Pengaruh Anatomi Kayu Terhadap Sifat Fisik Botani dan Habitus 1. Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen

19 mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk memperoleh bahan makanan dan bahan lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Zhang, 2004. Itulah sebabnya sel-sel inisial fusiform baru yang kontak dengan sel-sel parenkim jari- jari mempunyai peluang lebih besar untuk meneruskan hidupnya Bannam, 1951; Bannam and Bayly 1956; Evert 1961; Cumbie 1967 dalam Zhang 2004. Ditambahkan lagi menurut Zhang 2004 bahwa sel-sel yang sangat panjang biasanya akan terus survive dan sebaliknya sel-sel yang sangat pendek akan gagal untuk meneruskan hidupnya. Dalam tahun-tahun pertama pertumbuhan batang yaitu sesudah terbentuknya cambium vascular, kecepatan pembelahan pseudotransverse adalah sangat cepat dan persentase hidup sangat besar, sehingga panjang rata-rata sel-sel inisial kambium dan sel-sel turunannya menjadi pendek, ini dikenal sebagai pola juvenile. Kecepatan pembelahan pseudotransverse dan persentase sel-sel yang dihasilkan semakin turun dengan semakin tuanya kambium, keadaan ini mengahasilkan sel-sel yang lebih panjang. Kecepatan pertumbuhan akan menghambat pertumbuhan panjang sel-sel inisial kambium dan menunda saat produksi sel-sel dengan panjang maksimum. Dalam pembentukan kayu awal yang dihasilkan saat pertumbuhan yang cepat, akan dihasilkan sel-sel berukuran lebih pendek. Pengurangan panjang sel juga sebanding dengan kecepatan pertumbuhan, artinya pertumbuhan yang lebih lambat cenderung akan menghasilkan sel-sel yang lebih panjang Panshin, 1980.

J. Pengaruh Anatomi Kayu Terhadap Sifat Fisik

Sifat fisik kayu merupakan resultante dari struktur anatomi dan sifat kimianya, dan adanya perubahan bentuk dan ukuran sel bagaimanapun kecilnya akan menyebabkan adanya perubahan sifat kayunya sebagai bahan Haygreen, 1982. Jadi sifat fisik kayu sesungguhnya merupakan pengejawantahan dari struktur anatomi kayu yang bersangkutan. Lebih jauh dikatakan Panshin, 1980 bahwa: sifat fisik kayu ditentukan oleh faktor inherent dalam struktur sel-sel penyusunnya seperti: 1. Jumlah bahan penyusun dinding sel. 2. Jumlah air di dalam dinding sel. 3. Penyebaran dan arah orientasi bahan-bahan dinding sel. 4. Macam, ukuran dan proporsi sel-sel yang penyusunnya. 20

K. Botani dan Habitus 1. Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen

Sengon Paraserianthes falcataria Nielsen yang dahulu dikenal dengan Albizzia falcata L. Backer atau Albizia falcataria L. Fosberg, di Jawa Timur dan Jawa Tengah dikenal dengan nama sengon sabrang atau sengon laut, di Jawa Barat lebih dikenal dengan nama jeungjing, dan di Madura dikenal dengan nama jing-laut Hildebrand, 1951. Kayu ini di Malaysia Barat, Sabah, Philippina, Inggeris, Amerika Serikat, Perancis, Spanyol, Italia, Belanda dan Jerman dikenal dengan nama batai, dan di Brunai dikenal dengan nama kayu puah, sedangkan di Serawak dikenal dengan kayu machis Martawijaya 1977. Di kalangan para rimbawan sebelum tahun 1986 timbul banyak pertanyaan, nama mana yang benar, Albizzia zz double atau Albizia z single, falcataria + ria atau falcata -ria. Fosberg 1965 mengungkapkan bahwa namanya yang tepat adalah Albizia falcataria, sehingga nama inilah yang harus dipakai dalam komunikasi international. Selanjutnya Fosberg 1965 menyatakan bahwa sebetulnya nama marga Albizia diangkat oleh Durazz dari nama Cavalier Filippo Albizzi sebagai penghormatan atas jasanya, namun ahli botani Durazz telah dengan sengaja memberikan nama marga itu Albizia z single dan bukan Albizzia zz double. Selanjutnya Fosberg 1965 lebih jauh menyatakan bahwa jenis tumbuhan ini sebelumnya telah secara luas dikenal sebagai Albizzia moluccana Miquel, sampai saat Backer dalam tahun 1908 mempopulerkan dengan nama yang tidak tepat yaitu Albizzia falcata Backer. Griffioen 1954 menyatakan untuk jenis tanaman ini nama resminya adalah Albizzia falcata L. Backer, sinonim dari Albizzia moluccana Miquel, yang diberikan oleh Miquel kepada bahan yang ditemukan dari kepulauan Banda. Griffioen 1954 menambahkan bahwa di Jawa pohon ini dinamakan sengon laut, namun lebih banyak dipakai nama daerah Sunda yaitu jeungjing. Heyne 1950 mengatakan bahwa Albizzia falcata L. Backer merupakan jenis pohon yang tumbuhnya paling cepat di daerah tropik. Menurut Heyne 1950 tumbuhan ini ditemukan pertama kali oleh Teysmann tahun 1870 di 21 daerah Banda, kemudian dibawa ke Kebun Raya Bogor, dan dari Kebun Raya Bogor disebar luaskan ke seluruh Nusantara sejak tahun 1871. Buku Tree Flora of Indonesia, check list for Sumatera Whitmore, 1986 mengungkapkan bahwa baik Albizzia falcata L.Backer, maupun Albizia falcataria L. Fosberg, sebenarnya namanya adalah Paraserianthes falcataria L. Nielsen. Nama Paraserianthes falcataria L. Nielsen sebenarnya sudah lebih dahulu diberikan oleh Nielsen, tetapi tidak banyak dikenal orang, sehingga menurut aturan tata nama international nama yang lebih dahulu diberikan itulah yang diakui. Oleh karena itu sejak tahun 1986 mulai diperkenalkan nama kayu sengon sebagai Paraserianthes falcataria L. Nielsen. Paraserianthes falcataria L. Nielsen termasuk jenis pohon yang cepat tumbuh dan dapat mencapai tinggi sampai 45 m dengan diameter batang mencapai 100cm. Batangnya tidak berbanir, kulit berwarna kelabu muda, licin batang lurus dengan batang bebas cabang dapat mencapai tinggi 20 m, tajuknya berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau Griffioen 1954. Sengon termasuk jenis pohon yang pertumbahannya sangat cepat sehingga disebut “miracle tree” Prosea 1994. Perakarannya terbentang melebar dan di samping susunan akar yang agak dangkal, terdapat pula susunan akar yang berkembang masuk agak dalam. Pohon kayu sengon umumnya berbunga dalam bulan Juni-Nopember dan umumnya berbuah terutama pada akhir musim kemarau Griffioen 1954. Jumlah biji kering ada sekitar 40.000- 55.000 per kg atau sekitar 36.000 per liter, dan daya kecambah rata-rata sekitar 80. Bijinya berkulit keras dan dapat mempertahankan daya kecambahnya selama beberapa tahun Griffioen 1954. Ciri-ciri botani sengon menurut Tantra 1981 adalah sebagai berikut: Pohonnya dapat mencapai tinggi 30-45 m, ranting muda berbentuk persegi dan berambut. Daun sempurna menyirip rangkap dengan satu kelenjar atau lebih pada tangkainya. Sirip 6-20 pasang, anak daun 6-26 pasang setiap sirip, bentuk ellip sampai memanjang dengan ujung yang sangat miring atau runcing. Bunga berbilangan lima, kelopak bergigi, tingginya lebih kurang 2 mm. Tabung mahkota bentuk corong, putih sampai kuning pucat, berambut tingginya lebih kurang 6 mm. Benang sari banyak, muncul ke luar mahkota, tangkai sari putih, pada pangkalnya bersatu menjadi tabung dan panjangnya 22 sekitar 1,5 cm. Polongan bentuk pita, lurus di atas tenda bekas mahkota dengan tangkai yang panjangnya 0,5-1 cm. Di atas biji terdapat sedikit melembung lebar lebih-kurang 2 cm, membuka dengan dua katup, dan jumlah biji sekitar 16 buah atau kurang. 2. Damar Agathis loranthifolia Salisb. Agathis loranthifolia Salisb. termasuk famili Araucariaceae, seksi Microbracteatae Team Reboisasi LPH Bogor 1971. Buah berbentuk conus yang khas, sisik berlapis seperti atap genteng imbricatus dan membentuk suatu spiral mengelilingi suatu poros berbentuk ganda yang berdaging tebal. Biji berbentuk telur terbalik, panjang 10-11 mm, lebar 8 mm, bersayap. Daun dewasa berhadap-hadapan, pada dahan muda daun berbentuk bulat panjang hingga berbentuk telur; panjang 7,5 -12 cm, lebar 2-3,5 cm, pada dasarnya sedikit membulat; tangkai daun jelas kelihatan. Agathis loranthifolia termasuk pohon besar, tingginya dapat mencapai 60 m, dan diameter setinggi dada dapat mencapai 200 cm. Batang monopodial, lurus, tidak berbanir, kulit kayu tebalnya 1-2 cm berwarna coklat kelabu Prosea 1995. Tajuk tidak lebar, berbentuk kerucut dan agak rapat terutama pada pohon yang masih muda, menjadi agak jarang dan sedikit mendatar bila sudah tua. Sistem perakaran pada pohon yang masih muda selalu terdapat akar tunggang dengan akar mendatar yang kecil, dan baru setelah pohon mulai dewasa dikembangkan akar-akar tenggelam zinkers dan akar-akar mendatar yang kuat. Pohon damar umumnya mempunyai dua sistem perakaran yaitu system perakar mendatar yang dalamnya hanya beberapa desimeter, tapi menjalar sampai jauh ke semua jurusan. Sedangkan sistem perakaran vertikal akar tunggang berbentuk kerucut di kelilingi akar-akar tenggelam besar yang tumbuh lurus ke bawah. Pohon damar dikenal mempunyai sistem perakaran yang kuat, sehingga jarang ditemukan ada pohon damar yang tumbang, kecuali disebabkan keadaan tanah tertentu, sebaliknya banyak pohon roboh karena pangkal batang busuk Team Reboisasi LPH Bogor 1971. 23 L. Penyebaran dan Tempat Tumbuh 1. Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen