PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD NEGERI WIROSABAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017.

(1)

i

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD NEGERI WIROSABAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan

Oleh : Dwi Susanti NIM 13108241002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017


(2)

ii

PENINGKATAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN SOSIAL MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW PADA SISWA KELAS V SD NEGERI WIROSABAN YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh: Dwi Susanti NIM 13108241002

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas kolaboratif yang menciptakan kolaborasi antara peneliti dan guru kelas. Penelitian ini menggunakan desain Kemmis Taggart. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta yang berjumlah 15 siswa. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta. Perbaikan kualitas proses pembelajaran dapat dilihat dari pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan peningkatan sikap perhatian dan partisipasi, keberanian, dan tanggung jawab siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dari persentase siswa yang mencapai ketuntasan pada pra tindakan, siswa yang lulus KKM yaitu dari 13,33% menjadi 66,67% pada siklus I, dan menjadi 86,67% pada siklus II. Tindakan penelitian ini tidak dilanjutkan pada siklus III karena telah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan.


(3)

iii

THE IMPROVEMENT OF STUDENT’S SOCIAL STUDIES LEARNING ACHIEVEMENT THROUGH THE JIGSAW IMPLEMENTATION AT 5th

GRADE STUDENTS By:

Dwi Susanti NIM 13108241002

The research aims to improve the quality of learning process and increase the learning achievement of social studies in grade 5th students at SDN Wirosaban Yogyakarta. The kind of research was collaborative classroom action research which was conducted in collaboration between the researcher and classroom teacher used the Kemmis and Mc Taggart’s spiral model. The subject of the research was the student of grade 5th at SDN Wirosaban Yogyakartawhich consists of 15 students. This research conducted for two cycles. Each cycle consisted of four steps: planning, acting and observing, and reflecting. Data collection techniques used test and observation. Data analysis techniques used one quantitative and qualitative descriptive method.

The results shows that Jigsaw type of Cooperative Learning model can improve the quality of learning process and increase the learning achievement of social studies in grade 5th students at SDN Wirosaban Yogyakarta. The improvement of the quality process can be seen from the classroom management done by the teacher using Jigsaw and the increase of attention and participation, courage, and responsibility of students who experience improvement from cycle I to cycle II. The increase of social studies learning achievement can be seen from the percentage of students who who pass the KKM (The Minimum Grade Criterion) that is from 13.33% in preaction to 66.67% in cycle I and 86.67% in cycle II. The action of this research was discontinued in cycle III because it has fulfilled the criteria of success which is determined.

Keyword : Social Studies Learning Achievement, Jigsaw type of Cooperative Learning model


(4)

(5)

(6)

(7)

vii

HALAMAN MOTTO

Perjuangkan sesuatu yang harus diperjuangkan dengan penuh keyakinan, kesabaran, dan kerja keras. (Penulis)


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas Akhir Skripsi ini adalah sebuah ungkapan pengabdian cinta yang tulus dan penuh kasih teruntuk:

1. Orang tua tercinta Bapak Wartono dan Ibu Marsilah yang selalu mendoakan, mendukung, dan memotivasi saya hingga sekarang.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017” dapat disusun sesuai dengan harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Ibu Mujinem, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing TAS yang telah banyak memberikan semangat, dorongan, dan bimbingan selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

2. Ibu Mujinem, M.Hum. selaku ketua penguji, Ibu Hidayati, M.Hum. selaku sekretaris penguji, dan Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. selaku penguji utama yang sudah memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap TAS ini. 3. Bapak Suparlan, M.Pd.I. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar

beserta dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama proses penyusunan pra proposal sampai dengan selesainya TAS ini.

4. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar.

5. Ibu Suwarti, S.Pd. selaku Kepala SD Negeri Wirosaban Yogyakarta yang telah memberi ijin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

6. Ibu Sri Marwati selaku guru kelas V yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.

7. Siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta yang telah bersedia sebagai subjek dalam pelaksanaan penelitian Tugas Akhir Skripsi ini.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL ... I ABSTRAK ... Ii

ABSTRACT ... iii

SURAT PERNYATAAN ... Iv LEMBAR PERSETUJUAN ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... Xi DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Tinjauan tentang Hasil Belajar IPS ... 13

1. Pengertian Belajar ... 13

2. Prinsip-prinsip Belajar ... 14

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 18

4. Pengertian Hasil Belajar ... 22

5. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sd ... 28

6. Tujuan Mata Pelajaran IPS di SD ... 29

7. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester 2 ... 32

8. Hasil Belajar IPS ... 32

B. Karakteristik Siswa SD ... 34

C. Tinjauan tentang Pembelajaran Kooperatif ... 37

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 37

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 38

3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 40

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 42

D. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran IPS ... 47 E. Penelitian yang Relevan ... 51

F. Kerangka Pikir ... 52

G. Hipotesis Tindakan ... 54


(12)

xii

1. Hasil Tes ... 54

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 56

B. Setting Penelitian ... 57

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 57

D. Desain Penelitian ... 58

E. Teknik Pengumpulan Data ... 62

F. Instrumen Penelitian ... 63

G. Validitas Instrumen ... 64

H. Teknik Analisis Data ... 65

I. Indikator Keberhasilan ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 69

1. Deskripsi Kondisi Awal (Pra Tindakan) ... 69

2. Pelaksanaan Siklus I ... 71

3. Pelaksanaan Siklus II ... 90

B. Pembahasan ... 106

C. Keterbatasan Penelitian ... 112

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai Rata-rata Ulangan Tengah Semester I ... 5

Tabel 2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester II ... 32

Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi Siswa Aspek Afektif dalam Pembelaja- ran IPS dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 64 Tabel 4. Klasifikasi Penilaian Skala 4 ... 67

Tabel 5. Data Hasil Ulangan Tengah Semester I IPS Siswa Kelas V ... 70

Tabel 6. Data Hasil Belajar Kognitif Siklus I Pertemuan 1 ... 76

Tabel 7. Data Hasil Belajar Kognitif Siklus I Pertemuan 2 ... 79

Tabel 8. Data Hasil Belajar Kognitif Siklus I Pertemuan 3 ... 83

Tabel 9. Data Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif Siklus I ... 84

Tabel 10. Perolehan Nilai Afektif Siklus I Kriteria 1 ... 85

Tabel 11. Perolehan Nilai Afektif Siklus I Kriteria 2 ... 87

Tabel 12. Perolehan Nilai Afektif Siklus I Kriteria 3 ... 88

Tabel 13. Hasil Refleksi Siklus I dan Rekomendasi Siklus II ... 90

Tabel 14. Data Hasil Belajar Kognitif Siklus II Pertemuan 1 ... 95

Tabel 15. Data Hasil Belajar Kognitif Siklus II Pertemuan 2 ... 98

Tabel 16. Data Rekapitulasi Hasil Belajar Kognitif Siklus II ... 99

Tabel 17. Perolehan Nilai Afektif Siklus II Kriteria 1 ... 100

Tabel 18. Perolehan Nilai Afektif Siklus II Kriteria 2 ... 101

Tabel 19. Perolehan Nilai Afektif Siklus II Kriteria 3 ... 102

Tabel 20. Data Perbandingan Ketuntasan Siswa Pra Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 104


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Kerangka Pikir ... 54 Gambar 2. Model Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 58 Gambar 3. Diagram Perbandingan Persentase Ketuntasan Siswa Pra Tindakan,


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I ………...…. 118

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ……….….. 149

Lampiran 3. Lembar Observasi Siswa ………. 169

Lampiran 4. Soal Tes Siklus I ………...……… 171

Lampiran 5. Soal Tes Siklus II ………...……… 180

Lampiran 6. Kunci Jawaban Soal Evaluasi Siklus I ……….…… 186

Lampiran 7. Kunci Jawaban Soal Evaluasi Siklus II ………...…… 187

Lampiran 8. Hasil Rata-rata UTS Gasal SDN Wirosaban ……….…… 188

Lampiran 9. Perolehan Nilai Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V ………. 189

Lampiran 10. Hasil Observasi Aspek Afektif Siswa Siklus I Pertemuan 1 ...…. 190

Lampiran 11. Hasil Observasi Aspek Afektif Siswa Siklus I Pertemuan 2 ... 192

Lampiran 12. Hasil Observasi Aspek Afektif Siswa Siklus I Pertemuan 3 …... . 194

Lampiran 13. Hasil Observasi Aspek Afektif Siswa Siklus II Pertemuan 1 ….. 196

Lampiran 14. Hasil Observasi Aspek Afektif Siswa Siklus II Pertemuan 2 ... 198

Lampiran 15. Data Rekapitulasi Nilai Afektif Siklus I dan Siklus II …………. 200

Lampiran 16. Kisi-kisi Soal Tes ……….…………. 201

Lampiran 17. Pembagian Kelompok Jigsaw ………...……….……….. 203

Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian ………....……… 204


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang dengan penuh tanggung jawab untuk membimbing anak didik untuk menjadikannya menuju kedewasaan (Sagala, 2010: 3). Pendidikan sebagai usaha membimbing peserta didik dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Pendidikan itu ialah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, dan atau latihan yang berlangsung di sekolah dan luar sekolah.

Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (1) tentang Sistem Pendidikan Nasional :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Usaha sadar dan terencana yang dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran di sekolah merupakan tugas yang harus dilakukan oleh semua komponen di sekolah. Salah satu komponen yang berperan dalam hal tersebut adalah guru. Guru adalah pihak yang terlibat langsung dengan pembelajaran siswa di sekolah. Guru mempunyai peranan penting dalam pembelajaran untuk membimbing dan membantu siswa belajar dengan penuh tanggung jawab. Guru membantu siswa dalam mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri mereka. Selain itu, guru juga mempunyai peranan penting


(17)

2

dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif bagi siswa. Guru harus memahami setiap karakteristik siswa dalam kegiatan belajar. Semua yang berkaitan dengan pembelajaran siswa adalah tanggung jawab guru agar siswa dapat belajar dengan baik dan mencapai hasil belajar yang diharapkan.

Arifin (2013: 15) mengemukakan bahwa guru (pendidik) dapat melakukan manajemen pembelajaran (pendidikan) untuk kegiatan pelaksanaan pembelajaran, mengatur pelaksanaan pembelajaran, dan memonitor serta mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran. Guru membuat perencanaan sebelum melakukan pembelajaran. Perencanaan dibuat agar pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Menurut Ahmad (2012: 33) perencanaan pembelajaran merupakan aktivitas penetapan tujuan pembelajaran, penyusunan bahan ajar dan sumber belajar, pemilihan media pembelajaran, pemilihan pendekatan dan strategi pembelajaran, pengaturan lingkungan belajar, perancangan sistem penilaian hasil belajar serta perancangan prosedur pembelajaran dalam rangka membimbing peserta didik agar terjadi proses belajar, yang kesemuanya itu didasarkan pada pemikiran mendalam mengenai prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat.

Guru dituntut untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) guna membantu terlaksananya pembelajaran dengan baik. Penyusunan rencana pembelajaran hendaknya dilakukan dengan sangat baik salah satunya pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang menuntut penghayatan dan pengamalan. Mata pelajaran IPS adalah salah satu mata


(18)

3

pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. Pendidikan IPS di sekolah dasar merupakan bidang studi yang mempelajari manusia dalam semua aspek kehidupan dan interaksinya dalam masyarakat (Susanto, 2015: 143). Siswa belajar IPS tidak hanya semata-mata mendapatkan pengetahuan saja, tetapi siswa akan mendapatkan keterampilan sosial sebagai bekal dalam hidup bemasyarakat. Salah satu contoh nyata perolehan keterampilan sosial setelah mempelajari IPS adalah keterampilan berbicara dan mendengarkan teman saat berdiskusi dalam kelompok. Di sekolah dasar mata pelajaran IPS yang dipelajari sudah kompleks. Khususnya pada materi IPS kelas tinggi yang sudah mencakup bidang-bidang dalam masyarakat seperti masalah ekonomi, sejarah, geografi dan kebudayaan. Oleh karena itu, pembelajaran IPS harus dikemas oleh guru melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat agar mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 21 November 2016 dalam proses pembelajaran di kelas V, guru menggunakan model pembelajaran konvensional yang menekankan pada penggunaan metode ceramah. Metode tersebut belum melibatkan keaktifan siswa secara optimal. Banyak siswa yang berbicara sendiri ketika guru menyampaikan materi. Pada mata pelajaran IPS, siswa terlihat kurang tertarik dengan mata pelajaran tersebut. Siswa lebih banyak berbicara sendiri dan tidak memperhatikan guru. Berdasarkan hasil observasi lanjutan yang dilakukan peneliti di kelas V SD Negeri Wirosaban pada tanggal 5 dan 6 Januari 2017, bahwa pembelajaran di kelas V masih bersifat berpusat pada guru (teacher centered). Pada mata


(19)

4

pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) guru terlalu sering menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Siswa kurang dilibatkan dalam pembelajaran. Selain metode ceramah, guru menggunakan metode kerja kelompok atau diskusi yang melibatkan dua orang siswa saja. Penggunaan metode diskusi yang dilakukan dalam pembelajaran ternyata kurang sesuai dengan harapan karena banyak siswa yang kurang fokus pada pekerjaan yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru IPS kelas V SD Negeri Wirosaban Ibu Sri Marwati mengatakan bahwa metode yang selama ini sering digunakan dalam mengajar adalah metode ceramah dan kerja kelompok secara berpasangan. Namun, ada kendala dengan menggunakan metode kerja kelompok. Kendalanya yaitu ada beberapa siswa yang tidak mau bekerja dalam kelompok. Sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa pun kurang maksimal. Selain itu, dalam proses pembelajaran guru juga tidak menggunakan media ataupun alat peraga yang dapat mendukung proses penyampaian materi. Banyaknya pekerjaan guru selain mengajar membuat guru IPS SD Negeri Wirosaban Ibu Marwati merasa tidak ada waktu untuk menyiapkan media pada pembelajaran selanjutnya. Media hanya dipersiapkan ketika akan ada penilaian.

Kegiatan pembelajaran IPS yang belum maksimal tidak hanya berasal dari guru dan pelaksanaan pembelajaran, melainkan juga dari siswa. Berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa yang dilakukan pada tanggal 24 November 2016 diketahui bahwa beberapa siswa tidak menyukai


(20)

5

pembelajaran IPS karena harus banyak menghafal. Ada siswa yang mengatakan bahwa mata pelajaran IPS adalah mata pelajaran yang sulit dimengerti. Ada beberapa siswa pula merasa pembelajaran IPS sangat membosankan dan kurang menarik. Wawancara juga dilakukan dengan guru dan siswa mengenai materi IPS yang dianggap sulit pada semester genap adalah materi mengenai Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Perumusan Dasar Negara. Materi tersebut dianggap sulit karena isinya mencakup sejarah kemerdekaan Indonesia.

Siswa merasa mata pelajaran IPS sulit dipahami karena banyaknya materi yang sajikan. Sehingga hasil belajar mereka pada mata pelajaran IPS masih tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai ulangan harian IPS tiap Kompetensi Dasar (KD), banyak siswa yang mendapat nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Banyak siswa yang mengerjakan ulang soal ulangan harian sebagai kegiatan remedial. Selain dibuktikan dengan nilai ulangan harian, di bawah ini adalah hasil ulangan tengah semester gasal tahun ajaran 2016/2017 untuk mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, PKn, dan Bahasa Indonesia siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta :

Tabel 1. Nilai Rata-Rata Ulangan Tengah Semester 1

Mata Pelajaran Nilai Rata-Rata UTS

Matematika 59,86

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 69,53 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 49,73

PKn 72,93

Bahasa Indonesia 67,26

Sumber : Lampiran 8 halaman 188


(21)

6

Berdasarkan tabel di atas nilai rata-rata ulangan tengah semester gasal tahun ajaran 2016/2017 pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) lebih rendah daripada nilai rata-rata ulangan tengah semester gasal pada mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), PKn, dan Bahasa Indonesia. KKM mata pelajaran IPS sebesar 68. Siswa yang tidak lulus KKM pada mata pelajaran IPS sebanyak 13 siswa dan siswa yang lulus KKM sebanyak 2 siswa. Adapun persentase siswa yang mencaapi ketuntasan sebesar 13,33% dan siswa yang belum tuntas sebesar 86,67% serta nilai rata-rata kelas sebesar 49,73.

Adanya berbagai permasalahan yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran menuntut guru untuk melakukan usaha perbaikan agar proses pembelajaran IPS dapat berjalan dengan baik sehingga hasil belajar yang dicapai siswa pun akan menjadi lebih baik. Usaha yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki proses pembelajaran adalah dengan memilih model pembelajaran yang menarik bagi siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan guru dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Taniredja, 2011: 55). Model pembelajaraan kooperatif menekankan pada pembelajaran secara berkelompok. Pembelajaran secara berkelompok akan mendorong siswa berinteraksi dengan temannya.


(22)

7

Susanto (2014: 200) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif telah dikembangkan oleh para ahli sebagai alternatif dalam meningkatan mutu pembelajaran, terutama merubah model pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Model ini menekankan efektivitas pembelajaran pada keterlibatan siswa dalam proses belajar. Slavin (2005: 4) mengemukakan bahwa pembelajaran akan lebih mengarah pada kelompok-kelompok kecil dimana tiap anggota kelompok akan mendapatkan tanggung jawab masing-masing. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga dapat mengembangkan hubungan antarkelompok serta penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik. Pembelajaran kooperatif sangat diperlukan dalam kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan dan tentunya pembelajaran akan saling melengkapi dari siswa satu dengan siswa lainnya. Pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan dalam meningkatkan ketertarikan siswa terhadap belajar karena pembelajaran didorong dan didukung dari teman sebaya.

Tipe pembelajaran kooperatif salah satunya adalah tipe Jigsaw. Jigsaw dapat digunakan untuk semua mata pelajaran terutama mata pelajaran atau semua pokok bahasan yang berbentuk narasi tertulis yang menuntut banyak hafalan. Oleh karena itu, model ini cocok digunakan pada mata pelajaran IPS yang terlalu banyak hafalan untuk siswa khususnya pada materi Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Dalam materi tersebut membahas mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia. Selain itu, materi tersebut juga membahas bagaimana


(23)

8

sikap kita sebagai warga negara Indonesia agar dapat menghargai jasa perjuangan para tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sehingga mencapai kemerdekaan. Siswa akan mempelajari secara sungguh-sungguh satu topik yang ada dalam pokok bahasan mengenai Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang telah dibagikan oleh guru. Setelah siswa menguasai topik yang di dapatkan, siswa tersebut akan mengajarkan kepada teman satu kelompok sehingga semua siswa akan berlatih berbicara dan mendengarkan untuk melatih pengetahuannya dalam menerima dan menyampaikan informasi (Susanto, 2014: 247).

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat diterapkan pada siswa kelas V SD karena sesuai dengan karakteristik siswa kelas tinggi yang sudah mulai membentuk peergroup atau teman sebaya sebagaimana dikemukakan oleh Piaget (dalam Suharjo, 2006: 37). Kesesuaian antara Jigsaw dengan karakteristik tersebut akan meningkatkan ketertarikan siswa dalam belajar. Anak juga memiliki karakteristik kejiwaan dimana dalam kehidupan sosialnya seperti dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya semakin diperkaya. Belajar berkelompok akan menumbuhkan rasa saling membutuhkan dan harus bekerja sama untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Susanto, 2014: 242). Karakteristik pada model pembelajaran ini adalah adanya kelompok ahli dan kelompok asal yang akan menciptakan rasa saling ketergantungan bagi tiap anggota kelompok. Setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab untuk mengajarkan materi yang menjadi bagiannya untuk diajarkan pada anggota kelompok yang lain. Hal tersebut


(24)

9

dapat mendorong kedewasaan berpikir. Pemilihan model ini juga disesuaikan dengan karakteristik siswa, seperti yang dikemukakan oleh Piaget (Yamin, 2013: 63) bahwa siswa memiliki sifat bawaan rasa ingin tahu dan terus memahami dunia sekitarnya. Keingintahuan siswa terhadap lingkungan sekitar, membuatnya akan aktif membangun pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan membaca topik materi.

Dalam penelitian ini akan meningkatkan hasil belajar IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini belum pernah digunakan dalam proses pembelajaran di kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta. Atas dasar uraian di atas, maka peneliti mengambil judul penelitian “Peningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Menggunakan Model Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah di kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan metode pembelajaran IPS kurang bervariasi.

2. Dalam proses pembelajaran IPS guru kurang mengembangkan penggunaan media atau alat peraga dengan baik.

3. Model pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi sehingga menyebabkan perhatian siswa berkurang.


(25)

10

4. Anggapan negatif dari siswa terhadap pembelajaran IPS yang dianggap sebagai pembelajaran yang sulit.

5. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

6. Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa pada mata pelajaran IPS dibanding dengan mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan PKn.

C. Batasan Masalah

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah pada:

1. Dalam proses pembelajaran IPS guru belum menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2. Rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa pada mata pelajaran IPS. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana perbaikan kualitas proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta ?

2. Apakah hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta dapat meningkat dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ?


(26)

11 E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran IPS kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta.

2. Mengetahui peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi guru

a. Dapat dibagikan ke guru lain baik di dalam atau di luar komplek sekolah sebagai salah satu alternatif pemilihan model yang dapat digunakan di kelas.

b. Dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran mata pelajaran IPS.

c. Dapat digunakan sebagai alternatif solusi dalam memilih model pembelajaran.

2. Bagi siswa

a. Siswa dapat lebih memahami materi IPS khususnya pada materi Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

b. Siswa dapat lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran IPS secara berkelompok.


(27)

12

c. Siswa dapat meningkatkan hasil belajar IPS khususnya pada materi Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

3. Bagi peneliti

a. Sebagai pengalaman langsung menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran IPS khususnya pada materi Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

b. Sebagai bahan refensi untuk mengajar mata pelajaran IPS apabila sudah menjadi guru.

c. Sebagai bahan refleksi untuk terus mencari dan mengembangkan inovasi dalam hal pembelajaran menujul hasil yang lebih baik.


(28)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Hasil Belajar IPS 1. Pengertian Belajar

Belajar merupakan proses yang terjadi dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya (Purwanto, 2010: 38). Menurut Winkel, 1999: 53 (dalam Purwanto, 2010: 39) belajar adalah aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Sedangkan menurut Siregar (2011: 3) belajar merupakan sebuah proses kompleks yang terjadi pada setiap orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi hingga telah meninggal dunia. Salah satu tanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam diri. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan dan keterampilan maupun menyangkut sikap. Belajar sebagai suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2011: 9).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungannya agar terjadi perubahan tingkah laku pada dirinya yang menyangkut aspek pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan sikap (afektif). Belajar terjadi selama manusia hidup dan berinteraksi dengan


(29)

14

lingkungannya. Perubahan yang terjadi pada diri siswa meliputi hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor. Sekolah adalah salah satu lingkungan yang dapat mempengaruhi siswa dalam belajar. Di sekolah, guru harus memfasilitasi siswa dalam belajar dengan memilih model pembelajaran yang menarik bagi siswa agar siswa dapat belajar dengan baik. Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw akan digunakan sebagai salah satu variasi yang dapat digunakan dalam proses belajar.

2. Prinsip-prinsip Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2002: 42-50) mengemukakan prinsip-prinsip belajar adalah sebagai berikut:

a. Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan untuk belajar lebih lanjut akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya. Disamping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang.

b. Keaktifan

Dalam setiap proses belajar, siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu beraneka ragam bentuknya mulai dari kegiatan fisik sampai


(30)

15

kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya.

c. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman

Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Keterlibatan siswa di dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

d. Tantangan

Dalam situasi belajar siswa menghadapi suatu tujuan yang hendak dicapai, namun selalu terdapat hambatan yaitu mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu yakni dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila hambatan itu telah diatasi, artinya tujuan belajar telah tercapai, maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya siswa akan mendapat tantangan yang baru dalam proses pembelajaran.

e. Balikan dan Penguatan

Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi.


(31)

16

Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong untuk belajar giat. Di sini nilai buruk dan rasa takut tidak naik kelas juga bisa menurunkan semangat anak dalam belajar. Inilah yang disebut penguatan negative atau escape conditioning .

f. Perbedaan Individual

Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada karakteristik psikis, kepribadian, dan sifat-sifatnya. Pembelajaran yang bersifat klasikal yang mengabaikan perbedaan individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara. Antara lain penggunaan metode atau strategi belajar yang bervariasi. Sehingga perbedaan individual siswa dapat terlayani.

Sedangkan prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2003: 27) adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar

1) Dalam belajar siswa harus; berpartisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.

2) Belajar harus menciptakan reinforcement dan motivasi kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

3) Belajar memerlukan lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuan bereksplorasi dan belajar efektif.


(32)

17

4) Belajar perlu adanya interaksi dengan lingkungan. b. Sesuai hakikat belajar

1) Belajar adalah proses yang berkelanjutan menurut perkembangannya. 2) Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery. c. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari

1) Belajar bersifat keseluruhan dan materi harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

2) Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapai.

d. Syarat keberhasilan belajar

1) Belajar memerlukan sarana, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang. 2) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-berkali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

Dapat disimpulkan bahwa belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang belum pernah diterapkan guru berkaitan dengan prinsip-psinsip belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw akan menimbulkan perhatian siswa dalam belajar. Dengan adanya perhatian yang besar terhadap pembelajaran maka akan meningkatkan motivasi dalam mempelajari bahan yang akan diberikan guru. Selain perhatian dan motivasi, dalam belajar menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw ini siswa juga akan menunjukkan beraneka ragam keaktifan. Keaktifan siswa dalam berkelompok sangat diharapkan oleh guru agar tercapai hasil belajar yang maksimal.


(33)

18

Dari proses belajar, siswa juga akan mendapatkan hasil yang menjadi ukuran berhasil atau tidaknya proses belajar yang terjadi dalam dirinya. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang telah ditetapkan. Antara siswa satu dengan yang lainnya tentu mempunyai perbedaan yang akan mempengaruhi proses belajar dan juga hasilnya. Dalam penelitian ini sangat memperhatikan prinsip-prinsip belajar agar siswa dapat belajar dengan baik sesuai rencana yang telah ditentukan.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi Slameto (2003: 54) menggolongkan faktor-faktor tersebut menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

a. Faktor Intern

Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu terdapat tiga faktor, yaitu:

1) Faktor jasmaniah

Faktor jasmaniah merupakan faktor yang berhubungan dengan kesehatan. Proses belajar akan berjalan dengan baik apabila seseorang dalam keadaan yang sehat. Apabila kesehatan sedang terganggu, maka ketika belajar seseorang akan merasakan lelah, mengantuk, mudah pusing dan lain sebagainya. Seseorang harus menjaga kesehatan, agar dapat belajar dengan sungguh-sungguh. Selain itu, faktor jasmaniah yang lain adalah karena cacat


(34)

19

tubuh. Cacat bisa berupa buta, setengah buta, tuli, dan lain sebagainya. Keadaan cacat tubuh akan mempengaruhi seseorang ketika sedang belajar. 2) Faktor psikologis

Faktor-faktor yang termasuk dalam faktor psikologis adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Intelegensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat intelegensi rendah. Selain itu, dalam belajar siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang akan dipelajarinya, maka akan timbul rasa senang terhadap apa yang akan dipelajarinya. Minat dan bakat juga besar pengaruhnya terhadap proses belajar. Apabila siswa mempunyai minat yang besar terhadap apa yang dipelajarinya, maka siswa tersebut akan sungguh-sungguh dalam mempelajarinya. Bakat jug akan membuat siswa semangat dan giat lagi dalam belajar apa yang menjadi minatnya. Siswa terdorong untuk belajar karena banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. 3) Faktor kelelahan

Faktor kelelahan ini berkaitan dengan jasmani dan rohani seseorang. Kelelahan jasmani dapat dilihat ketika timbul rasa lelah dengan membaringkan badan atau tubuhnya terasa lunglai. Kelelahan rohani dapat kita lihat ketika seseorang mulai bosan dan merasa lesu. Kelelahan tersebut dapat mempengaruhi proses belajar seseorang. Oleh karena itu, agar seseorang dapat belajar dengan sungguh-sungguh maka harus mengindari agar tidak


(35)

20

terjadi kelelahan. Seseorang harus menjaga tubuhnya agar dapat belajar dalam keadaan yang sehat.

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstren adalah faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor ekstern meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

1) Faktor keluarga

Faktor ini meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan. Orang tua mempunyai peranan yang sangat besar terhadap pendidikan anaknya. Orang tua harus benar-benar memeperhatikan anaknya dalam belajar. Selain itu, anak-anak memerlukan dorongan dan pengertian terhadap proses belajarnya. Di rumah, anak berinteraksi dengan semua anggota keluarga. Ketika sudah saatnya anak harus belajar, maka suasana rumah harus terjaga. Dengan cara tidak membuat keributan antaranggota keluarga. Selain faktor orang tua dan anggota keluarga, faktor yang lain yang dapat mempengaruhi belajar adalah keadaan ekonomi. Anak yang sedang belajar harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, missal makan, pakaian, perlidungan kesehatan, dan lain-lain, juga membutuhkan fasilitas belajar seperti alat tulis, penerangan, meja, kursi, buku, dan lainnya. Di dalam keluarga, anak harus benar-benar didorong untuk semangat dalam belajar. 2) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin


(36)

21

sekolah, pelajaran dan waktu sekolah. Metode yang digunakan guru harus bervariasi agar siswa tidak merasa bosan pada pembelajaran. Guru harus berinteraksi sebaik-baiknya dengan siswa. Apabila guru berinteraksi dengan siswa secara akrab, maka akan timbul rasa suka terhadap gurunya yang kemudian siswa juga akan menyukai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Selain itu, guru harus memperhatikan waktu yang efekti dan efisien untuk digunakan dalam penyampaian materi.

3) Faktor masyarakat

Kegiatan siswa yang berhubungan dengan masyarakat seperti teman bermain dan lingkungan kebudayaan juga mempengaruhi belajar anak. Pengaruh dari teman lebih cepat masuk dalam jiwa anak. Teman yang bergaul yang baik akan berpengaruh baik terhadap diri siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti mempengaruhi yang bersifat buruk juga. Faktor lingkungan kebudayaan juga berpengaruh terhadap belajar anak karena dalam satu lingkungan tentu terdapat banyak latar belakang tiap individunya. Oleh karena itu, pengawasan orang tua terhadap anak dalam perguaulannya di masyarakat harus tetap terjaga.

Dapat disimpulkan bahwa dalam proses belajar seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik faktor yang berasal dari dalam dirinya maupun faktor dari luar diri. Proses belajar menggunakan model pembelajaran tipe Jigsaw sebagai alternatif mengajar guru dimana dapat memperhatikan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi siswa dalam belajar. Dengan model ini siswa akan belajar dengan metode yang lain dari biasanya. Sehingga siswa dapat


(37)

22

menghilangkan rasa bosan terhadap pembelajaran IPS menggunakan metode yang sering digunakan oleh guru. Selain itu, siswa akan menaruh perhatian yang besar terhadap pembelajaran karena sebelumnya belum pernah belajar dengan model ini. Dengan model pembelajaran ini pula, siswa akan belajar dalam kelompok secara heterogen yang mempunyai tingkat intelegensi yang berbeda serta hal-hal lain seperti latar belakang yang berbeda agar siswa dapat saling berdiskusi dalam kelompok.

Apabila seorang guru memperhatikan faktor-faktor belajar yang dapat mempengaruhi siswa dalam belajar, maka pembelajaran akan berjalan sesuai yang direncanakan. Kendala-kendala yang mungkin terjadi dalam peroses belajar akan dapat dihindari.

4. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Susanto (2015: 5) hasil belajar yaitu perubahan -perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Secara sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.

Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Manusia mempunyai potensi perilaku kejiwaan yang dapat dididik dan diubah


(38)

23

perilakunya yang meliputi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik (Purwanto, 2010: 54).

Kingsley sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2005: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek sebagaimana dikemukakan oleh Bloom, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutya termasuk kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah afektif

Ranah Afektif berkaitan dengan sikap dan terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi penilaian , organisasi, dan internalisasi. c. Ranah psikomotoris

Ranah psikomotoris berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, dan


(39)

24

keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitif paling banyak dinilai oleh para pengajar karena berkaitan dengan penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan. Untuk penilaian aspek psikomotor dan aspek afektif dapat dilakukan dengan pengamatan.

Bloom dalam Purwanto (2010: 50)membagi dan menyusun secara hierarkis tingkat kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu hafalan sampai yang paling tinggi yaitu hafalan sampai evaluasi. Enam jenjang tersebut diantaranya adalah hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).

1. Hafalan

Hafalan merupakan tingkat kognitif yang paling rendah. Tingkat ini merupakan kemampuan memanggil kembali fakta yang disimpan dalam otak digunakan untuk merespon suatu masalah. Dalam tingkat ini fakta dipanggil kembali persis seperti ketika disimpan. Contoh kata kerja operasional berdasarkan taksonomi Bloom (Akbar, 2013: 12) pada tingkat ini misalnya mengidentifikasi, memilih, menyebutkan, dan membuat daftar.

2. Pemahaman

Pemahaman adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta. Menghafal fakta tidak lagi cukup karena pemahaman menuntut pengetahuan akan fakta dan hubungannya. Contoh kata kerja operasional ini


(40)

25

adalah membedakan, menjelaskan, menyimpulkan, merangkum, dan memperkirakan.

3. Penerapan

Penerapan merupakan kemampuan kognitif untuk memahami aturan, hukum, rumus, dan sebagainya dan menggunakan untuk memecahkan masalah. Kata kerja operasional pada tingkat ini misalnya menghitung, menggunakan, menerapkan, menunjukkan, memodifikasi, dan menstransfer. 4. Analisis

Analisis merupakan kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur. Contoh kata kerja operasionalnya seperti membuat diagram, membedakan, menghubungkan, menjabarkan ke dalam bagian-bagian.

5. Sintesis

Sintesis merupakan kemampuan memahami dengan mengorganisasikan bagian-bagian ke dalam satu kesatuan. Pada tingkat ini contoh kata kerja operasionalnya sepert menciptakan, mendesain, memformulasikan, membuat prediksi.

6. Evaluasi

Evaluasi merupakan kemampuan dalam membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaiannya. Kata keja operasional pada tingkat evaluasi seperti membuat kritik, membuat penilaian, membandingkan, membuat evaluasi.


(41)

26

Ranah afektif dibedakan menjadi lima jenjang menurut Krathwohl, Bloom, dan Maisa (1964) sebagaimana dikutip oleh Widyotoko (2016: 52).

Lima jenjang tersebut dimulai dari jenjang yang paling dasar sampai jenjang yang kompleks diantaranya adalah :

1. Receiving/attending (menerima/memperhatikan)

Receiving/attending merupakan kepekaan seseorang terhadap suatu rangsangan dari luar. Baik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Receiving/attending diartikan juga sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini, siswa memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, milnya kelas dan kegiatan lainnya.

2. Responding (menanggapi)

Responding mengandung arti adanya partisipasi aktif. Kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Hasil belajar ranah ini menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respon, atau kepuasaan dalam memberi respon.

3. Valuing (menilai/menghargai)

Valuing artiya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek, sehingga kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Dalam kaitannya dalam proses belajar mengajar, siswa tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi


(42)

27

mereka telah berkemampuan menilai konsep atau fenomena yaitu baik atau buruk.

4. Organization (mengatur/mengorganisasikan)

Organization berarti mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Pada tingkat ini, nilai satu dengan lainnya saling dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan memulai membangun sistem internal yang konsisten.

5. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai).

Characterization by evalue or calue complex merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai hasil dari proses belajar. Perubahan sebagai hasil proses belajar tersebut meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam penelitian ini penilaian utama difokuskan pada penilaian aspek kognitif dan afektif siswa. Kedua aspek tersebut berkaitan dengan aktivitas siswa di dalam kelompok diskusi. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menekankan pada sikap siswa di dalam belajar secara berkelompok. Penilaian dilakukan pada proses pembelajaran dan akhir proses pembelajaran IPS di kelas V setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.


(43)

28

5. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD

Menurut Sapriya (2015: 19) istilah “Ilmu Pengetahuan Sosial”, disingkat IPS, merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan menengah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “social studies” dalam kurikulum persekolahan di negara lain, khususnya di negara-negara Barat.

Menurut Susanto (2015: 137) Ilmu pengetahuan sosial yang sering disebut IPS adalah ilmu yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman mendalam pada siswa, khusunya di sekolah dasar dan menengah. Hakikat IPS di SD memberikan pengetahuan dasar dan keterampilan sebagai media pelatihan bagi siswa sebagai warga negara yang sedini mungkin. Selain itu, hakikat IPS di SD adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang didasarkan pada kenyataan kondisi sosial yang ada di lingkungan siswa.

IPS adalah salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar. IPS yang diajarkan di sekolah dasar sudah mencakup materi yang luas. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa sedini mungkin mendapatkan pengetahuan mengenai kehidupan masyarakat. Seperti yang tercantum dalam Standar Isi untuk sekolah dasar dan menengah (BSNP, 2006: 175) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan


(44)

masalah-29

masalah sosial. Pada jenjang SD mata pelajaran IPS mencakup materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai

Dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah dasar yang mengkaji seperangkat peristiwa yang bersifat sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat. IPS di sekolah dasar dikemas secara ilmiah untuk memberikan pemahaman kepada siswa sedini mungkin. IPS di SD memberikan pengetahuan dasar kepada siswa agar siswa siap hidup dalam masyarakat. IPS di sekolah dasar khususnya kelas V sudah mencakup materi sejarah seperti sejarah kemerdekaan Indonesia. Materi sejarah dianggap sulit oleh siswa kelas V dan kelas VI SD Negeri Wirosaban karena materi tersebut menuntut banyak hafalan. Proses pembelajaran IPS dapat dikemas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw agar pembelajaran dapat mengaktifkan siswa dan meningkatkkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Wirosaban. 6. Tujuan Mata Pelajaran IPS di SD

Tujuan utama IPS menurut Hidayati (2002: 22) adalah untuk memperkaya dan mengembangkan kehidupan anak didik dengan mengembangkan kemampuan dalam lingkungannya dan melatih anak didik untuk menempatkan diri dalam masyarakat yang demokratis dan serta menjadikan negara menjadi tempat hidup yang lebih baik. Menurut Susanto (2013: 144) pendidikan IPS yang diberikan di lingkungan persekolahan bukan


(45)

30

hanya memberikan bekal pengetahuan, tetapi juga memberikan bekal nilai dan sikap serta keterampilan dalam kehidupan peserta didik di masyarakat, bangsan dan negara. Tujuan utama IPS adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di lingkungannya, memiliki sikap mental yang positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil dalam mengatasi setia masalah yang terjadi baik masalah yang menimpa dirinya ataupun orang lain yang ada di sekitarnya.

Adapun tujuan kurikuler mata pelajaran IPS (Hidayati, 2002: 24) adalah sebagai berikut:

a. Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang berguna dalam kehidupan di masyarakat.

b. Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisa, dan menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan di masyarakat.

c. Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dan dengan berbagai bidang keilmuan serta berbagai keahlian.

d. Membekali anak didik dengan kesadaran, sikap mental yang positif dan keterampilan terhadap lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupannya yang tidak terpisahkan.

e. Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai dengan perkembangan kehdiupan, perkembangan masyarakat, perkembangan ilmu dan teknologi. (Nursid Sumaatmadja, 1980: 48)

Menurut BSNP (2006: 175) mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.


(46)

31

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan kritis terhadap masalah sosial di sekitarnya. Selain itu, pembelajaran IPS mengemas banyak materi yang membantu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang akan menjadi bekal hidup di lingkungan masyarakat. Dengan bekal tersebut, siswa sebagai warga masyarakat dapat bertingkah laku sebagaimana mestinya menjadi warga masyarakat yang baik. Siswa dapat menanamkan nilai-nilai positif dalam kehidupannya. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS yang diajarkan di sekolah dasar harus melibatkan siswa secara aktif agar pembelajaran IPS tidak menjadi membosankan bagi siswa. Guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw agar siswa merasa tertarik dengan pembelajaran IPS di kelas. Model pembelajaran ini selain bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai IPS juga dapat melatih siswa dalam berkomunikasi dan bekerjasama dalam kelompok serta dapat berkompetisi untuk mendapatkan hasil yang optimal.

Belajar secara berkelompok akan melatih keterampilan sosial siswa agar nantinya siswa dapat berinteraksi dengan baik dalam masyakarat. Siswa akan mampu menghadapi masalah-masalah yang terjadi pada dirinya atau terjadi dalam lingkungan masyarakat di sekitarnya. Hal tersebut yang menjadi tujuan mata pelajaran IPS di sekolah dasar agar dapat menjadi bekal siswa dalam hidup bermasyarakat.


(47)

32

7. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS SD Kelas V Semester II Tabel 2. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS Kelas V Semester II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan

kemerdekaan Indonesia.

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan. 2.4 Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta, dalam penelitian ini akan terfokus pada Standar Kompetensi (SK) 2 yaitu Menghargai Peranan Tokoh Perjuangan dan Masyarakat dalam Mempersiapkan dan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Dimana SK tersebut mencakup empat Kompetensi Dasar (KD). KD yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu KD 2.2 dan 2.3 sesuai dengan hasil wawancara kepada siswa bahwa materi tersebut dianggap materi yang sulit karena mencakup materi sejarah kemerdekan Indonesia.

8. Hasil Belajar IPS

Hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai hasil dari proses belajar. Perubahan sebagai hasil proses belajar tersebut meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hasil belajar mencakup semua hasil yang diperoleh dari semua mata pelajaran yang dipelajari di sekolah. termasuk di dalamnya mata pelajaran IPS. Hasil belajar IPS di


(48)

33

sekolah dasar mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar tersebut sebagai tujuan yang diharapkan dari proses pembelajaran IPS.

Hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Wirosaban Yogyakarta masih tergolong rendah. Hasil belajar salah satunya ditunjukkan dengan hasil belajar kognitif yang menunjukkan nilai yang rendah dibandingkan dengan nilai mata pelajaran yang lain. Dalam penelitian ini hasil belajar yang akan ditingkatkan meliputi dua aspek yaitu aspek kognitif dan afektif. Dalam meningkatkan kedua aspek hasil belajar tersebut, penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Penilaian hasil belajar untuk aspek kognitif menggunakan tingkatan kognitif Bloom yang mencakup tiga tingkatan yaitu mengingat (C1), memahami (C2), dan menerapkan (C1). Hal tersebut disesuaikan dengan KD 2.2. Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dan KD 2.3. Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan. Materi yang termuat dalam kedua KD tersebut berkaitan dengan bagaimana cara menghargai jasa para pahlawan melalui perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tingkatan kognitif yang digunakan hanya sampai pada tingkatan menerapkan (C3).

Penilaian hasil belajar yang dilakukan pada aspek afektif menggunakan tiga jenjang yaitu receiving/attending (menerima/memperhatikan), responding (menanggapi), dan valuing (menilai/menghargai). Penilaian tersebut juga disesuaikan dengan kompetensi dasar mata pelajaran IPS kelas V dimana setelah mempelajari materi dalam KD tersebut, siswa dapat menunjukkan


(49)

34

contoh bagaimana menghargai jasa dan peranan para pahlawan kemerdekaan Indonesia.

B. Karakteristik Siswa SD

Menurut Izzaty dkk (2013: 103) masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa sekolah dasar. Masa ini dialami anak pada usia 6 tahun sampai masuk pada masa pubertas dan masa remaja awal yaitu berkisar usia 11-13 tahun. Pada masa kanak-kanak akhir ini adalah masa dimana anak siap untuk masuk sekolah dasar. Masa kanak-kanak akhir ini dibagi menjadi dua fase, yaitu: (1) masa kelas-kelas rendah sekolah dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun – 9/10 tahun, dan (2) masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar yang berlangsung antara usia 9/10 tahun – 12/13 tahun.

Adapun karakteristik masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar adalah sebagai berikut:

1. Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari. 2. Ingin tahu, ingin belajar dan realistis.

3. Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

4. Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi belajarnya di sekolah.

5. Anak-anak suka membentuk kelompok sebaya atau peergroup untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan sendiri dalam kelompoknya.

Suharjo (2006: 35) mengemukakan bahwa anak didik pada hakikatnya sebagai makhluk individual, makhluk sosial, dan makhluk susila (moralitas). Setiap anak mempunyai karakteristik yang unik karena setiap anak itu


(50)

35

memiliki perbedaan-perbedaan individual yang ada pada setiap pribadi anak. Anak didik sebagai makhluk sosial berarti makhluk yang harus hidup dalam kelompok sosial sehingga tercapai martabat kemanusiaannya. Anak-anak hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka saling membantu dan saling melengkapi. Sebagai makhluk susila (moralitas), anak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, dan mampu membedakan hal-hal yang baik dari yang buruk sesuai dengan norma-norma tertentu yang didasarkan kepada filsafat hidup atau ajaran agama tertentu.

Menurut Piaget (dalam Suharjo, 2006: 37) tahap perkembangan anak itu secara hierarkis terdiri dari empat tahap diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Tahap sensori motoris (0-2 tahun)

Anak hanya mengetahui hal-hal yang ditangkap oleh inderanya saja. 2. Tahap pra operasional (2-6/7 tahun)

Mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada sesuatu yang dijumpai di lingkungannya. Pada akhir tahun ke dua, anak mulai mengenal simbol atau nama.

3. Tahap operasi konkrit (6/7-11/12 tahun)

Anak sudah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal abstrak. Pada tahap ini anak mulai berkurang egosentrismenya dan lebih sosiosentris (mulai membentuk peer group )

4. Tahap operasi formal

Anak sudah mempunyai pemikiran yang abstrak pada bentuk-bentuk yang lebih kompleks.


(51)

36

Anak SD selain memiliki karakteristik seperti yang diuraiakan di atas, anak SD juga memiliki karakteristik pertumbuhan kejiwaan sebagai berikut: 1. Pertumbuhan fisik dan motorik maju pesat.

2. Kehidupan sosialnya seperti dalam hal bersaing dan kehidupan kelompok sebaya semakin diperkaya.

3. Menyadari diri bahwa selain mempunyai keinginan, juga semakin bertumbuhnya minat.

4. Kemampuan berpikirnya masih pada tahap praperasional.

5. Mempunyai kesanggupan dalam memahami hubungan sebab akibat. Dapat disimpulkan bahwa anak SD mempunyai karakteristik yang unik. Masa anak SD kelas tinggi berkisar 9/10 tahun sampai 12/13 tahun. Pada masa ini anak mempunyai minat terhadap pelajaran-pelajaran tertentu. Selain itu, pada usia ini anak mulai membentuk kelompok sebaya atau peer group. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap apa yang belum diketahuinya. Anak juga sudah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal abstrak. Penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Wirosaban karena sesuai dengan berbagai karakteristik yang dimiliki oleh anak usia kelas tinggi. Anak usia kelas V termasuk ke dalam kriteria kelas tinggi yang mulai membentuk kelompok teman sebaya. Sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dimana siswa akan belajar secara berkelompok dan saling berdiskusi dalam kelompok tersebut.


(52)

37

C. Tinjauan tentang Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, di mana kelompok-kelompok kecil saling bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Asma, 2006: 11). Dalam kegiatan belajar secara berkelompok, para siswa akan menguasai materi yang akan dipelajari. Sedangkan menurut Solihatin (2009: 4) menyatakan bahwa pada dasarnya cooperative learning (pembelajaran kooperatif) adalah sebagai suatu sikap atau perilaku dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Pembelajaran kooperatif sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesame anggota kelompok.

Menurut Slavin (2005: 4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Suprijono (2016: 73) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap saling menghormati antar sesama. Siswa bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan yang dihadapkan untuk mereka. Dalam pembelajaran


(53)

38

kooperatif guru bertindak sebagai fasilitator yang memberikan dukungan tetapi mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar yang menekankan pada aktivitas siswa dalam bekerja sama dan berkolaborasi dalam diskusi kelompok. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa akan saling bergantung pada siswa lain dalam kelompok karena mereka mempunyai tanggung jawab selain untuk dirinya sendiri juga untuk temannya. Pada pembelajaran kooperatif yang akan dilakukan pada penelitian di kelas V SD Negeri Wirosaban, pembelajaran ini diharapkan akan menarik perhatian siswa dan mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran IPS.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk pencapaian hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial (Asma, 2006: 12).

Adapun masing-masing tujuan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pencapaian hasil belajar

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik. Dari beberapa ahli yang berpendapat tentang model pembelajaran ini, dapat disimpulkan bahwa model ini dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan normal yang berhubungan dengan hasil belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif


(54)

39

dapat memberi keuntungan pada siswa yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik, baik kelompok bawah maupun kelompok atas. Dalam hal ini, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi kelompok bawah. Siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi bantuan sebagai tutor kepada teman sebaya yang membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Efek kedua dari model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, serta belajar untuk menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki dalam hidup bermasyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan kinerja siswa dalam tugas akademik. Hal tersebut berkaitan dengan hasil belajar yang mencakup aspek kognitif (pengetahuan), psikomotorik (keterampilan), dan afektif (sikap). Model ini membantu siswa


(55)

40

memahami konsep-konsep yang dianggap sulit oleh siswa. Tujuan lain dari model ini adalah agar siswa dapat belajar menerima keragaman atau perbedaan latar belakang teman satu kelas. Selain itu, belajar model pembelajaran ini bertujuan untuk melatih keterampilan sosial dengan bekerja sama dan berkolaborasi dengan teman.

Pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri Wirosaban masih belum berjalan dengan baik, hal ini terjadi karena berbagai faktor yang ada, serta ditunjukkan dengan hasil belajar yang tergolong rendah. Siswa di kelas V menganggap sulit IPS dan siswa masih belum menunjukkan ketertarikan terhadap pembelajaran IPS. Oleh karena itu, dalam penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif diharapkan akan sesuai dengan tujuan dari model tersebut agar pembelajaran berjalan sesuai yang direncanakan dan mendapatkan hasil yang maksimal.

3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan Johnson (dalam Lie, 2004: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan. Lima unsur model pembelajaran sebagai berikut:

a. Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar harus menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok mendapatkan tugas dan harus menyelesaikannya sendiri. Jadi keberhasilan suatu tugas bergantung pada setiap anggotanya.


(56)

41 b. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini adalah akibat langsung dari unsur yang pertama. Masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab dalam menyelesaikan tugasnya. Setiap anggota kelompok yang mendapatkan tugas akan berusaha melakukan yang terbaik.

c. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai adanya perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

d. Komunikasi antaranggota

Sebelum melaksanakan tugas, para siswa harus mendapat penjelasan mengenai cara berkomunikasi. Komunikasi dapat meliputi kegiatan mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka serta menyanggah suatu pendapat.

e. Evaluasi proses kelompok

Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasi kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.


(57)

42

Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa saling bergantung satu sama lain dan mereka mempunyai tanggung jawab masing-masing dalam menyelesaikan setiap tugas yang diberikan oleh guru. Sebelum siswa menyelesaikan tugasnya, terlebih dahulu mereka mendapatkan informasi dari guru mengenai pentingnya berkomunikasi dengan siswa lain.

Guru IPS kelas V SD Negeri Wirosaban akan selalu membimbing proses berjalannya diskusi pada pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Agar mereka dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan guru dapat melakukan penilaian apabila semua tugas yang diberikan dapat dilakukan oleh siswa secara maksimal.

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Menurut Asma (2006: 71) model pembelajaran Jigsaw dikembangkan oleh Aronson dan rekan-rekannya (1978). Model aslinya secara singkat dijelaskan pada bagian ini memprasyaratkan pengembangan yang luas terhadap materi-materi yang khusus. Slavin (2005: 237) menyatakan bahwa model Jigsaw dapat digunakan pada bahan yang berbentuk narasi tertulis. Model Jigsaw dapat cocok digunakan pada pelajaran yang mengkaji ilmu sosial, sastra, beberapa ilmu pengetahuan alam, dan berbagai bidang terkait yang mempunyai tujuan untuk perolehan konsep bukan keterampilan. Isjoni (2010: 77) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Menurut Sobari, 2006: 31 (dalam Rusman, 2014:


(58)

43

219) bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai pengaruh positif yang salah satunya adalah dapat meningkatkan hasil belajar hasilnya menunjukkan bahwa model tersebut mempunyai pengaruh positif yang salah satunya adalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan model ini, siswa belajar secara berkelompok dalam tim-tim yang heterogen. Setiap siswa mendapat tugas masing-masing untuk membaca bab-bab pada materi yang akan dipelajari. Topik yang dibaca oleh setiap anggota kelompok berbeda-beda. Bila telah selesai membaca bagian dari tugasnya, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok pakar” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para pakar kemudian kembali pada tim masing-masing dan secara bergantian mengajari teman satu tim mengenai topik mereka. Terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik dan skor kuis akan menjadi skor tim.

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut Slavin (2005: 238) adalah sebagai berikut:

a. Mempersiapkan bahan

1) Pilih satu atau dua bab yang masing-masing mencakup materi untuk dua atau tiga hari. Jika para siswa akan membacanya di dalam kelas, maka materi yang dipilih harus membutuhkan waktu tidak lebih dari setengah jam untuk membacanya. Jika bacaan itu ditugaskan untuk dibaca di rumah, maka bahan yang dipilih tersebut bisa lebih panjang.


(59)

44

2) Buat sebuah lembar ahli untuk tiap unitnya. Lembar ini akan mengarahkan siswa di mana mereka harus konsentrasi saat membaca, dan dengan kelompok ahli yang akan bekerja. Lembar ahli ini mengidentifikasi masalah menjadi empat topik yang menjadi inti pembelajaran. Topik-topik tersebut harus mencakup tema-tema yang ada di seluruh bab. Topik ahli bisa ditempatkan pada lembar yang sama dan masing-masing siswa dibuatkan satu kopian atau bisa ditempatkan pada papan tulis atau kertas poster.

3) Buatlah kuis, berupa esai atau bentuk penilaian yang lainnya untuk tiap unit. Kuis tersebut harus berisi paling sedikit delapan soal, dua untuk tiap topik, atau beberapa soal yang jumlahnya kelipatan empat, supaya ada jumlah soal yang seimbang dengan tiap topik. Guru bisa menambahkan soal umum yang sesuai dengan tingkat pemahaman siswa, karena mereka mempunyai waktu untuk mendiskusikan topik secara mendalam. Soal yang mudah tidak akan menantang mereka yang telah mempersiapkan diri dengan baik. Soal harus jelas dan tidak boleh mengambang. Selain soal, guru bisa menggunakan cara lain seperti laporan tertulis, laporan lisan, atau proyek yang lainnya. 4) Gunakan skema diskusi (sebagai opsi). Skema ini membantu mengarahkan diskusi dalam kelompok-kelompok ahli untuk tiap topiknya. Skema akan memperlihatkan daftar poin-poin yang harus dipertimbangkan para siswa saat diskusi.


(60)

45 b. Pengelolaan kelompok

1) Membagi siswa ke dalam tim

Siswa dibagi ke dalam tim heterogen yang beranggotakan empat sampai lima anggota.

2) Membagi siswa ke dalam kelompok ahli

Pembagian ini bisa dilakukan dengan membagi peran secara acak dalam tiap tim. Atau bisa dengan memutuskan siswa mana yang akan masuk ke dalam tim ahli yang mana, untuk memastikan bahwa dalam tiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang dan rendah.

3) Penentuan skor awal pertama

Berikan skor awal siswa. Gunakan lembar skor kuis untuk mencatat skor-skor tersebut.

Sedangkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menurut Suprijono (2016: 108) adalah sebagai berikut:

1. Pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru.

Guru bisa menuliskan topik di papan tulis, white board, slide show, dan sebagainya. Guru mencoba mengaktifkan siswa dengan kegiatan tanya jawab mengenai topik.

2. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil.

Jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang akan dipelajari.


(61)

46

3. Guru membagikan materi kepada setiap kelompok.

Setiap orang dalam kelompok bertanggung jawab mempelajari satu topik.

4. Membentuk kelompok ahli.

Kelompok ahli adalah kumpulan dari anggota kelompok asal. 5. Berikan waktu untuk berdiskusi pada kelompok ahli.

Melalui diskusi ini diharapkan mereka dapat memahami topik. 6. Kembali ke kelompok asal.

Setelah selesai berdiskusi di kelompok ahli, para anggota kelompok akan kembali ke kelompok asal. Mereka akan berdiskusi dari hasil yang mereka diskusikan di kelompok ahli.

7. Guru menutup pelajaran.

Sebelum menutup pelajaran, guru akan memberikan review terhadap topik yang telah dipelajari.

Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang dikemukakan oleh Slavin. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat jelas karena dibagi ke dalam beberapa tahap mulai dari persiapan sampai pada penerapan dalam pembelajaran IPS yang dijelaskan lebih rinci pada sub bab selanjutnya.

Dalam tiga tahapan tersebut, dijelaskan secara rinci dan sistematis sehingga memudahkan guru sebelum melaksanakan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Selain itu,


(62)

langkah-47

langkah tersebut akan mengarahkan guru dalam mengelola waktu pembelajaran. Sehingga dalam penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di kelas V diharapkan akan berjalan sesuai dengan rencana karena melihat dari tahapan yang telah dikemukakan secara rinci.

D. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran IPS

Penerapan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran IPS di sekolah dasar dapat dilakukan oleh guru sebagai variasi mengajar. Pemilihan model pembelajaran dapat berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan di sekolah dasar dalam mata pelajaran IPS adalah Jigsaw. Langkah-langkah persiapan bahan/materi dan pengelolaan kelompok telah dijelaskan pada uraian sebelumnya. Selanjutnya akan dibahas mengenai langkah-langkah pelaksanaan model kooperatif tipe Jigsaw menurut Slavin (2005: 241) sebagai berikut:

1. Membaca

Kegiatan pertama dalam Jigsaw adalah guru membagikan teks dan topik ahli dan membagikan tiap topik kepada masing-masing siswa. Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah:


(63)

48

a. Waktu : setengah sampai satu jam pelajaran (atau bisa dijadikan pekerjaan rumah)

b. Gagasan utama : para siswa menerima topik-topik ahli dan membaca bahan/materi yang diberikan guru untuk menemukan informasi yang berhubungan dengan topik mereka.

c. Materi yang dibutuhkan : lembar ahli untuk tiap siswa yang terdiri dari lima topik ahli.

Kegiatan pertama ini adalah guru membimbing setiap kelompok dalam pembagian topik. Jika ada kelompok yang beranggotakan lima kelompok, minta dua siswa untuk membaca satu topik bersama-sama. Para siswa yang sudah selesai membaca lebih dulu dari yang lain, boleh mengulang kembali bacaannya dan membuat catatan.

2. Diskusi kelompok ahli

Para anggota kelompok yang sudah membaca topik yang mereka dapat, kemudian bertemu dan berdiskusi dengan kelompok ahli. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Waktu : setengah jam pelajaran atau lebih.

b. Gagasan utama : para siswa dengan topik ahli yang sama mendiskusikannya dalam kelompok.

c. Materi yang dibutuhkan : lembar dan teks ahli untuk tiap siswa, bagan diskusi (sebagai opsi) untuk masing-masing topik (satu untuk tiap siswa dengan topik tersebut).


(64)

49

Semua anak yang mendapatkan tugas membaca topik 1 berkumpul pada tempat yang telah ditentukan guru. Begitu juga dengan anggota kelompok yang mendapat tugas membaca topik 2 dan seterusnya. Apabila guru membuat bagan diskusi, maka bisa dibagikan pada tiap kelompok ahli. Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan pemimpin diskusi yang bertugas memoderatori diskusi. Berikan waktu sekitar dua puluh menit kepada kelompok ahli tersebut untuk mendisuksikan topik mereka. Anggota kelompok harus mencatat poin penting dalam diskusi.

Ketika diskusi, guru harus menghabiskan waktu dengan masing-masing kelompok secara bergantian. Guru perlu mengingatkan pemimpin diskusi bahwa pemimpin harus memastikan setiap anggotanya untuk berpartisipasi. 3. Laporan tim

Para ahli yang telah berdiskusi dalam kelompok ahli kembali menuju kelompok awal (asal) untuk mengajarkan topik-topik tersebut kepada teman satu kelompok. Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Waktu : setengah jam pelajaran atau lebih.

b. Gagasan utama : para ahli kembali ke kelompok asal untuk mengajari topik mereka kepada teman satu kelompok.

Kegiatan ini dapat berlangsung selama lima belas menit unutuk mengulas kembali semua yang telah dipelajari mengenai topik ahli. Apabila ada dua teman yang memiliki topik yang sama, maka keduanya harus presentasi secara bersama-sama.


(1)

203 Lampiran 17. Pembagian Kelompok Jigsaw

Pembagian kelompok asal KELOMPOK ASAL A

ARD (A1) ANR (B1) RADP (C1) KIK (D1) SAP (E1)

KELOMPOK ASAL B ARD (A2)

AOW(B2) ENF (C2) MZR (D2) INN (E2)

KELOMPOK ASAL C FA (A3)

MP(B3) NS (C3) SR (D3) GP (E3)

A1, B1, C1, D1, E1 A2, B2, C2, D2, E2 A3, B3, C3, D3, E4

A1, A2, A3 B1, B2, B3 C1, C2, C3 D1, D2, D3 E1, E2, E3

KELOMPOK AHLI 1 KELOMPOK AHLI 2 KELOMPOK AHLI 3 KELOMPOK AHLI 4 KELOMPOK AHLI 5


(2)

204 Lampiran 18. Dokumentasi Penelitian

Foto 1. Siswa berdiskusi kelompok ahli

Foto 2. Siswa membaca materi topik ahli


(3)

205

Foto 4. Siswa menggaris bawahi poin penting

Foto 5. Siswa menyampaikan hasil diskusi kelompok ahli pada kelompok asal


(4)

206 Lampiran 19. Surat Izin Penelitian


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25