Hakikat Belajar Bermakna Deskripsi Teoritik
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan dan penemuan. Dimensi
kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-
konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan
pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi dalam bentuk final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan
siswa menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada
pengetahuan berupa konsep-konsep atau lain-lain yang telah dimilikinya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi, siswa itu dapat juga hanya mencoba-
coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep- konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar
hafalan. Kedua dimensi, yaitu penerimaanpenemuan dan hafalanbermakna tidak
menunjukkan dikotomi sederhana, melainkan merupakan suatu kontinum. Kedua kontinum itu diperlihatkan pada gambar berikut:
2
2
Ibid., h.112.
BELAJAR Menjelaskan
Pengajaran Penelitian
BERMAKNA hubungan antara
audio-tutorial ilmiah
konsep-konsep yang
baik
Penyajian melalui
Kegiatan di
Sebagian besar
ceramah atau
laboratorium penelitian
rutin buku
Pelajaran sekolah
atau produksi
intelektual
BELAJAR Daftar perkalian
Menerapkan Pemecahan
HAFALAN rumus-rumus dengan
untuk memecahkan
coba-coba masalah
BELAJAR BELAJAR
BELAJAR PENERIMAAN
PENEMUAN PENEMUAN
TERPIMPIN MANDIRI
Gambar 2.2. Dua Kontinum Belajar Dahar, 1996
Dari gambar di atas dapat dilihat sepanjang garis mendatar dari kiri ke kanan berkurangnya penerimaan, dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan
sepanjang garis vertikal dari bawah ke atas berkurangnya belajar hafalan, dan terbentuknya belajar bermakna dapat berjalan dengan baik pada belajar penemuan
maupun penerimaan. Ausubel menyatakan bahwa banyak ahli pendidikan menyamakan belajar
penerimaan dengan belajar hafalan, sebab mereka berpendapat bahwa belajar bermakna hanya bila siswa menemukan sendiri pengetahuan, kalau diperhatikan
gambar 2.2 tersebut, maka belajar penerimaan pun dapat dibuat bermakna, yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar
penemuan rendah kebermaknaannya dan merupakan belajar hafalan, yakni memecahkan suatu masalah hanya dengan coba-coba seperti menebak suatu teka-
teki. Belajar penemuan yang bermakna sekali hanyalah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah.
Menurut Ausubel, yang terpenting dalam belajar ialah belajar bermakna. bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi
baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau
disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah- daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan
pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahan-perubahan sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan
informasi yang sedang dipelajari. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut:
3
Gambar 2.3. Informasi Baru Terkait pada Susunan Sel dalam Otak
3
Ibid., h.113.
Dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada subsumer- subsumer relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Belajar bermakna yang
baru berakibatkan pertumbuhan dan modifikasi subsumer-subsumer yang telah ada itu. Tergantung pada sejarah pengalaman seseorang, maksudnya informasi
baru a, b, c dikaitkan pada konsep-konsep relevan dalam struktur kognitif subsumer A, B, C sehingga A mengalami diferensiasi lebih banyak dari pada B
atau C. Menurut Ausubel dan juga Novack 1977, ada tiga kebaikan dari belajar
bermakna, yaitu: a.
Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat. b.
Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
pelajaran yang mirip. c.
Informasi yang dilupakan sesudah subsumer obliteratif atau subsumer yang telah rusak, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun
telah terjadi ”lupa”. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausubel 1963 ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat
striktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi baru masuk ke dalam struktur kognitif baru, demikian pada sifat proses
interaksi yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, jelas dan diatur dengan baik, maka arti-arti yang shahih dan jelas itu atau tidak meragukan akan timbul dan
cenderung bertahan. Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat
belajar. Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut :
a. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,
b. Anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan
belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna meaningful learning set.