tingkat ekuilibrium yang tinggi. Artinya, p ola dan cara berpikir anak menjadi lebih luwes, lebih maju, lebih efektif, dan efisien daripada periode sebelumnya.
Pola dan cara berpikir yang memiliki tingkat ekuilibrium yang tinggi akan mempermudah guru untuk menekankan menerapkan nilai -nilai karakter siswa
dalam pembelajaran di kelas. Guru menggunakan dan memanfaatkan bahasa yang dekat dengan siswa sehingga siswa mengetahui dan memahami bahasa yang
digunakan oleh guru. Penggunaan bahasa yang mudah akan menjadikan siswa mudah memahami bahan ajar dan menerapkan nilai -nilai karakter dalam hidu p
sehari-hari. Pada tahap tersebut, dengan pola pikir yang dimiliki seharusnya siswa mudah diatur dan diarahkan oleh guru. Siswa dapat menentukan mana yang baik
dan yang buruk bagi dirinya. Sebagai contoh, s aat pembelajaran di kelas, guru menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter pada diri siswa dengan cara sebelum
dan sesudah pelajaran yaitu diawali dengan berdoa dan memberikan salam kepada guru yang akan dan selesai mengajar. Setiap hari melakukan doa Malaikat Tuhan
jam 12.00 WIB, dan juga mengadaka n SEMUTSIH Sepuluh menit bersih -bersih pada jam pelajaran berakhir. Selain itu, upaya guru untuk menekankan kepada
siswa menerapkan nilai karakter adalah pada saat ulangan harian, tempat duduk siswa diatur sehingga siswa dilatih untuk mengerjakan tugas secara mandiri.
Ketika terdapat teman yang berpendapat, siswa lain mendengarkan dan tidak mengganggu teman yang sedang berpendapat, sehingga tertanam nilai toleransi
antar siswa. Contoh-contoh tersebut bagian dari pembentukan pribadi siswa untuk menjadi lebih baik dan mematangkan diri siswa pada tahap operasi formal.
Memperoleh kematangan menjadikan siswa pribadi yang lebih baik adalah tugas guru. Sebagai siswa yang selalu berhubungan dengan orang lain guru,
teman, masyarakat, dan lingkungan, pastilah banyak h al-hal yang dilakukan oleh siswa. Terkadang siswa memberikan sesuatu yang baik untuk orang lain, tetapi tak
dipungkiri pula siswa juga sering melakukan kesalahan. Menurut Piaget Suparno, 2001: 104 – 110, paling sedikit ada empat faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif anak salah satunya adalah ekulibrasi. Ekulibrasi adalah adanya mekanisme internal, yaitu suatu pengaturan dalam diri anak ketika
berhadapan dengan rangsangan atau tantangan dari luar. Anak dapat mengontrol dirinya sendiri terhadap tin dakan yang dilakukan. Meskipun siswa dalam tahap ini
dapat mengontrol dirinya sendiri, bukan berarti guru melepas begitu saja. Upaya yang dilakukan guru jika terdapat anak yang melakukan tindakan tidak
berkarakter adalah menegur, memberikan nasihat, dan ngemong siswa dengan sabar. Sebagai contoh, sering guru melihat siswa yang tidak percaya diri dalam
mengerjakan tugas individu sehingga sering bertanya kepada teman lain, tidak mengerjakan PR, dan juga tidak menggunakan atribut lengkap dalam upacara
maupun kegiatan sekolah yang lain seperti sabuk. Terdapat juga siswa yang suka membuang sampah sembarangan. Hal tersebut bagian dari belum maksimalnya
nilai karakter tertanam dalam diri siswa. U paya guru jika melihat atau menemukan siswa melakukan kegiatan yang ti dak berkarakter adalah mencoba
untuk menasihati siswa tersebut. Secara praktek, biasanya guru memanggil anak itu ke kantor dan diajak untuk sharing, diskusi, akan apa yang sudah siswa
lakukan.
Untuk mengetahui perkembangan seorang anak siswa, guru melak ukan evaluasi secara bersama-sama. Di dalam dunia pendidikan, terdapat tiga istilah
yang selalu terkadang disalahartikan, yaitu penilaian, pengukuran, dan tes. Menurut Tuckman dalam Burhan Nurgiyantoro 2010:6, penilaian merupakan
suatu proses untuk menge tahui menguji apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang ditentukan.
Sedangkan pengukuran merupakan bagian atau alat penilaian saja, dan selalu berhubungan dengan data -data kuantitatif, misalnya berupa skor-skor peserta
didik. Tes merupakan sebuah instrumen atau prosedur yang sitematis untuk mengukur suatu sample tingkah laku. Jika akan melakukan penilaian terhadap
hasil pembelajaran siswa di kelas guru menggunakan pengukuran misalnya berup a tes berbentuk objektif pilihan ganda. Akan tetapi, untuk mengukur nilai-nilai
karakter yang sudah maupun yang belum tertanam dalam diri siswa guru
menggunakan cara yaitu evaluasi bersama-sama di kelas baik dari pelajaran awal hingga akhir. Mengevaluasi p engembangan afektif
memang tidak sering dilakukan oleh guru, hanya saja pada saat akhir pelajaran terkadang guru
menanyakan kepada murid nilai -nilai apa saja yang dapat diambil. Selain itu, salah satu cara yang dilakukan oleh guru yang sampai saat ini masi h berjalan
adalah guru mengajak siswa untuk merefleksikan dirinya sendiri apa yang didapatkan selama mengikuti pembelajaran di kelas baik untuk kepentingan
pendidikan dan penanaman karakter dalam dirinya pembentukan sikap pada siswa. Refleksi dilakukan d engan cara menuliskan pada selembar kertas dan
dikumpulkan kepada guru . Suparno 2001: 147 mengatakan bahwa kurikulum
sendiri harus lebih fleksibel, bukan merupakan susunan bahan yang mati, melainkan lebih merupakan garis besar yang dapat dikembangkan ole h siswa dan
guru dalam proses belajar mengajar. Selain itu, evaluasi yang dilaksanakan harus kreatif, yaitu memungkinkan siswa berpikir dan mengungkapkan jalan pikirannya.
Tekanan belajar pada siswa yang aktif mengkonstruksi lebih menekankan proses dan bukan hasil akhir.
Sebagai guru tidak boleh memandang siswa dengan tingkatan tertentu dan berusaha menunjukkan sikap yang berkarakter dan patut diteladani oleh siswa.
Siswa pintar, sedang, kurang, guru memperlakukannya sama dan tidak memilih - milih. Guru tidak melakukan kekerasan fisik ketika mengajar terhadap anak yang
bandel maupun anak yang secara kognitif lambat memproses apa yang guru berikan. Guru bersikap adil terhadap semua siswa. Guru juga bersahabat dengan
siswa sehingga siswa mudah utuk mengikuti pro ses pembelajaran di kelas. Jika terdapat siswa yang tidak memahami pelajaran tersebut, membuat siswa berani
bertanya sehingga akan menguntungkan bagi guru dan siswa.
4.7 Pembahasan Hasil Wawancara dengan Siswa
Proses kegiatan belajar mengajar di kelas men untut adanya faktor-faktor yang mendukung tercapainya hasil belajar yang maksimal. Di samping terdapat
faktor-faktor yang menghambat dalam proses kegiatan belajar mengajar di kelas, guru harus mampu membuat situasi belajar yang menyenangkan.
Menurut Dimyati 2002: 159 pembelajaran berarti meningkatkan kemampuan -kemampuan
kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan -kemampuan tersebut diperkembangkan bersama dengan perolehan pengalaman -pengalaman belajar
sesuatu. Kemampuan siswa akan dikembangkan ber sama dengan pengalaman yang sudah pernah diperoleh. Menurut Piaget Suparno, 2001: 141, pengetahuan
itu dibentuk sendiri oleh siswa dalam berhadapan dengan lingkungan atau obyek yang sedang dipelajarinya. Piaget Suparno, 2001: 142 membedakan tiga macam
pengetahuan, yaitu pengetahuan fisis, matematis logis, dan sosial. Pengetahuan fisis dikonstruksi melalui tindakan siswa terhadap obyek fisis secara langsung.
Pengetahuan matematis logis dibentuk dengan tindakan siswa terhadap obyek secara tidak langsung, yaitu dengan pemikiran operatif. Pengetahuan sosial
dibentuk dengan pengalaman siswa terhadap orang lain atau lingkungan sosial. Oleh karena itu, kegiatan belajar harus memungkinkan siswa mengalami berbagai
pengalaman itu dan bertindak terhadap pengalaman -pengalaman tersebut. Selama mengikuti proses pembelajaran di kelas, siswa di SMP Kanisius Gayam
Yogyakarta memiliki kesan yang berbeda terhadap proses kegiatan belajar yang dijalani. Kesan siswa selama mengikuti proses pembelajaran di kelas sebagian
besar siswa menjawab menyenangkan. Namun, ada pula yang mengatakan membosankan, tergantung dari situasi dan bahan pembelajaran yang diberikan
oleh guru. Proses kegiatan belajar yang menyenangkan akan membawa siswa mudah memahami pelajaran yang disampaikan oleh g uru, sebaliknya jika siswa
sudah bosan akan berakibat buruk pada siswa dan juga guru. Kebosanan siswa dalam mengikuti pelajaran akan membawa dampak buruk bagi kepribadian siswa.
Terkadang siswa melampiaskan kebosanan dengan hal -hal yang melanggar aturan sekolah atau akademik. Pelanggaran yang dilakukan oleh siswa akan melunturkan
nilai-nilai karakter yang sudah tertanam dalam diri siswa. Selain itu, pelanggaran
yang dilakukan oleh siswa dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah. Tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah
Kesuma, 2011:9 sebagai berikut: `1 menguatkan dan mengembangkan nilai -nilai kehidupan yang dianggap
penting dan perlu sehingga menjadi kepribadiankepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana n ilai-nilai yang dikembangkan;
2 mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan
nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah; 3
membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter seca ra
bersama. Selama ini, siswa secara tidak langsung sudah menanamkan nilai -nilai
karakter dalam dirinya meskipun secara teori, siswa belum paham akan maksud pendidikan karakter. Siswa SMP Kanisius Gayam Yogyakarta menyatakan bahwa
guru belum pernah menjel askan pendidikan karakter secara langsung. Setelah siswa diberikan penjelasan sedikit oleh peneliti, siswa sedikit paham dan dapat
mendeskripsikan apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter. Deskripsi jawaban dari siswa terhadap pendidikan karakter sebag ai berikut: pendidikan yang
menanamkan nilai-nilai kedisiplinan, moral, dan tanggungjawab ; pendidikan yang menanamkan nilai kedisiplinan terutama kepada murid ; pendidikan di mana kita
dapat mengerti karakter masing -masing siswa, dan itu diajarkan sejak din i; pendidikan yang diajarkan sejak dini dan membuat menjadi lebih berkarakter
dalam dirinya dan; pendidikan yang membentuk karakter. Berdasarkan deskripsi
jawaban siswa SMP Kanisius Gayam Yogyakarta dapat disempurnakan dengan pengertian dari Kemendiknan Di rektorat Jenderal Pendidikan Dasar 2011.
Menurut Kemendiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar 2011, pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal,
peduli dan menginternalisasi nilai -nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Pendidikan karakter di sekolah adalah upaya yang terencana untuk
memfasilitasi peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai -nilai karakter secara terintegrasi dalam proses pembelajaran semua mata pelajaran,
kegiatan pembinaan kesiswaan, dan pengelolaan sekolah pada semua bidang urusan.
Setelah siswa memperoleh pengetahuan, informasi tentang pendidikan karakter akan membawa siswa untuk semakin berkembang dalam dirinya. Guru
sebagai orang tua di sekolah memil iki tanggung jawab menjadikan siswa untuk mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai -nilai karakter terintegrasi dalam
proses pembelajaran bahasa Indonesia. Cara
atau upaya guru untuk mengintegrasikan 18 nilai karakter ke dalam pembelajaran bahasa Indon esia yaitu
memberikan bahan ajar yang mengandung nilai -nilai karakter. Menurut siswa, selama mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia hampir satu semester, guru
menerapkan pendidikan karakter dengan cara mengaitkan nilai-nilai karakter dengan bahan ajar untuk pelajaran bahasa Indonesia, misalnya teks bacaan berita,
drama, puisi, dll. Sebagai contoh dalam pembelajaran membaca, terkadang siswa diberikan teks bacaan yang mengandung nilai -nilai karakter tetapi kesulitan yang
dialami ketika pembelajaran membaca adalah mengartikan kata-kata yang sulit,
memahami kalimat yang sukar untuk dicerna. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat kesulitan, panjang pendek, is i, dan jenis atau
bentuk wacana. Selain itu, guru juga menggunakan teknik atau me tode dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang terkadang dapat menanamkan nilai karakter
dalam diri siswa. Meskipun belum semua, setidaknya guru sudah melaksanakan kegiatan dan memilih bahan ajar yang mengandung nilai -nilai karakter dan dapat
diterapkan dalam diri siswa. Metode yang digunakan oleh guru misalnya diskusi kelompok, tugas mandiri, dan lain -lain.
Sebagai seorang guru harus memiliki cara untuk menjadikan siswa pribadi yang baik. Selama mengikuti pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, guru sudah
memperlihatkan menerapkan nilai karakter dalam dirinya yaitu dari cara mengajar dan membuat siswa nyaman mengikuti pelajaran. Kenyamanan yang didapatkan
oleh siswa mempermudah siswa menyerap materi -materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Guru menekank an kepada siswa untuk melakukan sesuatu
yang mencerminkan bahwa “siswa adalah seorang yang tahu mana yang baik dan mana yang buruk”. Nasihat -nasihat yang diberikan guru kepada siswa merupakan
upaya guru untuk dapat menerapkan nilai karakter dalam diri sisw a. Guru memberikan contoh yang baik dari hal kecil kepada siswa, sehingga siswa mampu
melakukan yang baik pula. Siswa tidak boleh menyontek, siswa tidak boleh mengejek teman lain, tidak boleh melanggar aturan yang sudah ditentukan oleh
sekolah, siswa harus tanggung jawab, dan hal kecil yaitu siswa tidak boleh membuang sampah sembarangan. Setiap hari, siswa diwajibkan untuk berdoa
sebelum dan sesudah selesai pelajaran pulang, menghormati guru dengan
memberikan salam, melakukan semutsih sepuluh menit bersi h-bersih pada akhir pelajaran, dan juga selalu berdoa Malaikat Tuhan setiap pukul 12.00 WIB.
Kegiatan-kegiatan yang sudah ditetapkan dan ditentukan dari sekolah adalah upaya-upaya untuk menerapkan nilai -nilai karakter dalam diri siswa.
Sebagai seorang guru harus memiliki tindakan untuk memberikan peringatan kepada siswa yang melanggar aturan akademik. Tindakan siswa yang
melanggar aturan akademik merupakan tindakan yang mencerminkan belum maksimalnya nilai-nilai karakter tertanam dalam diri siswa. Siswa SMP yang
masuk ke dalam tahap operasi formal karena rata -rata usia pada jenjang SMP adalah 13 tahun. Tahap ini ditandai oleh cara berpikir anak, dari yang konkret ke
yang abstrak. Menurut Ginsburg dan Opper Suparno, 2001: 88, anak pada tahap ini sudah mempunyai tingkat ekuilibrium yang tinggi. Artinya, p ola dan cara
berpikir anak menjadi lebih luwes, lebih maju, lebih efektif, dan efisien daripada periode sebelumnya. Siswa di SMP Kanisius Gayam Yogyakarta menyatakan
bahwa sebagian besar guru di sekolah te gas, khususnya guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Setiap siswa yang melakukan kesalahan, akan diberikan teguran
ringan dengan kata-kata. Guru bersikap bijak, selalu melihat seberapa besar kesalahan yang dilakukan oleh siswa sehingga guru dapat memberika n teguran
yang pantas. Guru tidak memberikan hukuman secara fisik, tetapi hukuman tersebut bisa mendidik dan membentuk pribadi siswa menjadi lebih baik. Sebagai
contoh, jika terdapat siswa yang tidak mengerjakan PR, siswa diberikan hukuman untuk mengerjakan PR dan diberikan batas waktu pengumpulan. Jika siswa tidak
mengumpulkan sesuai batas waktu, siswa tidak akan lulus dalam mata pelajaran