Langkah-langkah Mendongeng Dongeng dan Relevansinya dengan Situasi Sekarang

5 sekuat ketika aku masih muda, aku dilepas begitu saja agar mencari makan sendiri. Namun melihat aku gemuk, aku ditangkapnya untuk dijualnya seperti sekarang ini. Jadi, sepantas- nya kalau manusia yang pernah menolongmu itu engkau bunuh” kata kerbau menyudahi ceritanya. “Kau dengar?” kata ular. ”Tepati janjimu dan bersiaplah engkau untuk mati.” Ular melihat sekeliling. Tampak kepadanya sebatang pohon nyiur. Mereka pergi ke tempat pohon nyiur tumbuh, ular bertanya: “Hai, pohon nyiur, apakah balasan budi baik?” Pohon nyiur menjawab: “Manusia menjadikan kejahatan sebagai balasan untuk kebaikan. Sudah demikian sifat manusia. Dengarkan apa sebabnya. Buahku yang muda memberikan minum yang sedap bagi manusia. Semuanya menyukai air kelapa muda. Buah kelapa yang tua dijadikan minyak yang hampir setiap hari digunakan oleh mereka. Tempurung, sabut, daun yang muda maupun yang tua atau kering dapat dijadikan beraneka keperluan manusia sehari-hari. Sekarang setelah aku tua dan tak ber-buah lagi apa yang diperbuatnya? Akan ditebangnya aku esok hari. Batangku akan dijadikan jembatan atau kasau rumah. Saguku yang ada di bagian ujung batangku diberikannya kepada ayam dan lembunya. Dan, berakhirlah nyawaku esok hari”. “Aah, sekarang engkau baru percaya bahwa akulah yang benar,” ujar ular itu pula. “Tahukah kita bagaimana semestinya kebaikan harus dibalas. Tentang saksi-saksi sudah cukup dua itu. Bersiaplah, supaya engkau dapat aku gigit sampai mati”. “Ular Siapa dapat mengatakan bahwa kedua saksi itu dapat dipercaya? Ini belum dapat kita sahkan. Sebab itu, untuk yang terakhir kali dan

1.2.2 Teks Dongeng

Cermatilah dongeng berikut ini Seorang Pedagang dengan Seekor Ular Seorang pedagang yang penyayang bina- tang berangkat ke pasar bersama seekor kuda yang membawa dagangannya. Karena masih terlalu pagi, ia beristirahat dan membuat api unggun. Kebetulan angin bertiup cukup kencang hingga bunga-bunga api beterbangan cukup jauh. Setelah terang, berangkatlah pedagang itu dari tempat istirahatnya. Ia agak terkejut ketika dilihatnya rumput dan semak terbakar. Ketika ia beranjak pergi beberapa langkah, ia terkejut oleh suara minta tolong yang ternyata seekor ular besar yang telah terkurung api. Pedagang agak ragu sebentar sebab ular umumnya bertabiat jahat, tidak tahu berterima kasih, apalagi membalas budi baik. Tetapi karena rasa sayangnya pada binatang, akhirnya ditolonglah juga ular itu. Setelah ular terlepas dari bahaya, berkatalah ular, ”Tahukah kau, hai manusia, bahwa ke- baikan dibalas dengan kejahatan?” “Apa maksudmu?” jawab pedagang. “Aku hendak membunuhmu dengan taring berbisaku yang sudah lama tidak kugunakan sehingga terasa sakit.” “Hai, Ular Ingatlah Engkau masih dapat hidup karena pertolonganku. Kini engkau akan membunuhku. Di mana rasa terima kasihmu?” kata pedagang meradang. “Terserah apa katamu. Yang jelas engkau tidak dapat lolos dari ketajaman gigi berbisa- ku,” sahut ular lebih mendongakkan kepalanya sampai dekat dengan muka pedang. “Baiklah, kalau begitu. Tetapi aku minta tiga saksi yang mau membenarkan niatmu” Mereka pun lalu mencari tiga saksi itu. Mula- mula dijumpainya kerbau yang ditambat. Kata ular: “Hai, Kerbau, apa pendapatmu? Apakah sudah layak kebaikan dibalas dengan kejahatan?” “Untuk menjawab pertanyaanmu, dengar- kanlah ceritaku” seru kerbau. “Manusia itu tak tahu berterima kasih. Buktinya, aku alami sendiri. Ketika aku masih kuat, aku dipelihara- nya. Waktu aku punya anak, air susuku pun diperahnya. Tetapi setelah aku tua dan tidak Sang Kerbau menjadi saksi pertama yang dipilih ular untuk menghukum manusia