesis flavonoid dalam
tumbuhan seperti pada Gambar 6.
Gambar 6. Jalur Biosintesis Flavonoid dalam Tumbuhan (Gottlich, 1980)
CO2 H2O
Siklus
Calvin
Asam piruvat
Asam Sikimat
Fenilalanin
Asam Sinamat
Sinamil Alkohol
Asam Malonat Asam Asetat
Flavonoid O2
(44)
Menurut Vickery dan Vickery (1981) dalam dunia pengobatan beberapa senyawa flavonoid berfungsi sebagai zat antibiotik, seperti sebagai anti virus jamur, anti peradangan pembuluh darah dan dapat digunakan sebagai racun ikan. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenolik disamping fenol sederhana, fenilpropanoid dan kuinonfenolik (Gottlich, 1980). Flavonoid ditemukan dalam tumbuhan tingkat tinggi, tetapi tidak dalam mikroorganisme. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kulit kayu, tepung sari, bunga, buah dan biji.
c. Steroid/Triterpenoid
Steroid merupakan triterpenoid dengan kerangka dasar cincin siklopentana perhidrofenantrena. Steroid banyak ditemukan pada hewan atau tumbuhan. Pada tumbuhan tingkat tinggi, steroid ditemukan sebagai senyawa fitosterol, seperti sitosterol, stimosterol, dan komposterol.
Biji kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung stearin, palmitin, olein dan berbagai macam senyawa lemak. Menurut Guerrero et al., (1990), tumbuhan kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung rotenon dan saponin. Di Filipina, air rebusan akarnya digunakan untuk menggugurkan kandungan. Sehingga akarnya sering disebut sebagai bahan yang bersifat abortif. Triterpenoid sendiri adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik yaitu skualena. Triterpenoid merupakan
senyawa tidak berwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik leleh tinggi, optik aktif dan umumnya sukar dicirikan karena tidak memiliki kereaktifan kimia. Dengan demikian triterpenoid dibagi menjadi empat golongan yaitu triterpena sejati, steroid, saponin, dan kardenolid.
(45)
22
Senyawa triterpenoid dalam pengobatan berguna sebagai zat antibiotik diantaranya sebagai anti jamur, bakteri dan virus. Steroid dapat merangsang aktivitas hormon estrogen dan progesterone pada satwa dan manusia. Steroid juga diketahui menjadi sumber makanan bagi mikroorganisme pengurai.
d. Tanin
Menurut Hutapea (1994), kandungan kimia yang terdapat pada daun dan buah kamandrah (Croton tiglium L.) mengandung saponin, disamping itu daunnya juga mengandung alkaloid dan polifenol. Tanin merupakan senyawa polifenol yang tersebar luas dalam tumbuhan terutama dalam tumbuhan berpembuluh. Tanin terbagi dalam dua kelompok yaitu tannin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Dalam uji kualitatif tanin dapat membentuk kompleks dengan larutan feriklorida menghasilkan warna biru kehitaman.
Tanin merupakan senyawa yang berpotensi sebagai astrigen, selain itu senyawa ini dapat menghambat aktivitas enzim. Keadaan tersebut menyebabkan kecernaan protein menurun sehingga dapat mengganggu mekanisme proses metabolisme makanan di dalam mikroorganisme dan berpeluang sebagai bakteriostatik (dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme).
e. Kuinon
Kuinon merupakan senyawa alam berwarna, termasuk dalam golongan fenol yang memiliki dua gugus keton pada cincinnya. Senyawa kuinon terbagi atas empat kelompok yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Kelompok benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon termasuk senyawa terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol. Sedangkan kuinon isoprenoid terlibat dalam respirasi sel dan fotosintesis.
(46)
2. Uji Toksisitas Terhadap Hewan Uji
Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa. Senyawa aktif yang dikandung ekstrak kasar tumbuhan akan menghasilkan tingkat kematian yang tinggi. Uji toksisitas akut dilakukan sebagai pemenuhan atas prasyarat keamanan calon obat untuk pemakaian pada manusia dan hewan. Nilai pengujian yang diperoleh ini selanjutnya akan menjadi penentu kriteria keamanan formulasi obat. Kriteria penilaian dosis letal akut mulai dari yang praktis tidak toksik sampai yang amat toksik ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Penilaian Dosis Letal Akut (LD50) Pada Hewan Percobaan
Penilaian Dosis Letal LD50
Praktis tidak toksik Sedikit toksik Toksisitas sedang Sangat toksik Luar biasa toksik Super toksik
>15 mg/kg BB 5 - 15 mg/kg BB 0,5 – 5 mg/kg BB 50 - 500 mg/kg BB
1 - 50 mg/kg BB < 1 mg/kg BB Sumber : Loomis (1978).
Untuk menentukan keamanan suatu obat, biasanya dilakukan dengan cara penentuan LD50, yaitu dosis tertentu yang menyebabkan kematian pada 50% hewan
percobaan, sedangkan yang dimaksud dengan ED50 adalah dosis efektif tertentu pada
50% hewan percobaan. Angka 50, merupakan batas dosis tertinggi pada penentuan varian dosis ekstrak dalam pengujian, dimana memilki variasi yang relatif rendah antara hewan uji yang sensitif dan resisten. Nilai LD50 yang merupakan dosis efektif
dari suatu obat dipengaruhi oleh banyak faktor. Beberapa faktor tersebut antara lain spesies hewan percobaan, umur hewan, berat badan hewan, jenis kelamin dan kesehatan hewan.
(47)
24
Pemeriksaan toksisitas diperlukan untuk mengetahui berapa konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan sehingga dapat diketahui jumlah penggunaan konsentrasi yang tepat. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan dengan letal Dosis 50 (LD50). LD50 adalah dosis dari suatu bahan yang
menyebabkan 50% kematian dalam suatu populasi. LD50 dapat digunakan untuk
menentukan toksisitas dari suatu zat. Data mortalitas hewan uji yang diperoleh dapat diolah untuk mendapatkan nilai LD50 dengan selang kepercayaan 95% dengan
menggunakan probit analysis method yang pertama kali dikemukakan oleh Finney. Nilai LD50 ini dijadikan sebagai batas konsentrasi tertinggi pada penentuan varian
konsentrasi ekstrak dalam uji enzimatik. Menurut Meyer et al., (1982) apabila hasil penelitian menunjukkan nilai LC50 < 1000 ppm maka bahan yang diuji dikatakan
memiliki potensi bioaktivitas.
D. Sediaan Bahan Aktif Sebagai Laksatif
1. Mekanisme Laksansia Sebagai Bahan Laksatif (pencahar)
Laksansia adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan defekasi, merubah konsistensi tinja menjadi lembek, sampai cair serta menambah massa tinja yang dikeluarkan. Frekuensi defekasi yang berkurang, demikian juga massa tinja yang berkurang, konsistensi tinja yang bertambah keras, disebabkan terutama karena terjadi dehidrasi material yang tinggal terlampau lama di dalam usus besar sebelum dikeluarkan.
Mekanisme kerja laksansia umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) kategori yaitu 1) bersifat hidrofilik atau osmotiknya, laksansia mengakibatkan retensi cairan di dalam kolon, sehingga meningkat massa isi kolon, meningkatkan kelembekan konsistensinya dan mempercepat transitnya, 2) laksansia dapat bekerja secara langsung
(48)
atau tidak langsung terhadap mukosa kolon untuk mengurangi absorpsi berat bersih dari air dan NaCl, 3) laksansia dapat bekerja meningkatkan motilitas usus sehingga absorpsi air dan garam berkurang sebagai akibat perpendekan waktu lintas usus. Adapun cara kerja pencahar usus tersebut seperti pada Gambar 7.
Gambar 7. Cara kerja Pencahar dalam Usus (Smith, 1982)
Menurut Smith (1982) ada tiga cara kerja dari obat pencahar dalam usus yaitu pencahar sebagai perangsang, sebagai emolien dan sebagai pembentuk massa. Pencahar sebagai perangsang bertujuan untuk merangsang mukosa usus sehingga menimbulkan refleks peristalsis dalam usus, bahan yang dapat digunakan antara lain minyak kastor, kalomel, sulfur, fenol pthalein, dan minyak croton. Pencahar sebagai emolien bertujuan sebagai pelunak feces yang terdapat dalam usus, bahan yang digunakan dapat berupa parafin cair, lemak dan lain-lain. Sedangkan pencahar sebagai pembentuk massa bertujuan sebagai merenggang usus besar, bahan yang digunakan biasanya bekatul, garam dan lain-lain.
Keinginan pengeluaran tinja (defekasi) dikendalikan oleh pengisian rektum. Senyawa aktif yang bekerja terhadap usus halus melalui proses hidrolisis dan kerja lipase membebaskan asam risinolat, asam 12-r-hidroksioleat. Asam risinolat menyebabkan perangsangan selaput mukosa usus halus disertai penimbunan cairan di
(49)
26
dalam lumen, serta memperkuat peristalsis, melalui pembebasan histamin (Schunack
et al., 1990).
Menurut Schmitt (1996) senyawa bioaktif juga dapat bereaksi dengan membran sel. Mekanisme yang terjadi adalah menyerang membran sitoplasma dan mempengaruhi integritas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran dinding sel intraselular. Kondisi ini terjadi pada senyawa fenol yang dapat mengakibatkan lisis sel dan dapat menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat serta menghambat ikatan ATP-ase pada membran. Selain itu senyawa bioaktif dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran zat nutrisi dalam sel sehingga menghambat transportasi substrat.
2. Bahan Laksatif Produk Farmasi Yang Dipasarkan
Zat gastrointestinal, golongan ini merupakan obat yang heterogen kebanyakan digunakan sebagai laksatif atau pencahar. Jika digunakan dengan dosis yang tepat, berguna untuk memudahkan defekasi pada pasien dengan hemoroid, hernia atau gangguan hipotensif. Bermanfaat untuk mengosongkan saluran intestinal bagian bawah. Menurut Doerge dalam Wilson and Gisvold, (1982) ada beberapa sediaan obat yang dijual dipasaran antara lain :
a. Minyak Mineral
Parafin cair, minyak mineral putih, petrolatum cair berat. Minyak mineral adalah campuran hidrokarbon cair dari minyak bumi. Kandungan hidrokarbonnya bervariasi dari C18 sampai C24. Minyak mineral digunakan secara luas sebagai lubrikan
usus dan laksatif untuk pelunakan kandungan usus bagian bawah dalam pengobatan hemoroid dan gangguan rektal. Dosis yang lazim digunakan adalah 15 sampai 60 ml, sekali sehari.
(1)
Lampiran 67. Perkiraan Arus Kas untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 10%
No Deskripsi Total Tahun ke (x Rp
1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
Cash Inflow
1 Penerimaan 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13.200 0 0 0 0 387.524
4 Modal sendiri 4.887.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Kredit investasi 7.331.310 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 12.218.850 30.781.913 34.579.735 38.377.556 38.377.556 38.366.996 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.741.320 Cash Outflow
1 Biaya produksi 0 24.233.775 27.110.947 29.968.119 29.988.113 29.964.353 29.988.113 30.009.006 30.009.006 30.009.006 30.007.079
2 Investasi 5.513.055 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Angsuran kredit 0 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 0 0 0 0
4 Bunga (18 %) 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
5 Pajak penghasilan (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Laba sampai dengan Rp.50 juta
0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
b. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 juta
0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
c. Laba di atas Rp.100 juta 0 2.017.397 2.442.892 2.874.387 2.939.220 3.017.179 3.080.883 3.145.446 3.145.446 3.145.446 3.146.024 Sub Total 5.513.055 28.991.995 32.058.557 35.111.119 34.959.841 34.777.935 34.629.294 33.166.952 33.166.952 33.166.952 33.165.604 Cash Flow -6.705.795 1.789.918 2.521.178 3.266.437 3.417.715 3.589.061 3.748.262 5.210.604 5.210.604 5.210.604 5.575.716
(2)
Lampiran 68. Kriteria Investasi untuk kenaikan bahan baku, input dan utilitas sebesar 10%
No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i=15% Present value DF i=40% Present value
0 -6.705.795 1,00
(6.705.795) (6.705.795)
1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
1 1.789.918 0,85 1.516.880
(5.188.916)
0,87 1.556.450 0,71 1.278.513
2 2.521.178 0,72 1.810.671
(3.378.245)
0,76 1.906.373 0,51 1.286.315
3 3.266.437 0,61 1.988.055
(1.390.190)
0,66 2.147.736 0,36 1.190.393
4 3.417.715 0,52 1.762.820 372.629 0,57 1.954.090 0,26 889.659
5 3.589.061 0,44 1.568.812 1.941.441 0,50 1.784.398 0,19 667.330
6 3.748.262 0,37 1.388.475 3.329.915 0,43 1.620.477 0,13 497.808
7 5.210.604 0,31 1.635.739 4.965.654 0,38 1.958.859 0,09 494.301
8 5.210.604 0,27 1.386.219 6.351.874 0,33 1.703.356 0,07 353.072
9 5.210.604 0,23 1.174.762 7.526.636 0,28 1.481.179 0,05 252.195
10 5.575.716 0,19 1.065.321 8.591.957 0,25 1.378.232 0,03 192.762
NPV 8.591.957 10.785.353 396.552
IRR 41,0%
Net B/C 2,3
(3)
Lampiran 69. Penerimaan Proyek untuk Kenaikan Bahan Baku, Input dan Utilitas sebesar 15%
No. Deskripsi Jumlah Total Total Tahun ke (x Rp
1000,-)
(x Rp 1000,-) Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Penjualan Kapsul Ekstrak
Terstandar
7.840.200 37.978.216 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
(4)
Lampiran 70. Perkiraan Rugi Laba untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10%
No. Deskripsi Total Tahun ke (x Rp
1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10
1 Penerimaan
Penjualan jamu pencahar 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 Total 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 2 Biaya produksi
a. Biaya Variabel
Bahan baku, input dan utilitas 0 24.063.621 27.071.574 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 30.079.526 Tenaga kerja langsung 0 244.500 244.500 244.500 255.503 255.503 255.503 267.000 267.000 267.000 279.015 b. Biaya tetap
Tenaga kerja tak langsung, 0 199.800 199.800 199.800 208.791 208.791 208.791 218.187 218.187 218.187 228.005 Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
Pemeliharaan 0 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693 89.693
Biaya administrasi 0 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129 154.129
Pajak bumi dan bangunan 0 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936 8.936
Biaya pemasaran dan promosi 0 120.000 120.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 100.000 Total biaya produksi 0 25.280.020 28.287.972 31.275.925 31.295.918 31.272.158 31.295.918 31.316.812 31.316.812 31.316.812 31.314.885 Laba Operasi 0 5.102.553 5.892.422 6.702.291 6.682.298 6.706.058 6.682.298 6.661.405 6.661.405 6.661.405 6.663.331
Bunga kredit investasi 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
Laba sebelum pajak 0 3.685.924 4.711.898 5.757.872 5.973.983 6.233.848 6.446.193 6.661.405 6.661.405 6.661.405 6.663.331 Pajak penghasilan (%)
1. Laba sampai dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
2. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 3. Laba di atas Rp.100 juta 0 1.075.777 1.383.569 1.697.362 1.762.195 1.840.154 1.903.858 1.968.421 1.968.421 1.968.421 1.968.999 Total Pajak 0 1.088.277 1.396.069 1.709.862 1.774.695 1.852.654 1.916.358 1.980.921 1.980.921 1.980.921 1.981.499 Laba Bersih Setelah Pajak 0 2.597.647 3.315.829 4.048.010 4.199.288 4.381.194 4.529.835 4.680.483 4.680.483 4.680.483 4.681.832
(5)
Lampiran 71. Perkiraan Arus Kas untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10%
No. Deskripsi Total Tahun ke (x Rp
1000,-)
Ke-0 Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4 Ke-5 Ke-6 Ke-7 Ke-8 Ke-9 Ke-10 Cash Inflow
1 Penerimaan 0 30.382.573 34.180.395 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216 37.978.216
2 Penyusutan 0 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580 399.340 399.340 399.340 399.340 375.580
3 Nilai Sisa 0 0 0 0 0 13.200 0 0 0 0 387.524
4 Modal sendiri 4.887.540 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Sub Total 7.331.310 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Sub Total 12.218.850 30.781.913 34.579.735 38.377.556 38.377.556 38.366.996 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.377.556 38.741.320 Cash Outflow
1 Biaya produksi 0 25.280.020 28.287.972 31.275.925 31.295.918 31.272.158 31.295.918 31.316.812 31.316.812 31.316.812 31.314.885
2 Investasi 5.513.055 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Angsuran kredit 0 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 1.311.694 0 0 0 0
4 Bunga (18 %) 0 1.416.629 1.180.524 944.419 708.315 472.210 236.105 0 0 0 0
5 Pajak penghasilan (%) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
a. Laba sampai dengan Rp.50 jt 0 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
b. Laba Rp.50 juta s/d Rp.100 jt 0 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
c. Laba di atas Rp.100 juta 0 2.017.397 2.442.892 2.874.387 2.939.220 3.017.179 3.080.883 3.145.446 3.145.446 3.145.446 3.146.024 Sub Total 5.513.055 30.038.239 33.235.582 36.418.924 36.267.646 36.085.741 35.937.100 34.474.758 34.474.758 34.474.758 34.473.409 Cash Flow -6.705.795 743.674 1.344.153 1.958.632 2.109.910 2.281.255 2.440.457 3.902.798 3.902.798 3.902.798 4.267.911
(6)
Lampiran 72. Kriteria Investasi untuk Penurunan Harga Jual sebesar 10%
No. Cash Flow DF i=18% Present value NPV kumulatif DF i=5% Present value DF i=30% Present value
0 -6.705.795 1,00
(6.705.795) (6.705.795)
1,00 -6.705.795 1,00 -6.705.795
1 743.674 0,85 630.232
(6.075.564)
0,95 708.261 0,77 572.057
2 1.344.153 0,72 965.350
(5.110.214)
0,91 1.219.186 0,59 795.357
3 1.958.632 0,61 1.192.084
(3.918.130)
0,86 1.691.940 0,46 891.503
4 2.109.910 0,52 1.088.268
(2.829.862)
0,82 1.735.828 0,35 738.738
5 2.281.255 0,44 997.158
(1.832.704)
0,78 1.787.423 0,27 614.408
6 2.440.457 0,37 904.022
(928.682)
0,75 1.821.106 0,21 505.605
7 3.902.798 0,31 1.225.186 296.504 0,71 2.773.646 0,16 621.975
8 3.902.798 0,27 1.038.293 1.334.797 0,68 2.641.568 0,12 478.442
9 3.902.798 0,23 879.910 2.214.707 0,64 2.515.779 0,09 368.032
10 4.267.911 0,19 815.446 3.030.153 0,61 2.620.127 0,07 309.586
NPV 3.030.153 12.809.068 -810.093
IRR 24,5%
Net B/C 1,45