2.6 Dampak Lingkungan dari Kegiatan Wisata
Kegiatan wisata tidak hanya memberikan dampak positif namun juga memberikan dampak negatif, terutama terhadap aspek lingkungan. Dampak
lingkungan yang dapat terjadi menurut Yoeti 2008 adalah kerusakan sumber- sumber hayati yang menyebabkan hilangnya daya tarik suatu kawasan wisata,
sampah yang dibuang sembarangan menimbulkan bau yang tidak sedap dan mengurangi nilai keindahan kawasan wisata, serta merusak ekosistem perairan.
Dampak negatif terhadap lingkungan yang lainnya adalah peningkatan jumlah volume sampah, peningkatan polusi udara dan suara dari kendaraan wisatawan
serta pencemaran air sungai akibat perilaku wisatawan yang kurang peduli terhadap lingkungan. Limbah wisata yang dibuang di sungai mengakibatkan
lingkungan terkontaminasi, kesehatan masyarakat terganggu, perubahan dan kerusakan vegetasi air, serta nilai estetika perairan berkurang Ekaningrum 2013.
Menurut Ekaningrum 2013, adanya kegiatan wisata di pegunungan berpotensi merusak gunung dan hutan disekitarnya, ekosistem vegetasi menjadi
terganggu dan tidak seimbang, serta terganggunya kehidupan satwa liar. Pembukaan jalur pendakian serta pendirian villa di kaki bukit merupakan
beberapa contoh pembangunan yang berpotensi merusak gunung dan hutan disekitarnya. Akibatnya terjadi tanah longsor, erosi tanah, menipisnya vegetasi
pegunungan, serta meningkatnya polusi udara dan bencana banjir Ekaningrum 2013.
Salah satu dampak lingkungan dari kegiatan wisata adalah peningkatan jumlah sampah. Menurut Hadiwiyoto 1983, peningkatan jumlah volume sampah
akan menimbulkan gangguan pencemaran, seperti pencemaran udara karena selama proses pembusukan dihasilkan gas-gas beracun, bau yang tidak sedap,
daerah becek, dan berlumpur, sehingga menganggu pengunjung yang berwisata. Sampah yang dibuang ke sungai akan menimbulkan pencemaran air karena
terkontaminasi dengan bahan kimia yang beracun sehingga kualitas air menurun. Sampah juga menyebabkan hambatan aliran air yang akan menjadi bencana banjir
dan dapat menganggu kegiatan wisata. Secara estetika, sampah dapat digolongkan sebagai bahan yang merusak pemandangan dan menurunkan nilai keindahan
kawasan wisata, sehingga jumlah wisatawan akan menurun. Hal tersebut terjadi
karena menurunnya kualitas dan estetika lingkungan di suatau kawasan wisata. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengelolaan limbah wisata oleh pengelola
dan pemerintah daerah untuk menjaga suatu kawasan wisata agar tetap berlanjut, sehingga memberikan manfaat yang lebih besar.
2.7 Pengelolaan Limbah Wisata
Seluruh aktivitas manusia tidak terlepas dari sampah. Apabila sampah dibiarkan dan tidak dikelola dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan dan
kelestarian kawasan wisata alam. Apabila sampah dikelola dengan baik, maka sampah tersebut memiliki nilai potensial, seperti penyediaan lapangan pekerjaan,
peningkatan kualitas dan estetika lingkungan, serta pemanfaatan lain sebagai bahan pembuatan kompos Dephut 2013. Menurut panduan Dephut 2013,
tahapan pengelolaan sampah yang dapat dilakukan di kawasan wisata alam adalah:
a. Pencegahan dan Pengurangan Sampah dari Sumbernya Kegiatan ini dimulai dengan kegiatan pemilahan atau pemisahan sampah
organik dan anorganik dengan menyediakan tempat sampah organik dan anorganik disetiap kawasan yang sering dikunjungi wisatawan.
b. Pemanfaatan Kembali Kegiatan pemanfaatan sampah kembali, terdiri atas:
1 Pemanfaatan sampah organik, seperti composting pengomposan. Sampah yang mudah membusuk dapat diubah menjadi pupuk kompos
yang ramah lingkungan untuk melestarikan fungsi kawasan wisata. 2 Pemanfaatan sampah anorganik, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari barang bekas atau kertas daur ulang.
Pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol
air minum dalam kemasan.