Pengusaha perantara sayuran adalah pengusaha yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi sayuran, melainkan sebagai penyalur produksi
sayuran. Peran pengusaha perantara sayuran semakin penting karena : 1
Tidak semua informasi pasar diketahui oleh pengusaha produsen sayuran, 2
Meningkatnya biaya distribusi sehingga lebih menguntungkan menggunakan jasa penyalur,
3 Kesibukan produsen untuk kelancaran proses produksi sayuran
mengharuskan memakai jasa penyalur, dan 4
Semakin jauhnya jarak konsumen yang harus dilalui pengusaha produsen sayuran.
Berikut ini beberapa pengusaha perantara sayuran : 1
Pedangang pengumpul, yaitu pedagang yang mengumpulkan hasil pertanian dari pengusahapetani produsen, dan kemudian memasarkannya kembali
dalam partai besar kepada pedagang lain. 2
Pedagang besar, yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengumpul dan atau langsung dari pengusahaprodusen, serta menjual
kembali kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pembeli untuk industri, lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual volume yang
sama pada konsumen akhir. 3
Pedagang pengecer, yaitu pedagang yang menjual barang hasil pertanian ke konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen
dalam partai kecil.
2.2.4. Pengendalian Mutu Sayuran
Mutu produk hortikultura akan terbentuk pada saat panen dan penentuan mutu tersebut akan terbentuk di pasar. Kesadaran dan pengetahuan adanya
hubungan yang nyata ini melahirkan konsep produksi yang berorientasi pasar market-led production concept, yang berarti bahwa manajemen produksi
komoditas hortikultura ditujukan khusus pada pemuasan kebutuhan konsumen.
15
MUTU PRODUKSI
PASCA PANEN
PASAR
Gambar 1. Siklus Mutu Hortikultura
Sumber : Joyce 2003, diacu dalam Zulkarnain 2002.
Pasar akan menentukan persyaratan standar mutu komoditas, yang harus mampu dicapai oleh proses budidaya, kegiatan pascapanen demi mempertahankan
mutu yang telah dicapai agar dapat diterima di pasar Joyce 2003, diacu dalam Zulkarnain 2002. Pada pasar swalayan, pengendalian mutu sayuran dilakukan
dalam rangka mendapatkan bahannya dari pemasok, yaitu mulai dari kegiatan sortasi secara berulang-ulang pada saat barang sampai di pasar swalayan yang
bersangkutan sampai siap dijual mutu terbaik. Kegiatan sortasi berulang dilakukan dengan pertimbangan bahwa produk sayuran bersifat mudah rusak
sensitif terhadap seranga n mikroorganisme dan masih hidup masih dapat melakukan respirasi dan transpirasi.
Syarat mutu penerimaan sayur ditunjukkan oleh karakteristik seperti daun hijau segar dan tidak kekuningan atau coklat, daun tidak berlubang,
batangtangkai daun tidak lecet atau patah, tidak berbau yang tidak enak, warna cerah dan mengkilap, tidak layu dan tidak berserangga. Suprayitna 2006
menyatakan bahwa sebelum swalayan memutuskan untuk memasok sayuran, biasanya swalayan tersebut telah menetapkan standar kualitas tertentu.
16
Pemasok
Pasar Swalayan
Gambar 2. Proses Pengendalian Mutu Sayuran Secara Umum di Pasar Swalayan
dari Tingkat Pemasok Hingga ke Konsumen
Sumber : Hubeis 2007
2.2.5. Standar Pangan Organik
Pengembangan pertanian organik membutuhkan beberapa sarana pendukung, seperti adanya standar, sistem sertifikasi, pelabelan dan sebagainya.
Hal ini diperlukan untuk meminimalisasi penipuan kepada konsumen. Menurut International Organization for Standardization ISO, standar adalah spesifikasi
teknis atau dokumen setara yang tersedia untuk masyarakat, yang dihasilkan dari adanya kerjasama dan konsensus atau persetujuan umum yang didasarkan pada
ilmu pengetahuan dan teknologi serta pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik dalam
tingkat nasional, regional atau internasional. Sertifikasi adalah sebuah sistem Pengiriman
Pembersihan
Sortasi
Sortasi dan Penimbangan
Pengemasan
Peragaan
Penyimpanan
Penjualan
17
pengesahan kesesuaian produk terhadap standar yang dapat diterapkan. Pengesahan ini dapat dilakukan oleh : a pihak pertama supplier , b pihak
kedua costumer, c pihak ketiga lembaga independen. Adanya standar nasional tentang pangan organik dan pertanian organik
dianggap sangat penting keberadaanya karena merupakan acuan legal yang harus dianut produsen pangan organik, pengolah pertanian serta usaha- usaha
pemasarannya. Oleh karena itu, pada awal tahun 2002, Departemen Pertanian menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai konsep sertifikasi pertanian
organik. Dalam pengumuman tersebut, sertifikasi organik akan disusun berdasarkan Pedoman Standar Produksi, labelling, dan pemasaran bagi pangan
organik.
Organik Non Organik
Perlindungan konsumen
JAMINAN
Mengurangi keresahan
dipasarkan
- Nasional
- Internasional
Gambar 3. Konsep Standardisasi Pangan Organik
Sumber : Winarno 2002, diacu dalam Hadiyanti 2005.
Indonesia memiliki standar nasional sistem produksi, penanganan pasca panen, pelabelan, dan pemasaran produk pertanian organik yang dibuat pada
tahun 2002. Standar nasional ini dibuat dengan mengadopsi standar pertanian organik yang sudah diakui internasional seperti Codex Alimentaruis Commision
GL-1999, Rev I -2001, IFOAM Basic Standards of Agriculture 2000, dan USDA Final Rule National Organic Program 2000.
Sayuran organik tergolong kepada jenis pangan organik. Standar pangan organik di Indonesia dikeluarkan oleh Departemen Pertanian Indonesia dalam
bentuk SNI pangan organik SNI No. 01-6729-2002.
KASAT MATA konsumen
Pemerintah
Tidak banyak berbeda
STANDAR LABEL
18
2.3. Penelitian Terdahulu
Rahmawaty 2004 melakukan penelitian mengenai analisis penerapan Manajemen Mutu Terpadu MMT pada perusahaan katering penerbangan PT
Aerowisata Catering Service ACS, Tangerang. Konsep manajemen mutu di PT ACS telah terdefinisi dengan baik. Hal ini dapat terlihat dengan telah
diperolehnya sertifikat ISO 9001 : seri 2000 yang terintegrasi dengan konsep keamanan pangan, tetapi dalam pelaksanaanya masih terdapat kekurangan dalam
hal kedisiplinan karyawan untuk melaksanakan sistem manajemen mutu yang telah ada.
Prioritas permasalahan yang diutamakan oleh PT ACS dalam penerapan manajemen mutu adalah permasalahan mutu, biaya, jumlah, kontinuitas dan
waktu. Untuk subkriteria permasalahan utama diprioritaskan adalah mutu main course, hal ini disebabkan mulai dari pengadaan bahan baku hingga main course
siap disajikan ke konsumen, memerlukan tahapan-tahapan yang cukup panjang dan membutuhkan penanganan yang baik. Sub kriteria masalah yang berpengaruh
kecil terhadap manajemen mutu adalah waktu pengangkutan. Hasil identifikasi kinerja manejemen mutu PT ACS berdasarkan Analytical Hierarchy Process
AHP menunjukkan bahwa sosialisasi visi dan misi perusahaan terhadap karyawan cukup baik, sedangkan unsur manajemen yang masih kurang
penerapannya adalah unsur diklat. Sugiharti 2005 menganalisis penerapan MMT pada perusahaan
distributor sayuran CV Bimandiri. Secara keseluruhan penerapan MMT di CV Bimandiri jika dilihat dari ketersediaan dan penerapan unsur-unsur MMT, masih
belum sempurna dan dalam tahap pengembangan. Pada umumnya, unsur- unsur MMT tersebut telah tersedia, namun pelaksanaannya belum maksimal. Misalnya
kegiatan pendidikan dan pelatihan yang hanya dilaksanakan sekali dan hanya untuk bagian-bagian tertentu saja.
Berdasarkan hasil pengolahan dengan metode AHP dapat disimpulkan bahwa yang menjadi sumber permasalahan di perusahaan adalah kegiatan
penanganan. Kegiatan tersebut memiliki permasalahan diantaranya masih terdapat sayuran yang lolos sortir, pengemasan dan pada teknik pembagian.
19