PEMBELAJARAN SENI RUPA DAN KALIGRAFI AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN PSKQ KUDUS, JAWA TENGAH.

(1)

PEMBELAJARAN SENI RUPA DAN KALIGRAFI AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN PSKQ KUDUS, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

oleh Desi Wahyuni NIM 11206241008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv MOTTO

ُبَﻠَط

ِمْﻠِﻌْﻟا

ٌﺔَﺿْﯾ ِرَﻓ

ﻰَﻠَﻋ

ﱢلُﻛ

ٍمِﻠْﺳُﻣ

ٍﺔَﻣِﻠْﺳُﻣ َو

Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun

muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)

َرِﺧآ ْﻻاَداَرَأ ْنَﻣ َو ،ِمْﻠِﻌْﻟ ﺎِﺑ ِﮫْﯾَﻠَﻌَﻓ ﺎَﯾْﻧﱡدﻟاَد اَرَأ ْنَﻣ ْنَﻣ َو ،ِمْﻠِﻌْﻟﺎِﺑ ِﮫْﯾَﻠَﻌَﻓ َة

ِمْﻠِﻌْﻟﺎِﺑ ِﮫْﯾَﻠَﻌَﻓ ﺎَﻣُھَداَرَأ

Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya

memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)

َﻊِﺟْرَﯾ ﻰﱠﺗَﺣ ِﷲ ِلْﯾِﺑَﺳ ﻰِﻓ َوُﮭَﻓ ِمْﻠِﻌْﻟا ُبَﻠَط ﻰِﻓ َجَرَﺧ ْنَﻣ

Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan

Allah hingga ia pulang”. (HR. Turmudzi)


(5)

v

PERSEMBAHAN

Penulis mempersembahkan Tugas Akhir ini kepada. Putra tersayang pangeran Darrel Syahrazad Alwah,

suami tercinta Ali Narko, S.Kom,

kedua orang tua Ayahanda Mahmud dan Ibunda Cik Uning, kedua mertua ayahanda H. Rusli Faisani dan Ibunda Hj. Syamsiah

&

keluarga besar di Muara Enim dan Martapura, yang telah mendukung dan mensuport sehingga dapat


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah ‘azza wa jalla yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah pemberi rahmat dan petunjuk, yang memberikan pertolongan dalam keadaan suka-duka, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Pendidikan Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah. Tidak lupa pula shalawat beriring kita junjungkan kepada baginda rasulullah Muhammad SAW, suri tauladan kita yang telah menghantarkan umat manusia menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna memperoleh gelar Sarjana strata satu di bidang Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan semua pihak. Berkenaan dengan hal tesebut, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A, selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta

2. Prof. Dr. Zamzani, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

3. Drs. Mardiyatmo, M.Pd, selaku Ketua Jurusan dan Pembimbing Akademik di Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

4. Muhajirin, S.Sn., M.Pd, selaku Dosen pembimbing atas segala saran dan arahan dalam penyusunan Skripsi hingga dapat terselesaikan dengan baik. 5. Tim penguji, selaku Ketua Penguji, Sekretaris, Penguji Utama dan Penguji

Pendamping yang memberikan koreksi perbaikan secara komprehensif terhadap Tugas Akhir Skripsi ini.


(7)

vii

6. Muhammad Assiry Jasiri, selaku Kepala Pondok Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) Kudus, Jawa Tengah yang telah membantu dalam penelitian skripsi.

7. Suami Ali Narko, S.Kom, purta pangeran Darrel Syahrazad Alwah, kedua orang tua, kedua mertua dan keluarga besar di Muara Enim dan Martapura, Sumatera Selatan yang selalu mendoakan untuk kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Eka Sukmawati yang telah menemani dan selalu memberi masukan selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

9. Sahabat saya (Wulandari Puspo Asih, Nafidah Sani, Rut Rona Rose Baiky) sahabat-sahabatku yang selalu berbagi suka maupun duka dan setia dalam keadaan apapun, juga memberi motivasi hingga terselesaikan skripsi ini. 10.Teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan masukan selama proses

penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

11.Seluruh pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapat balasan dari Allah SWT dan Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkan.

Yogyakarta, 22 Juni 2015 Penulis,


(8)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

ABSTRAK ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. Konsep Pendidikan di Indonesia ... 8

1. Definisi Pendidikan, Pengajaran, Pembelajaran, dan Belajar ... 8

a. Pendidikan ... 8

b. Pengajaran ... 8


(9)

ix

d. Belajar ... 9

2. Sistem Pendidikan Nasional ... 10

a. Tujuan Pendidikan ... 10

b. Peserta Didik ... 11

c. Pendidik ... 12

d. Kurikulum ... 12

e. Metode Pembelajaran ... 13

f. Lingkungan Pendidikan ... 15

3. Tinjauan Tentang Pendidikan Pesantren ... 16

a. Sejarah Singkat Berdirinya Pesantren... 16

b. Pesantren ... 18

c. Bentuk-Bentuk Pesantren ... 19

d. Unsur-Unsur Pesantren ... 20

e. Sistem Pendidikan Pesantren ... 21

f. Pesantren Modern ... 22

g. Model Pendidikan Pesantren ... 23

4. Tinjauan Tentang Seni Rupa ... 23

a. Pengertian Seni Rupa ... 23

b. Unsur-Unsur Seni Rupa ... 24

c. Prinsip-Prinsip Seni Rupa ... 27

5. Tinjauan Tentang Kaligrafi Al-Qur’an ... 29

a. Pengertian Kaligrafi ... 29

b. Pertumbuhan dan Perkembangan Kaligrafi Arab ... 30

c. Kaedah Penulisan Kaligrafi ... 34

d. Fungsi Kaligrafi ... 35

e. Jenis-Jenis Kaligrafi ... 36


(10)

x

BAB III METODE PENELITIAN ... 48

A. Jenis Penelitian ... 48

B. Data dan Sumber Data ... 48

C. Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Metode Observasi ... 50

2. Metode Wawancara ... 51

3. Metode Dokumentasi ... 52

D. Instrumen Penelitian ... 52

E. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 53

F. Teknik Analisis Data ... 54

1. Reduksi Data ... 55

2. Display Data ... 55

3. Penarikan Kesimpulan ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Gambaran Umum Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) ... 57

1. Letak Geografis Pesantren PSKQ ... 57

2. Sejarah Pendirian Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) ... 58

3. Konsep Pembelajaran Di Pesantren PSKQ ... 61

4. Struktur Organisasi Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) ... 62

B. Unsur-Unsur Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) ... 63

1. Santri ... 63

2. Pendidik dan Tenaga Pendidik ... 64

3. Fasilitas dan Sarana Belajar Di Pesantren PSKQ... 66

a. Asrama Santri ... 66

b. Asrama Ustadz (Pembimbing) ... 67

c. Sarana Ibadah ... 68


(11)

xi

e. Dapur Umum ... 70

f. Gedung Sekretariat/Kantor ... 71

g. Resto dan Galeri ... 72

h. Perpustakaan ... 75

C. Model Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an ... 76

1. Pendidikan Diklat ... 76

a. Pendidikan Paket 6 Bulan ... 76

b. Pendidikan Paket 1 Tahun ... 77

c. Pendidikan Paket Seni Murni ... 78

2. Program-Program Di Pesantren PSKQ ... 78

a. Program Bahasa Arab dan Inggris ... 78

b. Program PPL ... 79

c. Program Try Out ... 80

d. Program Syahadah ... 80

e. Pembekalan Ilmu Entrepreneurship atau Kewirausahaan ... 81

f. Kajian Kitab Kuning, Tafsir Al-Qur’an, dan Kitab Akhlak ... 81

g. Istighotsah ... 81

3. Pembinaan Kaligrafi ... 83

a. Diklat Kaligrafi ... 84

b. Pameran Kaligrafi ... 84

c. Lomba Kaligrafi (MTQ) ... 85

D. Metode Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an ... 93

1. Metode Ceramah ... 93

2. Metode Demonstrasi ... 94

3. Metode Latihan Mandiri ... 95

4. Metode Pemberian Tugas ... 97


(12)

xii

E. Hasil Karya Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an ... 99

1. Pengaruh Pendidikan Seni Rupa terhadap Kaligrafi Al-Qur’an ... 99

2. Hasil Karya Seni Rupa di Pesantren PSKQ ... 99

a. Seni Lukis... 99

b. Cetak GRC ... 106

c. Seni Ukir/Pahat ... 116

d. Seni Patung ... 122

e. Kaligrafi Bordir ... 128

f. Sablon ... 134

3. Hasil Karya Seni Kaligrafi Al-Qur’an di Pesantren PSKQ ... 142

a. Kaligrafi Golongan Naskah Wajib ... 142

b. Kaligrafi Golongan Naskah Pilihan ... 147

c. Kaligrafi Golongan Hiasan Mushaf ... 153

d. Kaligrafi Golongan Dekorasi ... 163

e. Kaligrafi Kontemporer ... 172

f. Kriteria Penilaian Karya Terbaik Di Pesantren PSKQ ... 178

BAB V PENUTUP ... 179

A. Kesimpulan ... 179

B. Saran ... 180

DAFTAR PUSTAKA ... 182


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 : Daftar Santri Pesantren PSKQ Tahun Angkatan 2015/2015 ... 63 Tabel 2 : Daftar Guru dan Tenaga Kependidikan di Pesantren PSKQ

Tahun 2014/2015 ... 64 Tabel 3 : Daftar Santri Pesantren PSKQ Berprestasi Pada Event MTQ .... 87


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Kaligrafi Naskah ... 32

Gambar 2 : Kaligrafi Hiasan Mushaf ... 33

Gambar 3 : Kaligrafi Dekorasi ... 33

Gambar 4 : Kaligrafi Kontemporer ... 34

Gambar 5 : Kaidah-kaidah Khat Naskhi ... 37

Gambar 6 : Karya Khat Tsuluts. ... 38

Gambar 7 : Kaidah-kaidah Khat Diwani ... 39

Gambar 8 : Karya Khat Diwani ... 40

Gambar 9 : Kaidah-Kaidah Khat Farisi ... 41

Gambar 10 : Karya Khat Farisi ... 42

Gambar 11 : Kaidah-kaidah Khat Riq’ah ... 43

Gambar 12 : Kaidah-Kaidah Khat Kufy. ... 44

Gambar 13 : Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data... 53

Gambar 14 : Gedung Pesantren PSKQ ... 58

Gambar 15 : Struktur Organisasi Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) ... 62

Gambar 16 : Asrama Santri Putri ... 67

Gambar 17 : Asrama Santri Putra... 67

Gambar 18 : Masjid Jami’ Baitussalam ... 68

Gambar 19 : Masjid Bagian Dalam ... 69

Gambar 20 : Aula Ta’lim Pesantren PSKQ ... 70

Gambar 21 : Ruang Kelas ... 70


(15)

xv

Gambar 23 : Gedung Sekretariat/Kantor Tampak Depan. ... 71

Gambar 24 : Gedung Sekretariat/Kantor Bagian Dalam ... 72

Gambar 25 : Gerbang Resto dan Galeri ... 73

Gambar 26 : Resto dan Galeri Tampak Depan ... 73

Gambar 27 : Resto dan Galeri Bagian Dalam. ... 74

Gambar 28 : Resto dan Galeri Bagian Dalam ... 74

Gambar 29 : Galeri Halaman Belakang Resto ... 75

Gambar 30 : Perpustakaan Pesantren PSKQ ... 76

Gambar 31 : Kaidah Khat Naskhi dan Tsulust ... 77

Gambar 32 : Pembelajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris ... 79

Gambar 33 : PPL Dekorasi Masjid ... 80

Gambar 34 : Pembelajaran Pembekalan Kewirausahaan ... 81

Gambar 35 : Pengajian Kitab ... 82

Gambar 36 : Istighotsah (Do’a Bersama) ... 83

Gambar 37 : Kaligrafi Golongan Naskah ... 86

Gambar 38 :Metode Ceramah ... 94

Gambar 49 : Metode Demonstrasi... 95

Gambar 40 : Teknik Berkarya Menjiplak/mengcopy ... 96

Gambar 41 : Teknik Berkarya Meniru ... 96

Gambar 42 : Teknik Mengolah Karya/mencipta ... 97

Gambar 43 : Metode Koreksi Karya ... 98

Gambar 44 : Lukisan Potret ... 99

Gambar 45 : Kanvas ... 100

Gambar 46 : Soeharto ... 102

Gambar 47 : GRC Kerawangan. ... 106


(16)

xvi

Gambar 49 : Pasir Pilihan ... 107

Gambar 50 : Triplek ... 107

Gambar 51 : Desain GRC Kerawangan ... 109

Gambar 52 : Proses Membuat Desain Cetak GRC ... 110

Gambar 53 : Tempat Cetakan GRC ... 110

Gambar 54 : Proses Pemolesan Minyak Jelantah... 111

Gambar 55 : Proses Pengadukan Semen ... 111

Gambar 56 : Proses Penyemprotan Lapisan Pertama GRC ... 112

Gambar 57 : Proses Pengecekan Ketebalan GRC ... 112

Gambar 58 : Proses Pengeringan GRC ... 113

Gambar 59 : Hasil Cetakan GRC ... 114

Gambar 60 : Kaligrafi Ukir ... 116

Gambar 61 : Papan Kayu Jati ... 117

Gambar 62 : Proses Memahat Kaligrafi Ukir ... 119

Gambar 63 : Patung Potato Boy ... 122

Gambar 64 : Styrofoam ... 123

Gambar 65 : Cat Putih Mowilex ... 123

Gambar 66 : Styrofoam Cutter ... 124

Gambar 67 : Kaligrafi Bordir ... 128

Gambar 68 : Kain Bludru ... 129

Gambar 69 : Proses Menjahit Kaligrafi Bordir ... 130

Gambar 70 : Finishing Kaligrafi Bordir ... 131

Gambar 71 : Sablon Kaligrafi ... 134

Gambar 72 : Kaos Polos ... 135

Gambar 73 : Proses Pembuatan Sablon ... 136


(17)

xvii

Gambar 75 : Proses Penyemprotan Screen ... 138

Gambar 76 : Kaos Polos ... 138

Gambar 77 : Kaligrafi Golongan Naskah Wajib ... 142

Gambar 78 : Kertas Manila Putih ... 143

Gambar 79 : Handam/Pena Bambu ... 144

Gambar 80 : Kaligrafi Golongan Naskah Pilihan ... 147

Gambar 81 : Kertas Manila Putih ... 148

Gambar 82 : Handan/Pena Bambu ... 149

Gambar 83 : Kaligrafi Golongan Hiasan Mushaf ... 153

Gambar 84 : Kertas Manila Putih ... 154

Gambar 85 : Handan/Pena Bambu ... 155

Gambar 86 : Spidol Posca ... 156

Gambar 87 : Contoh Desain Hiasan Mushaf ... 157

Gambar 88 : Proses PewarnaanBidang Utama ... 158

Gambar 89 : Proses Pewarnaan Bidang Pinggiran ... 158

Gambar 90 : Proses Lis Pinggiran Hiasan ... 159

Gambar 91 : Proses Penulisan Ayat Al-Qur’an ... 160

Gambar 92 : Kaligrafi Golongan Dekorasi ... 163

Gambar 93 : Papan Triplek ... 164

Gambar 94 : Contoh Desain Dekorasi. ... 166

Gambar 95 : Contoh Warna Desain Dekorasi ... 166

Gambar 96 : Proses Memotong Desain ... 167

Gambar 97 : Proses Menjiplak ... 167

Gambar 98 : Hasil Menjiplak Desain Dekorasi ... 168

Gambar 99 : Proses Pewarnaan Teknik Blok dan Warna ... 168


(18)

xviii

Gambar 101 : Proses Pewarnaan Isen-isen Dekorasi. ... 169

Gambar 102 : Proses Penulisan Ayat Al-Qur’an ... 169

Gambar 103 : Kaligrafi Kontemporer ... 172

Gambar 104 : Kanvas ... 173


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

1. Glosarium

2. Pedoman Observasi 3. Pedoman Dokumentasi 4. Pedoman Wawancara

5. Surat Keterangan Penelitian dari Kesbanglinmas DIY

6. Surat Keterangan Penelitian Pesantern Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) 7. Surat Keterangan Wawancara dari Responden 1

8. Surat Keterangan Wawancara dari Responden 2 9. Surat Keterangan Wawancara dari Responden 3 10. Surat Keterangan Wawancara dari Responden 4 11. Surat Keterangan Wawancara dari Responden 5 12. Surat Keterangan Wawancara dari Validator

13. Kegiatan Tahunan Dan Bulanan Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) 14. Agenda Kegiatan Harian dan Mingguan Tahun Ajaran 2014/2015 Pesantren

Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ)

15. Peraturan dan Tata Tertib Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) 16. Biografi


(20)

xx

PEMBELAJARAN SENI RUPA DAN KALIGRAFI AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN PSKQ KUDUS, JAWA TENGAH

Oleh Desi Wahyuni NIM 11206241008

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an Di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Penelitian difokuskan pada model pembelajaran, metode pembelajaran serta hasil karya Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi pesantren PSKQ. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dan dideskripsikan sesuai kenyataan yang ada dengan tahapan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data diperoleh melalui teknik triangulasi pengumpulan data (observasi, wawancara, dan dokumentasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Model Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’a di Pondok Pesantren (PSKQ) adalah dengan memadukan pendidikan seni rupa dengan pendidikan kaligrafi Islam, yang memiliki program-program unggulan diantaranya: (a) pendidikan diklat (pendidikan paket 6 bulan, paket 1 tahun dan paket seni murni); (b) program pendidikan diantaranya: program bahasa Arab dan Inggris, program PPL, program Try Out, program Syahadah, pembekalan ilmu Entrepreneurship/kewirausahaan, kajian kitab kuning, tafsir Al-Qur’an, dan kitab akhlak, istigotsah dan pembinaan kaligrafi (MTQ), (2) Metode yang digunakan dalam Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pesantren PSKQ adalah metode ceramah, metode demonstrasi, metode latihan mandiri (teknik menjiplak/mengcopy, meniru/ mencontoh, dan mengolah karya), metode pemberian tugas, dan metode koreksi karya (evaluasi), (3) Hasil karya dalam Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pesantren PSKQ berupa: (a) hasil karya seni rupa (seni lukis, cetak GRC, seni ukir/pahat, seni patung, kaligrafi bordir, dan sablon); (b) hasil karya seni kaligrafi (kaligrafi golongan naskah wajib, kaligrafi golongan naskah pilihan, kaligrafi hiasan mushaf, kaligrafi dekorasi, dan kaligrafi kontemporer).

Kata kunci: kaligrafi, seni rupa, pesantren PSKQ


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kebutuhan manusia tidak akan terlepas dari pendidikan sepanjang hayatnya (long life education). Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan dilakukan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang terprogram dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Tujuannya adalah mengoptimalisasikan kemampuan-kemampuan individu agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat (Redja Mudyahardjo dalam Ahmadi, 2014: 37). Melalui cara demikian, pendidikan diharapkan mampu menjawab aneka macam kebutuhan, tuntutan, dan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat.

Keberadaan jalur pendidikan formal, informal, dan nonformal sama-sama memiliki tujuan untuk mempengaruhi secara positif perubahan perilaku seorang individu sebagai bagian dari masyarakat luas. Dalam UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 dijabarkan tentang ketiga jalur pendidikan tersebut. Pertama, Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Lembaga formal tersebut bisa disebut sebagai satu organisasi, yaitu terkait kepada tata aturan formal, berprogram, dan bertarget atau bersasaran yang jelas, serta memiliki struktur kepemimpinan penyelenggaraan atau


(22)

2

pengelolaan yang pasti atau resmi. Sistem yang ada pada saat lembaga ini sangat terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pemerintah.

Kedua, Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal merupakan pembelajaran yang bersifat alamiah, pendidikan yang tidak terstruktur yang berkenaan dengan pengalaman sehari-hari yang tidak terencana dan tidak terorganisasi (belajar incidental). Ketiga, Pendidikan nonformal jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Selanjutnya, dijabarkan dalam pasal 26, bahwa (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan berkenaan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. (3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. (4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Ciri pendidikan berdasarkan jenisnya dapat diklasifikasikan menjadi 7 jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasional,


(23)

3

keagamaan, dan khusus. Salah satu lembaga pendidikan keagamaan adalah pesantren. Suatu lembaga pendidikan keagamaan dapat dikatakan pesantren apabila memiliki sekurang-kurangnya lima komponen dasar yaitu, kiai, santri, masjid, asrama, dan pengajian kitab kuning. Komponen-komponen lainnya yang melengkapi sistem pendidikan pesantren akan menjadi ciri utama sebuah pesantren sebagai pendidikan formal ataupun nonformal (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 15).

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang telah lama berdiri dan berkembang di Indonesia. Keberadaannya hingga sekarang semakin berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pesantren tidak hanya tumbuh dan berkembang di pedesaan, tetapi juga perkotaan. Upaya pengembangan dilakukan agar pesantren tetap eksis yangakan memperkuat karakter sosial dan sistem pendidikan nasional yang turut membantu melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki keandalan penguasaan pengetahuan dan kecakapan teknologi yang senantiasa dijiwai nilai-nilai luhur keagamaan. Pada akhirnya sumber daya manusia yang dilahirkan dari pendidikan pesantren ini secara ideal dan praktis dapat berperan dalam setiap proses sosial menuju terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat bangsa yang paripurna (Suparta & Haedari dalam Ahmadi, 2014: 146).

Perkembangan pesantren ditandai dengan konsep pendidikan pesantren yang sudah terbuka pada hal-hal di luar konsistennya di bidang keagamaan. Misalnya, pesantren sudah memberikan pelatihan dan keterampilan seperti pertanian, pertukangan, perkebunan, perikanan, manajemen koperasi, dan


(24)

4

kerajinan-kerajinan yang mendukung kemandirian integratif. Selain berkompeten di bidang agama, diharapkan alumni santri memperoleh bekal pengalaman tambahan yang bermanfaat bagi individu maupun masyarakat.

Program pelatihan dan keterampilan di setiap pesantren berbeda-beda, sesuai dengan kepentingan pelaksanaan program terhadap tujuan institusional serta tujuan dan misi sebuah pesantren. Berbeda dengan pesantren umumnya dalam menyajikan ilmu pengetahuan agama dan kegiatan-kegiatan vokasional, Perbedaan dan keunggulan Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an di Kudus, Jawa Tengah, atau yang lebih dikenal PSKQ merupakan pondok pesantren modern dan pesantren seni yang memberikan pendidikan fokus di bidang seni murni (fine art) dan seni kaligrafi. Dalam perkembangannya, PSKQ tidak hanya memberikan pendidikan di bidang kaligrafi saja, namun melingkupi pendidikan visual.

Proses belajar mengajar di Pesantren PSKQ menggabungkan seni murni dan kaligrafi sebagai model pembelajaran dalam kurikulumnya. Sehingga dalam proses belajar, santri dapat menerima materi pelajaran lebih sistematis, efektif dan efisien. Kompleks sebuah pesantren dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri juga sebagai tempat latihan untuk mengembangkan keterampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah lulus dari pesantren. Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) berbeda dengan pesantren kaligrafi lainnya di Indonesia. PSKQ memiliki paket pendidikan dan program belajar yang dapat disesuaikan dengan keadaan santri, serta pembinaan dari staff pengajar ahli di bidang seni murni dan kaligrafer tingkat nasional bahkan internasional. Santri-santri lebih terjamin keberhasilannya dan


(25)

5

kesuksesannya, terbukti banyaknya santri/alumni PSKQ ini yang telah berhasil dalam prestasi berbagai ajang perlombaan baik tingkat propinsi, nasional, ASEAN hingga Internasional, juga karir mereka geluti di bidang kaligrafi. Hal inilah yang menjadikan Pesantren Seni Kaligrafi Al-Qur’an (PSKQ) sebagai wahana belajar yang diminati oleh penggemar seni dan kaligrafer di tanah air.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi dan wacana baru dalam mengembangkan seni rupa dan kaligrafi Islam. B. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Model Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah

2. Metode yang digunakan dalam Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah

3. Hasil karya dalam Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(26)

6

1. Mendeskripsikan model Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah.

2. Mendeskripsikan metode yang digunakan dalam Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah.

3. Mendeskripsikan hasil karya dalam Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang diklat Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ, Kudus, Jawa Tengah. Pembelajaran seni kaligrafi di pesantren dan lembaga nonformal pada umumnya hanya sekedar pelajaran tambahan untuk menulis indah tulisan Arab. Keberadaan PSKQ diharapkan mampu menjawab kesulitan-kesulitan belajar kaligrafi Arab serta dapat menjadi masukan terhadap perkembangan seni murni dan kaligrafi Al-Qur’an di Indonesia keranah yang lebih luas.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi insan akademis, penelitian ini dapat dijadikan referensi dan sumber informasi bagi penelitian selanjutnnya.


(27)

7

b. Bagi instansi Universitas Negeri Yogyakarta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengelolaan pendidikan di masyarakat.

c. Bagi pihak pesantren PSKQ, penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan diklat di masa yang akan datang.

d. Bagi individu yang ingin belajar seni rupa dan kaligrafi, pembelajaran seni rupa dan kaligrafi Al-Qur’an di pondok pesantren PSKQ diharapkan dapat memberi solusi dan inspirasi dalam menekuni seni rupa dan kaligrafi Al-Qur’an.


(28)

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Pendidikan Di Indonesia

1. Definisi Pendidikan, Pengajaran, Pembelajaran, dan Belajar a. Pendidikan

Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan (me-) sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan, diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Syah, 2013: 10). Menurut Redja Mudyahardjo dalam Ahmadi (2014: 37), Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah dan luar sekolah yang berlangsung seumur hidup dengan tujuan mengoptimalisasikan pertimbangan kemampuan-kemampuan individu agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi pendidikan sebagai berikut. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukana oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan pengajaran dalam bentuk pendidikan formal, nonformal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah yang bertujuan mengembangkan segala potensinya.

b. Pengajaran


(29)

9

kata “ajar”, artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut). Kata “mengajar” berarti memberi pelajaran. Contoh: “Guru itu mengajar murid matematika.” Sedangkan kata “mengajarkan” berarti memberikan pelajaran. Contoh: Siapa yang mengajarkan sejarah kepada murid-murid kelas VI ?”. Berdasarkan arti-arti ini, kemudian Kamus Besar Bahasa Indonesia itu mengartikan pengajaran sebagai “proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan”.

c. Pembelajaran

Menurut Sudjana (Sugihartono, 2013:80), pembelajaran merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar.

d. Belajar

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini bahwa berarti berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Menurut Hintzman dalam Syah (2013: 88) dalam bukunya The Psychology of Learningand Memory berpendapat “Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme.


(30)

10

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi belajar sebagai berikut. Belajar adalah sebagai tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses belajar yang dialami siswa.

2. Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional (UU RI Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 3). Dalam pembahasan ini, sistem pendidikan nasional adalah makro sistem pendidikan. Pendidikan sebagai sistem berarti memiliki komponen-komponen tertentu yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan (pembelajaran). Komponen-komponen penting untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam pendidikan, antara lain tujuan pendidikan, peserta didik, pendidik, kurikulum, metode pembelajaran, dan lingkungan.

a. Tujuan Pendidikan

Tujuan Pendidikan Nasional di Negara Indonesia adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan Nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta


(31)

11

berorientasi masa depan. Iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya belajar dikalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan prilaku yang kreatif, inovatif, dan keinginan untuk maju (GBHN dalam Ahmadi, 2014: 48).

Menurut Johan Amos Comenius dalam Ahmadi (2014: 45), tujuan pendidikan adalah untuk membuat persiapan yang berguna di akhirat nanti. Sepanjang hidup manusia merupakan proses penyiapan diri untuk kehidupan di akhirat. Dunia ini adalah buku yang paling besar dan paling lengkap yang tidak akan habis dikaji untuk dipahami dan diambil manfaatnya sepanjang hayat (Tirtarhardja dalam Ahmadi, 2014: 43).

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi tujuan pendidikan sebagai berikut. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan segala potensi bawaan manusia secara integral, simultan, dan berkelanjutan agar manusia mampu melaksanakan tugas dan kewajiban dalam kehidupan guna mencapai kebahagiaan di masa sekarang dan masa mendatang.

b. Peserta Didik

Menurut Tirtarhardja & La Solo dalam Ahmadi (2014: 63), peserta didik adalah seseorang yang ingin belajar atau memperoleh pendidikan. Peserta didik adalah seseorang yang memiliki hak untuk memperoleh layanan pendidikan dari pemerintah atau masyarakat luas sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.


(32)

12

c. Pendidik

Pendidik ialah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan peserta didik. Pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan peserta didik adalah guru disekolah, orang tua, dan masyarakat. Pendidik utama dalam konteks rumah tangga adalah orang tua, sedangkan dalam konteks pendidikan di sekolah menjadi tanggung jawab utama guru. Menurut Umar Tirtarahardja dan La Sulo dalam Siswoyo (2011: 128), pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik.

Penyebutan nama pendidik di beberapa tempat memiliki sebutan yang berbeda. Pendidik di lingkungan keluarga adalah orang tua dari anak-anak yang biasanya menyebut dengan sebutan ayah-ibu atau papa-mama. Pada lingkungan pesantren biasanya disebut dengan sebutan ustadz/kiai. Pada lingkungan pendidikan di masyarakat penyebutan pendidik dengan istilah tutor, fasilitator, atau instruktur. Pada lingkungan sekolah biasanya disebut dengan guru. Guru adalah pendidik yang berada dilingkungan sekolah.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi pendidik sebagai berikut. Pendidik adalah sosok yang memiliki kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik untuk menentukan keberhasilan pendidikan dan pembelajaran dalam proses keberlangsungan.

d. Kurikulum

Menurut Umar Hamalik dalam Ahmadi (2014: 68), kurikulum merupakan suatu alat yang sangat penting dalam merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan


(33)

13

sekolah. Dalam arti luas, kurikulum dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun luar sekolah. Menurut Rusly Ahmad dalam Ahmadi (2014: 68), kurikulum adalah seperangkat pengalaman yang mempunyai art dan terarah untuk mencapai tujuan tertentu dibawah pengawasan sekolah. Pendapat lain mengatakan bahwa kurikulum merupakan pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan (Idi dalam Ahmadi, 2014: 68).

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi kurikulum sebagai berikut. Kurikulum adalah pedoman mendasar yang sangat penting sebagai suatu yang dapat mempengaruhi siswa untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah.

e. Metode Pembelajaran

Menurut Darwyn Syah dalam Ahmadi (2014: 73), Metode mengajar merupakan cara-cara yang digunakan guru untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dalam mencapai tujuan. Menurut Nana Sudjana dalam Ahmadi (2014: 73), Metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi metode pembelajaran sebagai berikut. Metode pembelajaran merupakan komponen dalam pembelajaran yang digunakan guru untuk menyampaikan bahan pelajaran pada saat berlangsungnya proses pengajaran.

Fungsi metode pembelajaran adalah: 1) metode sebagai alat motivasi ekstrinsik, 2) metode sebagai strategi pengajaran, 3) metode pembelajaran sebagai


(34)

14

alat untuk mencapai tujuan (Djamarah dan Zain dalam Ahmadi, 2014: 73). Ada beberapa jenis metode yang digunakan dalam proses pembelajaran, antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, dan metode diskusi.

1) Metode Ceramah

Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara aktif (Darwin Syah dalam Ahmadi, 2014: 74). Menurut Sudjana dalam Ahmadi (2014: 74), metode ceramah adalah penuturan bahan pelajaran secara lisan. Dalam metode ceramah, guru lebih berperan dalam proses pembelajaran dengan alur komunikasi satu arah (monolog).

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi metode ceramah sebagai berikut. Metode ceramah merupakan metode belajar yang berpusat pada guru (teacher-centered) dengan penyampaian materi secara lisan. 2) Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab merupakan cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa tetapi dapat pula dari siswa kepada guru. Penggunaan metode ini mengembangkan keterampilan

mengamati, menginterpretasi, mengklasifikasi, membuat kesimpulan,

menerapkan, dan mengkomunikasikan. Penggunaan metode ini bertujuan untuk memotivasi anak mengajukan pertanyaan selama proses pembelajaran (Djamarah dalam Ahmadi, 2014: 75).


(35)

15

3) Metode Diskusi

Metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving) (Syah dalam Ahmadi, 2014: 76). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation).

f. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan pendidikan disebut dalam kelompok jalur, jenjang, dan jenis pendidikan (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003). Penjelasan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai berikut.

1) Jalur Pendidikan

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 1 ayat 11). Sistem yang ada pada lembaga ini sangat terpengaruh oleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 1 ayat 13). Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 26 ayat 1). Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan


(36)

16

pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 26 ayat 2).

2) Jenjang Pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan bedasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 1 ayat 8). Jenjang pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

3) Jenis Pendidikan

Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 1 ayat 9). Jenis pendidikan di Indonesia mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademi, profesi, vokasional, keagamaan, dan khusus (UU RI Nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003 pasal 1 ayat 15).

C. Tinjauan Tentang Pendidikan Pesantren 1. Sejarah Singkat Berdirinya Pesantren

Menurut Ahmadi (2014: 146-147), ada dua versi pendapat mengenai asal-usul dan latar belakang berdirinya pesantren di Indonesia. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa pesantren berakar pada tradisi Islam, yaitu tarekat. Pesantren


(37)

17

mempunyai kaitan yang erat dengan tempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi. Pendapat ini berdasarkan fatwa bahwa penyiaran Islam di Indonesia pada awalnya lebih banyak dikenal dalam bentuk kegiatan tarekat. Hal ini ditandai oleh terbentuknya kelompok organisasi tarekat yang melaksanakan amalan-amalan dzikir dan wirid tertentu. Pemimpin tarekat yang disebut kiai itu mewajibkan pengikutnya untuk melaksanakan suluk, selama empat puluh hari dalam satu tahun dengan cara tinggal bersama, sesama anggota tarekat dalam sebuah masjid untuk melaksanakan ibadah-ibadah di bawah bimbingan kiai. Untuk keperluan suluk ini, para kiai menyediakan ruangan khusus untuk penginapan dan mengajarkan amalan-amalan tarekat, para pengikut juga diajarkan agama dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Aktivitas yang dilakukan oleh pengikut-pengikut tarekat ini kemudian dinamakan pengajian. Dalam perkembangan selanjutnya, lembaga pengajian tumbuh dan berkembang menjadi lembaga pesantren.

Pendapat yang kedua adalah pesantren yang kita kenal sekarang ini pada mulanya merupakan pengambil-alihan dari sistem pesantren yang diadakan oleh orang-orang Hindu di Nusantara. Kesimpulan ini berdasarkan fakta bahwa jauh sebelum datangnya Islam ke Indonesia lembaga pesantren sudah ada di negeri ini. Pendirian pesantren pada masa itu dimaksudkan sebagai tempat mengajarkan agama Hindu dan tempat membina kader. Anggapan lain mempercayai bahwa pesantren bukan berasal dari tradisi Islam. Alasannya adalah tidak ditemukannya lembaga pesantren di negara-negara Islam lainnya, sementara lembaga yang


(38)

18

serupa dengan pesantren banyak ditemukan dalam masyarakat Hindu dan Budha, seperti di India, Myanmar, dan Thailand.

Pesantren di Indonesia baru diketahui keberadaan dan perkembangannya setelah abad ke-16. Pesantren-pesantren besar yang mengajarkan berbagai kitab Islam klasik dalam bidang fiqih, teologi, dan tasawuf. Pesantren ini kemudian menjadi pusat penyiaran Islam, seperti Syamsul Huda di Jembrana (Bali), Tebu Ireng di Jombang, Al Kariyah di Banten, Tengku Haji Hasan di Aceh, Tanjung Singgayang di Medan, Nahdatul Watan di Lombok, Asadiyah di Wajo (Sulawesi), Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjar di Matapawa (Kalimantan Selatan), dan banyak lainnya. Walaupun tiap pesantren mempunyai ciri yang khas, terdapat lima prinsip dasar pendidikannya yang tetap sama, yaitu (1) Adanya hubungan yang akrab antara santri dan kiai. (2) Santri taat dan patuh kepada kiai karena kebijaksanaan yang dimiliki oleh kiai. (3) Santri hidup secara mandiri dan sederhana. (4) Adanya semangat gotong royong dalam suasana penuh persaudaraan. (5) para santri terlatih hidup berdisiplin dan tirakat.

2. Pesantren

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang telah lama berdiri dan berkembang di Indonesia. Pesantren menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasi), memberikan ilmu pengetahuan umum dan agama dan juga memberikan keterampilan umum. Pendidikan pesantren dapat dikatakan sebagai modal sosial bagi guru di Indonesia. Karena pendidikan pesantren yang berkembang sampai saat ini dengan berbagai ragam modelnya senantiasa selaras dengan jiwa, semangat, dan kepribadian bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.


(39)

19

Maka dari itu, perkembangan dan pengembangan pendidikan pesantren akan memperkuat karakter sosial dan sistem pendidikan nasional yang turut membantu melahirkan sumber daya manusia Indonesia yang memiliki keandalan penguasaan pengetahuan dan kecakapan teknologi yang senantiasa dijiwai nilai-nilai luhur keagamaan. Pada akhirnya, sumber daya manusia yang dilahirkan dari pendidikan pesantren ini secara ideal dan praktis dapat berperan dalam setiap proses sosial menuju terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat bangsa yang paripurna (Suparta & Haedari dalam Ahmadi, 2014: 146).

Secara umum, lulusan pesantren memiliki akhlak yang mulia (akhlakul karimah). Hal ini karena sejak awal, pembinaan akhlak sangat dikedepankan terutama dalam hal sopan santun, bertingkah laku dan cara berbicara antara kiai dan santri dan antarsesama santri, yang berdampak pada sopan santun santri dengan orang tua dan masyarakat. Pendidikan pesantren semakin dibutuhkan masyarakat karena dianggap mampu membina moral dan etika bangsa.

3. Bentuk-Bentuk Pesantren

Menurut Ahmadi (2014: 148), Pesantren berkembang dimasyarakat, ada beberapa macam bentuk pesantren salafi, pesantren khalafi, pesantren kilat, dan pesantren integrasi.

a. Pesantren salafi, yaitu pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik dan tanpa diberikan pengetahuan umum.

b. Pesantren khalafi, yaitu pesantren yang menerapkan sistem pembelajaran klasikal (madrasi), memberikan ilmu pengetahuan umum, agama, dan keterampilan umum.


(40)

20

c. Pesantren kilat, yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu yang relatif singkat, dan biasanya dilaksanakan pada waktu liburan sekolah.

d. Pesantren terintegrasi, yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vokasional atau kejujuran, sebagaimana balai pelatihan kerja, dengan program yang terintegrasi.

4. Unsur-Unsur Pesantren

Menurut Ahmadi (2014: 149), Ada beberapa unsur-unsur pokok dalam pesantren, antara lain pondok, masjid, kiai, santri, dan kitab klasik (kitab kuning). Unsur-unsur tersebut akan dijelaskan secara singkat dalam uraian berikut.

a. Pondok

Menurut Dhofier (dalam Ahmadi, 2014: 149), Istilah pondok dalam dunia konteks dunia pesantren berasal dari pengertian asrama bagi para santri. Para santri tinggal dalam pondok yang biasanya menyatu dengan tempat kegiatan pembelajaran di pesantren.

b. Masjid

Masjid merupakan rumah atau bangunan tempat bersembahyang orang Islam. Menurut Dhofier dalam Ahmadi (2014: 151), masjid menjadi elemen yang tidak terpisahkan dari pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik sembahyang lima waktu, khutbah dan sembahyang Jum’at dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.


(41)

21

c. Kiai

Menurut Ahmadi (2014: 150), umumnya Kiai adalah sebagai pendiri pengelola, dan pemimpin pesantren. Kiai juga sebagai pengajar yang menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan kitab klasik yang juga dikenal sebagai kitab kuning.

d. Santri

Menurut Ahmadi (2014: 151), Santri adalah warga masyarakat, biasanya kaum muda yang mendaftar untuk menjadi warga pesantren dan bermaksud untuk mengikuti pembelajaran dipesantren.

e. Kitab Klasik

Menurut Ahmadi (2014: 152), pedoman yang digunakan dipesantren disebut sebagai kitab kuning atau disebut sebagai kitab klasik atau disebut kitab kuning.

5. Sistem Pendidikan Pesantren

Pendidikan pesantren termasuk pendidikan nonformal sehingga sistem pendidikan yang berlangsung didalamnya sesuai dengan karakteristik pendidikan nonformal. Menurut Dhofier dalam Ahmadi (2014: 154), pendidikan pesantren memilki dua sistem pengajaran, yaitu sistem sorongan (sistem individual) dan sistem bandongan atau wetonan (kolektif). Kata sistem yang dikemukakan oleh Dhofier tersebut lebih menunjuk pada istilah metode pembelajaran dan beberapa orang lain juga menyebut metode sorongan dan metode bandongan.


(42)

22

a. Metode Sorongan

Metode sorongan merupakan kegiatan pembelajaran bagi para santri yang lebih menitikberatkan pada pengembangan kemampuan perseorangan (individu), dibawah bimbingan seorang ustadz atau kyai (Hakim dalam dalam Ahmadi, 2014: 154).

b. Metode Bandongan

Metode bandongan adalah metode lain yang digunakan juga dalam pesantren. Metode bandongan disebut juga dengan istilah metode wetonan (Hakim dalam Ahmadi, 2014: 155). Metode bandongan ini biasanya dilakukan untuk pembelajaran para santrinya yang termasuk tingkat lanjutan dan tinggi, bukan untuk santri pemula. Titik tekan pada metode bandongan ini adalah pembelajaran dilakukan secara kolektif dan duduk melingkar di suatu tempat di dalam pesantren (langgar, mushola, atau masjid).

6. Pesantren Modern

Pesantren sekarang ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan tradisonal sering disebut sistem salafi (pesantren salaf), yaitu sistem yang tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning) sebagai inti pendidikan di pesantren. Pondok pesantren modern merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara penuh sistem tradisional dan sistem sekolah formal (seperti madrasah). Pada pesantren modern ini, sistem sekolahnya terdapat ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik. Dengan


(43)

23

demikian, pesantren modern merupakan pendidikan pesantren yang diperbarui pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah (Hikam dalam Ahmadi, 2014: 156).

Kehadiran pesantren modern merupakan tuntunan masyarakat baru sesuai dengan perubahan dan kemajuan yang berkembang di masyarakat. Kalangan ilmuan dan masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas mulai berminat memasukkan anak-anaknya ke pesantren, tetapi pilihan mereka adalah pesantren modern. Pesantren modern telah memiliki kurikulum yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan pendidikan masyarakat. Oleh sebab itu, pesantren modern akan mampu berkembang jika senantiasa ada pengembangan kurikulum sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan kaum muda masa kini.

7. Model Pendidikan Pesantren

Model pendidikan di pondok pesantren modern yakni proses belajarnya mengajarnya diadakan secara klasikal, seminari-seminari, tutorial, bahkan moving class. Proses pendidikannya dilaksanakan secara demokratis, dialogis dan akdemis. Pengelolaannya, dijalankan secara sistematik, teratur dan transparan. (Hakim dalam dalam Ahmadi, 2014: 156).

B. Tinjauan Tentang Seni Rupa 1. Pengertian Seni Rupa

Seni rupa adalah cabang seni yang membentuk karya seni (benda) dengan media yang bisa ditangkap mata dan dirasakan dengan rabaan. Kesan ini diciptakan dengan mengolah konsep titik, garis, bidang, bentuk, volume, warna,


(44)

24

tekstur, dan pencahayaan dengan acuan estetika. Seni rupa terbagi menjadi menjadi dua bagian yakni seni rupa murni dan seni rupa terapan.

2. Unsur-Unsur Seni Rupa

Suatu bentuk karya seni rupa secara keseluruhan terdiri dari unsur-unsur. Unsur-unsur tersebut mempunyai peranan yang berbeda satu dengan yang lain. Mengenai hal ini, Maruto (2014: 29) menyebutkan unsur-unsur seni rupa yang terdiri dari garis, bentuk, warna, volume (massa), gelap-terang, dan tekstur. Ada beberapa unsur yang menjadi dasar terbentuknya wujud karya seni rupa, sebagai berikut.

a. Garis

Garis merupakan coretan panjang (lurus, bengkok, atau lengkung). Garis juga dapat berupa tepi suatu bidang datar, sumbu atau arah dari suatu bentuk (shape), sebagai kontur atau garis lurus suatu benda. Garis dapat bersifat rata dan tebal-tipis, garis juga memiliki kemampuan mengungkapkan gerak, perasaan, kepribadian, nilai, dan aneka makna melalui ungkapan-ungkapan grafis. Termasuk ilusi visual (plastisitas, kedalaman, keruangan, dan kejauhan, serta tekstur) (Maruto, 2014: 29).

Menurut Susanto (2012: 148), garis memiliki dua pengertian dan asal muasal, sebagai berikut.

1) Perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar dan sama besar. Garis memiliki dimensi memanjang dan punya arah, bisa pendek, panjang, halus, tebal, berombak, melengkung, lurus, dan lain-lain.


(45)

25

2) Dalam seni lukis, garis dapat pula dibentuk dari perpaduan antara dua warna. Sedang dalam seni tiga dimensi garis dapat dibentuk karena lengkungan, sudut yang memanjang maupun perpaduan teknik dan bahan-bahan lainnya.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi garis sebagai berikut. Garis merupakan coretan panjang yang memiliki dimensi panjang, pendek, halus, tebal, berombak, melengkung, dan lurus.

b. Bentuk

Bentuk merupakan bidang yang memiliki batas tertentu, dalam artian shape bentuk mempunyai dimensi panjang dan lebar. Sementara itu, bentuk dalam artian form mengarah pada tiga dimensi yang memiliki volume (massa). Bentuk atau bangun dapat ditinjau sebagai ekspresi atau kepribadian, seperti kaku, lemas, tegas, figur-samar, terang, dinamis, dan aneh (Maruto, 2014: 29). Menurut Susanto (2012: 55), bentuk dalam seni rupa tiga dimensi, bentuk dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu (1) Bangun, gambaran. (2) Rupa, wujud. (3) Sistem, susunan.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi bentuk sebagai berikut. Bentuk merupakan bidang yang memiliki batas tertentu yang membentuk sebuah ruang semu bisa berbentuk bangun, figur atau non figur. c. Ruang

Menurut Susanto (2012: 338), Ruang merupakan istilah yang dikaitkan dengan bidang dan keluasan, yang kemudian muncul istilah dwimatra dan trimatra. Dalam seni rupa orang sering mengaitkan ruang adalah bidang yang


(46)

26

memiliki batas atau limit, walaupun kadang-kadang ruang bersifat tidak terbatas dan tidak terjamah. Ruang juga dapat diartikan secara fisik adalah rongga yang terbatas maupun yang tidak terbatas. Sehingga pada suatu waktu, dalam hal berkarya seni, ruang tidak lagi dianggap memiliki batas secara fisik

d. Warna

Warna adalah kesan yang diperoleh mata dan cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang dikenainya. Warna memiliki peran yang penting dalam seni rupa, karena dengan warna dapat mengungkapkan berbagai maksud dan tujuan yang diinginkan seseorang, sehingga apa yang diinginkan dan dipikirkan terwakili oleh warna tersebut (Maruto, 2014: 29). Menurut Susanto (2012: 433), Warna didefinisikan sebagai getaran atau gelombang yang diterima indera penglihatan manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui sebuah benda.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi warna sebagai berikut. Warna merupakan kesan yang diperoleh dari pantulan cahaya melalui suatu benda.

e. Gelap Terang

Gelap-terang merupakan pemberian kesan-kesan tiga dimensi pada bentuk-bentuk yang akan ditampilkan. Gelap-terang adalah perbedaan yang berkaitan dengan sinar atau cahaya. Unsur ini dapat ditampilkan secara kontras atau menyolok, atau sebaliknya dengan peralihan gradual (gradasi). Manipulasi gelap terang dapat memberi kesan soliditas, jarak, tekstur, dan bentuk (Maruto, 2014: 29).


(47)

27

Gelap terang terjadi karena adanya perbedaan intensitas cahaya yang diterima oleh suatu objek. Suatu gambar akan terbentuk karena adanya gelap terang. Gelap terang menimbulkan kesan tekstur dan kedalaman.

3. Prinsip-Prinsip Seni Rupa a. Kesatuan (Unity)

Menurut Susanto (2012: 49), unity (Ing.) merupakan salah satu pedoman berkarya seni. Unity merupakan kesatuan yang diciptakan lewat sub-azas dominasi dan subordinasi (yang utama dan kurang utama) dan koheren dalam suatu komposisi karya seni. Dominasi diupayakan lewat ukuran, warna dan tempat serta konvergensi dan perbedaan atau pengecualian. Koheren menurut E.B Feldman sepadan dengan organic unity, yang bertumpu pada kedekatan/letak yang berdekatan dalam membuat kesatuan.

Menurut Fauzi dan Mulyadi (2013: 12), kesatuan merupakan paduan unsur-unsur rupa antara unsur satu dengan yang lain saling menunjukan adanya hubungan atau keterkaitan, dengan kata lain tidak terpisah-pisah atau berdiri sendiri. Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi kesatuan sebagai berikut. Kesatuan merupakan perpaduan unsur-unsur dalam seni rupa yang saling berkaitan dan tidak ada yang berdiri sendiri.

b. Keseimbangan (Balance)

Menurut Susanto (2012: 46), Keseimbangan atau balance (Ing.) merupakan persesuaian materi-materi dari kurikulum berat dan memberi tekanan pada stabilitas suatu komposisi karya seni. Balance dikelompokkan menjadi


(48)

28

hidden balance (keseimbangan tertutup), symmetrical balance (keseimbangan simetris), asymmetrical balance (keseimbangan asimetris), balance by contrast (perbedaan atau adanya oposisi). Menurut Fauzi dan Mulyadi (2013: 13), keseimbangan merupakan perinsip pengaturan unsur rupa dengan memperhatikan bobot visual yang tidak berat sebelah atau timpang.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi keseimbangan sebagai berikut. Keseimbangan merupakan kesamaan bobot pada suatu komposisi karya.

c. Proporsi

Menurut Susanto (2012: 49), Proporsi adalah hubungan ukuran antar bagian dari bagian, serta bagian dari kesatuan/keseluruhannya. Proporsi yang berhubungan erat dengan balance (keseimbangan), rhythm (irama, harmoni), dan unity. Proporsi dipakai pula sebagai salah satu pertimbangan untuk mengukur dan menilai keindahan dalam suatu karya seni.

d. Irama

Menurut Susanto (2012: 334), Rhythm atau irama (ritme), irama dalam seni rupa menyangkut persoalan warna, komposisi, garis, maupun lainnya. Menurut E.B. Feldman dalam Susanto (2012: 334), Rhythm atau ritme adalah urutan atau perulangan yang teratur dari sebuah elemen atau unsur-unsur dalam karya lainnya. Rhythm terdiri dari bermacam-macam jenis, seperti repetitive, alternative, progresif, dan flowing (ritme yang memperlihatkan gerak berkelanjutan). Menurut Fauzi dan Mulyadi (2013: 14), irama merupakan


(49)

29

pengulangan unsur-unsur rupa dalam sebuah tatanan dan akan menimbulkan kesan gerak bagi orang yang melihatnya.

Dari beberapa definisi di atas, peneliti merumuskan definisi irama sebagai berikut. Irama merupakan pengulangan unsur-unsur rupa dengan penataan tertentu.

e. Harmoni (Keselarasan)

Menurut Susanto (2012: 175), Harmoni merupakan tatanan atau proporsi yang dianggap seimbang dan memiliki keserasian. Juga merujuk pada pemberdayagunaan ide-ide dan potensi-potensi bahan dan teknik tertentu dengan berpedoman pada aturan-aturan ideal.

f. Dominasi (Penekanan)

Menurut Susanto (2012: 109), merupakan bagian dari satu komposisi yang ditekankan, telah menjadi beban visual terbesar, paling utama, tangguh, atau mempunyai banyak pengaruh. Sebuah warna tertentu dapat menjadi dominan dan demikian juga suatu objek, garis, bentuk, atau tekstur.

C. Tinjauan Tentang Kaligrafi Al-Qur’an 1. Pengertian Kaligrafi

Menurut Susanto (2012: 210) Kaligrafi dari kalios “Indah” dan graph “tulisan” yang berarti seni tulis indah. Bahasa Arab sendiri menyebutnya dengan khat. Jadi kaligrafi adalah tulisan yang indah, atau aksara yang sudah dibentuk dan dimasuki unsur keindahan. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa


(50)

30

Indonesia. Kaligrafi berarti seni menulis indah dengan pena. Definisi kaligrafi yang lebih lengkap dikemukakan oleh Syeikh Syamsuddin Al-Akfani dalam Syaharuddin (2001: 8) memberikan penjelasan mengenai ini. Khat/kaligrafi adalah suatu ilmu yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf tunggal, letak-letaknya, dan cara-cara merangkainya menjadi sebuah tulisan yang tersusun. Atau apa-apa yang ditulis di atas garis-garis; bagaimana cara menulisnya dan menentukan mana yang tidak perlu ditulis; menggubah ejaan yang perlu digubah dan menentukan cara bagaimana untuk menggubahnya.

Kaligrafi memiliki dua aspek pokok, yaitu tulisan dan seni. Substansi materi kaligrafi adalah tulisan, yang mengarah pada pengungkapan bahasa secara visual dalam menyampaikan pesan dan informasi. Sementara aspek seni dalam kaligrafi memberi pemaknaan dalam tingkat ekspresi, yakni bisa berupa konsep mengenai keseimbangan, komposisi, proporsi, pencahayaan, dan warna. Dengan demikian, kaligrafi adalah tulisan yang dirangkai dengan nilai estetika yang bersumber pada pikiran/ide dan diwujudkan dengan benda materi (alat tulis) yang diikat aturan tertentu.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Kaligrafi Arab

Huruf-huruf yang lazim digunakan menulis naskah-naskah, visualisasi ide diberbagai Negara dewasa ini, seperti huruf Latin, India, Tiongkok, dan lain-lain. Pada mulanya merupakan tanda-tanda yang sangat sederhana, yang telah ditemukan, disepakati dan digunakan generasi yang paling tua. Kemudian oleh generasi seterusnya disempurnakan dengan proses penambahan dan pengurangan sesuai kebutuhan hingga terwujud bentuk tulisan seperti yang terlihat sekarang.


(51)

31

Demikian pula tulisan Arab sampai dengan yang sekarang kerap disebut kaligrafi Al-Qur’an, telah melalui proses yang panjang dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya hingga mencapai puncak keindahannya.

Selanjutnya, mengenai awal kelahiran tulisan Arab timbul silang pendapat di antara para ahli. Sebagian mereka menganggap tulisan Arab merupakan pecahan dari akar tulisan Suryani. Berdasarkan pada adanya kemiripan bentuk huruf-huruf Arab dengan Suryani. Mereka semua telah menulis banyak inskripsi, mushaf Al-Qur’an dan dekorasi-dekorasi yang mengesankan.

Dalam perkembangannya, kaligrafi tidak hanya dikembangkan sebatas tulisan indah yang berkaidah, tetapi juga mulai dikembangkan kedalam konteks kesenirupaan atau Visual Art. Dalam Susanto (2012: 210) menjelaskan bahwa Perkembangan kaligrafi Arab (khat) tidak bisa lepas dari pengaruh ornamen. Kaligrafi “lukisan” atau lukisan kaligrafi model kaligrafi yang digoreskan sebagai hasil karya lukis, atau coretan kaligrafi yang “dilukis-lukis” sedemikian rupa, biasanya dengan kombinasi warna beragam, bebas dan umumnya tanpa mau terkait rumus-rumus baku yang ditentukan. 1) Kaligrafi lukisan sering lebih mengetengahkan gairah individu seniman, karena dirasa lebih bebas untuk diolah. Pada titik akhir, dalam seni jenis ini kadang wujud kaligrafi justru tidak lagi memiliki makna atau arti sebagaimana aturannya, lihat saja seni kaligrafi abstrak, dimana tulisan difungsikan sebagai bentuk bukan artinya. 2) Kaligrafi murni, kaligrafi yang mengikuti pola-pola kaidah yang sudah ditentukan dengan ketat, yakni bentuk yang tetap pada rumus-rumus dasar kaligrafi (khat) yang baku. Dalam kaligrafi Arab, dapat dibedakan dengan jelas aliran-aliran seperti Naskhi,


(52)

32

Tsulust, Raihani, Diwani, Diwani Jali, Khufi, Riq’ah dan Farisi. 3) kaligrafi kontemporer, merupakan karya-karya seni kaligrafi baru yang sifatnya melakukan “pemberontakan” atas kaidah-kaidah murni kaligrafi klasik.

Perkembangan sangat pesat menjejali aneka media dalam bentuk-bentuk kategori. Perkembangan lain dalam dari kaligrafi di Indonesia adalah dimasukkan seni kaligrafi ini menjadi salah satu cabang yang dilombakan dalam event MTQ. Pada event MTQ, terdiri dari beberapa pembagian cabang bidang perlombaan. Salah satunya adalah cabang Musabaqah Khaththil Qur’an (MKQ). Pembagian golongan Musabaqah Khaththil Qur’an (MKQ), sebagai berikut.

a. Khaththil Golongan Naskah

Gambar 1: Kaligrafi Naskah


(53)

33

b. Khaththil Golongan Hiasan Mushaf

Gambar 2: Kaligrafi Hiasan Mushaf (Sumber : Karya Purwanto, Dokumentasi Pesantren PSKQ ) c. Khaththil Golongan Dekorasi

Gambar 3: Kaligrafi Dekorasi

(Sumber : Karya Sakban Yadi , MTQ Mahasiswa Tingkat Nasional di Padang, Sumatra Barat Tahun 2013)


(54)

34

Gambar 4: Kaligrafi Kontemporer

(Sumber : Karya Ambar Maisaroh, MTQ Tingkat Provinsi di Riau Tahun 2014) 3. Kaidah Penulisan Kaligrafi

Penulisan kaligrafi Al-Qur’an terikat aturan-aturan tertentu atau kaidah baku. Yang dimaksud kaidah baku di sini adalah ketentuan-ketentuan yang mengarahkan peneliti dalam berusaha menyelenggarakan penyampaian pengertian melalui tulisan, agar supaya mencapai efektivitas yang optimal baik dilihat dari segi keindahan maupun keterbacaannya. Kedua segi ini (keterbacaan dan keindahan) selalu dikontrol dengan kaidah imla’iyah dan kaidah khattiyah.

a. Kaidah Imla’iyah

Kaidah imla’iyah adalah tatacara menulis huruf Arab yang betul, tekanannya adalah untuk menjaga, supaya tulisan dalam posisinya tepat sesuai dengan makna-makna yang dikandungnya. Dalam penelitian sin, misalnya dibutuhkan tidak kurang dan tidak lebih dari tiga gigi atau nibrah. Suatu kesalahan fatal, bahkan mencapai ekses dosa, misalnya jika tertulis rajim pada


(55)

35

kalimat yang seharusnya ditulis rahim dalam Bismillah al-rahman al-rahim. Sebaliknya, akibat kealpaan menorehkan titik, kata rajim pada ta’awudz sehingga tertulis rahim.

Dengan demikian, mungkin sebagai alat control khattat dan pelukis kaligrafi dianjurkan menguasai bahasa Arab dan “diwajibkan” berhati-hati ketika akan dan sedang menulis ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi garapan tulisannya agar terhindar dari kesalahan fatal yang mengakibatkan perubahan makna.

b. Kaidah Khattiyah

Kaidah khattiyah adalah tatacara penulisan indah sesuai rumus-rumus menurut ketetapan-ketetapan yang berlaku pada jenis-jenis khat. Hal ini sangat berkaitan dengan pengertian khat atau kaligrafi itu sendiri seperti yang telah dikemukakan Syeikh Syamsuddin Al-Akfani pada pengertian kaligrafi. Disini ditekankan pada kesempurnaan anatomi huruf, tata letak atau lay out, struktur atau komposisi garis dan ruang, etika penelitian dan pengolahan abjad. Kaidah-kaidah baku penulisan kaligrafi Al-Qur’an yang dijadikan pedoman untuk menghasilkan tulisan yang mengandung nilai estetis yang tinggi dan terlepas dari kesalahan fatal terutama ketika akan menulis ayat-ayat Al-Qur’an.

4. Fungsi Kaligrafi

Keindahan huruf dan struktur kaligrafi menjadikannya sangat berfungsi dalam kehidupan individu maupun sosial. Diantara fungsinya dalam kehidupan individu adalah sebagai berikut:


(56)

36

a. Kaligrafi merupakan salah satu sarana komunikasi dan pendekatan antar manusia, karena besar hubungan tulis-menulis antar mereka dalam segala lapangan kehidupan.

b. Kaligrafi merupakan sarana mencari rezeki, mengingat bahwa ia adalah seni yang berbobot nilai tinggi dengan kedudukan puncak yang pernah dicapai para ahlinya (seperti jabatan Perdana Menteri). Bagi seorang fakir, kaligrafi adalah uang, bagi seorang hartawan, kaligrafi adalah keindahan.

c. Kaligrafi memiliki fungsi khusus bgai para pencintanya yang merasakan kenikmatan ruhani saat mengolah dan menciptakan tulisannya yang diibaratkan dengan telaga dalam.

d. Sebagian apresiator merasakan kenikmatan memandang dan menelaahnya karena adanya unsur-unsur estetis pada huruf-huruf dan harakatnya. Kaligrafi menarik ekspresi, dicintai kalangan tertentu dan umum. Untuk itulah, sebuah karya selalu mendampingi mereka di rumah dan tempat-tempat mereka bekerja, bahkan kemanapun mereka pergi.

Sementara, dalam kehidupan sosial berfungsi sebagai informasi, penghubung masyarakat yang merupakan bagian dari sarana peralihan kebudayaan dan peradaban, digunakan untuk penelitian mushaf Al-Qur’an, buku-buku pelajaran, majalah dan sebagainya.

5. Jenis-Jenis Kaligrafi

Menyimak pertumbuhan dan perkembangannya tidaklah sedikit jenis-jenis kaligrafi yang pernah dikembangkan oleh para kaligrafer pendahulu. Namun, yang


(57)

37

eksist hingga saat ini dan telah dibakukan kaedah penelitiannya hanya beberapa jenis, antara lain:

a. KhatNaskhi

Khat Naskhi yang disebut juga khat Nasakh adalah tulisan yang jelas dan mudah dibaca. Menurut D. Sirojuddin AR. “kata Naskhi adalah diambil dari kata Naskhah atau Naskah. Khat ini merupakan tulisan dasar dan paling banyak digunakan serta mudah dipelajari.

Karakternya nampak secara jelas pada lengkungan-lengkungan yang mirip busur atau berbentuk setengah lingkaran. Sebagian huruf-hurufnya diterakan di atas garis, sebagian yang lainnya menukik melabrak batas-batas garis. Beberapa huruf Naskhi tegak lurus dan sisanya melengkung. Karena kemudahan dan kejelasannya, khat ini banyak digunakan untuk kepentingan-kepentingan penelitian naskah seperti Al-Qur’an, buku-buku ilmiah, surat menyurat dan pada karya-karya lain yang dimaksudkan untuk mudah dibaca.

Contoh khat Naskhi:

Gambar 5: Kaidah-kaidah Khat Naskhi


(58)

38

b. Khat Tsulust

Berbeda dengan khat Naskhi yang ditulis datar dan harus jelas, khat Tsulust justru lebih luwes plastis dan ornamentatif. Tsulust dapat dikombinasikan dengan aneka bidang dan ruang, menempati komposisi yang harmonis dengan rangkaian huruf-hurufnya yang dapat dipanjangkan atau diringkas di ruangan yang lebih sempit dari pada kapasistas bunyi tulisan yaitu dengan sistem penumpukan atau akumulasi.

Khat Tsulust digunakan terutama untuk tujuan-tujuan dekorasi dan penelitian judul-judul/nama kitab. Sesuai dengan karakter hurufnya yang sangat artistik, Tsulust akan lebih berwibawa bila dilengkapai tasykil dan tazyin sehingga tidak ada lagi relung-relung dan ruang kosong yang tidak terisi namun semuanya penuh dan padat dengan hiasan pelengkap yang menambah keindahannya.

Contoh khat Tsulust:

Gambar 6: Karya Khat Tsulust

(Sumber: Avni A.A. El-Nakkas (Iraq) dalam Hashim Mohammad Al-Baghdadi, 1335-1393h./1917-1973m.: 78)


(59)

39

c. Khat Diwani

Alur goresan khat Diwani sangat berbeda dengan Naskhi dan Tsulust. Khat Diwani berkarakter bulat-bulat, miring bersusun-susun, lentur dan bebas. Seringkali, ukuran dan bentuk-bentuk dalam satu kalimat tidak seragam dan penelitiannya sangat tergantung pada kepantasan lay out, kreativitas atau selera penelitinya. Khat ini berkembang pada penghujung abad ke-15 M. dimotori oleh Ibrahim Munif, seorang kaligrafer Turki.Jenis tulisan ini pada mulanya, banyak dipakai sebagai tulisan resmi di kantor-kantor kerajaan Usmani.

Menurut Abdul Karim Husain, “Diwani dalam bahasa Arab berarti antology ataukumpulan tulisan/karangan, khususnya puisi. Dari bentuknya, lanjut Abdul karim, yang melingkar-lingkar dan halus diprediksi bahwa tulisan ini khusus untuk penelitian hal-hal yang sangan berharga.

Contoh khat Diwani:

Gambar 7: Kaidah-kaidah Khat Diwani

(Sumber: Karya Hashim Mohammad Al-Baghdadi dalam Didin Sirojuddin, 2007: 78 )


(60)

40

Gambar 8: Karya Khat Diwani

(Sumber: Jamal M. Afify (Egypt) dalam Hashim Mohammad Al-Baghdadi, 1335-1393h./1917-1973m.: 56)

d. Khat Farisi

Gaya khat ini disebut khat mutaraqis (menari-nari) karena membutuhkan tarian tangan dalam pengolahan huruf-hurufnya. Bisa digoreskan secara cepat untuk anatomi hurufnya yang sangat tipis atau tebal sekali secara berdampingan. Di antara unsur-unsur keelokannya adalah perpindahan goresan dari tipis kepada tebal dengan cara yang menyenangkan tangan saat menggoresnya danmenyenangkan mata saat menyaksikannya. Gaya Farisi selamanya condong ke kanan.

Khat ini juga disebut dengan khat Ta’liq adalah salah satu gaya dari khat Arab klasik, tidak bersyakal dan bertazyin. Sesuai dengan namanya, Farisi dikembangkan dan banyak digunakan di Persia (Iran). Style ini mengutamakan


(61)

41

unsur permainan garis dengan sangat kuat. Terkadang tergores tebal, di saat lain tipis. Adanya ketidakseragaman goresan, menimbulkan kekontrasan yang menonjol pada sambungan huruf-hurufnya. Hal demikian menyeretnya kepada perbedaan yang sangat tajam dengan gaya-gaya khat lainnya. Namun, di sinilah letak keistimewaannya.

Khat Farisi banyak digunakan sebagi ornamen eksterior masjid-masjid di Iran, cover buku, di samping kegunaan-kegunaan praktis lain. Selain di Persia, khat ini banyak pula dipakai di Pakistan dan di India dalam kegiatan sehari-hari, seperti surat menyurat dan mengarang.

Contoh khat Farisi:

Gambar 9: Kaidah-Kaidah Khat Farisi

(Sumber: Karya Hashim Mohammad Al-Baghdadi dalam Didin Sirojuddin, 2007: 325)


(62)

42

Gambar 10: Karya Khat Farisi

(Sumber: Mehdi Foorozandh (Iraq) dalam Hashim Mohammad Al-Baghdadi, 1335-1393h./1917-1973m.: 36)

e. Khat Riq’ah

Jenis khat Riq’ah yang disebut juga khat Riq’ie adalah tulisan Arab yang dapat ditulis dengan cepat. Gaya ini banyak dipakai untuk tulisan tangan biasa yang bersifat sangat praktis dan dianggap paling sederhana karena tidak banyak memiliki lekukan serta digunakan oleh kalangan yang harus menulis cepat. Karakter khat Riq’ah ini huruf-hurunya kaku, tegak lurus, menukik, vertikal, miring, dan beberapa bagiannya cekung.


(63)

43

Huruf-huruf ini mengambil lokasi (selalu) di atas garis. Maka, bagian-bagian huruf ini saling bermiripan. Dengan karakter-karakter ini, pemilihan unsur-unsur yang berdekatan untuk menerangkan perbedaan-perbedaannya menjadi mudah dan sempurna.

Contoh khat Riq’ah:

Gambar 11: Kaidah-Kaidah Khat Riq’ah

(Sumber: Karya Misbahul Munir, 1994: 78 ) f. Khat Kufy

Gaya kaligrafi paling tua ini sejak semula sering digunakan untuk ornamen arsitektur, kadang-kadang dengan tambahan hiasan floral atau dedaunan (foliated kufie). Berbentuk baku, banyak memiliki sudut dan siku-siku atau persegi yang menyolok, mengandung sapuan-sapuan garis vertikal pendek dan garis horizontal yang memanjang. Nama kufy disandarkan pada negeri Kufah yang saat itu baru lahir dan menuju masa kejayaannya. Sedangkan puncak pengolahannya terjadi sekitar masa kaligrafer Qutbah al-Muharrir. Khat ini banyak digunakan untuk


(64)

44

hiasan dinding masjid, gapura, menara, kubah, dalam bentuk relief atau ukiran timbul.

Contoh khat Kufy:

Gambar 12: Kaidah-Kaidah Khat Kufy

(Sumber: Karya Muhammad Abdul Kadir Abdullah (Mesir) dalam Sirojuddin AR, 2001: 122)

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Penggunaan hasil penelitian maupun kajian yang relevan ini ialah sebagai referensi atau mengantisipasi terjadinya sebuah penelitian yang sama. Hasil penelitian maupun kajian yang sering menjadi rujukan biasanya berupa buku, majalah, jurnal-jurnal, skripsi ataupun tesis. Hasil penelitian maupun kajian yang digunakan dalam penelitian ini berupa skripsi dan tesis.

Hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti dalam konteks ini yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Lia Sulfiza (2011) dengan


(65)

45

judul “Pendidikan Seni Kaligrafi di Pesantren Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) Sukabumi, Jawa Barat”. Penelitian ini berupa skripsi di Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan, Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, yang menghasilkan temuan dan kesimpulan sebagai berikut: (1) Konsep pendidikan di pesantren Lemka berpusat pada mata pelajaran dan peserta didik yang disebut organisasi kurikulum ecletic programe. (2) Proses pembelajaran di pesantren Lemka memiliki beberapa tahapan: (a) Perencanaan pembelajarannya berupa agenda-agenda, yang memuat lima unit mata pelajaran dan delapan unit kegiatan diklat yang paling berkorelasi. Unit mata pelajaran yang dimaksud, mencakup seni kaligrafi murni, seni kaligrafi kontemporer, seni kaligrafi Islam, kitab-kitab, dan kewirausahaan, sedangkan unit kegiatan diklat, mencakup sorongan, bedah karya, belajar mandiri, teaching simulation, kreasi santri, extravaganza, qiyamullail, dan yasinan ; (b) Pelaksanaan pembelajarannya dilaksanakan santri melalui bimbingan langsung dengan pendidik dan belajar secara individual, baik dikelas maupun diluar kelas; (c) Prosedur penilaiannya mencakup penilaian proses dan penilaian hasil pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran hanya dilaksanakan pada unit mata pelajaran seni kaligrafi murni dan seni kaligrafi kontemporer, sedangkan penelitian hasil pembelajarannya hanya dilaksanakan pada unit mata pelajaran seni kaligrafi murni; (d) Pengawasan pembelajarannya dilakukan oleh pemimpin pesantren dan ketua diklat. (3) Faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran di pesantren Lemka adalah: (a) Faktor pendukungnya yaitu, pengelolaan institusional pesantren Lemka ditangani oleh tenaga ahli dibidang


(66)

46

kaligrafi; para santri memiliki minat dan bakat yang besar dibidang kaligrafi; dan secara geografis lokasi pesantren berada dikawasan yang strategis; (b) Faktor penghambatnya yaitu, implementasi kurikulum belum terstruktur dengan baik; sistematika penilaian pembelajarannya belum terorganisir dengan baik; dan sarana dan prasarana pesantren Lemka kurang memadai.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Sudaryato (2007) dengan judul “Model Pembelajaran Kerajinan Batik bagi santri di Pondok Pesantren Al-Muna, Giriloyo, Wukirsari, Imogiri, Bantul”. Penelitian ini berupa skripsi di Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan, Jurusan Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta, yang hasilnya menunjukkan bahwa: (1) Batik merupakan keterampilan yang ditawarkan sebagai pelajaran tambahan yang dilaksanakan pada waktu luang; (2) Keterampilan batik menjadi pelajaran life skill atau kecakapan hidup yang bertujuan sebagai bekal bagi santri ketika masih berada di pesantren dan setelah keluar dari pesantren, sehingga santri tidak hanya mampu dalam bidang agama saja, tetapi juga memiliki keterampilan. Penelitian tersebut lebih terfokus pada pelaksanaan pendidikan batik sebagai pelajaran tambahan di pesantren Al-Muna.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Ali Yusuf (2003) dengan judul “Kinerja Santri Pekerja pada Industri Kecil Kerajinan Konveksi dan Sumbangannya pada Pesantren Assalafiyyah di Mlangi, Sleman”. Penelitian ini berupa tesis di Program Studi Manajemen Pendidikan, Jurusan Pasca Sarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, yang hasilnya adalah: (1) Adanya timbal balik yang dapat diperoleh para santri berupa pengalaman kerja, sedangkan industri


(67)

47

dapat memberikan lapangan pekerjaan; (2) Adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesantren. Pada hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian tersebut lebih mengoptimalkan santri sebagai sumberdaya manusia untuk memperoleh pengalaman bekerja di dunia industri.

Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa pesantren yang memberikan pendidikan dan pelatihan kecakapan vokasional. Penyelengaraan pembelajarannya masih bersifat sederhana dan merupakan pelajaran tambahan dari konsep-konsep pengetahuan keagamaan disebuah pesantren. Penelitian ini terkait tentang pendidikan dan pelatihan (diklat) yang memadukan pembelajaran seni rupa dan kaligrafi pertama dalam model pembelajarannya. Fokus masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu bagaimana model pembelajaran, metode yang digunakan dalam pembelajaran, dan hasil karya dalam Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah.


(68)

48

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian yang berjudul “Pendidikan Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah” ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2010: 305).Pendekatan kualitatif dalam penelitian bertujuan untuk mengamati, mengumpulkan, dan memahami informasi yang seluas-luasnya mengenai Pendidikan Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ Kudus, Jawa Tengah.

Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamatan terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di Pondok PSKQ. Peneliti bekerja dari informasi data dokumentasi PSKQ, dokumentasi peneliti, dan penjelasan-penjelasan dari narasumber yang diperoleh selama penelitian. Data-data yang telah terkumpul, digunakan peneliti untuk mendeskripsikan keadaan atau gambaran atau keadaan dengan jelas tentang pembelajaran seni rupa dan kaligrafi Al-Qur’an, terkait dengan model pembelajaran, metode pembelajaran serta hasil karya Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ.

B. Data dan Sumber Data

Referensi data dalam penelitian ini adalah dokumentasi pihak pondok pesantren PSKQ, dokumentasi peneliti dan sumber data dari hasil wawancara dengan beberapa informan, Ustad Assiry Jasiri selaku pemimpin sekaligus guru pembina di Pesantren PSKQ. Adapun informasi yang diperoleh, yakni tentang


(69)

49

sejarah keberadaan pesantren PSKQ, visi, tujuan dan motto pembelajaran, fasilitas, tenaga pendidik, santri, keorganisasian pesantren, model pembelajaran, metode pembelajaran, serta hasil karya Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ.

Kedua, Ustad Agus Purwanto Al-Hafidz sebagai ketua bidang diklat di Pesantren PSKQ tahun ajaran 2014/2015. Data yang diperoleh, yaitu tentang struktur organisasi, sumber referensi pembelajaran, biaya administrasi, model pembelajaran, metode pembelajaran, serta hasil karya Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ.

Ketiga, Abdul Gani, S.E.sebagai staff pengajar, informan yang diperoleh dari hasil wawancara, yakni tentang persyaratan menjadi pendidik, kurikulum, sumber referensi pembelajaran, santri, model pembelajaran, metode pembelajaran, serta hasil karya Pembelajaran Seni Rupa dan Kaligrafi Al-Qur’an di Pondok Pesantren PSKQ.

Keempat, Fauzul Kasir santri yang sedang belajar di pesanten PSKQ, yakni santri diklat 1 tahun berasal dari Palembang. Data yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut adalah tentang motivasi belajar, sarana dan prasarana, ppl, keunggulan Pesantren PSKQ.

Keempat, Nukman Al-Farisy santri senior tahun angkatan 2009/2010 di Pesanten PSKQ berasal dari Aceh. Data yang diperoleh dari hasil wawancara tersebut adalah prestasi lulusan, persyaratan menjadi pengajar di Pesantren PSKQ.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Strategi Lembaga Kaligrafi Al-Qur’an (Lemka) dalam mempertahankan eksistensi seni kaligrafi islam sebagai media dakwah

6 46 100

MOTIVASI MENGHAFAL AL QUR’AN PADA MAHASANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIZHUL QUR’AN DI SURAKARTA Motivasi Menghafal Al Qur’an Pada Mahasantri Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an Di Surakarta.

0 3 15

MOTIVASI MENGHAFAL AL QUR’AN PADA MAHASANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIZHUL QUR’AN DI SURAKARTA Motivasi Menghafal Al Qur’an Pada Mahasantri Pondok Pesantren Tahfizhul Qur’an Di Surakarta.

0 3 17

PEMBELAJARAN SENI BACA AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN AL-QUR’ANIYAH KECAMATAN BAROS KOTA SUKABUMI.

3 21 33

SISTEM PONDOK PESANTREN TAHFIZH AL-QUR’AN ANAK-ANAK YANBU’ AL- QUR’AN KUDUS JAWA TENGAH | Falah | ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul Athfal 1285 4499 1 PB

0 4 29

STUDI PEMBELAJARAN SENI MEMBACA AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN MUROTTALUL QUR’AN AL-MUBAAROK CIBEUREUM TASIKMALAYA - repository UPI S SM 1001566 Title

0 0 3

MODERNISASI POLA PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN (STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN YANBU’UL QUR’AN MENAWAN KUDUS) - STAIN Kudus Repository

0 1 17

MODERNISASI POLA PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN (STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN YANBU’UL QUR’AN MENAWAN KUDUS) - STAIN Kudus Repository

1 60 46

BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN DAN SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN A. Deskripsi Pustaka - SEJARAH PERKEMBANGAN DAN SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL HIDAYAT LASEM JAWA TENGAH - STAIN Kudus Repository

1 3 40

SEJARAH PERKEMBANGAN DAN SISTEM PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN AL HIDAYAT LASEM JAWA TENGAH - STAIN Kudus Repository

1 11 35