Namun kondisi skala ekonomi Bank Hana masih tergolong increasing return to scale atau decreasing cost.
Melihat hasil skala ekonomi jika dibandingkan dengan hasil tingkat efisiensi sesuai dengan teori ekonomi untuk beberapa bank yang telah mencapai
kondisi efisiensi. Namun lain perlakuan untuk bank-bank yang belum mencapai kondisi efisiensi nilai efisiensinya masih tergolong rendah, hasil ini tidak sesuai
dengan teoritis, di mana seharusnya bank-bank yang telah mencapai kondisi economies of scale harus memiliki nilai efisiensi yang tinggi. Namun hasil
pengolahan menunjukkan bahwa seluruh bank-bank merger dan akuisisi mengalami kondisi increasing return to scale atau decreasing cost namun tidak
seluruh bank-bank merger dan akuisisi mencapai kondisi yang efisien. Skala ekonomi dan skor efisiensi sangat berkaitan erat. Sebuah bank yang efisien,
seharusnya mencapai skala ekonomi. Sebaliknya, sebuah bank yang mencapai skala ekonomi, seharusnya memiliki skor efisiensi yang tinggi pula. Semakin
tinggi nilai skala ekonomi suatu bank menunjukkan bahwa bank berperilaku semakin efisien. Namun, dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya
ketidakkonsistenan antara skala ekonomi dengan skor efisiensi. Untuk bank-bank yang lain selain Bank of Tokyo, Bank HSBC dan Bank
Mizuho masih memiliki nilai efisiensi biaya yang tidak tinggi lihat Tabel 9 dan juga mempunyai skala ekonomi yang increasing return to scaledecreasing cost,
artinya di sini bank-bank hasil merger ataupun akuisisi mampu mencapai kondisi economies of scale namun belum bisa meningkatkan kinerja perbankan. Apakah
bank-bank tersebut melakukan merger atau akuisisi hanya karena kewajiban terhadap Bank Indonesia karena adanya syarat minimal memiliki modal inti 100
milyar atau hanya ingin menyelamatkan bank-bank yang dalam kondisi tidak sehat. Sehingga alasan bank-bank di Indonesia melakukan merger dan akuisisi
bukan karena ingin meningkatkan efisiensi dan meningkatkan skala ekonomi tapi hanya sekedar melakukan kewajiban bank terhadap peraturan yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia dan juga demi penyelamatan bank-bank tersebut supaya tidak dilikuidasi.
Dapat dilihat dari Gambar 28, rata-rata secara keseluruhan nilai skala ekonomi bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia tidak ada yang dapat
mencapai skala lebih dari 1 mencapai kondisi increasing return to scale atau bank-bank yang merger dan akuisisi di Indonesia tidak beroperasi dalam kondisi
skala ekonomi economies of scale.
Sumber: hasil pengolahan
Gambar 28. Perbandingan antara Efisiensi dan Skala Ekonomi Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Pradeep Srivastava
1999 yang melakukan penelitian pada bank di India. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara keseluruhan bank-bank di India beroperasi dalam
skala ekonomi economies of scale. Sehingga dapat disimpulkan kondisi bank- bank merger dan akuisisi di Indonesia mengalami kondisi ekonomi yang relatif
sama dengan kondisi perbankan di negara-negara lain.
5.4. Efisiensi pada kelompok Peer group Bank-bank Merger dan Akuisisi
Sesuai dengan tujuan ketiga dalam penelitian ini yaitu mengkaji nilai efisiensi dari masing-masing bank-bank merger dan akuisisi diantara kelompok
peer groupnya. Pada penelitian ini, dikelompokkan bank-bank tersebut mengacu pada pengelompokan bank-bank berdasarkan total asetnya Statistik Perbankan
Indonesia, maret 2012. Di dalam buku Statistik Perbankan Indonesia tersebut dijelaskan bahwa ada 4 kelompok peer group bank berdasarkan total asetnya,
yaitu kelompok pertama bank-bank yang memiliki asset kurang dari 1 triliun, kelompok kedua yaitu bank-bank yang memiliki asset berada pada selang 1 triliun
sampai 10 triliun, kelompok ketiga merupakan kelompok bank-bank yang
0.00 0.20
0.40 0.60
0.80 1.00
1.20
RSCE Efisiensi
memiliki asset berada pada interval 10 triliun sampai dengan 50 triliun dan terakhir adalah kelompok keempat dimana kelompok bank-bank yang memiliki
asset lebih dari 50 triliun. Pada penelitian ini, hanya meneliti dua kelompok bank yaitu kelompok ketiga aset diantara 10 triliun sampai 50 triliun dan kelompok
keempat aset lebih dari 50 triliun. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu.
5.4.1. Efisiensi Kelompok Peergroup 4 aset Rp. 50 Triliun
Selanjutnya pada penelitian ini akan membahas nilai efisiensi dari fungsi biaya pada kelompok peergroup 4 dengan menggunakan model SFA dimana
hasilnya akan diperbandingkan bagaimana kondisi bank-bank merger dan akuisisi dengan bank-bank nonmerger dan non akuisisi dalam kelompok kepemilikan total
asset yang sama. Tabel 14. Efisiensi Biaya Kelompok Bank-bank Peergroup 4 aset kurang dari Rp.
50 Triliun
Kode Bank Nama Bank
Efisiensi RSCE
Skala Ekonomi
3 Bank Of Tokyo
0.961732 0.15
6.67 8
HSBC 0.960882
0.21 4.76
13 Citibank
0.891538 0.21
4.76 7
Bank BRI 0.670666
0.32 3.13
11 BCA
0.635225 0.21
4.76 2
Danamon 0.626971
0.23 4.35
10 BNI
0.609077 0.22
4.55 9
UOB 0.568774
0.29 3.45
4 Bank Permata
0.560438 0.28
3.57 1
Mandiri 0.542604
0.17 5.88
6 Bank CIMB Niaga
0.492429 0.24
4.17 5
Bank OCBC Ind. 0.483185
0.27 3.70
12 Bukopin
0.404903 0.27
3.70 Sumber: hasil pengolahan
Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa hasil nilai efisiensi bank-bank merger dan akuisisi dengan bank-bank yang nonmergernonakuisisi yang tergabung
dalam satu kelompok peergroup empat berdasarkan total asetnya menunjukkan bank yang merger yaitu Bank of Tokyo dan Bank HSBC masih menduduki
peringkat pertama tertinggi nilai efisiensinya jika dibandingkan dengan bank yang nonmergernonakuisisi. Namun disini, Citibank yang bukan merupakan bank
hasil merger ataupun akuisisi memiliki nilai efisiensi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Bank BRI dengan nilai efisiensi dari Citibank yaitu sebesar 0,89.
Dari Tabel 14 dapat disimpulkan hanya beberapa bank-bank hasil merger maupun akuisisi yang tergabung dalam peergroup bank yang memiliki total aset
kurang Rp. 50 triliun memiliki nilai efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan bank-bank nonmerger dan nonakuisisi namun masih sebagian lainnya
belum bisa meningkatkan mergernya setelah melakukan kebijakan merger ataupun akuisisi. Sehingga kebijakan melakukan merger atau akuisisi harus
dipertimbangkan kembali. Karena alasan bank-bank tersebut melakukan merger dan akuisisi bukan karena ingin meningkatkan efisiensi melainkan hanya karena
kewajiban terhadap Bank Indonesia patuh terhadap regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
Di dalam penelitian ini hanya Bank BRI yang memiliki nilai efisiensi lebih baik dibandingkan bank-bank milik pemerintah lainnya. Hal ini terlihat dari
cakupan daerah operasional kerja Bank BRI yang sudah menjangkau daerah- daerah pedesaan. Dan BRI juga banyak memberikan kredit kepada usaha-usaha
kecil seperti UMKM. BRI juga menegaskan bahwa bank ini memang memiliki asset jauh lebih kecil dibandingkan Bank Mandiri namun di sini Bank BRI lebih
mengejar target untuk peningkatan laba bersih dibandingkan aset
3
. Bank milik pemerintah lainnya juga mempunyai nilai efisiensi cukup
tinggi, karena bank milik pemerintah ini masih ada campurtangan dari pemerintah.
Campurtangan di sini dimana bank milik pemerintah masih dilindungi pemerintah dengan adanya peraturan pemerintah yang terkesan masih melindungi bank-bank
milik pemerintah. Sehingga banyak bank-bank milik pemerintah yang mengambil tindakan atau langkah-langkah yang dirasa aman bagi bank tersebut. Sebagai
contoh bank swasta maupun bank BUMN boleh menerapkan hapus buku atau write off. Tapi, berbeda dengan bank swasta, bank BUMN tidak boleh melakukan
hapus tagih atau pengurangan utang pokok haircut. Padahal dengan hapus tagih itu bisa meringankan beban debitur karena diberi diskon pokok utang
4
. Ditambah
3
http:suarakarya.com . 30 April 2011. Bank BUMN bukukan laba.26 Juli 2012
4
http:kontan.realviewusa.com . Minggu III, April 2009. Menghapus Noda Agar Kinerja Seolah
Tak Tercela. 26 Juli 2012.
lagi dengan adanya tindakan bank-bank BUMN seperti Bank Mandiri yang banyak menyimpan aset bank-bank tersebut kedalam obligasi pemerintah
sehingga bank-bank pemerintah ini adalah bank yang terkesan sangat aman bagi nasabah dalam menyimpankan dana mereka.
Skala ekonomi dari bank-bank merger dan akuisisi dibandingkan dengan bank-bank nonmerger dan nonakuisisi yang tergabung dalam kelompok peergroup
dengan asset lebih dari 50 triliun masih menunjukan dalam kondisi economies of scale karena angka dari skala ekonomi yang masih dibawah 1, hal ini
mengindikasikan kondisi yang increasing return of scale atau decreasing cost.
5.4.2. Efisiensi Kelompok Peergroup 3 Rp. 10 T Aset Rp. 50 T
Terakhir penelitian ini akan membahas hasil estimasi dan nilai efisiensi dari kelompok peergroup tiga dengan menggunakan metode dan pendekatan yang
sama dengan estimasi sebelumnya. Nilai efisiensi pada kelompok bank-bank merger dan akuisisi yang tergabung dalam kelompok bank peergroup tiga yang
memiliki asset antara 10 triliun hingga 50 triliun menunjukkan bahwa hampir sebagian besar bank-bank merger dan bank akuisisi memiliki nilai efisiensi yang
lebih tinggi daripada bank-bank yang tidak melakukan merger maupun akuisisi. Tabel 15. Efisiensi Biaya Kelompok Bank-bank Peergroup 3 asset Rp. 10 s.d Rp.
50 Triliun
Kode Bank
Nama Bank Efisiensi
RSCE Skala
Ekonomi 2
Bank Mizuho 0.768016
0.14
7.14
1 Bank Sumitomo
0.629321 0.11
9.09 8
DBS 0.500854
0.23 4.35
4 Bank Commonwealth
0.495218 0.21
4.76 9
Ekonomi Raharja 0.384671
0.25 4.00
5 Rabobank
0.373069 0.33
3.03 3
Bank Artha Graha 0.339662
0.42 2.38
7 Mega
0.336423 0.26
3.85 6
Victoria Bank 0.220915
0.18 5.56
Sumber: hasil pengolahan
Di sini terlihat kinerja bank-bank merger dan akuisisi semakin membaik dengan melakukan merger dan akuisisi. Artinya dengan kebijakan yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia untuk mengharuskan bank-bank yang memiliki modal dan aset yang kecil ataupun bank-bank yang memiliki masalah internal
dalam perusahaannya untuk melakukan merger atau mau diakuisisi oleh perusahaan lain dapat menghasilkan kinerja bank yang lebih baik. Hal ini
dibuktikan dengan tingginya nilai efisiensi dari bank tersebut. Bank-bank yang
nonmerger maupun nonakuisisi juga masih dikategorikan tidak efisien karena nilai efisiensinya kurang dari 0,59. Kondisi perbankan di Indonesia yang masih tidak
efisien menunjukkan penggunaan input belum efisien dalam menekan biaya yang dikeluarkan oleh bank.
Kondisi skala ekonomi dari kelompok peergroup bank yang memiliki asset antara 10 triliun hingga 50 triliun baik itu dari bank-bank yang merger dan
akuisisi maupun bank-bank yang nonmerger dan nonakuisisi menunjukkan bahwa bank-bank tersebut masih dalam keadaan increasing return to scale atau
decreasing cost sehingga kondisi skala ekonomi bagi kelompok bank tersebut sudah tercapai. Nilai skala ekonomi tertinggi pada kelompok bank pergroup 3
bank dengan asset Rp. 10 s.d Rp. 50 Triliun dimiliki oleh Bank Mizuho dengan skala ekonomi sebesar 7,14 atau nilai RSCE terkecil yaitu 0,14, artinya di sini
bahwa jika terjadi peningkatan output sebesar 1 persen maka akan diikuti peningkatan biaya yang hanya sebesar 0,14 persen. Di sini dapat dijelaskan bahwa
Bank Mizuho secara skala ekonomi mampu menekan peningkatan biaya seminimal mungkin jika terjadi peningkatan output.
VI. Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam kurun waktu kuartal pertama di tahun 2002 hingga kuartal keempat di tahun 2011, dari 19 bank-bank yang merger dan akuisisi hanya bank of Tokyo
dan bank HSBC yang mempunyai skor efisiensi tertinggi. Sedangkan dua bank besar di Indonesia yang merupakan milik pemerintah belum cukup bagus
skor efisiensinya walaupun kedua bank tersebut mempunyai peringkat kedua dan ketiga tertinggi efisiensi dalam cakupan sampel bank-bank merger dan
akuisisi. Dilihat dari sisi efisiensi keuntungan lainnya, bank BRI dan bank Mandiri mampu mempertahankan nilai efisiensi sehingga dapat disimpulkan
bahwa bank BRI dan bank Mandiri cukup bagus dalam memanage faktor- faktor yang mempengaruhi biaya dan laba dari bank mereka sehingga bank
tersebut cukup lumayan dalam memaksimumkan laba maupun
meminimumkan biaya dari bank tersebut. Sedangkan bank HSBC mengalami
penurunan nilai efisiensi dilihat dari fungsi keuntungan lainnya.
2. Dilihat dari hasil perhitungan skala ekonomi pada bank-bank merger dan akuisisi, seluruh bank-bank tersebut mengalami kondisi yang increasing
return to scale atau decreasing cost. Jadi secara keseluruhan bank-bank yang
merger maupun akuisisi sudah mencapai kondisi skala ekonomi.
3. Bank-bank merger dan akuisisi tersebut setelah dibandingkan dengan kelompok bank-bank lain yang tergabung dalam satu kelompok peer group
dengan bank-bank tersebut, hanya bank-bank yang mempunyai total aset antara 10 triliun hingga 50 triliun yang mempunyai nilai efisiensi lebih tinggi
daripada bank-bank yang nonmerger dan nonakuisisi. Sedangkan bank-bank yang mempunyai aset lebih dari 50 triliun belum mampu mencapai nilai
efisiensi yang lebih baik dibandingkan bank-bank yang nonmerger dan
nonakuisisi seperti bank BCA dan Citibank.
6.2. Implikasi Kebijakan
1. Kebijakan merger dan akuisisi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia secara teoritis sangat baik untuk peningkatan efisiensi di sektor industri perbankan.
Namun disini Bank Indonesia perlu melakukan pengawasan yang lebih lanjut terhadap bank-bank yang ingin melakukan merger atau akuisisi. Karena pada
umumnya bank-bank tersebut melakukan merger dan akuisisi bukan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dari bank-bank tersebut. Hanya semata-
mata demi penyehatan bank tersebut. Merger yang dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi akan menghasilkan peningkatan kinerja bank
tersebut. Tapi merger yang dilakukan karena terpaksa karena regulasi dari Bank Indonesia tidak akan menghasilkan efisiensi yang lebih baik.
2. Perlu adanya kebijakan lain yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia seperti kebijakan penurunan suku bunga kredit dan suku bunga bond agar bank-bank di
Indonesia lebih gencar melakukan penyaluran kredit ke sektor riil sektor yang produktif karena sektor ini mampu menggerakkan perekonomian nasional.
3. Bank Indonesia perlu mengeluarkan regulasi yang lebih ketat terhadap bank- bank asing ataupun bank swasta asing yang ada di Indonesia untuk membatasi
keberadaan bank-bank asing di Indonesia. Dengan dibatasinya ruang gerak bank-bank asing membuat bank-bank nasional mempunyai ruang gerak yang
lebih besar dan bank-bank tersebut bisa menjalankan fungsi intermediasinya lebih baik dari sebelumnya dan mampu menggerakkan perekonomian nasional.
7.3. Saran Penelitian Lebih Lanjut
1. Penelitian ini hanya membahas mengenai efisiensi bank-bank setelah merger dan akuisisi, ada baiknya dilakukan penelitian selanjutnya untuk membandingkan
efisiensi sebelum dan sesudah merger maupun akuisisi.
2. Saran penelitian selanjutnya juga bisa dilakukan dengan menghubungkan kondisi efisiensi bank dengan kondisi makroekonomi di Indonesia untuk melihat
apakah efisiensi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.