Morfologi dan Anatomi Bioekologi Banteng .1 Taksonomi

Kurva tipe 1 merupakan gambaran populasi yang setelah kelahiran tidak mengalami penurunan, akan tetapi menjelang periode umur tertentu mengalami penurunan yang drastis. Beberapa populasi mamalia besar dan manusia termasuk kedalam kurva tipe 1. Kurva tipe 2 menggambarkan angka kematian yang relatif tetap untuk setiap kelas umur dari suatu populasi, kurva tersebut membentuk garis diagonal. Kurva tipe ini merupakan ciri dari kurva survivorship pada binatang pengerat, beberapa jenis burung dan populasi invertebrata. Kurva tipe 3 menyatakan suatu keadaan laju kematian sangat tinggi pada awal hidupnya, seperti yang terjadi pada ikan, kemudian berangsur-angsur menurun sampai tahap akhir dari satu periode hidup Krebs 1978; Hasibuan 1988; Deshmukh 1992. Beberapa faktor yang mempengaruhi kematian antara lain karena adanya predator, penyakit, dan bahaya lain yang mengancam jauh sebelum organisme mencapai usia tua Krebs 1978.

2.3.3 Perkembangbiakan dan Reproduksi

Kemampuan berkembang biak menentukan kelestarian suatu populasi. Banteng melakukan perkawinan dalam suatu periode waktu tertentu yang tergantung dari lokasinya. Menurut Lekagul dan McNeely 1977, musim kawin banteng di Thailand adalah dalam bulan Mei dan Juni. Hoogerwerf 1970 menyatakan bahwa musim kawin banteng di Suaka Alam Ujung Kulon adalah dalam bulan Juli, September, dan Oktober, kadang-kadang juga dalam bulan Nopember dan Desember. Perkawinan tersebut biasanya dilakukan pada waktu malam hari. Lamanya bayi dalam kandungan adalah 9,5-10 bulan, jumlah anak setiap induk berkisar antara 1-2 ekor, namun kebanyakan 1 ekor setiap induk. Anaknya dilahrkan dalam satu menit, 40 menit kemudian anaknya sudah dapat berdiri, 60 menit kemudian menyusu induknya. Selanjutnya anaknya akan disapih dalam umur 10 bulan. Banteng liar menurut Hoogerwarf 1970 termasuk monoestrus, artinya mempunyai satu musim kawin dalam satu tahun. Umur termuda banteng betina untuk mulai berkembang biak adalah 3 tahun, sedangkan untuk jantan lebih dari 3 tahun. Banteng dapat mencapai umur 21-25 tahun, sehingga seekor banteng betina sepanjang umurnya dapat menurunkan anak sebanyak 21 kali.

2.3.4 Struktur Umur dan Seks Rasio

Penyebaran umur merupakan ciri atau sifat penting populasi yang mempengaruhi natalitas dan mortalitas. Biasanya populasi yang sedang berlangsung cepat akan mengandung bagian besar individu-individu muda, populasi yang stasioner memiliki pembagian kelas umur yang lebih merata, dan populasi yang menurun akan mengandung bagian besar individu-individu yang berusia tua Odum 1993. Individu-individu dalam populasi mencakup berbagai tingkatan umur. Struktur umur adalah proporsi individu dalam setiap kelas umur dari suatu populasi Deshmukh 1992. Struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangan satwa liar, sehingga dapat dipergunakan pula untuk menilai prospek kelestarian satwa liar Alikodra 2002. Tarumingkeng 1994 menggolongkan struktur umur pada populasi dalam tiga pola, yaitu : 1. Struktur umur menurun yaitu struktur umur yang memiliki kerapatan populasi kecil pada kelas-kelas umur yang sangat muda dan muda, paling besar pada kelas umur sedang dan kecil pada kelas umur tua. Perkembangan populasi tersebut terus menurun dan jika keadaan lingkungan tidak berubah, populasi akan punah setelah beberapa waktu; 2. Struktur umur stabil, bentuk piramida sama sisi, dengan sisi-sisi yang kemiringannya mengikuti garis lurus; dan 3. Struktur umur meningkat dengan populasi yang terus meningkat, merupakan piramida dengan sisi-sisi yang cekung dengan dasar yang lebar. Seks ratio adalah perbandingan jumlah jantan dengan betina dalam satu populasi. Hoogerwerf 1970 menyatakan bahwa seks rasio banteng adalah 1:3 sampai 1:4; sedangkan Alikodra 1983 menyatakan seks rasio banteng di padang penggembalaan Cijungkulon adalah 1:6.

2.3.5 Penentuan Kelas Umur Banteng

Identifikasi umur satwa liar di lapangan mengalami banyak kesulitan, oleh karena itu penentuan kelas umur dapat ditentukan hanya berdasarkan morfologi