Perumusan Masalah Tujuan Penelitian CSR dan CSR Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan memerlukan sarana transportasi kendaraan bermotor mobil untuk mendukung, sehingga industri otomotif berperan sebagai penyedia produk tersebut. Namun akibat dari keberadaan industri otomotif dan juga dampak dari produk yang dihasilkannya menimbulkan berbagai masalah, baik dalam aspek mobilitas, mutu lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat, teknologi otomotif dan juga dampak keberadaan lokasi pabrik terhadap masyarakat sekitar, sehingga diperlukan upaya kebijakan CSR berkelanjutan yang sesuai untuk menyelesaikan masalah sebagaimana disebutkan dalam identifikasi masalah, untuk itu dikaji bagaimana seharusnya CSR berkelanjutan sebagai perwujudan dari komitmen industri otomotif untuk berperan dalam pembangunan berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan baik, yaitu memenuhi unsur-unsur keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan, dan menjadi model bagi industri otomotif dalam membangun aktivitas CSR.

I.5. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1. Apakah konsep CSR berkelanjutan dalam industri otomotif 2. Sejauhmanakah tingkat keberlanjutan aktivitas CSR dalam industri otomotif pada Indomobil Group dilihat dari indeks keberlanjutan ? 3. Analisis kebijakan CSR berkelanjutan bagaimanakah yang tepat dilaksanakan oleh industri otomotif berdasarkan karakteristiknya ?

I.6. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah : 1. Mengkaji atribut-atribut CSR berkelanjutan yang berperan dalam industri otomotif. 2. Mengidentifikasi atribut CSR berkelanjutan dan menentukan indeks keberlanjutan CSR dalam industri otomotif. 3. Merekomendasikan kebijakan CSR berkelanjutan yang tepat dilaksanakan oleh industri otomotif menurut karakteristiknya

I.7. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian memberi manfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi iptek, yaitu : 1. Bagi Regulator Pemerintah mampu menghasilkan peraturan-peraturan yang tidak hanya memberikan tekanan, tetapi sekaligus insentif bagi perusahaan otomotif untuk melaksanakan CSR, dan mampu melindungi kepentingan-kepentingan pemangku kepentingan. 2. Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau sebagai basis penelitian lebih ekstensif, sehingga proses sosialisasi dan implementasi CSR terus diperbaiki dalam industri otomotif. 3. Masalah-masalah yang timbul akibat dari kehadiran industri otomotif terhadap masyarakat disekitarnya dan pemangku kepentingan lainnya dapat tertanggulangi akibat dari pelaksanaan CSR oleh industri otomotif secara efektif. . 1.8. Novelty Kebaruan Kebijakan CSR dalam industri otomotif saat ini dinilai belum sepenuhnya menerapkan konsep keberlanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh semakin kompleksnya masalah yang timbul berkaitan dengan industri otomotif dan dampak produk yang ditimbulkannya, sehingga diperlukan penelitian tentang model CSR berkelanjutan dalam industri otomotif yang menjawab persepsi dan ekspektasi pemangku kepentingan, sehingga keberadaan industri otomotif dapat diterima dan kehadiran produknya tidak justru mengurangi kesejahteraan dari pemangku kepentingan, termasuk kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya. Novelty kebaruan dari penelitian ini adalah : 1. Menghasilkan kebijakan CSR berkelanjutan dalam industri otomotif di Indonesia, khususnya di Indomobil group. 2. Hasil penelitian mengenai CSR ini memberikan persepsi dan ekspektasi kepada pemangku kepentingan, sebagai bahan penyusunan kebijakan CSR.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. CSR dan CSR Berkelanjutan

Menurut The World Business Council for Sustainable Development WBCSD CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komuniti- komuniti setempat lokal dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan mutu kehidupan Rudito et al., 2004. Peningkatan mutu kehidupan mempunyai arti adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk dapat menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat menikmati, serta memanfaatkan lingkungan hidup, termasuk perubahan-perubahan yang ada dan sekaligus memelihara. Atau dengan kata lain, CSR merupakan cara korporat mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada masyarakat Rudito et al., 2004. CSR berarti perusahaan harus bertanggungjawab atas operasinya yang berdampak buruk pada masyarakat, komunitas dan lingkungannya. Namun sebaliknya juga harus memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar. Suatu perusahaan tidak akan dapat bertahan lama apabila dia mengisolasikan dan membatasi dirinya dengan masyarakat sekitarnya Djajadiningrat dan Famiola, 2004. Terkait dengan aspek hukum maka terdapat 4 jenis CSR Fajar, 2010 yaitu : 1. Social responsibility theory, yaitu kewajiban direksi dan manajemen untuk menjaga keharmonisan kepentingan pemegang saham shareholders dan pemangku kepentingan stakeholders. Dalam teori ini seakan tanggung jawab sosial hanya menjadi kewajiban direksi dan manajemen saja atau menjadi terlalu sempit dari hakekat CSR yang seutuhnya. 2. Hobbesian Leviatan theory, yang menghendaki kontrol yang ketat dari Pemerintah serta meniadakan upaya-upaya lainnya. Teori ini menempatkan hanya Pemerintah sebagai pihak yang berwenang dan menentukan terhadap aktivitas CSR perusahaan dan menegasikan alternatif lainnya dalam pengaturan CSR. 3. Corporate governance theory, menghendaki adanya corporate accountability dari direksi korporasi. Cenderung lebih mengamati hubungan pihak internal korporasi yaitu antara pemilik dan manajemen korporasi. 4. Reflexive law theory, digunakan untuk mengatasi kebuntuan atas pendekatan formal terhadap kewajiban perusahaan dalam sistem hukum. Hukum formal adalah bentuk intervensi negara dalam mengatur persoalan privat melalui bentuk perundang- undangan seperti Undang-Undang Perseoran Terbatas yang didalamnya juga mengatur mengenai tanggungjawab sosial perusahaan. Reflexive law theory adalah teori hukum yang menjelaskan adanya keterbatasan hukum limit of law dalam masyarakat yang kompleks untuk mengarahkan perubahan sosial secara efektif. Mengacu dari definisi CSR tersebut, ternyata pengaturan mengenai CSR tidak cukup hanya dengan ke 3 pendekatan atau jenis pertama karena keterbatasan-keterbatasan dari teori hukum sedangkan ruang lingkup CSR melebihi dari aturan yang berlaku. Reflexive law theory paling tepat untuk menekan kerumitan dan keberagaman masyarakat melalui peraturan perundang-undangan yang ekstensif. Reflexive law theory bertujuan untuk mengarahkan pola tingkah laku dan mendorong pengaturan sendiri self regulation. Proses ini adalah regulated autonomy atau membiarkan private actors, seperti korporasi untuk bebas mengatur dirinya sendiri. Masyarakat yang akan memberikan penilaian maupun sanksi market ‟s reward punishment terhadap aktivitas CSR perusahaan. Disisi lain hukum reflexive mengintervensi proses sosial dengan membuat prosedur acuan untuk perilaku korporasi code of conduct. Dalam mengontrol perilaku korporasi maka reflexive law theory menghendaki adanya social accounting, auditing dan reporting, yang disebut social reporting Fajar, 2010. Pada dasarnya CSR memiliki berbagai aliran pemikiran yang dibagi menjadi beberapa school of thought yaitu adalah : 1. CSR dibagi menjadi 3 school of thought menurut Achwan 2006 yaitu: a. The business of business is business yang berpandangan bahwa perusahaan pada hakekatnya merupakan institusi pencipta kesejahteraan masyarakat. Setiap perusahaan memiliki tujuan tunggal yaitu memaksimalkan keuntungan untuk pemiliknya dan dipercaya dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Tangan-tangan tak kentara invisible hands, adalah naluri yang dimiliki setiap perusahaan. Dengan kata lain, perusahaan adalah pencipta kekayaan wealth, dalam masyarakat dan patuh kepada rule of law. Semua kegiatan philanthropy-semacam ini pada dasarnya adalah pencurian uang milik pemegang saham yang dilakukan oleh para direktur perusahaan. b. Corporate voluntarism yang lebih menekankan aspek kebajikan, virtue, dalam mengejar keuntungan perusahaan. Asumsi dari alam pemikiran ini adalah sifat CSR sukarela voluntary dan menolak campur tangan negara dalam mengatur CSR di perusahaan, CSR mendorong keuntungan ekonomi perusahaan, lalu keberadaan perusahaan tidak dapat lepas dari masyarakat tempat perusahaan beroperasi. c. Corporate involuntarism berpendapat bahwa setiap perusahaan memiliki kewajiban menjalankan tanggung jawab sosial. Kewajiban ini harus dituangkan dalam bentuk undang-undang. Para penyokong aliran ini berpendapat bahwa dalam kondisi sekarang ini, ketika multinational corporation MNC jauh lebih berpengaruh dibandingkan negara bangsa, self regulation dan voluntarism tidaklah mencukupi. Sehingga perlu campur tangan Pemerintah. 2. Pengelompokan lainnya tentang aliran pemikiran dari CSR juga membagi menjadi 3 school of thought menurut pandangan Michael 2010 yaitu : a. Neo-liberal school atau markets provide CSR adalah kegiatan CSR dimana pasar menjadi pendorong aktivitas CSR meliputi CSR product market demand atau CSR pada produk yang didorong oleh permintaan pasar, labour market demand atau CSR pada tenaga kerja yang didorong oleh permintaan pasar dan capital market demand atau CSR atas modal yang didorong oleh permintaan pasar modal. Aktivitas ini bersifat sukarela dengan mekanisme kegiatannya mengacu pada triple bottom line dampak environmental, social, financial, dan stakeholders board. b. State led school atau CSR as a public policy adalah kegiatan CSR yang diatur oleh negara. Aktivitas CSR dalam hal ini sifatnya wajib dilaksanakan. c. Third-sector school atau CSR as site of participation adalah aktivitas CSR yang dilakukan dengan membentuk forum-forum kerjasama seperti gabungan perusahaan-perusahaan, kerjasama perusahaan dengan lembaga swadaya masyarakat LSM. 3. Pemikiran lainnya atas school of thought dari CSR adalah sebagaimana yang dikemukakan Fajar 2010 yaitu : a. CSR yang bersifat sukarela voluntary, adalah bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang dilaksanakan secara sukarela dengan alasan: tujuan perusahaan mencari keuntungan, CSR merupakan kewajiban moral sesuai pendapat Milton Friedman, diacu dalam Fajar 2010, pelaksanaan CSR bertentangan dengan hak kepemilikan privat, dan tidak sesuai dengan prinsip efisiensi dalam bisnis. Henry Hansmann dan Reinier Kraakman mengatakan bahwa tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah mencari keuntungan shareholders. Shareholders oriented menjadi model standar untuk hukum perusahaan secara universal. Karena sifatnya sukarela dan berada di wilayah etika maka CSR diatur dalam code of conduct softlaw seperti Global Reporting Initiative GRI Sustainability Reporting Guidelines, Organisation fot Economic Co-operation and Development OECD Guidelines for Multinational Enterprises, dan lain sebagainya. Namun keberadaan Corporate Code of Conduct tidak cukup mampu mengikat korporasi Fajar, 2010. b. Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang bersifar wajib compulsory. Alasan utama dari CSR yang diwajibkan ini adalah: korporasi harus memperhatikan kepentingan sosial yaitu stakeholders sebagaimana dikemukakan oleh E.Merric Dodd, diacu dalam Fajar 2010 yang melahirkan stakeholders theory. Selanjutnya pendapat ini didukung oleh Henry Hansmann dan Reinier Kraakman yang berpendapat bahwa keberadaan perusahaan adalah untuk melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Terdapat 2 alasan mengapa CSR harus diatur dalam hukum negara karena : 1. Tidak ada kekuatan memaksa dari hukum kebiasaan dan prinsip sukaerela, tanpa diratifikasi dalam peraturan lokal sebuah negara, 2. Prinsip sukarela yang tidak mengikat tidak akan memberikan efek apapun secara jelas dan terukur Fajar, 2010. c. Tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang tergantung situasi dan kondisi. Kebijakan ini dipelopori oleh Jenkins, diacu dalam Fajar 2010 yang melihat dari fungsi hukum untuk mengatur ketertiban masyarakat. Untuk itu perlu dipahami ranah apa saja yang masuk wilayah hukum dan mana yang tidak, Jenkins mengatakan bahwa wilayah hukum dapat dilihat dari dua rezim yaitu necessity kebutuhan dan possibility kemungkinan. Necessity adalah rezim yang digunakan untuk mendukung pembangunan manusia human development. Tanpa kondisi yang aman dan stabil pembangunan manusia tidak bisa dilakukan. Sementara possibility berfungsi menciptakan kebebasan, kesempatan dan kemajuan yang diperlukan, untuk menciptakan kesempurnaan kebaikan absolute good. Jika rezim necessity dan possibility menghendaki aturan hukum maka akan melahirkan tanggung jawab hukum. Kewajiban untuk CSR menjadi perlu ketika korporasi cenderung menghalangi pembangunan manusia dan berpeluang memunculkan eksploitasi, korupsi, kesewenang-wenangan dan ketidakpastian dalam masyarakat Fajar, 2010. Dari berbagai school of thought tersebut tampaknya Indonesia menganut konsep mandatory atau compulsory wajib sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang baik Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 4 tahun 2007 maupun Undang-Undang Penanaman Modal nomor 25 tahun 2007. Kewajiban melaksanakan CSR pun diwujudkan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009 untuk aspek lingkungan, namun hingga kini belum ada peraturan organik yang merupakan turunan dari berbagai undang-undang tersebut yang mengikat secara pasti dalam bentuk peraturan pelaksanaan. Bila dilihat dari pada implementasinya cenderung dilakukan sesuai dengan konsep self regulatory. Karena belum ada aturan pelaksanaan CSR termasuk dalam sektor otomotif, sehingga setiap perusahaan menjalankan CSR sesuai dengan konsepnya sendiri dan sesuai dengan pemahamannya masing-masing terhadap CSR. Menurut APCSRI 2009 praktek CSR yang baik mempunyai andil dalam : 1 meminimalkan dampak negatif atas risiko aktifitas perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan; 2 meminimalkan biaya operasional perusahaan, 3 meningkatkan kinerja keuangan dan citra perusahaan, dan 4 pencapaian tujuan pembangunan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, termasuk tujuan pembangunan millenium MDGs di Indonesia. Lingkup dari CSR menurut Keraf 1998 dikatakan bahwa perusahaan harus bertanggungjawab atas tindakan dan kegiatan bisnisnya yang mempunyai pengaruh pada orang-orang tertentu, masyarakat, serta lingkungan dimana perusahaan itu beroperasi. Maka, secara negatif itu berarti suatu perusahaan harus menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa, sehingga tidak sampai merugikan fihak-fihak tertentu dalam masyarakat. Secara positif itu berarti suatu perusahaan harus menjalankan kegiatan bisnisnya sedemikian rupa, sehingga pada akhirnya akan dapat ikut menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera. Bahkan secara positif perusahaan diharapkan ikut melakukan kegiatan tertentu yang tidak semata-mata didasarkan kepada perhitungan keuntungan kontan yang langsung, melainkan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa sesungguhnya pada tingkat operasional bukan hanya staf manajemen yang bertanggungjawab sosial dan moral, tetapi juga seluruh karyawan Keraf, 1998. Alasan mengapa perusahaan melakukan CSR menurut Lampesis 2005 adalah : 1. Memberikan timbal balik kepada komunitas, masyarakat dan lingkungan yang telah memberikan manfaat dan keuntungan bagi perusahaan. 2. Perusahaan memperoleh keuntungan kompetitif dan keuntungan reputasi dengan mendemonstrasikan perhatian terbaik perusahaan kepada masyarakat luas sebagai bagian integral dalam pembuatan kebijakan. 3. Penelitian Orlizty, Schmidt and Reynes 2003 telah menemukan bahwa terdapat korelasi antara kinerja sosiallingkungan dengan kinerja finansial. Pendorong perusahaan untuk melakukan CSR : 1. CSR akan berjalan sebagai check on regulatory failures, artinya apa yang tidak diatur oleh Pemerintah, namun tetap diperlukan untuk dilaksanakan, maka disitulah CSR muncul. 2. CSR memberikan kesempatan kepada perusahaan akan suatu tingkat fleksibilitas dari aturan yang berlaku. Artinya perusahaan melakukan CSR lepas dari aturan yang berlaku. Manfaat dari pelaksanaan CSR bagi masyarakat Brew, 2008 adalah : 1. Aktivitas dan peluang ekonomi 2. Penyerapan tenaga kerja 3. Akses terhadap skill dan teknologi 4. Infrastruktur yang meningkat 5. Perlindungan terhadap lingkungan 6. Kesehatan 7. Investasi sosial Dalam melaksanakan CSR ada tiga kriteria yang harus dipenuhi Bronchain, 2003, yaitu : 1. They are carried out on a voluntary basis, i.e. going beyond common regulatory and conventional requirements; atau harus bersifat sukarela dan melebihi yang telah dipersyaratkan. Artinya mendemonstrasikan komitmen tanggungjawab sosial dan lingkungan lebih dari sekedar mematuhi hukum atau aturan yang berlaku. 2. There is interaction with the stakeholders, atau terdapat interaksi dengan para stakeholders. Artinya perlu dicari pola-pola kemitraan partnership dengan seluruh stakeholders agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu bersaing. Pengertian CSR dikaitkan dengan pemangku kepentingan adalah : CSR is the capacity of a company to listen to, to take care of, to understand and to satisfy the legitimate expectations of the different actors who contribute to their development Olivera Neto, diacu dalam Sanchez, 2008 Dikatakan bahwa CSR adalah kapasitas perusahaan dalam mendengarkan, menjaga, mengerti dan memuaskan ekspektasi yang legitimate dari para pemangku kepentingan . Selanjutnya dampak dari program tanggungjawab sosialnya CSR akan sangat tergantung dari respons perusahaan terhadap ekspektasi dari berbagai pemangku kepentingannya Dawkins and Lewis, 2003, yaitu : A company‟s balancing of these several priorities must therefore be informed by its stakeholders of importance. The company must define, consult and engage these stakeholders in its programme that its activity is seen as relevant both to the business and to its stakeholders, and some companies are of course well advanced in this process of dialogue Dawkins and Lewis, 2003. Perusahaan harus menyeimbangkan berbagai prioritas dalam CSR sesuai dengan kepentingan pemangku kepentingan, sehingga perlu mendefinisikan, konsultasi dan mengaitkan pemangku kepentingan dalam aktivitasnya, agar terdapat relevansi antara bisnis dan pemangku kepentingan. 2. Social and environmental concerns are integrated into the business operations, atau mengintegrasikan aspek sosial dan lingkungan kepada operasi perusahaan. Tujuan akhir pelaksanaan CSR adalah menempatkan entitas bisnis dalam upaya pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, tanggungjawab sosial itu seharusnya menginternalisasi pada semua bagian kerja pada suatu pekerjaan. CSR harus merupakan keputusan strategik perusahaan sejak awal dari mendesain produk yang ramah lingkungan, hingga pemasaran, dan pengolahan limbah. Selain itu, secara eksternal CSR juga memastikan jangan sampai perusahaan justru mengurangi kesejahteraan masyarakat di lingkungan sekitarnya Nindita, diacu dalam Tunggal, 2007. Tujuan dari pelaksanaan CSR dalam aspek lingkungan didefinisikan sebagai : As a result the environmental aspect of CSR is defined as the duty to cover the environmental im plications of the company‟s operations, products and facilities; eliminate waste and emissions; maximize the efficiency and productivity of its resources; and minimize practices that might adversely affect the enjoyment of the country‟s resources by future generations Mazurkiewicz, 2008. Artinya bahwa tujuan CSR dalam aspek lingkungan adalah bagaimana mengurangi dampak lingkungan akibat operasi perusahaan, produk maupun fasilitas perusahaan mengurangi limbah dan emisi, memaksimalkan tingkat efisiensi dan produktivitas dari sumber daya, serta mengurangi praktek-praktek yang dapat mempengaruhi keberadaan sumber daya untuk generasi mendatang. Bila di rinci kegiatan tersebut adalah : 1.Adanya fasilitas perusahaan, baik plant, gudang penyimpanan dan segala inventaris perusahaan yang tidak mencemari lingkungan. 2.Adanya produk perusahaan berupa mobil yang ramah lingkungan 3. Adanya efisiensi dan produktivitas dalam penggunaan sumber daya, termasuk bahan baku 4.Aktivitas perusahaan yang tidak mengganggu ketersediaan sumber daya untuk generasi mendatang berkelanjutan. Cara pandang perusahaan terhadap CSR amatlah beragam. Ada yang memandang CSR sekedar memenuhi regulasi yang ditetapkan pemerintah, sementara yang lain sudah mulai melihat CSR sebagai cara berpikir baru dalam mengelola bisnis secara keseluruhan. Secara umum, kegiatan CSR berdimensi lingkungan menurut Rewarding Upland Poor for Enviromental Services RUPES, diacu dalam Leimona dan Fauzi 2008 dapat dikategorikan sebagaimana pada Tabel 1. Tabel 1. Kategorisasi CSR Type aktivitas CSR Isu Lingkungan Isu Utama Bisnis Tipe CSR 1 Compliance to environmental regulation Minimal dampak negatif terhadap lingkungan akibat proses produksi Bisnis taat regulasi dan minimal konflik Tipe CSR 2 Contribution to environmental conservation Pendukung konservasi lingkungan Peningkatan ”brand image” alat pemasaran dan periklanan serta perluasan jaringan Tipe CSR 3 Conservation for additional income Peningkatan mutu lingkungan melalui proses industri, dan melebihi baku mutu yang ditetapkan regulasi Efisiensi proses produksi, pengurangan biaya produksi dan penambahan benefit Tipe CSR 4 Conservation for direct production sustainability Peningkatan mutu lingkungan secara langsung di kawasan sumber bahan baku industry Jaminan bagi kelangsungan sumber produksi perusahaan Kategorisasi tersebut tidak dimaksudkan untuk memberikan peringkat baik dan buruk, tetapi sebagai alat untuk melihat sejauhmana kegiatan CSR suatu jenis industri dapat memberikan kontribusi terhadap lingkungan dan bisnisnya. CSR berkaitan dengan konsep “go green”, menurut pandangan Howard Schultz, pimpinan perusahaan Starbucks, CSR adalah “trying to achieve a fragile balance of creating the necessity of profitability and the balance of having a social conscience ”Leiu, 2010 atau mencapai keseimbangan antara kebutuhan akan keuntungan perusahaan dan kepentingan sosial. Perusahaan semakin sadar terhadap konsekwensi jejak lingkungan yang mereka tinggalkan dibelakangnya ecological footprints. Karena itu bersikap go green adalah langkah penerapan CSR dalam aspek lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Konsep go green dalam bisnis menjadi green business berarti konsep ramah lingkungan dalam segala aspek dalam bisnis, dimana green business mencakup komitmen terhadap lingkungan dan inisiatif terhadap keadilan sosial, termasuk dalam hal ini adalah mengurangi emisi gas rumah kaca dan pencemar udara lainnya, penggunaan sumberdaya energi terbarukan, efisiensi energi, pelestarian sumberdaya alam dan energi, minimalisasi limbah dan penciptaan lapangan kerja didaerah yang dilayani. Green For All, 2010. Dengan demikian green business berkaitan juga dengan penciptaan kesejahteraan masyarakat. Dalam menyikapi kondisi lingkungan maka selain bersifat reaktif atas apa yang diperbuat atas dampak operasi perusahaan, maka green business adalah sikap menjaga lingkungan environmental stewardship. Dalam berbagai kasus, bisnis yang mengadopsi etika standar dalam menjaga lingkungan environmental stewardship yang melebihi aturan yang berlaku akan memperoleh keunggulan kompetitif competitive advantage, mendapatkan kesetiaan pelanggan costumer loyalty dan pangsa pasar market share, dan juga mengurangi resiko bisnis Olson, 2010. Menjaga lingkungan environmental stewardship adalah bagian dari CSR dalam aspek lingkungan Olson, 2010 Hubungan korporat dengan pemangku kepentingan sangat dipentingkan bagi pelaksanaan CSR. Hubungan korporat dengan pemangku kepentingan tidak lagi bersifat pengelolaan saja, tetapi sekaligus melakukan kolaborasi, yang dilakukan secara terpadu dan berfokus pada pembangunan kemitraan. Kemitraan tidak lagi bersifat penyangga organisasi, tetapi menciptakan kesempatan-kesempatan dan keuntungan bersama, untuk tujuan jangka panjang dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan tujuan, misi, nilai-nilai dan strategi-strategi tanggungjawab perusahaan secara sosial yang pada dasarnya mendorong korporat untuk hidup secara langgeng di dalam masyarakat. Kemitraan yang terwujud dalam interaksi antar pemangku kepentingan ini pada dasarnya merupakan juga suatu bentuk community development CD sebagai muara dari CSR Rudito et al., 2004. Sarana yang digunakan dalam rangka implementasi konsep CSR adalah program community development Rudito et al., 2004. Salah satu yang menonjol dari praktik CSR di Indonesia adalah penekanan pada aspek community development, karena paling sesuai kondisi dan kebutuhan masyarakat Indonesia yang masih bergelut dengan kemiskinan dan pengangguran Ambadar, 2008. Bentuk dari community development terdiri dari community relation atau pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait, seperti konsultasi publik, penyuluhan dan sebagainya, community service merupakan pelayanan korporat untuk memenuhi kepentingan masyarakat ataupun kepentingan umum, seperti pembangunan fasilitas umum, antara lain pembangunanpeningkatan sarana transportasijalan, sarana pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya, dan community empowerment adalah program-program berkaitan dengan memberikan akses lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Berkaitan dengan program ini adalah seperti pengembangan ataupun penguatan kelompok-kelompok swadaya masyarakat, komuniti lokal, organisasi profesi serta peningkatan kapasitas usaha masyarakat yang berbasiskan sumber daya setempat Budimanta dan Rudito, 2008. Bentuk-bentuk dari pelaksanaan CSR yang paling sering dilakukan oleh perusahaan menurut Kotler and Lee 2005 terbagi dalam 6 bentuk meliputi : 1. Cause Promotion adalah kegiatan sosial yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran, partisipasi, maupun penyertaan dana terhadap suatu isu tertentu yang dipilih. 2. Cause-Related Marketing, perusahaan berkomitmen untuk melakukan donasi atau kontribusi atas suatu issue tertentu berdasarkan atas penjualan produk. Perusahaan akan melakukan bantuan dana berupa persentase tertentu atas pendapatan penjualan. Biasanya dilakukan dalam periode waktu tertentu atas suatu produk tertentu dan dalam bentuk sumbangan tertentu. Program ini memiliki dua sasaran, yaitu memperoleh sejumlah dana tertentu untuk didonasikan, disamping itu meningkatkan penjualan produk. Jenis aktivitas ini tujuannya sama dengan cause promotion, namun dikaitkan dengan respons konsumen terhadap penjualan misalnya, besarnya donasi penumpang dikaitkan dengan jumlah mil perjalanan dengan pesawat perusahaan tertentu. 3. Corporate Social Marketing. Kampanye untuk mendukung suatu perubahan tertentu yang diharapkan terjadi atas suatu isu. Perubahan perilaku adalah yang diharapkan terjadi dari aktivitas ini. Saat ini Corporate Social Marketing umumnya dibangun dan diimplementasikan para profesional di pemerintahan pusat maupun daerah, local public sector agencies, seperti fasilitas umum, departemen kesehatan, transportasi, ekologi dan dalam organisasi nonprofit lainnya. 4. Corporate Philanthropy. Kegiatan ini melakukan aktivitas berupa kontribusi langsung berupa amal atau terhadap suatu permasalahan isu. Lebih sering dalam bentuk sumbangan uang dan betuk sumbangan lainnya. Hal ini merupakan bentuk yang paling tradisional dari berbagai aktivitas CSR yang ada. Isu utama yang didukung meliputi kesehatan masyarakat, pelayanan publik, pendidikan, seni dan demikian pula perlindungan lingkungan. 5. Community Volunteering. Kegiatan ini menyediakan pelayanan pekerja sukarela dari perusahaan kepada masyarakat. Hal ini merupakan inisiatif dari perusahaan untuk mendukung dan menganjurkan karyawan, retail partner dan atau anggota franchise untuk mendukung organisasi organisasi masyarakat setempat ataupun permasalahan yang dihadapi. Kegiatan sukarela ini termasuk menyediakan tenaga ahli, ide dan tenaga kerja. Perusahaan mendukung dengan menyediakan waktu kerja untuk keperluan membantu masyarakat, maupun membentuk tim untuk membantu masyarakat. 6. Socially Responsible Business Practice. Kegiatan ini mengadopsi dan berinisiatif melakukan praktek bisnis maupun investasi yang mendukung kepada permasalahan sosial yang ada. Sifat dari kegiatan ini adalah melakukan hal yang melebihi apa yang dipersyaratkan oleh hukum dan peraturan yang ada dan melebihi apa yang diharapkan discretionary terhadap komunitas seperti karyawan, distributor, pemasok, mitra nonprofit dan demikian juga sebagai anggota dari masyarakat umum. Sedangkan bidang aktivitasnya meliputi kesehatan dan keselamatan, demikian pula kebutuhan emosional dan psikologis. Saat ini praktek penyelenggaraan perusahaan telah bergeser dari menanggulangi keluhan pelanggan, menanggulangi tekanan dari group-group penekan, kepada kegiatan yang sifatnya proaktif mencari solusi atas permasalahan sosial yang ada. Pada umumnya aktivitas ini didominasi oleh kegiatan manufacturing, teknologi dan industri pertanian, dimana keputusan dibuat berkaitan dengan supply chain, bahan baku, prosedur operasional dan keamanan karyawan. CSR adalah tanggungjawab dari pengusaha, para direktur maupun manager disamping tugas untuk memenuhi keinginan pemilik atau pemegang saham, yaitu keuntungan perusahaan tetapi juga melakukan hal yang serupa terhadap pemangku kepentingan dari perusahaan Sacconi, 2006. Selanjutnya sebagai pola CSR yang konsisten, perusahaan harus melakukan lebih dari apa yang dipersyaratkandiatur dalam perundang-undangan maupun peraturan Pemerintah mengenai penanganan aspek lingkungan, keselamatan dan kesehatan pekerja, berinvestasi dalam komunitas dimana perusahaan beroperasi. Dengan demikian, perusahaan harus secara konsisten mengurangi dampak emisinya terhadap mutu udara maupun air dan secara rutin mengurangi resiko terhadap kesehatan dan keselamatan para karyawannya, serta berinvestasi kepada masyarakat disekitar lokasi perusahaan lebih dari yang dipersyaratkan untuk memperoleh ijin operasi dari masyarakat sekitar dalam bentuk pembangunan jalan, pembangunan sarana sekolah, pelayanan kesehatan atau juga bantuan subsidi terhadap pengembangan seni masyarakat, Portney, diacu dalam Hay et al., 2005. Istilah CSR dan Pembangunan Berkelanjutan adalah saling berkait, bahkan istilah keduanya dapat dipertukarkan Hay et al., 2005. Bahkan CSR dikatakan sebagai suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan atau sustainable development Permana, 2008. Keberlanjutan disini didefinisikan sebagai kapasitas penampung dari ekosistem untuk mengasimilasikan pemborosan agar tidak sampai berkelebihan. Dan rataan hasil dari sumber daya yang terbaharui tidak akan berlebihan pada rataan generasi World Bank Group, diacu dalam Rudito et al., 2004. Indikator keberlanjutan didefinisikan sebagai indikator yang memberikan informasi secara langsung atau tidak langsung mengenai viabilitas di masa mendatang dari berbagai level tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan Senanayake, 1991. Sedangkan indikator untuk menilai keberlanjutan menurut Walker and Reuter 1996 dibagi dalam dua tipe, yaitu : 1 indikator kondisi yang mendefinisikan kondisi sistem relatif terhadap kondisi yang dapat digunakan untuk menilai lingkungan; dan 2 indikator trend yang menggambarkan seluruh kecenderungan linear dari suatu keadaan sumberdaya selama periode simulasi. Partisipasi dunia usaha dalam pembangunan berkelanjutan sustainable development adalah dengan mengembangkan program kepedulian perusahaan kepada masyarakat disekitarnya Ambadar, 2008. Berkesinambungan berkelanjutan menurut pandangan Rasmussen 1996 juga adalah berarti berpikir kesamping dan disekitar persimpangan-persimpangan, tidak hanya ke atas dan ke bawah dalam hierarki, atau ke depan dan ke belakang dalam pengertian kita yang biasa tentang waktu dan sejarah. Berarti berkelanjutan dalam konteks CSR perusahaan harus memperhatikan masyarakat di sekitar perusahaan disamping sebagai mitra yang berada di samping lokasi perusahaan, sebagai bagian dari pemangku kepentingan perusahaan stakeholders. Sebagaimana dikemukakan CSR dari dunia usaha atau perusahaan memiliki ciri-ciri spesifik, sesuai dengan jenis usaha manufaktur, jasa, perkebunan, pertambangan dan energi, besarnya perusahaan, financial performance, sensitivitas perusahaan, umur perusahaan, serta luas cakupan wilayah operasinya. Ciri-ciri spesifik tersebut berpengaruh terhadap klasifikasi tanggungjawab sosial, yang digambarkan dari jenis program, besaran anggaran, serta luas cakupan wilayah tanggungjawab sosialnya, baik dalam melayani kepentingan internal organisasi maupun kepentingan eksternal organisasi yaitu publik atau masyarakat luas Depsos, 2005. Prinsip dasar dunia usaha dalam pelaksanaan CSR Depsos, 2005 adalah : 1. Interdependensi antar pemangku kepentingan 2. Pemberdayaan 3. Partisipatif 4. Keswadayaankemandirian 5. Kepakaran 6. Prioritas 7. Menghargai keberagaman dan Hak Azasi Manusia atau HAM diversity 8. Good employee rsosialonship 9. Saling menguntungkan 10. Terpadu peningkatan mutu lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat 11. Good international rsosialonship 12. Praktek pasar yang terpercaya 13. Taat kepada peraturan yang berlaku terutama pajak fiscal responsibility 14. Akuntabilitas usaha auditing, monitoring dan reporting 15. Terukur measurable 16. Transparan Dalam menjalankan aktivitas CSR, tidak ada standar atau praktek-praktek tertentu yang dianggap terbaik. Setiap perusahaan memiliki karakteristik dan situasi unik yang berpengaruh terhadap bagaimana memandang tanggungjawab sosial. Implementasi CSR yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan sangat bergantung kepada misi, budaya, lingkungan dan profil risiko Susanto, 2007. Meskipun tidak terdapat standar atau praktek-praktek tertentu yang dianggap terbaik dalam pelaksanaan aktivitas CSR, namun kerangka kerja frame work yang luas dalam pengimplementasian CSR masih dapat dirumuskan, yang didasarkan pada pengalaman dan juga pengetahuan dalam bidang-bidang seperti manajemen lingkungan Susanto, 2007. Pada saat ini, CSR yang dilaksanakan umumnya masih merupakan kegiatan bersifat pengabdian kepada masyarakat ataupun lingkungan yang berada tidak jauh dari lokasi tempat dunia usaha melakukan kegiatannya, dan sering kali kegiatannya belum dikaitkan dengan tiga elemen yang menjadi kunci dari pembangunan berkelanjutan triple bottom lines, yaitu aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Kondisi utama yang harus ada dalam melaksanakan CSR berkelanjutan adalah : 1. Perusahaan haruslah sehat dan tumbuh Permana, 2008. Artinya perusahaan harus dapat memliki profit yang cukup untuk melakukan CSR. 2. Program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila program yang dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri Lesmana, 2006. Dengan demikian, perlu ada dialog dengan para stakeholders untuk memahami kebutuhan dan keinginannya Bronchain, 2003. 3. Outcomeresult CSR yang terukurmeasurable The Chartered Quality Institute, 2008. 4. Harus memiliki sistem management yang dapat mampu mencakup meng- cover, sehingga CSR dapat mencapai tujuan yang diinginkan The Chartered Quality Institute, 2008 5. Menerapkan prinsip triple bottom line profit, people dan planet, sehingga program CSR ada kaitannya dengan operasional dan tujuan perusahaan, sehingga semuanya berjalan sustainable Permana, 2008. Perusahaan harus berorientasi untuk mencari keuntungan yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang profit, perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia People dan perusahaan harus peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Suharto, 2006. Dalam pandangan Asia, CSR adalah komitmen perusahaan untuk beroperasi dengan mencapai keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dan mencapai keseimbangan kepentingan pemangku kepentingan Fukukawa, 2010 6. Memasukkan CSR dalam bisnis inti dan proses organisasi Pratomo, 2008. Dalam hal ini mengetahui indeks keberkelanjutan dalam aktivitas CSR perlu melakukan penilaian terhadap aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan Munasinghe, 1993, serta diidentifikasi atribut-atribut dari masing-masing aspek atau dimensi.

2.2 Komitmen terhadap CSR

Dokumen yang terkait

Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011 -2013

48 518 89

Pengaruh Publikasi Program Corporate Social Responsibility Dalam Periklanan Terhadap Peningkatan Minat Beli Konsumen Pada Produk Air Mineral Aqua

1 70 100

Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerialdan Kepemilikan Institusionalserta Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

1 55 104

Pengaruh Good Corporate Governance & Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Real Estate & Property pada BEI 2011-2013

0 77 98

Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Real Estate dan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012

4 84 143

Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility, Nilai Perusahaan, Dan Kualitas Audit, Terhadap Profitabilitas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei

4 98 116

Pengaruh Kinerja Keuangan, Good Corporate Governance, dan pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

12 179 88

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

1 54 90

Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility Beasiswa dan Citra Perusahaan(Studi Kasus Pengaruh Implementasi Program Corporate Social Responsibility Beasiswa Djarum Terhadap Peningkatan Citra Positif Perusahaan PT Djarum pada Mahasiswa US

4 66 121

Analisis kebijakan corporate social responsibility berkelanjutan pada industri otomotif di Indomobil Group

3 51 235