Padang Penggembalaan Sadengan Determining Minimum and Optimum Viable Population Size of Banteng (Bos javanicus) Based on Demographic Parameters at Alas Purwo National Park, Banyuwangi, East Java

dengan Software Wolfram Mathematic 8. Nilai Eigen λ yang digunakan adalah yang bernilai paling besar dan positif, karena akar ciri yang bernilai negatif dan imajiner tidak bermakna dalam biologi, khususnya model pertumbuhan spesies.

4.4.8 Ukuran Populasi Optimum Lestari

Populasi awal diproyeksikan pertahun dengan menggunakan matriks Leslie terpaut kepadatan Density Dependent sehingga dapat dilihat pertumbuhan populasinya. Populasi optimum lestari adalah ukuran populasi pada tahun ke-t dimana selisih antara Nt dengan Nt+1 merupakan selisih terbesar di antara tahun- tahun lainnya. Waktu yang digunakan pada proyeksi populasi ini adalah 200 tahun, hal ini dilakukan karena proyeksi pertumbuhan dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan populasi atau r=0, di mana tidak ada lagi pertumbuhan atau populasi mendekati daya dukungnya. Populasi yang digunakan sebagai populasi awal dalam proyeksi matriks Leslie ini hanya populasi jenis kelamin betina. Ukuran populasi pada jantan akan didapatkan dari perbandingan seks rasio. Persamaan matrik Leslie terpaut kepadatan yang digunakan adalah sebagai berikut: , , , Dimana: Fx = Fekunditas setiap kelas umur Px = Peluang hidup N t = Jumlah populasi pada setiap kelas umur Q = Faktor pembatas pertumbuhan q t = 1 + α. N t α = λ-1 K λ = Akar ciri matriks M K = Daya dukung Dalam menyusun matriks Leslie, selang waktu antar kelas umur haruslah sama. Karena sulitnya menentukan umur satwa di lapangan maka dalam penelitian ini populasi awal pada setiap kelas umur dibagi oleh selang waktu pada masing-masing kelas umur. Sehingga didapatkan selang waktu yang seragam yakni 1 tahun. Perkalian matriks dibantu dengan Microsoft Excel 2007. Contoh perkalian matriks dapat dilihat pada Lampiran 1. Penggunaan matriks Leslie di atas dilakukan dengan asumsi sebagai berikut : a. Peluang hidup yang digunakan ada dua yaitu peluang hidup antar kelas umur anak ke remaja dan remaja ke dewasa dan peluang hidup di dalam kelas umur. Hal ini dilakukan karena tidak semua individu dalam kelas umur tersebut berpindah kelas umur pada tahun berikutnya; b. Kelahiran bayi berasal dari kelompok umur muda dan dewasa umur 3-17 tahun Hoogerwerf 1970 menyatakan bahwa usia 3 tahun pada betina sudah mampu bereproduksi; banteng bisa mencapai umur 21-25 tahun, sehingga seekor banteng betina dalam hidupnya dapat menurunkan anak sebanyak 21 kali; c. Umur banteng di alam adalah 17 tahun Prayurasiddhi, 1997; d. Jumlah anak pada setiap kelahiran adalah satu ekor. Mengingat data tentang umur secara pasti sulit diperoleh dari pengamatan di alam, maka dalam menyusun matriks populasi digunakan kriteria kelas umur sebagai berikut : a. Kelas umur anak : berumur antara 0-12 bulan sejak bayi lahir sampai selesainya laktasi; b. Kelas umur remaja : berumur 1-5 tahun pada umur ini sudah terlihat perbedaan warna pada tubuh banteng jantan dan betina, di mana banteng jantan berwarna keabu-abuan; pada kelas umur ini betina memasuki masa kematangan seksual pada umur 3 tahun; pertumbuhan maksimal banteng mencapai usia lima sampai enam tahun; c. Kelas umur dewasa : berumur 5-17 tahun. V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Perkembangan Populasi Banteng di TN Alas Purwo

Penyebaran banteng di TN Alas Purwo terdapat pada beberapa titik seperti di Padang Penggembalaan Sadengan, hutan hujan dataran rendah, dan hutan homogen. Penggembalaan Sadengan merupakan padang penggembalaan buatan dan berfungsi sebagai daerah konsentrasi banteng. Perjumpaan banteng di daerah hutan hujan dataran rendah dan hutan homogen biasanya dijumpai pada malam hari, terutama pada musim kemarau untuk mencari makan dan sumber air. Data hasil monitoring banteng di daerah Perpat dan Paranggedek yang dilakukan tahun 2011 pada musim hujan dan kemarau hanya ditemukan jejak dan kotoran, sementara indikasi perjumpaan langsung tidak terjadi Murdyatmaka, 2011. Padang Penggembalaan Sadengan merupakan lokasi konsentrasi banteng dan beberapa satwa lainnya. Monitoring secara rutin oleh pengelola terus dilakukan. Data hasil inventarisasi banteng di Padang Penggembalaan Sadengan dari tahun 1998-2011 tersaji dalam Gambar 5. Sumber : Balai Taman Nasioal Alas Purwo Gambar 5 Grafik perkembangan populasi banteng di Padang Penggembalaan Sadengan, TN Alas Purwo 1998-2011. 20 40 60 80 100 120 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Tahun Individu Individu anak Individu betina Individu jantan Individu total Selama rentang waktu tiga belas tahun 1998-2011, populasi banteng di Padang Penggembalaan Sadengan memiliki kecenderungan fluktuatif terhadap betina, menurun pada jantan, dan hampir rata-rata pada anak. Penurunan populasi terus menerus berlangsung dari tahun 1998-2003 dengan populasi ±110 ekor menjadi ±17 ekor. Lonjakan signifikan terjadi di tahun 2004 khususnya untuk betina dengan peak 50 ekor. Sampai dengan tahun 2011, populasi di Padang Penggembalaan Sadengan mencapai 100 ekor. Tingkat kehadiran banteng di Padang Penggembalaan Sadengan menurun secara signifikan pada tahun 2003, hal ini diakibatkan oleh invasi enceng-enceng Casia tora dan kerinyu Eupatorium odoratum yang menekan pertumbuhan rumput pakan satwa. Banteng menyebar sampai luar kawasan hutan produksi untuk mencari makan dan sumber air minum. Pada saat yang sama terjadi peningkatan tindak perburuan liar, tercatat 8 kasus kematian banteng di luar kawasan dan diamankannya 60 jerat satwa BTNAP 2004. Kondisi populasi banteng yang terus menurun dapat menyebabkan kepunahan lokal di kawasan tertentu jika pengelolaan terhadap habitat dan populasi banteng tidak dilakukan. Srimulyaningsih 2012 menyatakan bahwa kondisi populasi banteng yang terus menerus turun berarti menuju kepunahan, diduga akibat angka kematian yang tinggi dan laju pertumbuhan banteng yang terganggu karena beberapa faktor, antara lain 1 perburuan; 2 menurunnya kualitas dan kuantitas rumput di padang penggembalaan; 3 aktivitas manusia; 4 kematian karena umur yang suda tua; dan 5 kurangnya informasi mengenai struktur umur dan kepadatan banteng sehingga menyebabkan tidak terkontrolnya pengelolaan terhadap populasi dan habitat banteng. Upaya peningkatan kehadiran banteng dan upaya perlindungan populasi banteng di Padang Penggembalaan Sadengan dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi berupa pembinaan habitat secara intensif melalui pembabatan, pendongkelan, dan pembakaran tanaman enceng-enceng dan kerinyu, selain itu dilakukan pembangunan dam dan instalasi sprinkle untuk air minum satwa dan penyiraman rumput. Hasilnya, kehadiran banteng di padang Penggembalaan Sadengan meningkat sejak tahun 2007. Kondisi populasi banteng di Padang Penggembalaan Sadengan, TN Alas Purwo ditunjukkan pada Gambar 6.