77
6.2 Menanggapi Cara Pembacaan Cerpen
Cerpen, sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, tidak ada aturan
tentang panjang pendeknya cerita. Tidak ada satu kesepakatan pun di antara para pengarang
dan para ahli tentang ukuran panjang pendeknya cerita.
6.2.1 Membaca Cerpen dengan Lafal,
Intonasi, dan ekspresi yang tepat
Kalian tentu sudah sering membaca cerpen, bukan? Berikut ini disajikan sebuah cerpen ber-
judul “Pertolongan yang Tepat”. Setiap siswa akan diberi kesempatan untuk membaca cerpen
tersebut. Bacalah cerpen dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat
Bagi kalian yang belum mendapat kesem- patan membaca cerpen, berikan tanggapan
terhadap cara pembacaan cerpen teman kalian. dapat membuat kesimpulan.
Berikut bagan untuk membuat kesimpulan.
A. Untuk memahami isi wawancara, ja- wablah pertanyaan berikut ini
1. Siapakah yang menjadi narasumber wawancara tersebut?
2. Siapakah yang mewawancarai nara- sumber?
3. Jelaskan kegiatan-kegiatan yang di- lakukan narasumber sewaktu kuliah
4. Jelaskan pekerjaan narasumber ter- sebut?
5. Bagaimana proses narasumber dapat memperoleh pekerjaan yang di-
tekuninya saat ini? Jelaskan
B. Tuliskan gagasan pokok tiap paragraf teks wawancara tersebut
C. Berdasarkan gagasan-gagasan po- kok tersebut, buatlah kesimpulan
pendapat narasumber dalam wawan- cara
D. Bacakan kesimpulan tersebut di depan kelas
1. Bentuklah kelompok beranggotakan 4 orang
2. Simaklah salah satu acara wawancara atau dialog di radio atau televisi
3. Tulislah nama pewawancarapembawa acara dan narasumbernya
4. Jika kalian memiliki alat perekam, rekam- lah wawancara tersebut, atau kalian juga
bisa mencatat isi wawancara secara lang- sung
5. Tulislah laporan yang berisi: a. pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
pewawancara, dan b. gagasan yang diungkapkan narasumber.
6. Laporkan pada gurumu
BERBICARA
Contoh:
Retno L. P Marsudi berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi seorang diplomat
dengan perjuangan yang panjang. Dengan dukungan keluarga dan semangatnya yang
tinggi untuk mengapai cita-citanya, ia berhasil menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1985
sebagai lulusan fisipol termuda. Pada tahun 1990, akhirnya, ia ditempatkan di Canberra,
Australia.
Paragraf 1 Paragraf 3
Paragraf 2 Paragraf 4
Gagasan pokok paragraf 1 Gagasan pokok paragraf 2
Gagasan pokok paragraf 3 Gagasan pokok paragraf 4
KESIMPULAN
78 Pertolongan yang Tepat
Sudah hampir pukul tujuh pagi dan Samsu belum juga berangkat ke sekolah. Ia sudah
berpakaian rapi dan menyiapkan tasnya. Rupanya masih ada yang dipikirkannya. Ia
duduk di serambi menunggu temannya, Sapri. Sebentar kemudian muncullah Sapri di depan
rumahnya seperti biasanya.
“Selamat pagi, Sam Ayo, sudah hampir pukul tujuh” serunya.
“Sapri, hari ini saya tidak akan masuk sekolah.”
“Ah, mengapa? Sudah berpakaian rapi. Ayo- lah, jangan sampai terlambat,” jawab Sapri ke-
heranan. “Pri, benar-benar saya tidak berani masuk
sekolah. Sekarang tanggal dua belas. Uang SPP harus sudah dibayarkan tanggal sepuluh.
Saya kebingungan pagi ini. Ayah sedang ke pasar menjual buah-buahan. Mungkin juga men-
cari uang untuk membayar SPP itu. Ibu sudah dua hari sakit panas. Dua orang adik saya juga
belum membayar uang SPP.”
Sapri tidak tahan lagi mendengar kata sahabatnya. Samsu tampak akan menangis.
Matanya mulai berlinang. “Baiklah, Sam. Kalau begitu saya pergi
sendiri. Kamu tidak usah masuk sekolah. Nanti saya mintakan izin kepada guru kita. Bantu saja
ibumu di rumah. Pulang sekolah nanti saya sing- gah kemari. Saya berangkat, ya.”
Samsu tidak menjawab, suaranya tidak keluar. Ia hanya mengangguk sambil meman-
dangi Sapri yang tampak tergesa-gesa. Sampai di sekolah Sapri berdebar-debar
melihat pekarangan sekolah sudah sepi, tan- danya sekolah sudah dimulai. Tahulah dia bahwa
dia sudah terlambat. Apa yang harus dilakukan- nya? Segera ia menuju kantor Pak Hidayat, ke-
pala sekolahnya dan menjelaskan mengapa dia terlambat. Pak Hidayat lalu mengambil secarik
kertas, dibuatnya catatan kemudian diberikan- nya kepada Sapri. Sapri memberi hormat kepada
Pak Hidayat kemudian menuju kelasnya.
Pada waktu istirahat, Pak Hidayat memang- gil Sapri ke kantornya.
“Sapri, Bapak minta bantuanmu. Sampaikan kepada ayah Samsu, besok pagi Samsu boleh
masuk sekolah.” Sapri keluar dari kantor Pak Hidayat dengan
perasaan lega. Masih teringat saja olehnya peristiwa keter-
lambatannya tadi pagi. Dikiranya kepala seko- lah akan marah kepadanya; ternyata tidak.
Ketika Sapri pulang sekolah, dia singgah di rumah temannya untuk menyampaikan pesan
Pak Hidayat. “Sam, besok kamu boleh masuk sekolah.
Pak Hidayat tidak marah meskipun kamu belum membayar SPP. Hanya pesannya sebelum ka-
mu masuk kelasmu, pergilah ke kantor Pak Hidayat dulu”
“Pri, saya takut. Besok saya belum dapat membayar uang SPP. Sampai sekarang ayah
belum pulang. Entahlah, berapa untung yang diperolehnya dari penjualan,” kata Samsu.
“Sam, Pak Hidayat menyuruh kamu datang bukan untuk membayar uang SPP, melainkan
untuk bertemu saja dan mungkin Pak Hidayat akan memberimu nasihat.”
Ibu Samsu yang ada di kamar mendengar percakapan dua anak itu dan karena tertarik,
lalu bangkit dari tempat tidurnya ingin menyam- bung pembicaraan.
“Turutilah kata temanmu. Masuklah besok, katakan dengan terus terang bahwa kita benar-
benar belum ada uang. Ayahmu sedang berusa- ha, mudah-mudahan saja berhasil.”
Samsu mengangguk dan berjanji kepada ibunya akan masuk sekolah keesokan harinya.
Sapri lalu minta diri. Setelah sampai di rumah, Sapri menyimpan
bukunya, melepas sepatunya lalu mencuci ta- ngan dan kakinya sebelum berganti pakaian.
“Makanlah segera Ayah, ibu, dan adik sudah makan lebih dulu. Mengapa engkau terlambat
pulang?” tanya ibunya. Tanggapan dibuat dalam bentuk tabel penilaian.
Tabel penilaian dapat kalian lihat di bawah cerpen.
Samsu merasa sedih karena tidak bisa membayar SPP