Penerimaan bahan baku Analisis FMEA

perusahaan mengingat antara berat udang dari tambak dengan berat udang pada waktu pembongkaran biasanya terdapat selisih berat. Pada saat udang tiba diperusahaan, akan terjadi kenaikan berat udang karena udang menyerap air selama proses pengangkutan udang ke perusahaan dan sebelum pembongkaran.

4.4.2 Penerimaan bahan baku

Tahap proses kedua dengan function ID 2, adalah penerimaan bahan baku yaitu terdapat 2 kemungkinan kegagalan. Kemungkinan kegagalan pertama dengan function ID 2.10 adalah tidak diberikannya label pada saat penerimaan. Label tersebut harus berisi tentang asal bahan baku. Saat penerimaan bahan baku di perusahaan, supervisor akan mencatat data tentang bahan baku pada Laporan Mutu Bahan Baku yang berisi: No, tanggal, Kode Size, spesies, asal bahan baku, soft shell, discolouration, odour, blackspot, whitespot moulting, broken shell, scratch, suhu serta staf laboratorium akan melakukan pengujian mikrobiologi dan residu antibiotik serta merekamnya pada Form 18: Laporan Kriteria Mikroba Bahan baku dan Form 15: Laporan Residu Antibiotik Bahan Baku. Hal ini sesuai dengan Derrick dan Dillon 2004, pada saat penerimaan bahan baku di perusahaan, maka supervisor harus merekam tahapan proses serta mengisi detail formulir perekaman yang berisi tanggal penerimaan bahan baku, supplier, spesies udang, jumlah, kualitas bahan baku. Akan tetapi, perusahaan masih belum melakukan pencatatan secara detail yang mencakup informasi tentang tanggal pemanenan udang berlangsung dari pemasok, data tentang tanggal pemberangkatan udang dari tambak. Data tentang tanggal pemberangkatan udang dari tambak sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa udang yang diterima oleh perusahaan tiba dengan tepat waktu, mencegah terjadinya kemunduran mutu udang yang disebabkan waktu transportasi udang yang terlalu lama sehingga mutu udang yang diterima perusahaan adalah udang yang masih segar dan tidak terjadi proses dekomposisi. Pada tahap ini, jika pelabelan tidak dilakukan, maka efek lokal yang ditimbulkan adalah tidak adanya informasi mengenai bahan baku sehingga hal ini menyebabkan terjadinya efek global berupa kehilangan informasi yaitu sulit dilakukannya pelacakan terhadap asal-usul udang jika terjadi penarikan produk. Kemungkinan kegagalan kedua dengan function ID 2.20 pada tahap penerimaan bahan baku adalah tidak dilakukannya pengujian bahan baku yaitu uji mikrobiologi dan uji antibiotik. Jika tahap ini tidak dilakukan, maka efek global yang ditimbulkan adalah Mengetahui kualitas bahan baku serta mencegah diterimanya udang yang seudah mengalami dekomposisi serta efek global yang ditimbulkan adalah tidak diketahuinya kualitas bahan baku yang diterima oleh perusahaan. Menurut CAC 2010, bahwa ketika tahap penerimaan bahan baku maka potential hazards yang dapat terjadi adalah kontaminasi mikrobiologi, antioksidan, sulfit, pestisida dan minyak bakar fuel oil merupakan kontaminasi kimia dan potential defects yang dapat terjadi adalah kualitas batch yang tidak seragam variable batch quality, pencampuran spesies udang, taints, blackspot, kemunduran mutu yang disebabkan enzim dari cephalotorax udang softening from head enzyms dan dekomposisi. Maka seharusnya perusahaan harus mengetahui sejarah bahan baku udang untuk mencegah kemungkinan adanya residu antibiotik atau kimia yang terkandung pada udang. Adanya pengujian mikrobiologi terhadap bahan baku berkaitan dengan keamanan pangan. Ketika perusahaan melakukan pengujian mikrobiologi, maka hal tersebut dapat dijadikan bahwa bahan baku yang diterima oleh perusahaan memiliki kualitas prima. Selain itu, pengujian mikrobiologi pada tahap akhir proses produksi udang dapat dijadikan sebagai acuan bahwa udang yang diproses oleh perusahaan dilakukan dibawah proses sanitasi dan higiene yang baik. Menurut Venogupal 2006, produk perikanan yang tidak dilakukan dibawah pengawasan kondisi higiene yang ketat dapat mengakibatkan patogen. Berdasarkan pemeriksaan terhadap 1264 sampel udang Individuaaly Quick Frozen IQF kupas dan pembuangan usus mentah dan 914 sample udang ready-to-eat yang sudah dimasak yang diproduksi secara komersial dari hasil tambak black tiger P. monodon menunjukkan bahwa terkontaminasi oleh E. coli, koagulase positif Staphylococcus dan Salmonella spp. Selan itu, dari udang beku mentah yang diuji juga positif mengandung bakteri patogen tersebut.

4.4.3 Pencucian

Dokumen yang terkait

Usulan tindakan perawatan mesin pengolahan air minum dengan metode failure mode effect and criticality analysis (FMECA) di PT.Muawanah Al Masoem Bandung

0 11 43

Usulan tindakan perawatan mesin pengolahan air minum dengan metode failure mode effect and criticality analysis (FMECA) di PT.Muawanah Al Masoem Bandung

0 6 43

Optimasi sistem traceability dalam industri pengolahan udang breaded black tiger (Penaeus monodon) dengan pendekatan konsep batch dispersion

12 87 122

Evaluasi Sistem Traceability pada Produksi Chewy Candy di PT Sweet Candy Indonesia Menggunakan FMECA (Failure Mode Effects and Criticality Analysis)

1 12 69

Studi Pemeliharaan Ketel Uap dengan Metode Reability Centered Maintenance (RCM) Menggunakan Pendekatan Failure Modes And Effects Analysis Fmea pada PTPN V Unit PKS Kebun Lubuk Dalam

10 48 89

Development Of An Integrated Failure Mode Effect And Criticality Analysis (FMECA) And Analytical Hierachy Process (AHP) For Automotive Stamping Part.

0 2 24

IDENTIFIKASI FAILURE MODES

0 0 1

View of PENERAPAN METODE FAILURE MODE, EFFECT AND CRITICALITY ANALYSIS (FMECA) PADA DRIVE STATION ALAT ANGKUT KONVEYOR REL

1 4 6

Analisa Keandalan Sistem Distribusi 20kV di PT. PLN (Persero) Area Tanjung Karang Menggunakan Metode FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) - ITS Repository

0 1 99

TUGAS AKHIR - Analisa Risiko Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Proyek Reservoir Krembangan Surabaya Menggunakan Metode FMECA (Failure Mode And Effect Criticality Analysis) - ITS Repository

0 0 99