49 sibayak. akhirnya sang dukun menyesal dan membuang semua keahliannya dan
memamcangkan pisau saktinya ke suatu pohon dan mengatakan “adi anakku pe labo lanai banci ku mpegeluh, maka guri-guri ku enda ku empetken”. Tempat
tersebut dinamai “pertektekken” atau pemancungan, dimana tak ada lagi tanaman yang tumbuh dan apabila ada binatang yang lewat di atasnya akan mati lemas,
sedangkan di sekitar tempat tersebut pepohonan, rumput-rumput tumbuh subur. Jenis flora yang tumbuh di kawasan ini hanya pohon kayu-kayu besar dan pohon
beringin sedangkan jenis fauna yang ada di sekitar Deleng Pertektekken yaitu burung.
3.2.3 Deleng Singkut
Deleng Singkut merupakan kawasan hutan yang terletak berdekatan dengan PT. Telkom. Untuk mencapai lokasi ini harus masuk melalui Lau Gendek
yang berada sebelum hotel Mikie Holiday atau bisa juga melalui Tongkeh ataupun Tahura yang berjarak 5 Km dari simpang Desa Doulu.
Terdapat berbagai jenis flora dan fauna yang terdapat di Deleng Singkut . Jenis flora yang dapat ditemukan ialah pohon-pohon besar seperti Fikus sp
pohon pinus, pohon jati dan juga terlihat tumbuhnya lumut pada hampir semua pohon dan bebatuan sedngkan jenis fauna seperti burung kutilang, burung jalak,
burung murai, bajing, musang, ular, harimau, tupai, kodok, biawak dan imbau sejenis monyet besar yang dapat mengeluarkan suara besar.
Tempat sesajian yang terdapat pada Deleng Singkut yaitu sesajian cibal- cibalen yang diletakkan di atas tanah dan sesajian diletakkan menghadap ke
barat. Terdapat berbagai jenis sesajian yang dapat dijumpai yaitu rokok yang dipancakkan dengan menggunakan kayu kecil, buah-buahan seperti apel, anggur,
Universitas Sumatera Utara
50 jeruk manis, mayang rangke-rangke pelepah pinang, daun sirih beserta
kelengkapannya gambir, kapur sirih, tembakau, bunga melati dan daun pisang sebagai alas sesajian.
3.2.4 Lau Debuk-debuk
Lau Debuk-debuk merupakan sebuah pemandian air panas yang terletak di kaki Gunung Sibayak. Lau Debuk-debuk mengandung banyak belerang. Oleh
karena itu pemandian air panas ini diyakini dapat mengobati penyakit gatal-gatal. Terdapat lima mata air panas dengan temperature air mencapai 35 derajad celcius
dan suhu udara mencapai 27 derajat celcius dengan luas 7 Ha. Flora yang tumbuh di kawasan Lau Debuk-debuk yaitu berupa pohon-pohon kecil. Tidak banyak jenis
flora yang dijumpai. Ini dikarenakan sudah banyak masyrakat yang membuka lahan pertanian sedangkan jenis fauna yaitu kera macaca fascicularis, ular
sawah, musang dan musang. Tempat sesajian yang dijumpai di Lau Debuk-debuk ada yang berbentuk
sumur-sumur kecil yang sudah disemen dan dikeramik, berbentuk persegi dengan bentuk seperi kuburan dengan tinggi 1 meter dan sudah disemen dan ada juga
terdapat tempat pemberian sesajian orang Tionghoa. Semua tempat sesajian dan sesajian diletakkan menghadap ke selatan.
Sejarah cerita mengenai Lau Debuk-debuk yaitu dilatarbelakangi oleh suatu kisah yang pernah terjadi di tempat tersebut, seperti yang dikemukakan oleh
Dada Meuraxa dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Suku-suku Di Sumatera Utara Box 1 :
Universitas Sumatera Utara
51 Box 1 : Sejarah Cerita Lau Debuk-debuk
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan
Bpk. S Ginting 64 Tahun, walaupun anak dari Guru
Penawar Reme yaitu Tandang Kumerlang dan
Tandang Suasa meninggal, tetapi mereka masih sering
menampakkan diri di Lau Debuk-debuk
. Tempat tersebut dipercayai sebagai
tempat pemandian kedua anak Guru Penawar Reme
tersebut, bahkan pada saat- saat tertentu di tempat
tersebut tercium wangi bunga. Menurut
kepercayaan orang Karo dahulu, hal ini disebabkan karena si anak tersebut sedang mandi. Karena anak tersebut sering memperlihatkan diri di Lau Debuk-debuk
tersebut, kedua orang tuanya memiliki keinginan bertemu dan berbicara langsung dengan anaknya tersebut. Maka melalui mimpi ayahnya, sang anak tersebut
mengatakan kepada orangtuanya agar menjumpai mereka di Lau Debuk-debuk dengan cara duduk di atas kain putih uis dagangen, dengan syarat yaitu, apabila
nanti mereka bertatap muka, kedua orang tuanya tidak bisa memeluk atau
Guru Pertawar Reme Guru Kandibata seorang dukun yang terkenal mampu mengobati segala penyakit di Tanah Karo
dan di Alas-Gayo Aceh. Pada suatu waktu bersama istrinya yang juga merupakan seorang Dukun Tenung dukun
Sibaso merantau ke daerah Alas dan Gayo dan meninggalkan kedua anak gadisnya yaitu Tandang
Kumerlang dan Tandang Suasa. Telah beberapa lama sang dukun merantau serta banyak harta yang telah dikumpulkan
namun belum pernah pulang ke kampung halamannya. Telah beberapa kali utusan dikirim untuk memanggil sang dukun
pulang. Berhubung di Tanah Karo daerahnya telah berjangkit suatu penyakit yang sangat bahaya, dimana kedua anaknya
juga dalam keadaan parah dan akhirnya meninggal. Namun sang dukun belum juga pulang dengan suatu pesan dan janji
walau nanti kedua anaknya meninggal asal masih ada tulang belulangnya, sang dukun dapat menghidupkan kembali
kedua anaknya. Demikianlah kedua arwah anak tersebut selalu meratapi
nasibnya diatas kuburannya di kaki Deleng Sibayak . Ratapan-ratapan kedua gadis bersaudara itu akhirnya
didengar oleh Keramat Batu Ernala, keramat penjaga Deleng Sibayak. Akhirnya kedua gadis bersaudara diambil sebagai
anak angkat dengan segala kesenangan di puncak gunung. Akhirnya sang dukun dengan istrinya kembali dan melihat
kuburan anaknya. Tapi malang baginya, tulang-tulang anaknya sudah habis dibawa keramat Gunung Sibayak
dilebur di dalam kawah gunung. Dengan menyembah- nyembah dengan janji menyerahkan segala harta dan
keahliannya kepada keramat asal kedua anaknya bisa hidup kembali. Tetapi permohonan si dukun tidak akan mungkin
terkabulkan karena semua tulang anaknya telah lenyap di kawah Gunung Sibayak. Karena suatu penyesalan yang tidak
terhingga dan perasaan bersalah, akhirnya sang dukun membuang semua keahliannya sebagai dukun, dengan
memancangkan piasu saktinya kepada sebuah pohon di suatu tempat di Desa Doulu. Tempat tersebut dinamai oleh
penduduk “Pertektekken” atau pemancungan, dimana tak ada tanaman yang dapat tumbuh dan bila ada binatang yang
lewat diatasnya akan mati lemas, sedangkan disekitar tempat tersebut pepohonan, rumput-rumput tumbuh subur. Dada
Meuraxa, Sejarah Kebudayaan Suku-suku Di Sumatera Utara, Medan: Sasterawan, 1973, hlm. 345-346
Universitas Sumatera Utara
52 menyentuhnya. Keesokan harinya kedua orang tua anak tersebut melakukan apa
yang disuruh oleh anaknya, akan tetapi untuk bertatap muka dengan anak tersebut sang orang tua tidak bisa menahan diri sehingga memeluk kedua anaknya dan
seketika itu juga kedua anaknya tersebut menghilang dan tidak pernah lagi manampakkan diri.
3.2.5 Deleng Sibayak