Sortasi ukuran pada udang Black Tiger Penaeus monodon di perusahaan dilakukan berdasarkan ukuran udang dan langsung diklasifikasikan pada jenis
produk saat udang akan diolah. Sortasi ukuran SF pada PT Y dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Sortasi ukuran SF pada udang Black Tiger P. monodon Gram HL
Jenis ukuran produk Ukuran
23 – UP
SF 4L B 16
– 20 20
– 22 SF 4L
21 – 25
17,1 – 19
SF 3L B 26
– 30 16
– 17 SF 3L
26 – 30
13 – 15,9
SF 2L 31
– 35 11
– 12, 9 SF L B
36 – 40
10 – 10,9
SF L 41
– 50 8,9
– 9,9 KZN L
41 - 50 Sumber: PT Y 2010
4.3 Failure Modes, Effects and Criticality Analysis FMECA
Tahap awal sebelum dibuatnya outline skema proses produksi adalah mengumpulkan data yang berhubungan dengan tahapan proses selama proses
produksi dalam perusahaan dan wawancara secara terstruktur. Pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan manajemen TC dalam perusahaan.
kadaluarsa secara acak di
pagi hari, siang dan sore
hari
Penyimpanan dalam cold
storage Cold Storage Form 11:
Laporan Suhu Cold Room
setiap jam
Stuffing Stuffing area
Mencatat jenis dan jumlah
produk yang telah dimuat
Mencatat kode produksi dan
merk produk yang dimuat
Keterangan: 2010
: Tahun pengemasan 08
: Bulan pengemasan 25
: Tanggal pengemasan C
: Kode area untuk asal pemasok
I : Shift pengemasan
I: untuk stuffing pada pukul 07.00-12.00
II: untuk stuffing pada pukul 13.00-21.00
BU : Kode pemasok
B : Kode jam waktu
packing Production hour code
Pengumpulan data dan dokumen dilakukan untuk mencatat informasi penting pada tiap tahapan proses meliputi pengecekan dan pengamatan keadaan di
lapangan terhadap tahapan proses yang didokumentasikan, dan metode pelabelan yang digunakan. Data tersebut kemudian disatukan dan digambarkan skema
proses produksi yang dapat dilihat pada Lampiran 1 yaitu Lampiran manajemen TC dalam proses produksi breaded.
Tahap pelabelan yang digunakan pada Lampiran 1 sama dengan Tabel 6 yaitu Tabel Outline dokumen perekaman perusahaan. Pada Lampiran 1 dapat
dilihat bahwa misalkan pada tanggal 14 Agustus 2010 terdapat bahan baku yang masuk yang berasal dari 2 pemasok eksternal perusahaan maka akan diberikan
label di dalam ruang pengolahan. Perbedaan keterangan pada label tersebut hanyalah keterangan pemasok udang. Pada tahap penerimaan bahan baku dan
pencucian, label yang dicantumkan masih sama dan baru akan berubah pada saat memasuki tahapan potong kepala, yakni diberi tambahan keterangan headless
HL. Pada tahap potong kepala dan pencucian II memiliki label yang sama serta akan berubah pada saat di tahap sortasi ukuran. Pada tahapan ini udang akan
dipersiapkan menjadi udang breaded dengan nama SF. Produk udang yang diproduksi pada tanggal 14 dari dua pemasok adalah SF dengan memiliki ukuran
produk yang berbeda-beda. Pada tahapan ini udang akan dipisahkan menurut size dan pada akhir tahapan, udang yang mengalami afal dan broken dari masing-
masing size SF akan disatukan. Label yang dicantumkan pada tahapan ini merupakan label yang nantinya akan diteruskan hingga tahap akhir pencucian
IV. Pada akhir tahapan gores perut dan stretching yang dilakukan di ruang PTO maka udang broken dari masing-masing ukuran dengan jenis produk SF akan
dipisahkan dari udang yang bermutu bagus. Kemudian udang broken dari jenis produk SF akan disatukan dengan udang broken dari jenis produk lainnya.
Pada tahapan breading dan pembekuan di perusahaan tidak dilakukan pelabelan pada udang secara langsung tetapi keterangan mengenai bahan baku
yang saat itu sedang diproses dapat diketahui melalui dokumentasi yang ada. Pada tahapan breaded, saat proses produksi berlangsung hanya ada pencatatan nomor
pekerja yang melakukan breading saja. Dokumen pencatatan pada tahapan pembekuan dapat dilihat pada Form 10. Selain itu, pada tahapan pemeriksaan filth
dan pendeteksian logam masih belum dilakukan pelabelan dan hanya ada pencatatan jika terjadi temuan yang dicatat pada dokumen perekaman.
Setelah dilakukan pengamatan tehadap proses produksi, maka dilakukan analisis data dengan menggunakan aplikasi tehnik FMECA. Pendekatan analisis
FMEA yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan bottom- up approach
hardware approach Bertolini et al. 2006; US Military Standard, MIL-STD-1629A 1983. Pendekatan ini digunakan karena konsep sistem pada
perusahaan sudah ada serta digunakan untuk membahas kemungkinan kegagalan traceability
yang dapat terjadi per tahapan proses produksi. Setiap kemungkinan kegagalan yang diidentifikasi akan ditentukan tingkat kepelikan dan peluang
terjadinya berdasarkan pada MIL-STD-1629A yang dapat dilihat pada Tabel 3 US Military Standard, MIL-STD-1629A 1983. Keuntungan penggunaan metode
FMECA adalah metode ini merupakan visibility tool yang dapat dengan mudah dimengerti dan digunakan Braglia 2000. Metode FMECA merupakan metode
yang mudah dioperasikan serta alat yang efektif dalam mengidentifikasi dan menilai bagaimana potensi terjadinya kegagalan dapat mempengaruhi kinerja
proses atau produk US Military Standard 1983. Penentuan terhadap salah satu pendekatan FMEA yang akan digunakan
peneliti harus ditetapkan dari awal. Penentuan pendekatan penting sehingga memudahkan peneliti untuk melakukan analisis tahapan proses produksi yaitu
apakah harus dilakukan per tahapan proses hardware approach atau hanya perlu membahas beberapa tahapan proses produksi yang penting saja functional
approach atau gabungan dari keduanya mixed approach. Pendekatan FMEA
pada penelitian ini menggunakan hardware approach memiliki kelebihan yaitu menganalisis keterandalan sistem produksi baik keterandalan keseluruhan sistem
per tahapan proses Braglia 2000; Carmignani 2009. Selain itu, penggunaan metode FMECA pada penelitian ini dikarenakan sejarah data dan data statistik
tidak tersedia di perusahaan. Pengaplikasian metode ini menggunakan dua pakar sehingga diharapkan dapat mengurangi subyektifitas hasil analisis Carmignani
2009. Tahapan proses traceability di perusahaan juga dapat dilihat pada Lampiran 1. Analisis FMECA terdiri dari dua tahapan analisis yaitu: Analisis
FMEA dan Analisis CA.
4.4 Analisis FMEA