Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
pembelajaran menjadi lebih inovatif yang mendorong siswa dapat belajar secara optimal baik belajar secara mandiri maupun di dalam pembelajaran di
kelas. Penggunaan metode ataupun model-model pembelajaran sangat diperlukan dan sangat mendesak terutama dalam menghasilkan model
pembelajaran baru yang dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik, peningkatan efisiensi dan efektivitas pembelajaran menuju pembaharuan.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam IPA telah melaju dengan pesatnya karena selalu berkaitan erat dengan perkembangan teknologi yang
memberikan wahana yang memungkinkan perkembangan tersebut. Perkembangan yang pesat telah menggugah para pendidik untuk dapat
merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep IPA yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat.
Oleh karena itu, untuk dapat menyesuaikan perkembangan tersebut menuntut kreatifitas dan kualitas sumberdaya manusia harus ditingkatkan yang dapat
dilakukan melalui jalur pendidikan. Untuk meningkatkan kualitas peserta didik melalui pengajaran IPA, guru diharapkan tidak hanya memahami disiplin ilmu
IPA, tetapi hendaknya juga memahami hakikat proses pembelajaran IPA yang mencakup tiga ranah kemampuan, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Oleh
karena itu, pengalaman belajar IPA harus memberikan pertumbuhan dan perkembangan siswa pada setiap aspek kemampuan tersebut.
Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh sekumpulan fakta saja produk ilmiah, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Jadi metode ilmiah itu merupakan bagian dari IPA termasuk salah satunya IPA-Kimia. Selama proses belajar mengajar sejalan dengan hakikat IPA maka
pemahaman siswa terhadap IPA menjadi lebih bermakna. Keberhasilan pembelajaran kimia siswa ditentukan oleh bagaimana
pembelajaran itu berlangsung dengan baik. Dengan adanya proses pembelajaran kimia, diharapkan siswa dapat berfikir secara ilmiah sebagai
hasil belajar kimia. Oleh karena itu, penguasaan dan cara penyampaian materi kimia perlu adanya variasi dan persiapan yang matang baik bagi guru maupun
siswa.
Kimia merupakan pelajaran yang sangat penting didalam dunia pendidikan, karena mata pelajaran kimia berfungsi untuk memahami peristiwa
alam yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, menemukan zat-zat yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat, mengetahui hakikat materi serta
perubahannya, menanamkan metode ilmiah, mengembangkan kemampuan dalam mengajukan gagasan-gagasan, dan memupuk ketekunan serta ketelitian
kerja. Kimia dipandang sebagai dasar bagi ilmu pengetahuan seperti
kedokteran, teknik, farmasi dan lain-lain. Dalam bidang kedokteran misalnya, penggunaan alat pencuci darah haemodialisis, dalam bidang teknik, silikon
yang merupakan bahan dasar untuk membuat mikroprosesor menyebabkan komputer semakin kecil ukurannya dan semakin canggih, sedangkan dalam
bidang farmasi berperan sebagai obat-obatan, misalnya senyawa antibiotik untuk anti infeksi. Dengan adanya proses pembelajaran kimia, diharapkan
siswa dapat membentuk pola fikir ilmiah. Oleh karena itu, kimia sebagai suatu mata pelajaran di sekolah sangat diperlukan.
Pelajaran kimia menjadi momok yang menakutkan karena adanya pandangan yang salah tentang kimia itu sendiri. Selama ini para siswa
mengangap konsep-konsep yang ada dalam pelajaran kimia sebagai konsep- konsep abstrak yang sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata. Akibatnya,
konsep-konsep kimia menjadi sangat jauh jaraknya dengan realita keseharian dalam kehidupan mereka
2
. Kesulitan dalam mempelajari kimia sebenarnya berawal dari kurangnya
pemahaman dan penguasaan konsep dasar dalam kimia. Untuk menanamkan pemahaman akan konsep-konsep tersebut diperlukan adanya penggunaan
sebuah media pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan kepada siswa dalam proses belajar mengajar, penggunaan media yang dibarengi dengan
2
Atiek Winarti dan Yudha Irhasyuarna, Optimalisasi Peran Laboratorium Sebagai Upaya Menyiapkan Pembelajaran Kimia di SMU dalam Menghadapi Abad 21
vidya Karya : Jurnal pendidikan dan kebudayaan, 2001, No. 30, Th VII, hal. 354
metode pembelajaran yang tepat merupakan faktor yang penting dan sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Konsep pembelajaran IPA khususnya kimia menuntut adanya perubahan peran guru. Pada konsep tradisional guru lebih berperan sebagai transformator,
artinya guru berperan hanya sebagai penyampai informasi, ide, atau gagasan, dan guru berada didepan kelas menyampaikan materi pelajaran, sedangkan
siswa hanya mendengar, menyimak, dan mencatat, kadang siswa diselingi pertanyaan dan latihan. Pola ini membuat siswa kurang aktif hanya menerima
materi saja, seperti halnya analogi gelas yang siap diisi air. Kondisi ini tidak sesuai dengan konsep pembelajaran instructional. Pembelajaran memandang
siswa sebagai individu yang aktif, memiliki kemampuan dan potensi yang perlu dieksplorasi secara optimal. Agar pembelajaran lebih optimal, maka
model pembelajaran harus efektif dan selektif sesuai dengan konsep yang diajarkan, sehingga siswa termotivasi untuk ikt serta dalam proses
pembelajaran. Selain memandang penting peran aktif siswa dalam belajar, pembelajaran juga menuntut peran guru lebih luas. Diantara tugas guru tersebut
adalah guru tidak hanya menerangkan dan menjelaskan materi kepada siswa, tetapi juga mengajak siswa untuk ikut akif dalam proses belajar mengajar
tersebut, karena keberhasilan suatu proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh kualitas dan kemampuan guru
3
. Pemilihan metode atau model pembelajaran yang tepat, tidak hanya
mempertimbangkan tujuan pendidikan, tetapi juga harus mempertimbangkan keaktifan, potensi dan tingkat perkembangan siswa yang beragam, serta
bagaimana memotivasi siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk mempunyai kreativitas yang tinggi dalam menggunakan model pembelajaran untuk
menunjang tercapainya proses belajar mengajar. Salah satu metode pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif adalah
pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai
3
Wina Sanjaya, STRATEGI PEMBELAJARAN Beroeientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:Kencana, 2008, cet. 5, hal.50.
macam model, salah satunya adalah Talking Chips. Di dalam Talking Chips siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sekitar 4-5 orang perkelompok.
Dalam kelompoknya para siswa diminta untuk mendiskusikan suatu masalah atau materi pelajaran. Kemudian setiap kelompok diberikan 4-5 kartu yang
digunakan untuk siswa berbicara. Setelah siswa mengemukakan pendapatnya, maka kartu disimpan di atas meja kelompoknya. Proses dilanjutkan sampai
seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua
siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif berkomunikasi dengan guru atau siswa lainnya
di dalam kelas, sehingga terjadilah suatu pembelajaran yang hidup di dalam kelas.
Talking Chips mempunyai dua proses yang penting,
4
yaitu; proses sosial dan proses dalam penguasaan materi. Proses sosial berperan penting dalam
Talking Chips yang menuntut siswa untuk dapat bekerjasama dalam
kelompoknya, sehingga para siswa dapat membangun pengetahuan mereka di dalam suatu bingkai sosial yaitu pada kelompoknya. Para siswa belajar untuk
berdiskusi, meringkas, memperjelas suatu gagasan, dan konsep materi yang mereka pelajari, serta dapat memecahkan masalah-masalah.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ikatan kimia. Dalam ikatan kimia siswa harus dapat menentukan ikatan ion, ikatan kovalen, ikatan
kordinasi, dan ikatan logam. Pada tahap instrumen dalam Talking Chips, siswa dalam satu kelompok berkumpul dalam satu meja, kemudian diberikan 4-5
kartu yang digunakan siswa untuk menjawab pertanyaan. Setiap kelompok diberikan lembar soal dan setiap siswa dalam kelompok diminta berdiskusi
untuk menemukan jawabannya. Misalnya: dalam soal tersebut siswa harus menentukan ikatan yang terbentuk dari
11
Na dan
17
Cl atau siswa diminta untuk menyebutkan ciri-ciri dari ikatan kovalen koordinasi. Setiap siswa yang ingin
berbicara atau mengungkapkan suatu ide, siswa tersebut terlebih dahulu harus
4
Sonia Casal, “Talking Chips A Book of Multiple Intelligence Exercise From Spain, google: www.Hlmtmag.co.ukjul
02teach.htm
mengangkat kartunya, kemudian kartunya disimpan di tengah meja. Proses dilanjutkan sampai seluruh siswa dapat menggunakan kartunya untuk
berbicara. Cara ini membuat tidak ada siswa yang mendominasi dan tidak ada siswa yang tidak aktif, semua siswa harus mengungkapkan pendapatnya. Oleh
karena itu setiap siswa dalam setiap kelompok harus dapat memahami materi Ikatan Kimia untuk mempertahankan posisi kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif model Talking Chips yang diterapkan pada pokok bahasan Ikatan Kimia juga diharapkan dapat meningkatkan motivasi
siswa secara efektif dan dapat menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar ke arah pembelajaran yang menciptakan interaktif sesama siswa, sehingga
siswa dapat terdorong minat dan motivasinya untuk belajar kimia yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar kimia.
Berdasarkan uraian di atas penulis mencoba melakukan penelitian
dengan mengangkat judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik
Talking Chips Terhadap Hasil Belajar Kimia Pada Konsep Ikatan Kimia”