Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Metode Turnamen Belajar (Learning Tournament) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Iv Min Parung

(1)

KELAS IV MIN PARUNG

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh SITI NURJANAH NIM. 108018300020

JURUSAN KI-PGMI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Department of Islamic Education, Teacher Education Program Faculty Tarbiyah Islamic Elementary School and Teaching Syarif Hidayatullah State Islamic University in Jakarta.

The purpose of this study was to identify and describe the students learning outcomes who are taught mathematics by using learning tournament and is taught using konvensional method, and to determine the effect of learning tournament of mathematics students learning outcomes. The research was conducted in MIN Parung in class IV. With Cluster Random Sampling technique to get two classes in the sample. Experimental class learning using learning tournament and control learning leaden konvensional method. The method used in this research is a quasi experimental study design Randomized Posttest-Only Control Group Design. This research instrument in the form of students' mathematics achievement test, the shape of the test description. Of the value of students mathematics achievement test second grade acquired normal distribution and homogeneous. Then from the calculation of hypothesis testing using the t-test, obtained T count > T Table (3,70 > 1,68). Late or accept the hypothesis H1, the average mathematics students learning outcomes who are taught with learning tournament is better than the average mathematics students learning outcomes who are taught using konvensional method. Learning tournament positive influences the students learning outcomes mathematics learning.


(6)

ii

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode turnamen belajar dan yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional, dan untuk mengetahui pengaruh metode turnamen belajar terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan Di MIN Parung pada kelas IV. Dengan teknik

Cluster Random Sampling diperoleh dua kelas sebagai sampel. Kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode turnamen belajar dan kelas kontrol pembelajarannya menggunakan metode konvensional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Posttest-Only Control Group Design. Instrumen penelitian ini berupa tes hasil belajar matematika siswa, berbentuk tes uraian. Dari nilai tes hasil belajar matematika siswa diperoleh kedua kelas berdistribusi normal dan homogen. Kemudian dari perhitungan uji hipotesis dengan mengunakan uji-t, diperoleh nilai thitung > ttabel (3,70 > 1,68). Maka terima H1, rata-rata hasil belajar matematika

siswa yang diajarkan dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan metode konvensional. Dengan demikian metode turnamen belajar berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa.


(7)

iii

rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, seorang teladan yang baik dan pembimbing umat.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka hanya bimbingan, pengarahan, dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Rusydi Zakaria, M.Ed. M.Phil selaku Ketua Jurusan Kependidikan Islam dan Bapak Fauzan, MA selaku ketua Prodi PGMI yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan pengarahan dan motivasi kepada penulis.

3. Ibu Dra. Afidah Mas’ud selaku pembimbing yang penuh kesabaran dan perhatian yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Ibu Sururin, selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan, motivasi dan nasehatnya.

5. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Kependidikan Islam Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

6. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan. 7. Kepala sekolah MIN Parung Bapak H. Aad Adlani, S.Ag, M.Pd.i beserta guru


(8)

iv

penulis, dan dukungan baik dari segi moril maupun materil. Semoga suatu saat nanti ananda bisa membalas semua kebaikan Abi dan Umi serta ananda bisa menjadi kebanggan Abi dan Umi. Amin...

9. Kakaku tercinta M. Asep Saepudin dan Adikku tercinta Siti Latifah sa’diah dan Mustopa Abdul M yang telah memberikan supportnya untuk aku.

10.Terimakasih untuk tunanganku M. Firdaus Mustaqim, yang selalu memberikan support, sebagai sumber inspirasi dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

11.Semua teman-temanku PGMI angkatan 2008, Lusi, Rihlah, Nuy, Muth, Lista yang selalu memberikan motivasi, dan tentunya PGMI KOBE VIA semoga pertemanan dan persahabatan kita akan abadi selamanya.

12.Kakak kelas dan adik kelas PGMI yang telah memberikan doa dan membantu mempermudah penulis dalam menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangan mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya bagi semua pihak yang

membacanya.

Jakarta, 05 September 2013 Penulis


(9)

v

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 7

C. Pembatasan Masalah 8

D.Perumusan Masalah 8

E. Tujuan Penelitian 8

F. Manfaat Penelitian 9

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Kajian Teori 10

1. Hasil Belajar Matematika 10

a. Pembelajaran Matematika 10

b. Pengertian Belajar 14

c. Hasil Belajar Matematika 17

d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar 22

2. Strategi Pembelajaran Aktif 23

a. Pengertian Strategi Pembelajaran 23

b. Pengertian Pembelajaran Aktif 25

c. Pembelajaran Aktif Metode Turnamen Belajar 26

3. Pembelajaran Konvensional 28

B. Hasil Penelitian Yang Relevan 31

C. Kerangka Berfikir 31


(10)

vi

D. Teknik Pengumpulan Data 35

E. Instrumen Penelitian 36

F. Uji Coba Instrumen 38

a.Validitas 38

b. Realibilitas 40

c. Uji Tingkat Kesukaran 40

d. Uji Daya Pembeda 41

G. Teknik Analisis Data 42

a. Uji Prasyarat Analisis Data Kuantitatif 42

1. Uji Normalitas 42

2. Uji Homogenitas 43

3. Uji Hipotesis 44

4. Hipotesis Statistik 44

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data 46

1. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen 46 2. Deskripsi Data Hasil Belajar Matematika Kelas Kontrol 48

B. Hasil Pengujian Prasyarat Analisis 52

1. Uji Normalitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa 52

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen 52

b. Uji Normalitas Kelas Kontrol 52

2. Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Matematika Siswa 53 C. Pengujian Hipotesis Penelitian dan Pembahasan 53

1. Pengajuan Hipotesis Penelitian 53

2. Pembahasan Hasil Penelitian 54

3. Data Respon Siswa 58


(11)

vii

DAFTAR PUSTAKA 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN 64

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan pembelajaran konvensional dengan turnamen belajar 30 Tabel 3.1 Randomized Posttes-Only Control Group Design 35 Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar 37 Tabel 3.3 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 2, 3, 5, 7, 8, 9 39 Tabel 3.4 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 4, 6, 10, 11, 12, 13 39 Tabel 3.5 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 1, 14, 15, 16 39 Tabel 3.6 Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 17 40

Tabel 3.7 Klasifikasi Tingkat Kesukaran 41

Tabel 3.8 Klasifikasi Daya Pembeda 42

Tabel 4.1 Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen 46 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

Eksperimen 47

Tabel 4.3 Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol 49 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

Kontrol 49

Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Rekapitulasi Skor Hasil Belajar Siswa Kelas Kontrol 51 Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas 52 Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas 53 Tabel 4.8 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t 54

DAFTAR GRAFIK

Gambar 4.1 Kurva Ogive Kelas Eksperimen 47

Gambar 4.2 Grafik Histogram Dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas Eksperimen 48


(12)

viii

1. Lampiran 1 RPP Kelas Eksperimen 64

2. Lampiran 2 RPP Kelas Kontrol 104

3. Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa 108

4. Lampiran 4 Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Tes Hasil Belajar 133 5. Lampiran 5 Instrumen Uji Coba Tes Hasil Belajar 134 6. Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar 137 7. Lampiran 7 Instrumen Tes Hasil Belajar 138 8. Lampiran 8 Uji Validitas & Uji Reliabilitas 141 9. Lampiran 9 Taraf Kesukaran Butir Soal 144

10. Lampiran 10 Uji Daya Pembeda 146

11. Lampiran 11 Daftar Hasil Belajar Matematika

Kelas Eksperimen dan Kontrol 148

12. Lampiran 12 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen 149 13. Lampiran 13 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol 152 14. Lampiran 14 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen 155 15. Lampiranss 15 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol 159 16. Lampiran 16 Perhitungan Uji Homogenitas 163 17. Lampiran 17 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik 164 18. Lampiran 18 Nilai Koefisien Korelasi “r”

Product Moment dari Pearson 166

19. Lampiran 19 Luas dibawah Kurva Normal 0 – Z 167 20. Lampiran 20 Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) 169

21. Lampiran 21 Nilai Kritis Distribusi F 170

22. Lampiran 22 Nilai Kritis Distribusi t 174

23. Lampiran 23 Daftar Nama Kelompok Turnamen Belajar 175

24. Lembar Wawancara Siswa 176

25. Foto Hasil Penelitian 177


(13)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua orang. Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupannya. Dengan pendidikan, kebutuhan manusia tentang perubahan dan perkembangan dapat terpenuhi.

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Dengan demikian, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi individu yang mandiri dan prosesnya dapat dimulai sedini mungkin. Penyelenggaraan pendidikan ke arah yang lebih maju dapat menumbuh kembangkan potensi individu agar mampu memimpin kelangsungan hidup dan kehidupan ini. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan mutu pendidikan pada setiap jenjangnya. Keberhasilan dan peningkatan mutu pendidikan menjadi tujuan dan cita-cita bersama agar dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan yang diperoleh melalui sekolah diharapkan mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam proses pendidikan diperlukan proses belajar mengajar yang harus saling mendukung antara guru sebagai pengajar dan siswa sebagai pelajar. Guru sebagai pengajar harus memenuhi kewajibannya membimbing siswanya dalam mengikuti pembelajaran di sekolah. Sedangkan siswa sebagai pelajar wajib

1

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:Departemen Agama Republik Indonesia), h. 8.


(14)

mengikuti pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu diperlukan kerjasama yang baik antara guru, siswa dan komponen-komponen pendidikan sehingga tercipta proses pendidikan yang berkualitas.

Pada dasarnya siswa memiliki hak dan kewajiban dalam memperoleh pendidikan. Hak siswa yaitu memperoleh pendidikan yang layak dengan tidak memandang status social dan kemasyarakatan. Sedangkan kewajiban siswa yaitu menaati peraturan yang telah dibuat setelah mereka memasuki dunia pendidikan sekolah. Diantara kewajiban-kewajiban siswa adalah mengikuti kurikulum pendidikan. Dalam kurikulum tersebut terdapat pelajaran matematika yang wajib diikuti oleh setiap siswa. Hal ini diperkuat oleh undang-undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa setiap siswa yang berada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah wajib mengikuti pelajaran matematika.

Matematika adalah bagian yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, diperlukan oleh setiap orang untuk dijadikan sarana dalam berfikir, karena matematika dapat memberi manfaat serta kemudahan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya matematika digunakan untuk memecahkan persoalan yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Matematika dari tahun ke tahun berkembang semakin meningkat sesuai dengan tuntutan zaman. Tuntutan zaman mendorong manusia untuk lebih kreatif dalam mengembangkan matematika sebagai ilmu dasar.

Belajar matematika adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat.2 Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya. Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh anak sehingga konsep itu benar-benar tahan lama di dalam ingatan siswa. Belajar matematika berarti mengalami. Merngalami berarti menghayati sesuatu aktual penghayatan. Dengan menghayati berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan menjadi efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama makin jelas dan generalisasi makin mudah disimpulkan.

22

Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006) cet. 1 h. 19


(15)

Dengan demikian kegiatan pembelajaran matematika di sekolah harus dapat melibatkan siswa seluruhnya. Diperlukan pembelajaran aktif dan metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika sehingga siswa dapat berbuat, mengalami, memahami dan menghayati pembelajaran matematika yang diberikan sesuai dengan pengertian belajar matematika diatas. Karena keberhasilan suatu pembelajaran dilihat dari keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yaitu dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasan materi, serta prestasi belajar siswa maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran siswa.

Pembelajaran matematika cenderung abstrak, karena matematika merupakan ilmu dengan objek yang abstrak maka sulit untuk dipahami anak usia SD. Menurut piaget anak usia SD masih berfikir pada tahap operasi konkrit, artinya siswa SD belum berfikir formal, sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, dan menggunakan bahasa symbol yang memiliki arti yang padat. Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan tahap berfikir anak SD. Jika matematika ini dianggap sulit oleh siswa SD karena pembelajarannya cenderung abstrak maka hal ini dapat mempengaruhi minat belajar matematika siswa, Untuk membantu anak berpikir abstrak, guru dalam proses pembelajaran matematika harus banyak memberikan pengalaman-pengalaman belajar dengan menggunakan berbagai alat peraga atau dengan pembelajaran aktif.

Pada saat ini, masih ada guru yang memberikan konsep-konsep matematika sesuai dengan jalan pikirannya sendiri, tanpa memperhatikan bahwa jalan pikiran siswa berbeda dengan jalan fikiran orang dewasa dalam memahami konsep-konsep matematika yang abstrak. Sesuatu yang dianggap mudah menurut logika orang dewasa dapat dianggap sulit untuk dimengerti oleh seorang anak, maka dalam pembelajaran matematika di SD konsep-konsep matematika yang abstrak yang dianggap mudah oleh kita namun dapat dianggap sulit untuk anak usia SD.


(16)

Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap penyelenggaraan dan jenjang pendidikan.3 Ini berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa. Oleh karena itu pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru.

Guru sebagai pengelola proses belajar dan salah satu sumber belajar memang memberi pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa. Sehingga guru harus menciptakan suasana belajar baru dalam proses pembelajaran dengan berbagai cara agar siswa antusias dan termotivasi dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya, dengan memperkenalkan kepada anak berbagai macam kegiatan belajar seperti bermain sambil belajar, menggunakan berbagai metode pembelajaran pada saat mengajar matematika, mengaitkan kembali matematika dengan dunia anak.

Pemerintah telah melakukan pembaharuan dan usaha untuk melakukan perbaikan pada sistem pendidikan, seperti penyempurnaan kurikulum, dengan meningkatkan kemampuan guru melalui penataran. Meskipun pemerintah sudah melakukan pembaharuan dalam penyempurnaan kurikulum dengan meningkatkan kemampuan guru melalui penataran, namun pada faktanya, mutu pendidikan di Indonesia masih jauh dari sempurna. Rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran tertentu khususnya matematika.

Berdasarkan data dari PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2009, menyebutkan bahwa peringkat matematika Indonesia menduduki urutan ke 61 dari 65 negara. 4 Pada PISA 2012, Indonesia kembali lagi pada peringkat bawah, seperti yang diberitakan oleh BBC “At the lowest end are mexico, brazil and Indonesia”.5

Dengan predikat ini bisa mencerminkan bagaimana sistem pendidikan Indonesia yang sedang berjalan saat ini.

3

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Jakarta: Rosdakarya, 2010) cet 15 h. 87

4

http://www.oecd.org/pisa/46643496.pdf, diakses tanggal 1 September 2013

5


(17)

Keadaan seperti itu tidak jauh berbeda dengan realita yang ada pada tingkat MI/SD khususnya. Berdasarkan hasil observasi di sekolah, data hasil belajar matematika MIN Parung kelas IV, pada materi bilangan bulat ternyata hanya 41% siswa yang nilai matematikanya mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang ditetapkan oleh sekolah tersebut dan selebihnya 59% siswa kelas IV belum memenuhi KKM yang ditentukan. Ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang diperoleh siswa tergolong masih rendah.

Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab semua itu, salah satu faktornya yaitu dari faktor guru. Masalah yang terjadi dilapangan adalah tidak sedikit guru dalam proses pembelajaran hanya melakukan komunikasi satu arah dimana guru masih menggunakan metode konvensional (ceramah) dalam pembelajaran matematika, guru menjelaskan materi pelajaran dengan ceramah, memberikan contoh, dan latihan soal yang dikerjakan oleh siswa. Berbagai macam materi pelajaran matematika diberikan dan cenderung hanya memberikan rumus jalan pintas agar siswa kelihatan menguasai matematika. Akan tetapi, sebenarnya siswa tidak mengerti apa yang sedang mereka kerjakan karena siswa dapat menggunakan rumus tetapi tidak tahu dari mana asalnya rumus itu dan mengapa rumus itu digunakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas IV MIN parung, dalam proses pembelajaran guru hanya menggunakan metode ceramah dan latihan LKS dan belum pernah menerapkan strategi pembelajaran aktif.

Hal tersebut dapat berdampak pada hasil belajar siswa karena keberhasilan suatu pembelajaran dilihat dari keberhasilan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran yaitu dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, serta prestasi belajar siswa. Semakin tinggi tingkat pemahaman, penguasan materi, serta prestasi belajar siswa maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran siswa namun sebaliknya jika semakin rendah tingkat pemahaman, penguasan materi, serta prestasi belajar siswa maka semakin rendah pula tingkat keberhasilan pembelajaran siswa.

Maka dapat disimpulkan rendahnya hasil belajar matematika dapat disebabkan karena peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator tidak berusaha untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif namun cenderung


(18)

mentransfer pengetahuan yang dimiliki tanpa melibatkan aktifitas siswa dalam proses pembelajaran dan pemilihan metode pembelajaran yang tidak tepat menjadi penghalang kelancaran proses belajar mengajar sehingga banyak tenaga dan waktu yang terbuang sia-sia.

Untuk dapat meningkatkan prestasi anak dalam pembelajaran matematika, salah satu faktor penunjang adalah adanya proses belajar yang efektif. Kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia yang selalu berubah dan perubahan itu merupkan hasil belajar. Perubhan yang dialami seseorang karena hasil belajar dalam matematika menunjukan pada suatu proses kedewasaan yang dialami anak tersebut. Belajar matematika adalah proses yang aktif,6 semakin bertambah aktif anak dalam belajar matematika semakin ingat anak akan pelajaran matematika itu.

Peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator, harus berusaha menciptakan kondisi pembelajaran yang efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi dalam proses pembelajaran menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut peranan guru sebagai salah satu komponen pembelajaran memegang peranan sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran, untuk itu guru harus menentukan bentuk kegiatan pembelajaran yang tepat disesuaikan dengan karakteristik mata pelajaran yang akan diajarkan melibatkan keahlian siswa.

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa aktifitas siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar sehingga siswa dituntut aktif dalam membuat suatu perencanaan pembelajaran dan melaksanakannya. Kondisi tersebut menunjukkan perlu adanya perubahan dan perbaikan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa tersebut maka diperlukan pembelajaran aktif.

6

Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006) cet. 1 h. 18


(19)

“Pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak siswanya untuk belajar aktif”.7 Strategi pembelajaran aktif ini merupakan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran. Ada berbagai macam teknik dalam pembelajaran aktif diantaranya adalah metode turnamen belajar. Turnamen Belajar merupakan salah satu strategi pembelajaran aktif yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dan hasil belajar matematika siswa dalam proses belajar, “metode turnamen belajar ini menggabungkan kelompok belajar dan kompetisi tim untuk meningkatkan pembelajaran beragam fakta, konsep dan keterampilan.”8

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian tentang “Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Metode Turnamen Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD/MI”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di identifikasi masalah penelitian antara lain:

1. Metode pembelajaran yang diterapkan masih terpusat pada guru 2. Kurangnya minat siswa

3. Pembelajaran matematika sulit untuk dipahami 4. Siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran

5. Metode pembelajaran konvensional tidak efektif untuk pembelajaran matematika

7

Hisyam Zaini Dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, (Jakarta: Pustaka Insani Madani, 2008). h. XIV

8

Melvin L. Sibermen, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusamedia , 2011). Cet IV hal. 171


(20)

C.

Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, dalam penelitian ini perlu adanya pembatasan masalah yang akan dianalisa dan diteliti. Oleh karena itu masalah yang akan dianalisa dan diteliti pada penelitian ini dibatasi pada pengaruh hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan metode turnamen belajar dengan hasil belajar matematika yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Hasil belajar pada penelitian ini diambil dari hasil tes yang dibuat oleh peneliti setelah memberikan materi pada pelajaran matematika dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil dari aspek kognitif.

D.

Perumusan Masalah

Dari identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar dan yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional? 2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil belajar

matematika siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar dengan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional?

E.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah dengan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar dengan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.


(21)

F.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: Dengan penggunaan strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, keberanian dan konsentrasi siswa terhadap pelajaran matematika.


(22)

10

A.

Kajian Teori

1.

Hasil Belajar Matematika

a.

Pembelajaran Matematika

“Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju pada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran”.1 Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa disaat pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain, pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan sikap.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem pembelajaran, diantaranya adalah faktor guru, faktor siswa, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.

1. Faktor Guru

Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting, apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa. Dalam proses pembelajaran, guru berperan sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas pembelajaran terletak dipundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.

1

Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008). Cet 1 h. 11


(23)

2. Faktor Siswa

Sikap dan keterampilan siswa merupakan aspek yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Didalam kelas terkadang ada siswa yang aktif dan pendiam, dan tidak sedikit siswa yang ada dalam kelas dapat termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran. Sikap dan keterampilan siswa akan mempengaruhi proses pembelajaran didalam kelas.

3. Faktor Sarana dan Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, dengan adanya media pembelajaran siswa akan termotivasi untuk mengikuti proses pembelajaran yang ada didalam kelas. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, apabila jalan untuk menuju ke sekolah rusak maka akan menghambat siswa untuk menuntut ilmu. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

4. Faktor Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim social-psikologis.

5. Faktor Organisasi

Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.


(24)

6. Faktor Iklim Sosial-Psikologis

Maksudnya, keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran misalnya murid yang tidak menyukai cara mengajar gurunya akan mempunyai dampak terhadap keberhasilan belajar siswa tersebut.2

Sifat-sifat proses belajar matematika adalah:

a) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan. Dari lingkungannya si anak dapat memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

b) Belajar berarti berbuat. Belajar matematika adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat. Dengan berbuat anak merasakan sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya. Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh anak sehingga konsep itu benar-benar masuk ke dalam ingatan siswa.

c) Belajar matematika berarti mengalami. Merngalami berarti menghayati sesuatu perbuatan yang anak lakukan. Dengan menghayati berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan menjadi efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama makin jelas dan generalisasi makin mudah disimpulkan.

d) Belajar matematika memerlukan motivasi. Dalam proses pembelajaran Anak didik adalah manusia yang membutuhkan bantuan dari guru sehingga anak bisa berkembang secara harmonis. 3 “Russefendi (1988: 23), berpendapat bahwa matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku

2

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendididkan, (Jakarta: Kencana, 2011). cet. 8 h. 52

3

Erna Suwangsih, Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), cet. Ke-1, edisi 1, h. 7


(25)

secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif”.4 Dalam dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika untuk satuan SD dan MI pada kurikulum 2004 disebutkan “Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas”.

“Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir dan model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik, dan diagram dalam menjelaskan gagasan”.5 Adapun tujuan pembelajaran matematika adalah “melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah”.6 Dalam adanya tujuan pembelajaran matematika ini diharapkan siswa dapat memahami konsep matematika, dapat menjelaskan keterkaitan antar konsep serta mengaplikasikan konsep secara akurat dalam memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, dengan pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dalam mempelajari matematika serta percaya diri dalam memecahkan suatu masalah.

Pada hakikatnya belajar matematika adalah berfikir dan berbuat atau mengerjakan matematika.7 Hudoyo menyatakan seseorang dikatakan belajar matematika apabila pada diri seorang tersebut terjadi suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika.

4

Ibid, h. 4.

5

Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SD dan MI. (Jakarta: DEPDIKNAS. 2003), h. 5

6

Ibid, h. 6 7

Al krismanto Dkk, Beberapa Teknik, model dan strategi dalam pembelajaran matematika, (Departemen Pendidikan Nasional 2003). h 1


(26)

b.

Pengertian Belajar

“Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa disekolah dan lingkungan sekitarnya”.8

“Tahapan dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar, salah satu tahapannya adalah yang dikemukakan oleh Witting yaitu: a) tahap

acquisition, yaitu tahap perolehan informasi, b) tahap storage, yaitu tahapan penyimpanan informas,i c) tahap retrieval, yaitu tahapan pendekatan kembali informasi”.9

Selanjutnya ada, yang mendefinisikan: “belajar adalah berubah”.10 Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, dan tingkah laku pribadi seseorang.

Ernes ER. Hilgard, mendefinisikan sebagai berikut: leraning is the process by which an activity originates or is charged throught training procedures (wether in the laboratory or in the natural environments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training. Artinya, (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan bisa berubah).11

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perbuatan belajar terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya yang akan menghasilkan suatu perubahan tingkah laku pada berbagai aspek, diantaranya

8

Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, (Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008). Cet 1 h. 1

9

Asep Jihad dan Abdul Haris, Evaluasi Pembelajaran, Yogyakarta: Multi Pressindo, 2008. Cet 1 h. 1

10

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta : Rajawali Press : 2011). Cet 19 h. 21

11

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, (Jakarta: kencana, 2010). Cet.2 h. 4


(27)

pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan-perubahan yang terjadi disadari oleh individu yang belajar, berkesinambungan dan akan berdampak pada fungsi kehidupan lainnya. Selain itu perubahan bersifat positif, terjadi karena peran aktif dari pembelajar, tidak bersifat sementara, bertujuan dan perubahan yang terjadi meliputi keseluruhan tingkah laku pada sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.

Sejalan dengan perubahan paradigma dalam belajar, belajar tidak efektif jika anak duduk dengan manis dikelas sementara guru menjejali anak dengan berbagai hal, namun belajar saat ini memiliki kecenderungan dengan istilah belajar aktif merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan sistem pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Kemampuan belajar mandiri merupakan tujuan akhir dari belajar aktif. Untuk mencapai hal tersebut, kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar bermakna bagi siswa. Belajar bermakna terjadi apabila siswa berperan secara aktif dalam proses belajar dan akhirnya mampu merumuskan apa yang akan dipelajarinya.

Keberhasilan belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri, seperti fisik yang sehat, memiliki motivasi atau minat yang kuat untuk belajar, kesehatan fisik dan motivasi dalam mengikuti proses pembelajaran sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa, karena keadaan fisik yang kurang sehat akan mengganggu konsentrasi siswa dalam mengikuti pelajaran dan motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran berkurang.12 Faktor eksternal adalah lingkungan keluarga yang harmonis, perhatian orang tua, fasilitas belajar yang memadai, apabila keadaan keluarga yang harmonis dan adanya perhatian orang tua akan sangat mempengaruhi psikologis anak yang positif begitu juga dengan adanya fasilitas belajar yang memadai akan membantu kegiatan belajar siswa.13

12

Zikri Neni Iska, Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Kizi Brothers, 2008). Cet 1 h. 91 13


(28)

Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan (kondisi) belajar yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Mengenai tujuan belajar itu sebenarnya banyak dan bervariasi. Tujuan-tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional, lazim dinamakan dengan instructional effect, yang biasa berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan-tujuan yang lebih merupakan hasil sampingan yaitu: tercapai karena siswa “menghidupi (to live in) suatu sistem lingkungan belajar tertentu seperti contohnya, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis, menerima pendapat orang lain. Semua itu lazim diberi istilah nurturant effect. Jadi guru dalam mengajar, harus sudah memiliki rencana dan menetapkan strategi belajar-mengajar untuk mencapai instructional effect, maupun kedua-duanya.

Dari uraian diatas, kalau dirangkum dan ditinjau secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis yaitu: untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, pembentukan sikap.

1. Untuk mendapatkan pengetahuan

seseorang tidak dapat mengembangkan kemampuan berfikir tanpa bahan pengetahuan dan sebaliknya kemampuan berfiki seseorang dapat memperkaya pengetahuan.

2. Penanaman konsep dan keterampilan

Penanaman konsep memerlukan keterampilan. Keterampilan dibagi menjadi dua macam yaitu: keterampilan jasmaniah dan rohani. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan-keterampilan yang dapat dilihat dan diamati, seperti penampilan anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Sedangkan keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat, karena bersifat lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berfikir serta kreativitas untuk menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep.


(29)

3. Pembentukan sikap

Pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai. Guru sebagai pendidik tidak hanya mengajar, namun harus mampu menanamkan nilai-nilai tersebut kepada anak didiknya.14

Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental/nilai-nilai. Pencapaian tujuan belajar berarti akan menghasilkan hasil belajar.

Prinsip belajar menurut Slameto, berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar: 1) Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional, 2) Belajar harus dapat menimbulkan “reinforcement” dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional, 3) Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif, 4) Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.15

c.

Hasil Belajar Matematika

Suatu proses belajar akan menghasilkan hasil belajar, terlihat dari apa yang dilakukan oleh siswa yang sebelumnya tidak dapat dibuktikan dengan perbuatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Sudjana yang menyatakan: “suatu perbuatan yang terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai pengetahuan tetapi juga pengetahuan untuk membentuk kecakapan, kebiasaan, sikap dan cita-cita.”

“Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup

14

Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rajawali Press : 2011). Cet 19 h. 26-29

15

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, (Jakarta: kencana, 2010). Cet.2 h. 62


(30)

bidang kognitif, afektif dan psikomotorik”.16 Hasil belajar adalah tingkah laku yang dimiliki individu sebagai akibat dari proses belajar yang ditempuh.

“Hasil belajar merupakan gambaran kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”.17 Dari kedua pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah ia menerima pengalaman belajarnya.

Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari disekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Menilai berhasil tidaknya siswa dalam pembelajaran diukur melalui tes hasil belajar. Hasil belajar adalah tingkah laku yang diukur dengan tes mengenai bidang studi yang dipelajari, berupa pengetahuan dan keterampilan dari program belajar, pengetahuan ditunjukan oleh informasi yang tersimpan dalam pikiran, sedangkan keterampilan ditunjukan dengan aksi atau reaksi yang ditunjukan seseorang dalam mencapai tujuan.

Untuk mencapai tujuan hasil belajar yang bermutu yang mendatangkan kepuasan bagi siswa, maka haruslah suasana belajar yang stabil, bekerja keras untuk mempelajari setiap kajian materi yang sedang dipelajari.

Hasil belajar juga merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah ia menerima pengalaman belajarnya. “Soedijarto menyatakan bahwa hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan”.18 Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan,

16

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rodakarya, 2001). Cet 7 h. 3

17

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 5 h. 27

18

Baso Intang, Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes Terhadap Hasil Belajar Matematika Dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2006, h. 3


(31)

baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.19

Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenalnya secara lebih terinci. Pengenalan terhadap ranah-ranah tujuan pendidikan akan sangat membantu pada saat memilih atau menyusun instrument evaluasi hasil belajar. Penjelasan dari setiap ranah tujuan pendidikan, dapat diuraikan sebagai berikut:

Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual (Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 kelas/tingkat yakni:

1. Pengetahuan, tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali, dalam hal ini siswa diminta untuk mengingat satu atau lebih fakta-fakta yang sederhana.

2. Pemahaman, tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami/mengerti tentang isi pelajaran yang telah dipelajari. Dalam pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep.

3. Penggunaan/penerapan, Untuk penggunaan/penerapan, siswa di tuntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih generalisasi/abstraksi tertentu (konsep, dalil, aturan, gagasan, cara).

4. Analisis, merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang menjadi unsur pokok. Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar.

19

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rodakarya, 2009). Cet 14 h. 22


(32)

5. Sintesis, dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generalisasi. 6. Evaluasi, dalam evaluasi siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan

dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus.

Tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan dan emosi (Davies, 1986 : 97; Jarolimek dan Foster, 1981 : 148). Kratwohl, Bloom, Masia mengemukakan taksonomi tujuan ranah afektif sebagai berikut:

1. Menerima, tujuan ranah afektif berupa perhatian terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif. Dalam menerima, siswa diminta untuk menunjukan kesadaran, kesediaan untuk menerima, dan perhatian terkontrol/terpilih.

2. Merespons, untuk merespons, siswa diminta untuk menunjukan persetujuan kesediaan, dan kepuasan dalam merespon.

3. Menilai, dalam menilai siswa dituntut untuk menunjukan penerimaan terhadap nilai.

4. Mengorganisasi, untuk menunjukan kemampuanmengorganisasikan ini, siswa diminta untuk mengorganisasikan nilai-nilai ke suatu organisasi yang lebih besar.

5. Karakteristik, dalam karakteristik ini, siswa diminta untuk menunjukan kemampuannya dalam menjelaskan, memberikan batasan, atau mempertimbangan nilai-nilai yang direspons.

Tujuan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda tau kegiatan yang memerlukan koordinasi syaraf dan skoordinasi badan (Davies, 1986 : 97). Kibler, Barket dan miles (1970) mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik sebagai berikut:

1. Gerakan tubuh yang mencolok, merupakan kemampuan gerakan tubuh yang menekankan kepada kekuatan, kecepatan, ketepan tubuh yang mencolok, siswa harus mampu menunjukan gerakan yang menggunakan kekuatan tubuh, gerakan yang memerlukan kecepatan tubuh, gerakan yang memerlukan ketepatan posisi tubuh.


(33)

2. Ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, dalam gerakan yang dikoordinasikan siswa harus mampu menunjukan gerakan-gerakan berdasarkan gerakan yang dicontohkan atau gerakan yang diperintahkan secara lisan.

3. Perangkat komunikasi nonverbal, dalam perangkat komunikasi nonverbal ini, siswa diminta untuk menunjukan kemampuan berkomunikasi menggunakan bantuan gerakan tubuh dengan atau tanpa menggunakan alat bantu.

4. Kemampuan berbicara, untuk kemampuan berbicara , siswa harus mampu menunjukan kemahirannya memilih dan menggunkan kata atau kalimat sehingga informasi, ide, atau yang dikomunaksikannya dapat diterima secara mudah oleh pendengarnya.20

Penilaian kemajuan belajar siswa dalam pembelajaran matematika dapat dilakukan melalui penilaian proses dan penilaian hasil. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam menilai kemajuan belajar siswa dapat lebih komprehensif, berkesinambungan, dan menyentuh aspek-aspek yang telah ditentukan dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar (60%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (60%).

Berdasarkan beberapa pendapat dan pemikiran para ahli yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar matematika adalah penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika,

20

Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta : Rineka Cipta 2009), Cet. 4 hal. 202-207


(34)

sebelumnya memperoleh pengalaman belajar yang diperlihatkan siswa melalui nilai tes yang diberikan guru.

d.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:

1.

Faktor Internal Siswa

a) Aspek Fisiologis

Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai dengan sakit kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajari pun kurang atau tidak berbekas.

b) Aspek Psikologis

Inteligensi Siswa

Semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, sebaliknya semakin rendah inteligensi seorang siswa maka semakin kecil pula peluangnya memperoleh sukses.

Sikap Siswa

Sikap siswa yang positif, terutama kepada guru dan mata pelajaran yang guru berikan merupakan bertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru atau kepada mata pelajaran guru tersebut dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

Bakat Siswa

Apabila siswa memilih keahlian tertentu yang sebenarnya bukan bakatnya, akan berpengaruh buruk terhadap kinerja akademik atau prestasi belajarnya.

Minat Siswa

Minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selamaini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswadalam bidang-bidang studi tertenu.


(35)

Motivasi Siswa

Motivasi akan berpengaruh terhadap kegiatan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.21

2.

Faktor Eksternal Siswa

a) Lingkungan Sosial

Lingkungan sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan ( kepsek dan wakil-wakilnya), dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.

b) Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini di pandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.22

2.

Strategi Pembelajaran Aktif

a.

Pengertian Strategi Pembelajaran

Strategi berasal dari bahasa yunani yaitu strategos yang artinya suatu usaha untuk mencapai kemenangan dalam suatu peperangan awalnya digunakan dalam lingkungan militer namun istilah strategi digunakan dalam berbagai bidang yang memilki esensi yang relativ sama termasuk diadopsi dalam konteks pembelajaran yang dikenal dengan istilah strategi pembelajaran. Banyak konsep strategi yang dikemukakan oleh beberapa ahli khususnya berkenaan dengan strategi pembelajaran.

“Menurut J.R David strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan

21

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010). Cet. 15 h 129-136

22


(36)

tertentu”.23“Dick and Carey berpendapat bahwa strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar siswa atau peserta latih”.24 Pengertian dari kegiatan strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocok digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut:

1. Berorientasi pada tujuan

Proses pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Oleh karenanya keberhasilan suatu strategi pembelajaran dapat ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran.

2. Aktivitas

Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan kompetensi yang dicapai. Oleh karena itu strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas belajar siswa.

3. Individualitas

Pembelajaran adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Walaupun kita mengajar pada sekolompok siswa, namun pada hakikatnya yang ingin kita capai adalah perubahan perilaku pada setiap siswa.

4. Integritas

Proses pembelajaran harus dipandang sebagai usaha yang mengembangkan seluruh potensi yang dikembangkan siswa.25

23

Masito & Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI, 2009). cet 1 h 37

24

Ibid, h. 37

25

Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 5 h. 103


(37)

b.

Pengertian Pembelajaran Aktif

Active Learning adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif.26 Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

UC Davis TAC Handbook dalam Cepi Triatna menjelaskan bahwa “pembelajaran aktif adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk menjadi guru bagi mereka sendiri”.27 Unsur umum yang terkait dalam pembelajaran aktif ini adalah “bahwa guru dipindahkan perannya dari yang paling berperan depan suatu kelas dan mempresentasikan materia pelajaran menjadi fasilitator dan para siswa berada pada posisi pengajaran diri mereka sendiri”.28 Dengan demikian guru diubah menjadi seorang pelatih dan penolong di dalam proses itu. Tidak hanya satu cara yang dapat dipergunakan untuk belajar sesuatu dan berbagai tugas serta pengalaman yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan individu.

Peserta didik memungkinkan untuk melakukan kegiatan yang beragam dalam mengembangkan sikap, pemahaman, dan keterampilannya sendiri dalam arti tidak semata-mata “disuapi” oleh guru. Kegiatan proses pembelajaran yang membutuhkan peserta didik untuk aktif akan

26

Hisyam Zaini Dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, (Jakarta: Pustaka Insani Madani, 2008). h. XIV

27

Djoko H.N, “Studi Tentang Implementasi Metode Pembelajaran aktif Berbasiskan Konstruktivisme”, Makalah ini disampaikan pada seminar nasional pendidikan, Fak. Saintek UIN, 18 November 2010, h. 115

28


(38)

meningkatkan potensi peserta didik untuk mengingat kembali materi pembelajaran sebanyak sepuluh kali lipat, selain itu peserta didik lebih menikmati proses pembelajaran dan membuat pembelajaran lebih mendalam. Perlu dipertimbangkan juga bahwa proses pembelajaran peserta didik dapat ditingkatkan oleh tantangan, tetapi lemah oleh ancaman.

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam menerapkan pembelajran aktif, yaitu:29 1) Penumbuhan motivasi, baik motivasi instrinsik maupun ekstrinsik 2) Pemantapan latar dari materi yang akan dipelajari, khususnya pemberian apersepsi 3) Mengupayakan keterarahan kepada suatu fokus, seperti suatu konsep inti ataupun permasalahan sehingga siswa dapat memusatka perhatian serta mengaitkan keseluruha bahan yang sedang dipelajari 4) Belajar sambil bekerja, bermain, ataupun kegiatan lainnya 6) Penyesuaian dengan perbedaan individual 7) Peluang untuk bekerjasama dengan berbagai pola interaksi 8) Peluang untuk menemukan sendiri informasi 9) Penumbuhan kepekaan mencari masalah dan memecahkannya 10) Mengupayakan keterpaduan, baik asimilasi maupun akomodasi kognitif.

Peran aktif siswa dalam pembelajaran sangatlah penting. Karena pada hakikatnya, pembelajaran memang merupakan suatu proses aktif dari pebelajar dalam membangun pemikiran dan pengetahuannya. Peranan aktif siswa dalam pembelajaran akan menjadi dasar dari pembentukan generasi kreatif, yang berkemempuan untuk menghasilkan sesuatu yang tak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi juga orang lain.

c.

Pembelajaran Aktif Metode Turnamen Belajar

Metode pembelajaran turnamen belajarmerupakan bagian dari strategi pembelajaran active learning. “Active Learning adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif”.30 Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktifitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau

29

Masitoh Dkk, Strategi Pembelajaran, (Jakarta : Direktorat Jenderal Pendidikan islam Depag RI, 2009), Cet 1. h. 260

30

Hisyam Zaini Dkk, Strategi Pembelajaran Aktif, (Jakarta: Pustaka Insani Madani, 2008). h. XIV


(39)

mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari kedalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata. Dengan belajar aktif ini peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan fisik. Dengan cara ini biasanya peserta didik akan merasakan suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat dimaksimalkan.

Metode turnamen belajar adalah salah satu cara terbaik untuk mengembangkan memberikan tugas belajar yang diberikan secara berkelompok kecil peserta didik. Dukungan sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian, membantu mewujudkan belajar dengan cara bekerjasama satu bagian yang berharga untuk iklim belajar dikelas.31

Keunggulan lain adalah mengoptimalkan partisipasi siswa. Metode ini memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka pada orang lain. Membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara aktif.

Penerapan metode turnamen belajar dengan langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan, sebagai berikut:

a. Langkah pertama, guru membagi siswa kedalam kelompok yang beranggotakan 2-8 orang. Setiap kelompok berjumlah sama.

b. Langkah kedua, guru memberikan materi untuk dipelajari bersama

c. Langkah ketiga, siswa diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari sebagai babak pertama dari turnamen belajar. Tiap siswa menjawab pertanyaan secara individu.

d. Langkah keempat, guru memberikan jawaban dari pertanyaan yang sudah diajukan kemudian tiap siswa menghitung skor jawaban benar, selanjutnya setiap siswa menyatukan skor mereka untuk mendapatkan skor tim.

31

Melvin L. Sibermen, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, (Bandung: Nusamedia 2011). Cet IV hal. 171


(40)

e. Langkah kelima, siswa diminta untuk belajar lagi untuk babak kedua, kemudian guru mengajukan pertanyaan tes lagi sebagai bagian dari babak kedua, siswa diminta untuk menjumlahkan skor mereka untuk mendapatkan skor tim dst.

Dalam turnamen belajar guru dapat melakukan turnamen dengan berbagai ronde sesuai dengan keinginannya. Jika dalam turnamen belajar siswa menjawab pertanyaan salah maka skor mereka akan dikurangi 2 atau 3. Sedangkan bagi siswa yang tidak menjawab sama sekali dianggap 0.

3.

Pembelajaran Konvensional

Metode ceramah merupakan suatu metode penyampaian informasi, dimana guru berbicara memberi materi ajar secara aktif dan peserta didik mendengarkan atau menerimanya. “Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah”,32 karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara pembimbing belajar dengan pembelajar dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. “Hudoyo menyatakan bahwa ciri metode ceramah adalah guru berbicara terus-menerus didepan kelas, sedang para siswa sebagai pendengar”.33

Pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Metode ceramah memberikan siswa konsep yang telah disiapkan dengan rapi, matematis, lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur.

32

Rahayu Noveandini, Pemanfaatan Media Pembelajaran Secara Online (e-learning) bagi Wanita Karir dalam Upaya Meningkatkan Efektivitas dan Fleksibilitas Pemantauan Kegiatan Belajar Siswa/i SD Jur, STMIK Jakarta, 19 Juni 2010 h. A-73

33

Baso Intang, Pengaruh Metode Mengajar dan Ragam Tes Terhadap Hasil Belajar Matematika Dengan Mengontrol Sikap Siswa, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2006, h. 6


(41)

Dalam sistem ini guru telah menyajikan dalam bentuk yang telah disiapkan secara rapi, sistematis, dan lengkap sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara teratur.

Secara garis besar prosedur itu adalah:34 Preparasi, guru mempersiapkan bahan perlengkapan secara sistematis dan rapi. 2) Apersepsi, guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi yang akan diajarkan. 3) Presentasi, guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyusruh siswa membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulis guru sendiri. 4) Resitasi, guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau anak didik disuruh menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri (resitasi) tentang pokok-pokok masalah. Yang telah dipelajari, baik yang dipelajari secara lisan maupun tulisan.

Ceramah sebagai metode pengajaran mempunyai beberapa kelebihan yaitu: 1. Hemat dalam penggunaan waktu dan alat,

2. Mampu membangkitkan minat dan antusias siswa,

3. Membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mendengarnya, 4. Merangsang kemampuan siswa untuk mencari informasi dari berbagai

sumber,

5. Mampu menyampaikan pengetahuan yang belum pernah diketahui siswa Disamping beberapa kelebihan ceramah juga memiliki kelemahan diantaranya:

a) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.

b) Ceramah yang tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme.

c) Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap metode yang membosankan.

Melalui ceramah sangat sulit mengetahui apakah siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberikan kesempatan untuk bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya salah paham. Untuk meningkatkan kefektifan metode ceramah, maka disamping memanfaatkan

34

Saiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 21


(42)

keunggulannya, juga diupayakan mengatasi kelemahan-kelemahannya. Strategi demikian disebut ceramah bervariasi atau konvensional.

Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara pembelajaran konvensional dengan pembelajaran yang menggunakan teknik turnamen belajar, diantaranya:

Tabel 2.1

Perbedaan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran menggunakan teknik turnamen belajar

Pembelajaran Konvensional Pembelajaran dengan teknik Turnamen Belajar

Siswa duduk, catat, dengar dan hafal

Siswa dilibatkan secara aktif

Sumber informasi hanya guru Sumber informasi selain guru terdapat dilingkungan, media, teman dsb.

Siswa tidak dituntut untuk menentukan konsep

Siswa dituntut untuk menentukan konsep

Suasana kelas membosankan Suasana kelas menjadi lebih hidup

Materi pembelajaran banyak dan berat

Materi pembelajaran disederhanakan

Banyak waktu yang terbuang Memanfaatkan waktu seefektif mungkin

Dari perbedaan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran konvensional tampak adanya kecenderungan untuk meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru masih terlihat jelas dan dalam proses pembelajaran siswa pasif dan lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan pengetahuan serta keterampilan yang mereka butuhkan. Siswa hanya dijadikan obyek didik dan proses pembelajarannya pundengar, catat, hafal.


(43)

B.

Hasil Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang menerapkan strategi aktif learning Herlina pada tahun 2009. Dengan skripsi berjudul: “pengaruh pembelajaran aktif dengan metode learning tournament terhadap hasil matematika siswa”. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Tarbiyah Pendidikam Matematika.35 Menunjukan bahwa hasil belajar matematika yang diajarkan dengan metode turnemen belajar lebih tinggi, dan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.

Adapun yang lainnya yang menerapkan strategi aktif learning yaitu, Siti Nurasyah pada tahun 2006. Dengan skripsi berjudul: “pengaruh penerapan active learning terhadap hasil belajar Biologi siswa”. Universitas Negeri Jakarta, Fakultas MIPA.36 Menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif terhadap hasil belajar siswa dalam artian hasil belajar biologi siswa yang menggunakan active learning lebih tinggi daripada hasil belajar biologi yang diajarkan tanpa menggunakan active learning. Berdasarkan penelitian ini dijelaskan juga banyak strategi aktif learning yang dapat dipilih dan di sesuaikan dengan materi yang akan disajikan, sehingga ini dapat diterapkan pada mata pelajaran selain biologi. Siswa menjadi lebih termotivasi, aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar disebabkan oleh materi yang menarik karena ditulis rapi dengan cerita.

C.

Kerangka Berfikir

Kegiatan pembelajaran matematika merupakan proses yang mengarahkan siswa untuk belajar agar pada diri siswa terjadi perubahan tingkah laku baik dalam hal pengetahuan, kemempuan dan keterampilan akan sesuatu secara kritis dalam berpikir. Keberhasilan proses pembelajaran matematika akan membentuk pola pikir dan intuisi yang matang dalam berbagai hal yang mempengaruhi

35

Herlina, “pengaruh pembelajaran aktif dengan metode learning tournament terhadap hasil

matematika siswa”, Skripsi pada Strata Satu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2009, h. 38, tidak dipublikasikan.

36


(44)

kemempuan siswa dalam berinteraksi baik dengan sesamanya maupun dengan lingkungan alam sekitarnya, yang kemudian dapat mempengaruhi masa depannya. Pada proses pencapaian tujuan pembelajaran matematika, metode pembelajaran merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan tingkat keberhasilan pembelajaran. Dengan demikian pemilihan metode pembelajaran dirasakan sangat penting agar proses dan tujuan pembelajaran yang direncanakan dapat tercapai. Dalam pemilihan metode pembelajaran perlu diperhatikan pula mengenai kesesuaian dengan perkembangan peserta didik baik dari segi umur, latar belakang, tingkat kecerdasan dan unsur perkembangan yang lainnya.

Metode turnamen belajar merupakan salah satu cara belajar dimana siswa diarahkan untuk lebih banyak mendominasi proses pembelajaran, yang bertujuan agar siswa aktif dalam belajar, melatih belajar sendiri, dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugasnya dalam kelompok. Metode turnamen belajar juga adalah salah satu cara terbaik untuk mengembangkan memberikan tugas belajar yang diberikan secara berkelompok kecil peserta didik. Dukungan sejawat, keragaman pandangan, pengetahuan dan keahlian, membantu mewujudkan belajar dengan cara bekerjasama satu bagian yang berharga untuk iklim belajar dikelas.

Keunggulan lain adalah mengoptimalkan partisipasi siswa. Metode ini memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukan partisipasi mereka pada orang lain. Membantu siswa mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap secara aktif. Peranan guru dalam metode ini hanya sebatas menjadi motivator yang membantu kebutuhan-kebutuhan siswa dalam proses belajarnya, serta menjadi sumber informasi apabila dibutuhkan oleh siswa. pada pelaksanaannya siswa hanya diberikan gambaran dan langkah-langkah secara garis besar, kemudian siswa mengolah dan mendiskusikannya, sehingga menemukan kesimpulan sendiri dari apa yang dipelajarinya. Dengan menggunakan metode ini siswa akan mengalami kepuasan dan motivasi tersendiri dalam memahami pelajaran.

Penggunaan metode turnamen belajar membuat siswa berusaha untuk mendapatkan apa yang diinginkan, sehingga suasana belajar dikelas lebih menarik dan siswa dapat berinteraksi lebih dalam. Sedangkan menggunakan metode


(45)

konvensional, siswa hanya menjadi pendengar selama proses pembelajaran dan tidak dapat mengembangkan kemampuan mereka secara mendalam. Dari uraian tersebut, diasumsikan bahwa pembelajaran dengan mengguanakan metode turnamen belajar akan memberikan hasil yang lebih baik daripada menggunakan metode konvensional.

D.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teoritik, peneliti dapat memberikan hipotesis terhadap tindakan yang akan digunakan yaitu: ”Hasil belajar matematika siswa kelas IV yang diajar dengan menggunakan strategi pembelajaran Turnamen Belajar lebih tinggi daripada siswa kelas IV yang diajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional”


(46)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Waktu dan Tempat Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan di MIN Parung, Jl. H. Mawi Kp. Jati RT. 02/05 Desa Parung Kec. Parung Kab. Bogor.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakasanakan pada semester genap Tahun Ajaran 2013 /2014, pada bulan Februari, tanggal 20 Februari – 5 April 2013.

B.

Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan adalah metode quasi-eksperimen. “Penelitian kuasi eksperimen mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.”1 Penggunaan metode quasi-eksperimen dalam penelitian ini dipandang tepat karena penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang pengaruh strategi pembelajaran aktif metode turnamen belajar terhadap hasil belajar Matematika siswa.

Desain penelitian yang digunakan yaitu “Randomized Posttes-Only Control Group Design.”2 Rancangan ini melibatkan dua kelompok yang di pilih secara acak, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif metode turnamen, sedangkan kelompok kontrol diberikan pembelajaran menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah perlakuan kedua kelas diberikan posttest untuk lebih jelasnya desain penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2010), cet.10, h.114 2

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) cet 7 hal. 206


(47)

Tabel 3.1

Randomized Posttes-Only Control Group Design

X1 X2

Y1 Y2

dimana:

X1 : Kelompok Kelas Eksperimen

X2 : Kelompok Kelas Kontrol

Y1 : Nilai Hasil Belajar Siswa Kelompok Eksperimen

Y2 : Nilai Hasil Belajar Siswa Kelompok Kontrol

C.

Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah siswa MIN Parung kelas IV semester genap Tahun pelajaran 2012-2013, yang terdiri dari tiga kelas yaitu kelas IVA - IVC.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

Cluster Random Sampling yaitu dengan mengambil dua kelas yang memiliki karakteristik yang sama atau homogen yaitu kelas IVA dan IVC. Dari dua kelas tersebut, dipilih lagi kelas mana yang menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan cara mengambil satu kertas yang bertuliskan kelas eksperimen atau kelas kontrol. 1) Kelompok eksperimen, yaitu kelompok siswa yang mendapat pembelajaran Matematika dengan pembelajaran aktif metode turnamen belajar. Sampel yang terpilih sebagai kelompok eksperimen adalah siswa kelas IV A yang berjumlah 25 siswa. 2) Kelompok kontrol, yaitu kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran Matematika dengan konvensional. Sampel yang terpilih sebagai kelas kontrol adalah siswa kelas IV C yang berjumlah 25 siswa.

D.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cara-cara yang dipergunakan untuk memperoleh data empiris yang dipergunakan untuk penelitian. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrument tes. Adapun bentuk instrumennya yaitu Tes Uraian. Instrument test yang digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika pada


(48)

pokok bahasan bilangan pecahan adalah tes uraian sebanyak 10 soal. Tes ini digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Adapun tes wawancara adalah untuk mengetahui apakah strategi yang dipakai, disenangi siswa atau tidak.

E.

Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrument tes. Adapun bentuk instrumennya yaitu Tes Uraian. Instrument test yang digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika pada pokok bahasan bilangan pecahan adalah tes uraian sebanyak 10 soal. Tes ini digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.

Tes hasil belajar soal uraian disusun berdasarkan indikator yang disesuaikan dengan KTSP, sesudah pembelajaran (posttest). Desain kisi-kisi instrumen penelitian:


(49)

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tes Hasil Belajar Kompetensi

Dasar

Uraian Materi

Indikator No.

soal Aspek Yg Di Ukur Bentuk Soal 6.1 Menjelaskan arti pecahan dan urutannya Mengurutka n dan membandin gkan pecahan Mengurutkan bilangan pecahan

4*,5 C3 Uraian

Membandingk

an pecahan 1,2*,3 C2 Uraian 6.2 Menyederhana kan berbagai bentuk pecahan Menyederha nakan pecahan Menentukan

pecahan senilai 6* C3 Uraian Menentukan

pecahan sederhana

7* C3 Uraian

6.3 Menjumlahkan pecahan Penjumlaha n pada pecahan Menjumlahkan dua pecahan berpenyebut sama

8, 9* C3 Uraian

Menjumlahkan dua pecahan berpenyebut berbeda

10* C3 Uraian

6.4 Mengurangkan pecahan Penguranga n pada pecahan Mengurangkan dua pecahan berpenyebut berbeda 11*,12

* C3 Uraian

6.5 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pecahan Operasi hitung campuran pada pecahan Menghitung operasi hitung campuran pada pecahan berpenyebut berbeda

13* C3 Uraian

Menyelesai kan soal cerita pada pecahan Memecahkan masalah yang berkaitan dengan pecahan 14*,15 *,16*, 17

C3 Uraian

Keterangan * : Soal Yang Valid C2 : Pemahaman C3 : Ingatan


(50)

F.

Uji Coba Instrumen Tes

Uji coba instrumen dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam penelitian ini uji instrumen dilakukan pada siswa di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol, yaitu kelas VB yang terdiri dari 21 siswa. Setelah melakukan uji coba instrumen, langkah selanjutnya adalah mengolah data hasil uji coba dengan mencari validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda.

a. Validitas

“Suatu instrumen evaluasi dikatakan valid, seperti yang diterangkan oleh Gay (1983) dan Jhonson-Jhonson (2002), apabila instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur”.3 Pengujian validitas menggunakan korelasi produk momen, apabila r hitung > r tabel maka butir pernyataan dapat dikatakan valid.

Untuk memberikan interpretasi terhadap angka indeks korelasi produk momen dipergunakan tabel “r” produk momen, dengan terlebih dahulu mencari df–nya.

Adapun rxy dapat di cari dengan rumus:4

 

  2 2 2 2 ) ( }{ ) ( { ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rxy Keterangan:

rxy : Koefisien korelasi yang dicari

XY : Jumlah perkalian variabel X dan Y

X : Jumlah nilai variabel X

Y : Jumlah nilai variabel Y

2

X : Jumlah pangkat dua nilai variabel X

Y2

: Jumlah pangkat dua nilai variabel Y N : Banyak sampel

3

Sukardi, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), hlm. 31

4

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Askara 2009), h 72


(51)

Tabel 3.3

Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 2, 3, 5, 7, 8, 9

Tabel 3.4

Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 4, 6, 10, 11, 12, 13

Tabel 3.5

Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 1, 14, 15, 16

Skor Kriteria

0 Tidak menjawab sama sekali

1 Menjawab dengan cara benar namun belum mendapat hasil akhir

1,5 Menjawab sampai akhir dengan cara yang benar namun hasil akhir salah

3 Menajawab dengan cara dan hasil yang benar

Skor Kriteria

0 Tidak menjawab sama sekali

1 Menjawab dengan cara benar namun belum mendapat hasil akhir

2,5 Menjawab sampai akhir dengan cara yang benar namun hasil akhir salah

5 Menajawab dengan cara dan hasil yang benar

Skor Kriteria

0 Tidak menjawab sama sekali

1 Menjawab dengan cara benar namun belum mendapat hasil akhir

6 Menjawab sampai akhir dengan cara yang benar namun hasil akhir salah


(52)

Tabel 3.6

Kriteria Penskoran Soal Uraian Untuk No. 17

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapan pun alat penilaian tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama.5

Pengujian reliabilitas ini menggunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu:6

             

22

11 1 1 i i S S n n r Keterangan:

r11 : Reliabilitas instrumen

2

i

S : Jumlah varians skor tiap-tiap item

2 i

S : Varian total n : Banyak Butir Soal

c. Uji Tingkat Kesukaran Soal

Uji tingkat kesukaran butir soal bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan untuk mengukur tingkat kesukaran. Untuk mengetahui tingkat kesukaran tiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut:

5

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 16

6

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Askara 2009), h. 72

Skor Kriteria

0 Tidak menjawab sama sekali

1 Menjawab dengan cara benar namun belum mendapat hasil akhir

5 Menjawab sampai akhir dengan cara yang benar namun hasil akhir salah


(1)

2. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011) cet 7 hal. 206 3. Sukardi, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2009), hlm. 31

4. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Askara 2009), h 72

5. Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 16

6. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Askara 2009), h. 72

7. Idrus Alwi, Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Saraz Publishing, 2013) h.124

8. Idrus Alwi, Statistika Untuk Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Saraz Publishing, 2013) h.128

9. Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Penelitian Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 124.

10. Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Penelitian Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 124.

11. Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan Dan Penelitian Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2004), h. 120

12. Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005) Cet. 6 h. 239

Yang mengesahkan, Pembimbing

Dra. Afidah Mas’ud NIP. 19610926 198603 2 004


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)