4 Secara empiris pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak disertai dengan
perubahan struktur tenaga kerja yang berimbang Swas ono dan Sulistyaningsih, 1993. Artinya laju pergeseran ekonomi sektoral relatif lebih cepat dibandingkan
dengan laju pergeseran tenaga kerja, sehingga Manning 1995 mengatakan bahwa titik balik aktivitas ekonomi economic turning-point tercapai lebih dahulu
dibanding dengan titik balik penggunaan tenaga kerja labour turning-point, s
ehingga sering timbul masalah dan menjadi perdebatan, diantaranya: 1 apakah penurunan pangsa produk domestik bruto sebanding dengan penurunan pangsa
serapan tenaga kerja sektoral, dan 2 industri mana yang berkembang lebih cepat, agroindustri atau industri manufaktur. Jika transformasi kurang seimbang maka
dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia pada sektor pertanian primer. Lebih ja uh dikatakan Manning 1995, bahwa
Indonesia sebagai negara yang kaya dengan sumberdaya alam, pengalihan kebijakan industri dari substitusi impor ke orientasi ekspor dapat sedikit ditunda karena masih
banyak komponen yang diperlukan untuk proses produksi belum tesedia di dalam negeri. Kondisi ini mengakibatkan daya serap sektor tenaga kerja di luar sektor
pertanian rendah dan mengakibatkan tertundanya pencapaian titik balik tenaga kerja labour turning-point
1.2. Perumusan Masalah
Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja, partisipasi kerja dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Pertumbuhan
ekonomi yang dialami oleh hampir semua negara disertai dengan perubahan struktur perekonomian, yaitu menurunnya pangsa sektor pertanian dan meningkatnya pangsa
5 sektor non pertanian, baik dalam hal sumbangan terhadap produk domestik bruto
maupun dalam penyerapan kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi nasional yang dimulai pada tahun 1969 telah
membawa hasil yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari laju pertumbuhan ekonomi pada pertengahan tahun 1990-an berada pada kisaran angka 6
sampai 7 persen per tahun, ini merupakan bukti kuat membaiknya kondisi perekonomian nasional, tetapi kecendrungan inipun menjadi sirna ketika pada tahun
1997-an krisis ekonomi menimpa bangsa Indonesia sehingga laju pertumbuhan ekonomi turun drastis mencapai angka –13.13 persen Tabel 1.
Tabel 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1992 – 2003
No Tahun
Produk Domestik Bruto Milyar Rupiah
Laju Pertumbuhan Ekonomi 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 1992
1993 1994
1995 1996
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 307 474.2
329 775.8 354 640.8
383 792.3 413 797.9
433 245.9 376 374.9
379 352.3 398 016.9
411 691.0 426 740.5
467 549.0 7.22
7.25 7.54
8.22 7.82
4.70
-13.13 0.79
4.92 3.44
3.66 4.01
Sumber : Badan Pusat Statistik , Jakarta diolah
Kemudian pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai bangkit kembali walaupun dengan angka yang masih sangat kecil yaitu sebesar 0.79 persen,
tetapi sudah bernilai positip hingga akhirnya pada tahun 2003 sudah mencapai besaran 4.01 persen.
Disisi lain pangsa sektor pertanian terhadap produk domestik bruto secara nasional cendrung mengalami penurunan. Sebagai contoh, data pada tahun 2003
pangsa relatif tenaga kerja yang berada di sektor pertanian masih cukup tinggi yaitu
6 sebesar 62.92 persen, industri sebesar 20.25 persen dan jasa sebesar 16.83 persen,
sedangkan pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa dalam pembentukan produk domestik bruto masing-masing adalah 27.03 persen, 45.30 persen dan
27.67 persen. Jadi, kenyataan ini secara agregat menunjukkan bahwa laju transformasi atau
pergeseran perekonomian tidak diimbangi oleh laju pergeseran tenaga kerja antar sektor. Perubahan struktur penyerapan tenaga kerja merupakan penjelasan lebih
lanjut dari eksistensi perubahan struktural dalam ekonomi. Hill 1996 berpendapat bahwa perubahan distribusi penyerapan tenaga kerja sektoral biasanya terjadi lebih
lambat dibandingkan dengan perubahan peranan output secara sektoral, mengingat proses perpindahan tenaga kerja sangat lambat, terutama bagi tenaga kerja yang
berasal dari sektor dengan produktivitas rendah seperti sektor pertanian. Jadi hal yang menarik dari perubahan struktur ekonomi sektoral tersebut
adalah menuju sektor ekonomi yang lebih berimbang, khusunya dalam hal ketenagakerjaan. Lebih jauh dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk
domestik bruto memang semakin mengecil dan sumbangan sektor non pertanian semakin besar, tetapi dalam penyerapan tenaga kerja sektor industri tidak begitu
banyak memberikan sumbangan karena sektor ini umumnya memerlukan tenaga kerja yang memiliki kualitas lebih baik dari sektor pertanian. Artinya sektor
pertanian masih sangat padat akan tenaga kerja yang juga sekaligus menjadi beban bagi sektor ini, sehingga produksi dan pendapatan sektor pertanian harus dibagi
dengan jumlah orang yang lebih banyak. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pemiskinan dan eksploitasi sumberdaya manusia di sektor pertanian.
Berdasarkan uraian di atas, maka tampak keadaan ekonomi Indonesia masih diwarnai dengan kurang seimbangnya antara perubahan struktur ekonomi dan
7 lemahnya daya serap tenaga kerja di sektor non pertanian meskipun mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui biasanya perubahan struktur ekonomi dan tenaga kerja sebaiknya terjadi secara serentak dan seimbang,
namun kenyataan yang dialami Indonesia tidak demikian. Ketidaksesuaian ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu : 1 bagaimana
gambaran struktur ekonomi Indonesia dalam hubungannya dengan struktur tenagakerjaan, 2 faktor apa yang dapat mempengaruhi kesempatan kerja sektor
pertanian dan sektor non pertanian di Indonesia, dan 3 faktor apa yang mempengaruhi transformasi bergesernya kesempatan kerja dari sektor pertanian ke
sektor non pertanian di Indonesia.
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian