Islam Masuk Istana Raja
perkembangan kota-kota pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada abad ke-13 sampai abad ke-18 misalnya, Samudra Pasai, Malaka, Bnda Aceh,
Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon, Bnaten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, banjar, dan kota-kota lainnya.
Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha Portugis selanjutnya untuk menguasai lalu lintas di selat tersebut, mendorong para
pedagang untuk mengambil jalur alternatif, dengan melintasi semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda. Pergeseran ini melahirkan pelabuhan
perantara yang baru, seperti Aceh, Patani, Pahang, Johor, Bnaten, Makassar dan lain sebagainya. Saat itu pelayaran di selat Malaka sering diganggu oleh bajak
laut. Perompakan laut sering terjadi pada jalur-jalur perdagangan yang ramai, tetapi kurang mendapat pengawasan oleh penguasa setempat. Kegiatan ini
dilakukan karena merosotnya keadaan politik dan mengganggu kewenangan pemerintahan yang berdaulat penuh atau kedaulatannya di bawah penguasa
kolonial. Akibat dari aktivitas bajak laut rute pelayaran perdagangan yang semula melalui Asia Barat ke Jawa lalu berubah melalui pesisir Sumatra dan
Sunda. Dari pelabuhan ini pula para pedagang singgah di pelabuhan Barus, Pariaman, dan Tiku.
Perdagangan pada
wilayah timur
kepualauan Indonesia
lebih terkonsentrasi pada perdagangan cengkih dan pala. Meningkatnya ekspor lada
dalam kancah perdagangan internasional, membuat pedagang nusantara mengambil alih peranan India sebagai pemasok utama bagi pasaran Eropa yang
berkembang dengan cepat. Kemunduran perdagangan dan kerajaan yang berada di daerah tepi pantai
disebabkan karena kemenangan militer ekonomi dari Belanda, dan munculnya kerajaan-kerajaan agraris di pedalaman yang tidak menaruh perhatian pada
perdagangan.