Posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
bertujuan untuk melatih kemampuan berfikir siswa untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. Guru melatih siswa untuk memecahkan
masalah melalui diskusi kelompok, hal ini bertujuan supaya siswa saling bertukar pikiran, bertukar pengalaman, dan berbagi ilmu pengetahuan dengan
temannya. Kemudian siswa setiap kelompok melakukan presentasi di depan kelas.
Pada tahap ini dimana siswa masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya, mengemukakan berbagai macam alasan yang
mendukung hasil diskusi mereka. Setiap siswa yang ingin berbicara atau mengungkapkan suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus mengangkat
kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja pada kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk
berbicara. Dalam hal ini, tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya.
Tahap ini bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara kompleks, dimana guru menyampaikan penjelasan
secara singkat tentang teori dan konsep serta mengoreksi jika terdapat kesalahpahaman siswa.
Dari tahap-tahap yang telah dilakukan, siswa dilatih harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, dan aktif dalam mengungkapkan suatu ide, sehingga
tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang diam saja. Sedangkan guru hanya membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan
siswa berjalan lancer, guru disini tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimiliki guru melainkan membantu siswa untuk membentuk
pengetahuannya sendiri. Selain itu siswa dilatih untuk berpartisipasi aktif dalam berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal dalam
hidup bermasyarakat, sehingga sangat penting sebagai bekal dalam hidup bermasyarakat, sehingga sangat penting bagi guru untuk membekali
sebelumnya dengan kempuan berkomunikasi, mengingat bahwa tidak semua siswa memiliki tingkat kemampuan untuk berkomunikasi.
Menurut Sonia Casal 2002 menyatakan bahwa Talking Chips mempunyai dua proses penting, yaitu proses sosial dan proses dalam
penguasaan materi
46
. Metode pembelajaran kooperatif teknik Talking Chips menekankan kepada keterampilan sosial dan penguasaan materi. Keterampilan
sosial diamati pada saat siswa berdiskusi pada kelompoknya. Keterampilan yang diamati antara lain: cara bekerjasama, cara mengungkapkan pendapat,
menghormati pendapat teman, bertanggung jawab terhadap kelompok, saling ketergantungan terhadap teman. Keterampilan-keterampilan pada metode
kooperatif teknik Talking Chips menjadikan siswa termotivasi untuk memberikan yang terbaik untuk kelompok dan dirinya. Dengan demikian
dapat meningkatkan keterampilan sosial mereka pada saat berdiskusi dan meningkatkan hasil belajar kimia siswa.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa yang diajarkan dengan metode kooperatif teknik Talking Chips memiliki penguasaan materi yang
lebih baik jika dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan metode diskusi biasa. Dengan adanya hal ini peningkatan pemahaman dan penguasaan
materi yang lebih baik berkenaan dengan konsep-konsep yang ada pada materi ikatan kimia. Pemberian metode ini memicu siswa dapat belajar dari temannya
dan sekaligus membelajarkan temannya, sehingga saling timbul ketergantungan positif.
Kelebihan pada pembelajaran dengan menggunakan metode kooperatif teknik Talking Chips sangat mendukung dalam peningkatan hasil belajar.
Kelebihan tersebut terlihat dalam hal mengembangkan potensi siswa, seperti terjadinya hubungan saling ketergantungan positif, mengembangkan semangat
kerja kelompok dan semangat kebersamaan, serta menumbuhkan komunikasi yang efektif dan semangat kompetisi diantara anggota kelompok. Kemudian
pada kegiatan pembelajaran, tiap siswa mngemukakan pendapat, ide atau
46
Sonia Casal, “Talking Chips A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain, google: www.Hlmtmag.co.ukjul
02teach.htm