Hasil Analisis dan Pembahasan
105
Tabel 4.5 Hasil Estimasi Phillip Perron Pada
Level-Intercept
Sumber: Lampiran 4
Hasil pada tabel 4.5 menunjukkan hasil uji akar dengan menggunakan PP test pada tingkat level. Dari tabel di atas tersebut
dapat diketahui bahwa nilai t-statistik PP masing-masing variabel tidak stasioner pada derajat keyakinan 5, dikarenakan nilai t-
statistik PP lebih besar dari nilai kritis statistik PP tabel. Oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
b. Uji Derajat Integrasi Dalam Uji PP menghasilkan kesimpulan bahwa data belum
stasioner. Oleh karena itu, harus dilakukan Uji Derajat Integrasi. Hasil diatas menunjukkan hasil uji akar dengan menggunakan PP test pada
tingkat First Difference - Intercept. Dari tabel di atas tersebut dapat diketahui bahwa nilai t-statistik PP masing-masing variabel tidak
stasioner pada derajat keyakinan 5, dikarenakan mayoritas memiliki nilai t-statistik PP lebih besar dari nilai kritis statistik PP tabel. Oleh
karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama –
Variabel Nilai t-Statistik
PP Nilai Kritis
Statistik PP Kesimpulan
LNPDB -0.963797
-2.925169 Tidak Stasioner
LNJUB 0.145567
-2.925169 Tidak Stasioner
LNPM -1.647364
-2.925169 Tidak Stasioner
LNZIS -11.03373
-2.925169 Tidak Stasioner
106 trend and intercept. Hasil dari Uji Derajat Integrasi Pertama sebagai
berikut:
Tabel 4.6 Hasil Estimasi Akar Unit Pada Derajat Integrasi
Pertama - Intercept
Variabel Nilai t-Statistik
PP Nilai Kritis
Statistik PP Kesimpulan
LNPDB -7.629631
-2.926622 Tidak Stasioner
LNJUB -7.916557
-2.926622 Tidak Stasioner
LNPM -7.498998
-2.926622 Tidak Stasioner
LNZIS -0.928015
-2.926622 Tidak Stasioner
Sumber: Lampiran 4
Hasil dari table 4.6 menunjukkan hasil uji akar dengan menggunakan PP test pada derajat intergrasi pertama belum stasioner.
Tabel 4.7 Hasil Estimasi Akar Unit Pada Derajat Integrasi
Pertama – Trend and Intercept
Variabel Nilai t-Statistik
PP Nilai Kritis
Statistik PP Kesimpulan
LNPDB -7.505506
-3.510740 Stasioner
LNJUB -7.800633
-3.510740 Stasioner
LNPM -7.884673
-3.510740 Stasioner
LNZIS -4.689925
-3.510740 Stasioner
Sumber: Lampiran 4
Dari tabel di atas tersebut dapat diketahui bahwa nilai t-statistik PP masing-masing variabel sudah stasioner pada derajat keyakinan 5,
dikarenakan nilai t-statistik PP lebih besar dari nilai kritis statistik PP tabel.
107 4. Uji Kointegrasi
Setelah diuji stasioner dan diyakini seluruh variabel yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki derajat yang
sama, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji kointegrasi untuk melihat jangka panjang dari model tersebut. “ Uji kointegrasi harus
diyakini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak Insukindro,1993:261.
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah pada variabel ini terdapat hubungan jangka panjang terhadap variabel independen terhadap
variabel dependen.
Tabel 4.8 Nilai Regresi Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: DRESID01 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 7 Newey-West using Bartlett kernel Adj. t-Stat
Prob. Phillips-Perron test statistic
-7.781210 0.0000
Test critical values: 1 level
-4.170583 5 level
-3.510740 10 level
-3.185512
Sumber: Lampiran 5
Dari hasil estimasi di atas dapat dilihat nilai nilai PP Test Statistic Test Critical values 5, ini menandakan bahwa terdapat pengaruh
jangka panjang dari variabel independen terhadap variabel dependen. Adanya indikasi hubungan keseimbangan jangka panjang belum dapat
digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan jangka pendek. Sehingga untuk mengetahui itu harus diuji Error Correction Model
108 ECM. Sebelum menuju Uji ECM harus dilakukan Uji Asumsi Klasik
terlebih dahulu. 5. Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi Klasik digunakan untuk melihat apakah hasil estimasi tersebut mempunyai penyakit atau tidak maka dilakukan pengujian
asumsi klasik ini. Penyakit yang dimaksud disini yaitu multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autikorelasi di dalam model penelitian. Sehingga
dapat diketahui bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator yang berarti tidak ada gangguan serius terhadap asumsi klasik dalam metode
kuadrat kecil tunggal OLS. a. Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat ada atau tidaknya hubungan korelasi yang signifikan antar
variabel independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinieritas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial
antar variabel independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi r antar variabel independen. Dari hasil tabel uji multikolinieritas
dengan correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang bernilai diatas 0.8, sehingga dapat disimpulkan variabel-
variabel independen ini terdapat multikolinieritas. Hasil pengujian milrikolinierita menggunakan uji korelasi r dapat dilihat sebagai
berikut:
109
Tabel 4.9 Hasil Uji
Correlation Matrix
LNJUB LNPM
LNZIS LNJUB
1 0.9746418332605923 0.9932450734475724
LNPM 0.9746418332605923
1 0.9862657591374114
LNZIS 0.9932450734475724 0.9862657591374114
1
Sumber: Lampiran 6
Dalam penelitian ini apabila terdapat multikolinieritas dapat diabaikan karena estimatornya masih dapat bersifat BLUE
Wahyu,2009:5.7. Sifat BLUE tidak terpengaruh oleh ada tidaknya korelasi antarvariabel independen. Namun harus diketahui bahwa
multikolinieritas akan menyebabkan SE yang besar. b. Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi agar taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE best linier unbiased efficient
maka var u
1
harus sama dengan σ konstanta atau bisa dikatakan semua residual atau error mempunyai varian yang sama kondisi ini
disebut sebagai homoskedastis. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan heteroskedastis. Untuk mendeteksi
heteroskedastisitas menggunakan uji white. Dari tabel diketahui bahwa koefisien ObsR-Squared bernilai 3.605459, nilai probabilitas dari
Chi-Square sebesar 0.6075 yang lebih besar dari nilai 0.05 α=5 maka
H diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model ini tidak
terdapat heteroskedastisitas.
110 Adapun hasil yang diperoleh untuk menguji heteroskedastisitas
seperti berikut ini:
Tabel 4.10 Hasil Uji White Heteroskedasticity Test
Heteroskedasticity Test: White F-statistic
0.682198 Prob. F5,42 0.6394
ObsR-squared 3.605459 Prob. Chi-Square5
0.6075 Scaled explained SS
9.706855 Prob. Chi-Square5 0.0840
Sumber: Lampiran 6
c. Autokorelasi Untuk menguji Autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan
Uji Langrange Multiplier LM-test. Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah ini ada atau tidaknya autokorelasi dalam
penelitian ini. Jika probabilitas Chi-square lebih besar dari tingkat signifikansi 5 maka dapat disimpulkan tidak adanya autokorelasi
dalam penelitian tersebut. Hasil regresi LM-test tersebut menghasilkan nilai Obs.R-
squared sebesar 17.25043 nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.0002
lebih kecil dari nilai α sebesar 0.05 5 maka H ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model ini terdapat masalah autokorelasi. Adapun hasil regresi LM-test sebagai berikut:
Tabel 4.11 Hasil Regresi Langrange Multiplier-test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
11.78095 Prob. F2,42 0.0001
ObsR-squared 17.25043 Prob. Chi-Square2
0.0002
Sumber: Lampiran 6
111 Hasil regresi LM-test tersebut menghasilkan nilai Obs.R-
squared sebesar 17.78095 nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.0002
lebih kecil dari nilai α sebesar 0.05 5 maka H ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model ini terdapat masalah autokorelasi. Untuk menyembuhkan dari autokorelasi maka
dapat melakukan beberapa pengujian, dalam penelitian ini menggunakan Uji First Difference. Hasil regresi dari penyembuhan
autokorelasi sebagai berikut:
Tabel 4.12 Hasil Regresi Penyembuhan
First Difference
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.108260 Prob. F2,41 0.8977
ObsR-squared 0.246901 Prob. Chi-Square2
0.8839
Sumber: Lampiran 6
Setelah disembuhkan maka nilai Obs R-squarednya 0.246901 dan nilai Prob. Chi-Square 0.8839
lebih besar dari nilai α sebesar 0.05 5 maka H
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model ini sudah terbebas dari autokorelasi.
6. Uji ECM Setelah diuji kointegrasi untuk melihat jangka panjangnya, maka
tahap selanjutnya akan dilakukan pengujian ECM untuk melihat pengaruh jangka pendeknya dari variabel yang digunakan. Error Correction Model
ECM merupakan pengujian yang dapat digunakan untuk melihat ada
112 atau tidaknya hubungan antar variabel dalam jangka pendek. Untuk
menyatakan apakah model ECM digunakan shohih atau tidak maka koefisien Error Correction Term ECT harus signifikan maka model
tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut..
ECM merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat konsistensi antara hubungan
jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji. Dari hasil olah data Uji Error Correction Model, pada tabel
4.13 menunjukkan bahwa nilai koefisien ECT sebesar 0.494737 yang berarti bahwa ketidaksesuaian pertumbuhan PDB aktual dengan
pertumbuhan PDB potensial akan dieliminasi atau dihilangkan dalam satu periode penelitian sebesar 49,47. Dapat dilihat nilai probabilitas 0.0006,
hal ini berarti ECT sudah signifikan pada ting kat kepercayaan α=0.05.
Oleh karena itu model dari pengujian ECM ini dapat dikatakan valid. Dari hasil estimasi regresi dengan pendekatan ECM, variabel jangka pendek di
tunjukkan oleh DJUB, DPM dan DZIS. Adapun hasil dari Uji ECM sebagai berikut:
113
Tabel 4.13 Hasil Uji ECM
Dependent Variable: DLNPDB Method: Least Squares
Date: 121911 Time: 02:07 Sample adjusted: 2007M02 2010M12
Included observations: 47 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic Prob.
C 22.48864
7.464947 3.012565
0.0045 DLNJUB
0.028964 0.196909
0.147093 0.8838
DLNPM -0.023523
0.093498 -0.251593
0.8027 DLNZIS
1.674554 1.054319
1.588280 0.1203
LNJUB-1 -0.789069
0.250802 -3.146179
0.0032 LNPM-1
-0.482891 0.155746
-3.100499 0.0036
LNZIS-1 -0.342053
0.132727 -2.577123
0.0139 ECT
0.494737 0.132953
3.721152 0.0006
R-squared 0.318817 Mean dependent var
0.004699 Adjusted R-squared
0.196554 S.D. dependent var 0.024074
S.E. of regression 0.021579 Akaike info criterion
-4.680388 Sum squared resid
0.018160 Schwarz criterion -4.365469
Log likelihood 117.9891 Hannan-Quinn criter.
-4.561882 F-statistic
2.607624 Durbin-Watson stat 1.821302
ProbF-statistic 0.026189
Sumber: Lampiran 7
Namun dalam jangka panjang perlu dihitung dengan cara menjumlahkan koefisien tiap variabel jangka panjang LNJUB-1,
LNPM-1 dan LNZIS-1 dengan koefisien ECT kemudian dibagi dengan koefisien ECT. Rumus koefisien jangka panjang sebagai berikut:
114 LNJUB -1 = C
4
+ C
7
C
7
LNPM -1 = C
5
+ C
7
C
7
LNZIS -1 = C
6
+ C
7
C
7
Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Koefisien ECM
Variabel Not asi
Coefficiient Jangka Pendek
Jangka Panjang Konst ant a
C
22.48864 22.48864
Jumlah Uang Beredar DLNJUB
0.028964 -1.59493
Pembiayaan M udharabah
DLNPM -0.023523
-0.97606 Penerimaan ZIS
DLNZIS 1.674554
-0.69138
Sumber: Lampiran 8 data diolah
Berdasarkan Tabel 4.12, maka hasil regresi ECM dalam jangka pendek dan panjang di dapat hasil.
DPDB = 22.48864 + 0.028964DJUB -0.023523DPM + 1.674554DZIS – 1.59493JUB-1 - 0.97606PM-1 – 0.69138ZIS-1 +
0.494737ECT Keterangan:
DLNPDB = Perubahan Penerimaan Indeks Produk Domestik Bruto PDB
DLNJUB = Perubahan Jumlah Uang Beredar periode t jangka pendek
115 DLNPM = Perubahan Pembiayaan Mudharabah periode t jangka
pendek DLNZIS = Perubahan Penerimaan Zakat, Infak dan Sedekah periode t
jangka pendek LNJUB-1 = Pembiayaan Jumlah Uang Beredar
t-1
jangka panjang LNPM-1 = Pembiayaan Mudharabah
t-1
jangka panjang LNZIS-1 = Penerimaan Zakat, Infak dan Sedekah
t-1
jangka panjang ECT
= Error Correction Term