Statistik Deskriptif Variabel Input dan Output

total sekuritas sebesar 1 persen maka diduga akan meningkatkan total biaya cost sebesar 0,32 persen, ceteris paribus. Tabel 8. Hasil Estimasi Fungsi Biaya dan Fungsi Keuntungan Lainnya Menggunakan Model SFA pendekatan Time Varying Decay Koefisien Estimasi Model SFA Fungsi Biaya Fungsi Keuntungan Lainnya Konstanta Total Dana w1 Beban Tenaga Kerja w2 Kredit y1 Sekuritas y2 Pendapatan bukan bunga z1 NPL v1 EOTA v2 0.5 lnw1lnw1 lnw1lnw2 0.5 lnw2lnw2 lnw1lny1 lnw1lny2 lnw1lnz1 lnw2lny1 lnw2lny2 lnw2lnz1 0.5 lny1lny1 lny1lny2 lny1lnz1 0.5 lny2lny2 lny2lnz1 0.5lnz1lnz1 Wald Test Log likelihood η -7.727902 0.000 0.9770568 0.000 1.176558 0.000 0.3713936 0.125 0.3205236 0.011 -0.5336194 0.001 -0.0150012 0.419 -0.4517606 0.000 -0.0584971 0.000 -0.0338888 0.003 0.09852 0.001 0.0081773 0.587 -0.0134201 0.091 0.0423954 0.000 0.1231507 0.000 0.0120051 0.261 -0.0785081 0.000 0.0796952 0.002 -0.0210412 0.118 -0.0659721 0.000 0.037082 0.000 -0.0144309 0.1 0.0406459 0.002 6376.32 0.0000 -174.9904 0.0263062 0.000 6.829621 0.225 -1.479131 0.014 -0.5015812 0.561 0.5960099 0.484 0.8491096 0.072 -2.03693 0.001 -0.3902223 0.000 -0.0406621 0.809 0.1092946 0.003 -0.0243621 0.548 -0.1658729 0.156 -0.004815 0.922 -0.032889 0.248 0.1203134 0.001 0.1413119 0.183 0.0535748 0.186 -0.056846 0.355 0.3139396 0.001 -0.0597651 0.241 0.0092671 0.834 0.0117699 0.725 -0.0092847 0.783 -0.0816727 0.113 350.05 0.0000 -1600.9249 -0.0388295 0.011 Keterangan: signifikan di level 1;signifikan pada taraf nyata 5 ; signifikan pada taraf nyata 10; Angka didalam kurung adalah t-statistik Sumber : Hasil Pengolahan Untuk koefisien pendapatan bukan bunga bernilai sebesar –0,533, artinya bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan bukan bunga sebesar 1 persen, maka diduga akan menurunkan total cost sebesar 0,53 persen, ceteris paribus. Terakhir, besaran untuk koefisien EOTA adalah -0,451, artinya jika terjadi kenaikan EOTA sebesar 1 persen maka diduga akan menurunkan total cost total biaya sebesar 0,45 persen, ceteris paribus. Pada Tabel 8 juga dapat menunjukkan hasil estimasi pada fungsi keuntungan lainnya, dimana variabel-variabel yang siginifikan terhadap variabel keuntungan lainnya yaitu variabel total dana pihak ketiga, sekuritas, pendapatan bukan bunga dan NPL. Koefisien estimasi total dana pihak ketiga sebesar -1,479, nilai estimasi tersebut menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan total dana sebesar 1 persen, diduga akan menurunkan keuntungan lainnya sekitar 1,48 persen, ceteris paribus. Untuk hasil estimasi koefisien variabel sekuritas diperoleh sebesar 0,849 persen, nilai estimasi ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan sekuritas sebesar 1 persen, diduga akan meningkatkan profit sekitar 0,85 persen, ceteris paribus. Sedangkan untuk koefisien estimasi pendapatan bukan bunga yang nilainya sebesar -2,037, angka ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan pendapatan bukan bunga sebesar 1 persen, diduga akan menurunkan keuntungan lainnya sekitar 2,034 persen, ceteris paribus. Variabel lainnya dalam model yang signifikan terhadap keuntungan lainnya yaitu NPL, dimana koefisien estimasinya sebesar -0,390, angka ini menjelaskan bahwa jika terjadi kenaikan NPL sebesar 1 persen diduga akan menurunkan keuntungan lainnya sebesar 0,39 persen, ceteris paribus. Battese dan Coelli 1992 menyatakan bahwa bila parameter η yang dihasilkan oleh pendekatan SFA dengan menggunakan metode time varying decay maka jika nilai SFA positif berarti technical efficiency atau cost efficiency akan meningkat seiring waktu, sebaliknya bila parameter η bernilai negatif maka technical efficiency atau cost efficiency akan menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Hasil estimasi yang disajikan oleh Tabel 8 menunjukkan bahwa parameter estimasi η untuk cost function bernilai 0,026 positif sedangkan parameter estimasi η untuk alternative profit function bernilai -0,038 negatif. Dari hasil estimasi tersebut dapat dijelaskan bahwa telah terjadi perubahan tingkat efisiensi pada bank-bank merger dan akuisisi di Indonesia, jika dilihat dari sisi biaya cost, bank-bank yang merger dan akuisisi mengalami perubahan tingkat efisiensi yang cenderung meningkat, sedangkan jika dilihat dari sisi profitnya, bank-bank merger dan akuisisi mengalami perubahan tingkat efisiensi yang cenderung menurun. Dengan kata lain, bahwa selama periode amatan variabel- variabel input yang signifikan terhadap biaya dan mempunyai tanda negatif yaitu: pendapatan bukan bunga, NPL dan EOTA dapat meminimalkan total biaya yang ditanggung oleh bank tersebut, sehingga efisiensi dari sisi biaya cost efficiency cenderung semakin efisien. Namun, lain halnya jika dilihat dari sisi profit dimana selama periode amatan variabel-variabel input yang signifikan terhadap keuntungan lainnya alternative profit dan mempunyai tanda positif yaitu: kredit, sekuritas dan EOTA tidak mampu meningkatkan profit dari bank tersebut, sehingga efisiensi technical efficiency dari sisi alternative profit cenderung semakin tidak efisien.

5.2. Efisiensi Kelompok Bank-bank Merger dan Akuisisi

Sebagaimana telah dibahas pada sub bab sebelumnya bahwa nilai efisiensi berkisar antara 0 dan 1. Efisiensi bernilai 1 menunjukkan bank yang paling efisien dalam sampel pada periode tertentu dan efisiensi bernilai 0 atau mendekati 0 menunjukkan bank yang kurang efisien atau tidak efisien dalam sampel pada periode tertentu. Selanjutnya, dari hasil estimasi dengan pendekatan SFA dipilih dari hasil estimasi yang paling baik dapat dihitung nilai efisiensi biaya cost efficiency dan efisiensi alternative profit technical efficiency dari bank-bank merger dan akuisisi lihat Tabel 9. Dalam hal ini, semakin tinggi nilai efisiensi suatu bank maka menunjukkan bahwa semakin efisien bank tersebut dalam mengelola faktor- faktor input total dana, upah tenaga kerja, kredit, sekuritas, pendapatan bukan bunga, NPL dan EOTA yang digunakan. Dari Tabel 8 terlihat bahwa dari kedua fungsi baik fungsi biaya maupun fungsi keuntungan lainnya menghasilkan perhitungan yang cukup jauh berbeda walaupun ada beberapa bank yang tetap konsisten dalam tingkat efisiensinya baik dari sisi biaya maupun sisi keuntungan lainnya. Dari Tabel 9 dilihat dari hasil perhitungan efisiensi biaya efisiensi yang tertinggi dimiliki oleh bank asing yang ada di Indonesia. Secara detail dapat dipaparkan bahwa bank yang lebih efisien dari sisi biaya cost pada penelitian ini yaitu Bank of Tokyo, peringkat kedua terbaik efisiensinya adalah bank HSBC dan peringkat ketiga adalah Bank Mizuho dengan nilai efisiensi masing-masing bank tersebut adalah 0,961, 0,960 dan 0,768. Disini artinya bahwa Bank of Tokyo beroperasi secara efisien sebesar 96,1 persen atau terdapat 3,9 persen efisiensi biaya yang masih bisa dimanfaatkan oleh bank tersebut untuk mencapai efisiensi yang optimal. Bank HSBC dan Bank Mizuho masing-masing beroperasi secara efisien sebesar 96 persen dan 76,8 persen atau ada 4 persen dan 23,2 persen efisiensi biaya yang masih bisa dimanfaatkan oleh Bank HSBC dan Bank Mizuho agar mencapai efisiensi yang optimal. Bank BRI, Bank Sumitomo dan Bank Danamon secara keseluruhan beroperasi secara efisien diatas 60 persen sedangkan bank-bank lainnya beroperasi sekitar 50 persen atau kurang dari 50 persen sehingga disini terlihat bahwa bank-bank di Indonesia masih banyak yang belum mencapai efisiensi biaya secara maksimal. Hasil penelitian ini sangat kontras dengan penelitian yang dilakukan oleh Huizinga, et al. 2001 bahwa hasil perhitungan efisiensi bank-bank yang merger di Eropa menunjukkan efisiensi biaya bank berhubungan positif dengan pelaksanaan merger. Selain itu dengan dilakukannya merger efisiensi keuntungan bank juga secara keseluruhan mengalami peningkatan. Alasan dibalik tingginya nilai efisiensi yang dimiliki oleh bank-bank asing atau bank-bank swasta yang dikuasai oleh bank asing adalah karena rendahnya cost of lending bunga pinjaman pada bank-bank asing terutama bank di Jepang suku bunga kredit di Negara Jepang berkisar antara 0 hingga 0,1 persen. Sehingga sumber pendanaan yang berasal dari negara asal memiliki biaya yang lebih murah karena terkait dengan adanya kebijakan suku bunga di Jepang yang sangat rendah. Sedangkan di Indonesia masih menerapkan suku bunga kredit yang relatif tinggi berkisar 12 persen dan suku bunga tabungan cost of fund yang juga tinggi. Dana yang terserap dibank-bank asing khususnya bank Jepang banyak disalurkan ke SBI maupun SUN karena spread antara suku bunga kredit di Jepang dan suku bunga kredit di Indonesia lebih besar, sehingga bank-bank tersebut lebih tertarik untuk menyalurkan kredit ke Indonesia. Dana-dana yang dihimpun oleh bank-bank asing tersebut banyak berasal dari negara mereka namun karena bank- bank asing tersebut berpandangan bahwa penyaluran kredit diIndonesia lebih menguntungkan sehingga bank-bank tersebut mengalami zero cost dan zero risk. Tambahan lagi dengan adanya regulasi dari Bank Indonesia yang membebaskan bank-bank asing untuk membuka kantor cabang di Indonesia sehingga membuat bank-bank asing lebih leluasa dalam pengelolaan dana yang terhimpun. Fungsi intermediasi pada bank-bank asing juga berjalan lebih baik dibandingkan dengan bank-bank swasta nasional. Hal inilah yang menjadi sebab dan akibat yang membuat bank-bank asing yang beroperasi di Indonesia lebih efisien dibandingkan dengan bank-bank swasta nasional maupun bank pemerintah. Tabel 9. Perbandingan Efisiensi Bank-bank Merger dan Akuisisi di Indonesia Kode Bank Nama Bank Efisiensi Biaya Kode Bank Nama Bank Efisiensi Keuntungan Lainnya 5 Bank Of Tokyo 0.961732 15 Bank BRI 0.9099389 18 HSBC 0.960882 6 Bank Permata 0.7903854 4 Bank Mizuho 0.768016 1 Mandiri 0.6939181 15 Bank BRI 0.670666 19 UOB 0.6830983 3 Bank Sumitomo 0.629321 2 Danamon 0.4665012 2 Danamon 0.626971 10 Bank CIMB Niaga 0.4476834 19 UOB 0.568774 18 HSBC 0.3872023 6 Bank Permata 0.560438 7 Bank OCBC Ind. 0.325987 1 Mandiri 0.542604 12 Rabobank 0.2788142 11 Bank Commonwealth 0.495218 3 Bank Sumitomo 0.2726932 10 Bank CIMB Niaga 0.492429 9 Bank Windu Kencana 0.2337712 7 Bank OCBC Ind. 0.483185 8 Bank Artha Graha 0.2156255 17 Bank Index Selindo 0.414501 5 Bank Of Tokyo 0.2146516 13 Hana bank 0.407568 4 Bank Mizuho 0.2100895 12 Rabobank 0.373069 16 Bank of India 0.1858786 8 Bank Artha Graha 0.339662 14 Victoria Bank 0.179695 16 Bank of India 0.278584 13 Hana bank 0.1102515 9 Bank Windu Kencana 0.278164 11 Bank Commonwealth 0.0791345 14 Victoria Bank 0.220915 17 Bank Index Selindo 0.0599017 Sumber : hasil pengolahan Namun, jika dilihat tingkat efisiensinya dari sisi keuntungan lainnya, yang beroperasi secara efisien yaitu Bank BRI, selanjutnya Bank Permata kemudian Bank Mandiri dengan nilai efisiensi masing-masing bank tersebut adalah 0,909, 0,790 dan 0,693. Makna dari nilai tersebut menyatakan bahwa Bank BRI beroperasi secara efisien 90,9 persen atau terdapat 9,1 persen keuntungan yang terbuang. Begitu juga dengan Bank Permata dan Bank Mandiri, masing-masing bank tersebut beroperasi secara efisien sebesar 79 persen dan 69,3 persen dari sisi profit atau terdapat 21 persen dan 30,7 persen keuntungan yang terbuang. Disini dapat disimpulkan bank yang konsisten terbaik efisiensinya baik dari dua fungsi fungsi biaya maupun fungsi keuntungan lainnya adalah Bank BRI. Bank BRI mampu mempertahankan kinerja dan kualitasnya meskipun saat itu krisis ekonomi terjadi. Merujuk dari salahsatu jurnal yang ditulis oleh Pattern, Rosengard dan Johnston 2000 menyatakan bahwa sistem BRI unit merupakan institusi microfinance yang terbesar dan tersukses didunia dimana pada masa krisis ekonomi, tingkat tabungan di BRI meningkat dan umumnya BRI unit yang banyak memberikan pinjaman kepada usaha mikro tidak terlalu terpengaruh oleh krisis ekonomi. BRI memfokuskan kinerja dalam pelayanan kepada masyarakat kecil, diantaranya dengan memberikan fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil dan masyarakat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini terlihat pada perkembangan penyaluran KUK Kredit Usaha Kecil dan terdapat setidaknya 3.705 BRI unit dan 375 Pos Pelayanan Desa di berbagai pelosok Indonesia 2 . Alasan mengapa Bank Mandiri juga tergolong bank-bank yang mempunyai skor efisiensi cukup tinggi dalam penelitian ini. Hal ini tidak terlepas dari sejarah Bank Mandiri yang merupakan hasil merger dan empat bank milik pemerintah yakni Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim Bank Ekspor Impor dan Bapindo Bank Pembangunan Indonesia. Keempat bank tersebut dilebur menjadi Bank Mandiri dikarenakan adanya permasalahan- permasalahan dalam manajemen keuangan. Untuk meningkatkan efisiensi Bank Mandiri melakukan proses konsolidasi secara menyeluruh seperti menutup beberapa kantor cabang yang saling berdekatan dan dengan melakukan pengurangan jumlah karyawan. Hasil penjualan asset assetnya berupa penjualan 2 http:Bank_Rakyat_Indonesia.co.id . 7 Oktober 2010. Bank Rakyat Indonesia. 8 Juli 2012 beberapa kantor cabang tersebut digunakan untuk ekspansi perusahaan dalam bentuk pembiayaan operasional Bank Mandiri. Pengurangan karyawan sudah tentu dapat mengurangi beban personalia yang ditanggung oleh Bank Mandiri sehingga Bank Mandiri dapat meminimalkan total biaya secara keseluruhan. Tetapi jika dilihat secara keseluruhan, nilai efisiensi Bank BRI dan Bank Mandiri masih lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai efisiensi bank-bank asing. Dengan demikian fakta ini dapat disimpulkan bahwa bank-bank milik pemerintah belum bisa mencapai tingkat efisiensi sebagaimana bank-bank asing dilihat dari sisi biaya yang beroperasi di Indonesia. Artinya disini, bank-bank asing mempunyai kinerja terbaik dalam mengalokasikan atau meminimumkan total biaya perusahaannya. Adapun statistik deskriptif dari efisiensi biaya dan efisiensi keuntungan lainnya dapat ditampilkan pada Tabel 10. Tabel 10. Statistik Deskriptif Nilai Efisiensi Biaya dan Efisiensi Keuntungan Lainnya Minimum Maximum Mean Std. Deviation Eff. Biaya 0.220915 0.961732 0.53213 0.20095 Eff. Keuntungan Lainnya 0.059902 0.909939 0.425687 0.259179 Sumber: hasil pengolahan Berdasarkan hasil pengamatan dari 26 bank 19 bank merger dan akuisisi, 7 bank nonmerger maupun nonakuisisi, nilai efisiensi biaya terkecil yaitu sebesar 0,220915 Bank Victoria dan nilai efisiensi keuntungan terkecil yaitu sebesar 0,059902 Bank Index Selindo. Nilai efisiensi yang kecil ini diduga karena bank tersebut tidak mampu mengoptimalkan penggunaan variabel-variabel input dalam meminimumkan biaya maupun memaksimumkan profit. Nilai efisiensi biaya terbesar yaitu sebesar 0,961732 Bank Of Tokyo dan nilai efisiensi keuntungan lainnya terbesar yaitu sebesar 0,909939 Bank BRI. Adapun nilai rata-rata efisiensi biaya adalah sebesar 0,53213 dengan standar deviasi 0,20095. Nilai rata- rata efisiensi keuntungan lainnya adalah sebesar 0,425687 dengan standar deviasi 0,259179. Pengelompokan nilai efisiensi biaya menjadi empat kategori dengan menggunakan persentil kuartil lebih kurang standar deviation yaitu: 1. Nilai efisiensi biaya kurang dari 0,59 adalah bank dengan kategori tidak efisien 2. Nilai efisiensi biaya antara 0,59 hingga 0,69 adalah bank dengan kategori kurang efisien 3. Nilai efisiensi biaya antara 0,69 hingga 0,83 adalah bank dengan kategori cukup efisien 4. Nilai efisiensi biaya lebih dari atau sama dengan 0,83 adalah bank dengan kategori efisien Untuk melihat sebaran nilai efisiensi dalam sampel penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi Nilai Efisiensi Biaya Nilai Efisiensi Frekuensi Persentase NE0,59 13 68,42 0,η9≤NE0,θ9 3 15,79 0,θ9≤NE0,83 1 5,26 NE≥0,83 2 10,53 Sumber:hasil pengolahan Sumber : Hasil Pengolahan Gambar 26. Sebaran Nilai Efisiensi Biaya Bank dengan tingkat efisiensi kurang dari 0,59 berjumlah 13 bank atau sekitar 68 persen. Sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa bank-bank merger dan akuisisi sebanyak 68 persen mengalami kondisi yang tidak efisien. Artinya disini bahwa bank-bank merger dan akuisisi belum bisa mencapai tingkat efisiensi. Bank dengan tingkat efisiensi lebih dari 0,83 berjumlah 2 bank atau sekitar 11 persen, artinya bahwa bank-bank yang telah mencapai efisiensi hanya 2 68 16 5 11 NE0,59 , NE , , NE , NE , bank dan itu hanya dimiliki oleh bank-bank asing yang berlokasi di Indonesia atau bank-bank swasta yang saham terbesarnya dimiliki oleh bank asing. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 26. Pengelompokan nilai efisiensi keuntungan lainnya juga dibagi menjadi empat kategori dengan menggunakan persentil kuartil lebih kurang standar deviation yaitu: 1. Nilai efisiensi keuntungan lainnya kurang dari 0,47 adalah bank dengan kategori tidak efisien. 2. Nilai efisiensi keuntungan lainnya antara 0,47 hingga 0,61 adalah bank dengan kategori kurang efisien 3. Nilai efisiensi keuntungan lainnya antara 0,61 hingga 0,93 adalah bank dengan kategori cukup efisien 4. Nilai efisiensi keuntungan lainnya lebih dari atau sama dengan 0,93 adalah bank dengan kategori efisien Untuk melihat sebaran nilai efisiensi dalam sampel penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi Nilai Efisiensi Keuntungan Lainnya Nilai Efisiensi Frekuensi Persentase NE0,47 15 78,95 0,47≤NE0,θ1 0,00 0,θ1≤NE0,93 3 15,79 NE≥0,93 1 5,26 Sumber: hasil pengolahan Sumber : hasil pengolahan Gambar 27. Sebaran Nilai Efisiensi Keuntungan Lainnya 79 16 5 NE0,47 , NE , , NE , NE , Bank dengan tingkat efisiensi keuntungan lainnya kurang dari 0,47 berjumlah 15 bank atau sekitar 79 persen. Sehingga dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa bank-bank dalam sampel penelitian ini sebanyak 79 persen mengalami kondisi yang tidak efisien dalam memaksimumkan profitnya. Artinya disini bahwa bank-bank merger dan akuisisi belum bisa mencapai tingkat efisiensi dari sisi keuntungan. Bank dengan tingkat efisiensi lebih dari 0,93 berjumlah 1 bank atau sekitar 5 persen, artinya bahwa bank-bank yang telah mencapai efisiensi hanya 1 bank yaitu bank BRI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 27.

5.3. Skala Ekonomi

Seperti dikemukakan sebelumnya, skala ekonomi dapat ditentukan dengan mencari turunan pertama dari fungsi biaya terhadap output. Skala ekonomi SE akan dievaluasi untuk setiap bank pada setiap periode waktu. Skala ekonomi diperoleh dari hasil 1 per RSCE. Jika SE lebih dari 1, menunjukkan bahwa skala ekonomi bank sudah tercapai economies of scale. Dalam arti apabila bank menambah 1 unit output maka biayanya akan meningkat kurang dari 1 unit. Bank dikatakan berada dalam kondisi increasing return to scale. Jika SE sama dengan 1, bank dikatakan beroperasi dalam kondisi constant return to scale. Artinya, apabila ank menambah 1 unit output maka biayanya akan meningkat 1 kali juga. Sedangkan jika SE kurang dari 1, apabila output meningkat 1 unit maka biaya akan meningkat sebesar lebih dari 1 unit decreasing return to scale. Dalam kondisi ini dikatakan bahwa bank berada dalam keadaan diseconomies of scale. Skala ekonomi dan skor efisiensi sangat berkaitan erat. Sebuah bank yang efisien, seharusnya mencapai skala ekonomi. Sebaliknya, sebuah bank yang mencapai skala ekonomi, seharusnya memiliki skor efisiensi yang tinggi pula. Berdasarkan hasil perhitungan RSCE maupun SE yang ditunjukkan pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa seluruh bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia memiliki nilai RSCE yang kurang dari 1 atau nilai SE yang lebih dari 1. Artinya disini bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia mengalami kondisi increasing return to scaledecreasing cost, di mana jika ada penambahan output 1 unit maka akan meningkatkan biaya kurang dari 1 unit atau dapat dikatakan kondisi bank-bank merger dan akuisisi di Indonesia berada dalam keadaan economies of scale. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak terdapat ruang untuk mengembangkan bank-bank di Indonesia dalam rangka meningkatkan skala ekonominya. Tabel 13. Nilai Skala Ekonomi Bank-bank Merger dan Akuisisi Kode Bank Nama Bank RSCE SE 1 Bank Mandiri 0.17 5.88 2 Bank Danamon 0.23 4.35 3 Bank Sumitomo 0.11 9.09 4 Bank Mizuho 0.14 7.14 5 Bank Of Tokyo 0.15 6.67 6 Bank Permata 0.28 3.57 7 Bank OCBC Ind. 0.27 3.70 8 Bank Artha Graha 0.42 2.38 9 Bank Windu Kencana 0.30 3.33 10 Bank CIMB Niaga 0.24 4.17 11 Bank Commonwealth 0.21 4.76 12 Rabobank 0.33 3.03 13 Hana bank 0.43 2.33 14 Victoria Bank 0.18 5.56 15 Bank BRI 0.32 3.13 16 Bank of India 0.30 3.33 17 Bank Index Selindo 0.35 2.86 18 HSBC 0.21 4.76 19 UOB 0.29 3.45 Sumber: hasil pengolahan Nilai RSCE paling kecil dimiliki oleh Bank Sumitomo yaitu sebesar 0,11 yang berarti bahwa kenaikan jumlah output sebanyak 1 persen akan mengakibatkan kenaikan biaya sebesar 0,11 persen. Jika dianalisis menurut skala ekonomi, menyatakan bahwa Bank Sumitomo memiiliki skala ekonomi paling besar sehingga Bank Sumitomo mengalami kondisi increasing return to scale atau decreasing cost dimana peningkatan biaya lebih kecil secara proporsional dibandingkan peningkatan outpunya atau dapat dinyatakan bahwa Bank Sumitomo telah mencapai kondisi economies of scale. Sedangkan nilai RSCE terbesar dimiliki oleh Bank Hana yaitu sebesar 0,43 yang berarti bahwa untuk meningkatkan output sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah biaya yang dikeluarkan sebesar 0,43 persen. Secara skala ekonomi, Bank Hana memiliki skala ekonomi yang paling kecil diantara bank-bank merger dan akuisisi lainnya. Namun kondisi skala ekonomi Bank Hana masih tergolong increasing return to scale atau decreasing cost. Melihat hasil skala ekonomi jika dibandingkan dengan hasil tingkat efisiensi sesuai dengan teori ekonomi untuk beberapa bank yang telah mencapai kondisi efisiensi. Namun lain perlakuan untuk bank-bank yang belum mencapai kondisi efisiensi nilai efisiensinya masih tergolong rendah, hasil ini tidak sesuai dengan teoritis, di mana seharusnya bank-bank yang telah mencapai kondisi economies of scale harus memiliki nilai efisiensi yang tinggi. Namun hasil pengolahan menunjukkan bahwa seluruh bank-bank merger dan akuisisi mengalami kondisi increasing return to scale atau decreasing cost namun tidak seluruh bank-bank merger dan akuisisi mencapai kondisi yang efisien. Skala ekonomi dan skor efisiensi sangat berkaitan erat. Sebuah bank yang efisien, seharusnya mencapai skala ekonomi. Sebaliknya, sebuah bank yang mencapai skala ekonomi, seharusnya memiliki skor efisiensi yang tinggi pula. Semakin tinggi nilai skala ekonomi suatu bank menunjukkan bahwa bank berperilaku semakin efisien. Namun, dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan antara skala ekonomi dengan skor efisiensi. Untuk bank-bank yang lain selain Bank of Tokyo, Bank HSBC dan Bank Mizuho masih memiliki nilai efisiensi biaya yang tidak tinggi lihat Tabel 9 dan juga mempunyai skala ekonomi yang increasing return to scaledecreasing cost, artinya di sini bank-bank hasil merger ataupun akuisisi mampu mencapai kondisi economies of scale namun belum bisa meningkatkan kinerja perbankan. Apakah bank-bank tersebut melakukan merger atau akuisisi hanya karena kewajiban terhadap Bank Indonesia karena adanya syarat minimal memiliki modal inti 100 milyar atau hanya ingin menyelamatkan bank-bank yang dalam kondisi tidak sehat. Sehingga alasan bank-bank di Indonesia melakukan merger dan akuisisi bukan karena ingin meningkatkan efisiensi dan meningkatkan skala ekonomi tapi hanya sekedar melakukan kewajiban bank terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan juga demi penyelamatan bank-bank tersebut supaya tidak dilikuidasi. Dapat dilihat dari Gambar 28, rata-rata secara keseluruhan nilai skala ekonomi bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia tidak ada yang dapat