untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan pembangunan nasional.
Perumusan kebijakan perikanan dan kelautan menurut Kusumastanto 2002 meliputi tiga tingkatan, yaitu tingkatan politis kebijakan yang terdiri atas
lembaga eksekutif dan lembaga legislatif; tingkatan organisasi institusi, aturan main yang terdiri atas lambaga departemen dan non departemen yang memiliki
tugas dan fungsi yang memiliki keterkaitan koordinatif dan saling mendukung; dan tindakan implementasi evalusi, umpan balik yang terdiri atas unsur nelayan,
petani, pengusaha dan sebagainya yang berperan dalam implementasi kebijakan pemerintah dalam bidang perikanan dan kelautan.
Pada sidang negara-negara FAO di Roma, Italia Tahun 1995, telah ditetapkan Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF sebagai petunjuk
umum dalam melaksanakan perikanan yang bertanggung jawab. FAO 1995 menyatakan beberapa hal penting yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan
yang bertanggung jawab tersebut, yaitu : 1 Negara dan pengguna sumberdaya perikanan harus menjaga ekosistem
perairan dan hak menangkap ikan harus disertai dengan kewajiban menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab.
2 Negara harus mencegah terjadinya tangkap lebih over fishing dan menjaga agar penangkapan sesuai dengan daya lingkungan carrying capacity.
3 Pengelolaan perikanan harus menjamin tersedianya perikanan untuk generasi sekarang dan yang akan datang.
4 Pelaksanaan pengelolaan perikanan harus dilakukan dengan pendekatan kehati-hatian.
5 Kebijakan pengelolaan perikanan harus didasarkan pada adanya bukti ilmiah terbaik yang tersedia.
6 Perlunya dilakukan perlindungan dan upaya rehabilitasi terhadap habitat perikanan yang kritis.
7 Negara harus menjamin pengelolaan perikanna yang trasnparan, mendorong adanya konsultasi dan pertisipasi dari para pengguna sumberdaya ikan.
8 Negara harus menjamin terlaksanya pengawasan dan kepatuhan dalam pelaksanaan pengelolaan.
2.8 Dasar Hukum Pengelolaan Perikanan Lemuru di Perairan Selat Bali
Semakin meningkatnya kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap purse Seine di Perairan Selat Bali dan dalam rangka memanfaatkan
potensi sumberdaya perikanan lemuru dengan memperhatikan kelestariannya serta menciptakan ketenangan bagi para nelayan, maka tanggal 20 Mei 1977 telah
dikeluarkan kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikaan di Perairan Selat Bali dalam bentuk Surat Keputusan Bersama SKB Gubernur Kepala Daerah
KDH Tingkat I Jawa Timar dan Bali No. HK. 13977ekle5277 tentang pengaturan bersama mengenai kegiatan penangkapan ikan di daerah Perairan Selat
Bali. Di dalam SKB ini jumlah alat tangkap purse seine yang boleh beroperasi di Perairan Selat Bali sebanyak 100 unit, dengan perincian Daerah Tingkat I Jawa
Timur 50 unit dan Bali 50 unit. SKB ini kemudian direvisi pada tahun 1978, dimana jumlah alat tangkap purse seine yang boleh beroperasi di Perairan Selat
Bali sebanyak 133 unit dengan perincian Daerah Tingkat I Jawa Timur sebanyak 73 unit dan Bali 60 unit. Ketentuan ini masih dilanggar oleh nalayan purse seine
karena jumlah alat tangkap purse seine yang beroperasi di Mancar jauh melebihi ketentuan hingga 200 unit sehingga pada tahun 1985 dikeluarkan SKB Gubernur
KDH Tingkat I Jawa Timar dan Bali Nomor : 7 Tahun 19854 tahun 1985 dengan petunjuk pelaksanaan SKB Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jawa Timur
dan Bali Nomor : 02SKUtanI85523.4196UmK. pada tanggal 14 November 1992, SKB ini disempurnakan menjadi SKB Gubernur KDH Tingkat I Jawa
Timur dan Bali Nomor 238 tahun 1992SKB 673 tahun 1992 dengan perunjuk pelaksanaannya berdasarkan Kepala Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur dan
Bali Nomor: 10 tahun 199402 tahun 1994 Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Timur, 2000.
Adapun perbedaan antara SKB Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur dan Bali No. 7 Tahun 19854 Tahun 1985 dan No. 238 Tahun 1992674 Tahun 1992
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan antara SKB Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur dan Bali No. 7 Tahun 19854 Tahun 1985 dan No. 238 Tahun 1992674 Tahun
1992
SKB Gubernur KDH Tk. I Jawa Timar dan Bali Tahun 1985
SKB Gubernur KDH Tk. I Jawa Timur dan Bali Tahun 1992
1. Daerah operasi Penangkapan Ikan : Daerah I : perahu layar tanpa
motor 08
o
40’ LS-114
o
33’ BT 08
o
13’ LS-114
o
27’ BT 08
o
30’ LS-114
o
33’ BT
Daerah II ; untuk kapalperahu motor
1. Ditegaskan kembeli koordinatnya : Daerah I : Perahu layartanpa
motor 08
o
40’ LS-114
o
33’ BT 08
o
30’ LS-114
o
33’ BT 08
o
30’ LS-114
o
53’ BT 08
o
13’ LS-114
o
27’ BT 08
o
13’ LS-114
o
23’ BT Daerah II Tetap
2. Jumlah purse seine yang diijinkan 273 unit jatim = 190 unit dan Bali
=83 unit 2. Tetap
3. Ukuran unit purse seine : Panjang : maks 150 m
Mata jarring : min 1 inchi 3. Ukuran unit purse seine :
Panjang : maks 300 m Dalam : 60 m
Mata jarring : min 1 inchi 4. Tanda pengenal SKB Kepala Dinas
Perikanan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dan Bali Nomor :
02SKUtanI85 523.4196UmKabupaten Cilacap
4. Tanda pengenal SKB Kepala Dinas Perikanan Provinsi Daerah Tingkat
I Jawa Timur dan Bali Nomor : 10 Tahun 1992
02 Tahun 1992 5. Pengawasan Pemda Tingkat II
setempat berkoordinasi dengan unsure SATGAS KAMLA
5. Pengawasan tetap, ditambah agar lebih ditingkatkan
6. Pemasaran ikan hasil tangkapan harus dijual ke TPI dimana ijin
diperoleh 6. Pemasaran tetap, ditambah antar
KUD Mina kedua daerah dapat mengadakan kerjasama saling
menguntungkan di bidang pemasaran
Sumber : Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Timur, 2000
Dasar hukum lain yang dipergunakan untuk mengatur pengelolaan perikanan lemuru di Perairan Selat Bali adalah Dinas Perikanan Daerah Tingkat I
Provinsi Bali : 1 Keputusan bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timar dan
Gubernur Kepala Tingkat I Bali No. 138 Tahun 1992674 Tahun 1992 tentang pengaturan dan pengendalian penggunaan purse seine di Perairan Selat
Bali.
2 Keputusan bersama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timar dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bali No. 10 199402 Tahun 1994 tentang
petunjuk pelaksanaan kerjasama antar daerah Provinsi Jawa Timar dan BAli di bidang Perikanan.
3 Keputusan bersama Gubernur Kepala Tingkat I Bali Nomor : 392 Tahun 1994 Tanggal 19 Agustus 1994Tentang penetapan jumlah ijin penangkapan ikan
dengan jaring purse seine untuk Kabupaten Daerah Tingkat II Jembrana dan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
4 Surat Gubernur Kapala Daerah Tingkat I Bali Nomor 523.417092Binoroda Tanggal 10 Desember 1992 Tentang Penertiban Ikan Lemuru di PPI
Kedonganan. 5 Keputusan Gunernur Kepala Daerah Tingkat I Bali Nomor 168 Tahun 1995
Tanggal 17 Oktober 1995 Tentang Penetapan Dasar Lemuru. 6 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 17 Tahun 1991
Tanggal 5 Desember 1991 Tentang Ijin Usaha Perikanan
3 METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di sekitar Perairan Selat Bali yang secara administrasi berada di dua wilayah Provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur dan
Provinsi Bali. wilayah yang menjadi pusat pendaratan ikan hasil tangkapan dari Perairan Selat Bali di Provinsi Jawa Timur yaitu berada di Kabupaten
Banyuwangi dan lebih spesifiknya berada di Pelabuhan Perikanan Pantai PPP Muncar. Pusat pendaratan ikan hasil tangkapan ikan dari Perairan Selat Bali di
Provinsi Bali berada di wilayah Kabupaten Jembrana yaitu di Pelabuhan Perikanan Nusantara PPN Pengambengan.
Waktu penelitian pada bulan Agustus tahun 2010 hingga bulan Juni 2011. Kegiatan survey lapangan dilakukan selama 3 kali yaitu bulan Agustus 2010,
bulan Januari 2011 dan bulan Juni 2011. Kegiatan survey pada bulan Agustus dilakukan dengan pertimbangan bahwa musim ikan lemuru mulai ada pada bulan
Agustus. Survey pada bulan Januari dilakukan dengan mempertimbangkan musim penangkapan ikan lemuru yang banyak terjadi mulai bulan November sampai
dengan bulan Februari. Kegiatan survey pada bulan Juni dilakukan karena pada bulan Mei sampai dengan Juli biasanya merupakan musim paceklik atau sediki
ikan. Gambar mengenai lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data sekunder. Menurut Singarimbun 2000, analisis data sekunder
adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis lebih lanjut data yang sudah tersedia agar diperoleh sesuatu yang berguna. Dalam analisis ini, data
dikumpulkan dan dikelompokan dari berbagai sumber, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif meliputi upaya
penelusuran dan pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam data dan menyajikan hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana yang
akhirnya mengarah kepada adanya penjelasan dan penafsiran
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah deskripsi berupa kata-kata lisan atau tulisan
dari manusia atau tentang perilaku manusia yang dapat diamati Taylor dan Bogdan 1984 diacu dalam Sitorus, 1998. Data kualitatif terbagi dalam tiga
kategori yaitu hasil pengamatan, hasil pembicaraan dan bahan tertulis. Data kuantitatif adalah data yang nilainya berbentuk numerik atau angka, bersifat
ringkas, sederhana, sistematis, terbakukan dan mudah disajikan Sitorus, 1998. Berdasarkan sumbernya, data penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder. Data primer dilakukan melalui observasi dan wawancara. Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran bahan tertulis literature, hasil
penelitian, jurnal, surat kabar, majalan, bulletin dan lain sebagainya yang berhubungan dan menunjang kelengkapan data pada penelitian ini. Data sekunder
pada penelitian ini berupa data series. Data series yang digunakan adalah time series data pada tahun 1995-2010.
3.4 Metode Pengambilan Sampel
Pengambilan sample sampling pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling atau pemilihan responden dengan sengaja dan dengan
pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan baik dalam pengisian kuesioner yang diajukan kepada responden. Dasar pertimbangan
pemilihan responden adalah nelayan yang tahu dan mengerti dalam operasional alat tangkap, mendaratkan ikan hasil tangkapannya di Kabupaten Banyuwangi
Muncar dan Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, mau bekerjasama dan punya wawasan luas serta dianggap sebagai panutan setempat. Secara rinci teknik dan
alat pengumpulan data sebagai berikut ini : 1 Kuisioner: digunakan untuk mengumpulkan data lapangan dengan
menggunakan daftar pertanyaan dan pernyataan kepada responden nelayan. 2 Wawancara : digunakan untuk menghimpun data dan informasi dari responden
yang tidak tercantum dalam kuisioner, juga dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan
dalam hal ini mencakup aktivitas penangkapan ikan lemuru