HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EFIKASI DIRI DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA REMAJA ASUH DI PANTI ASUHAN SINAR MELATI SLEMAN YOGYAKARTA.

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EFIKASI DIRI DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA REMAJA ASUH DI PANTI ASUHAN SINAR

MELATI SLEMAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Iis Purwanti NIM. 11104244018

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Keyakinan anda menentukan tindakan anda, dan tindakan anda menentukan hasil anda, tetapi pertama-tama anda harus yakin.

(Mark Victor Hansen)

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk:

1. Bapak, Ibu dan kakak tercinta, terimakasih atas kasih saying dan segalanya yang telah diberikan untukku.

2. Almamater tercinta, Universitas Negeri Yogyakarta 3. Agama, Nusa dan Bangsa


(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN EFIKASI DIRI DALAM MEMECAHKAN MASALAH PADA REMAJA ASUH DI PANTI

ASUHAN SINAR MELATI SLEMAN YOGYAKARTA Oleh :

Iis Purwanti NIM. 11104244018

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) tingkat dukungan sosial pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta, 2) tingkat efikasi diri dalam menyelesaikan masalah pada remaja asuh di panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta, dan 3) hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja asuh dengan usia berkisar antara 10 tahun sampai dengan 20 tahun di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta. Total seluruh subjek sebanyak 52 remaja. Metode pengumpulan data menggunakan skala. Teknik analisis data menggunakan uji prasyarat analisis yang meliputi uji normalitas, uji linieritas. Pengujian hipotesis menggunakan analisis korelasi product moment tingkat signifikansi hasil analisis ditentukan sebesar 5%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1) Tingkat dukungan sosial yang dirasakan oleh remaja asuh di panti asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta dalam penelitian ini mayoritas berada dalam kategori sedang sebanyak 28 orang (53,8%). 2) Tingkat efikasi diri dalam menyelesaikan masalah remaja asuh di panti asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta sebagian besar berada dalam kategori tinggi sebanyak 29 orang (55,8%). 3) Terdapat hubungan positif antara dukungan social dengan efikasi diri dalam menyelesaikan masalah pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta. Analisis data dengan product moment menggunakan SPSS 16,0 for Windows dengan nilai r tabel 0,621 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 yang kurang dari 0,05 (p<0,05). Artinya hipotesis diterima dan menunjukkan adanya hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri remaja di panti asuhan. Dengan demikian semakin tinggi dukungan social pada remaja asuh, maka semakin tinggi pula efikasi diri dalam menyelesaikan masalah pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, serta kasih sayang yang berlimpah sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah Pada Remaja Asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta”ini dengan baik.

Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan, do’a dan dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat meminimalisir segala keterbatasan, kekurangan dan memperlancar penulisan. Oleh karena itu penulis haturkan terimakasih setulusnya kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memberi kesempatan bagi peneliti untuk menempuh dan menyelesaikan studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas kemudahan dan izin penelitian.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah memberikan saran dan masukan terutama dalam pemilihan judul penelitian.

4. Bapak Dr. Suwarjo, M.Si dan Bapak Agus Triyanto, M.Pd, dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat serta masukan yang sangat berarti terhadap penelitian ini. 5. Ibu Dr. Budi Astuti, M.Si dosen pembimbing akademik yang penuh

kesabaran mendampingi dan membimbing menjalani masa studi.

6. Seluruh dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB) yang telah memberikan banyak ilmu selama penulis mengikuti perkuliahan.


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

Hal.

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Batasan Masalah... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Dukungan Sosial 1. Pengertian Dukungan Sosial ... 12

2. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 14

3. Bentuk Dukungan Sosial ... 16

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial ... 19

B. Kajian Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah 1. Pengertian Efikasi Diri ... 21


(11)

xi

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri ... 27

4. Pengaruh Eikasi Diri dalam Memecahkan Masalah ... 29

C. Kajian Masa Remaja 1. Pengertian Remaja ... 31

2. Ciri-ciri Remaja ... 32

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja... 36

4. Perkembangan Masa Remaja ... 37

D. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah ... 41

E. Hipotesis Penelitian ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 44

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

C. Populasi Penelitian ... 45

D. Variabel Penelitian ... 46

E. Definisi Operasional Variabel 1. Dukungan Sosial ... 46

2. Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah ... 47

F. Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data ... 49

2. Pengembangan Instrumen Penelitian ... 50

G. Uji coba Instrumen 1. Uji Validitas ... 52

2. Uji Reliabilitas ... 58

H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskripsi ... 59

2. Uji Prasyarat Analisis ... 60

3. Uji Hipotesis ... 62

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Panti Asuhan Sinar Melati ... 64


(12)

xii 2. Deskripsi Data Penelitian

a. Variabel Dukungan Sosial ... 65

b. Variabel Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah ... 69

B. Analisis Data 1. Pengujian Persyaratan Analisis ... 72

2. Pengujian Hipotesis ... 74

C. Pembahasan ... 76

D. Keterbatasan Penelitian ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Kisi-kisi Instrumen Skala Dukungan Sosial sebelum Ujicoba ... 53

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah sebelum Ujicoba ... 54

Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Skala Dukungan Sosial setelah Ujicoba... 55

Tabel 4. Kisi-kisi Instrumen Skala Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah setelah Ujicoba ... 56

Tabel 5. Panduan Penskoran ... 52

Tabel 6. Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 63

Tabel 7. Hasil Uji Kategorisasi Variabel Dukungan Sosial ... 66

Tabel 8. Data Sumber Dukungan Sosial ... 68

Tabel 9. Hasil Uji Kategorisasi Variabel Efikasi Diri ... 70

Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas ... 73

Tabel 11. Hasil Uji Linearitas ... 74

Tabel 12. Tabulasi Dukungan Sosial dan Efikasi Diri ... 75

Tabel 13. Hasil Analisis Korelasi X dan Y ... 76


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 1. Hubungan antar Variabel ... 46 Gambar 2. Diagram Pie Uji Kategorisasi Variable Dukungan Sosial ... 66 Gambar 3. Diagram Pie Data Sumber Dukungan Sosial ... 68 Gambar 4. Diagram Pie Uji Kategorisasi Variabel Efikasi Diri Dalam

Menyelesaikan Masalah ... 71 Gambar 5. Diagram Pie Data Sumber Dukungan Sosial ... 78


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal.

Lampiran 1. Instrumen Penelitian Sebelum UjiCoba ... 94

Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 104

Lampiran 3. Instrumen Penelitian ... 106

Lampiran 4. Tabulasi Data ... 111

Lampiran 5. Uji Normalitas dan Uji Linearitas ... 115

Lampiran 6. Hasil Deskripsi data ... 116

Lampiran 7. Hasil Uji Kategorisasi ... 117

Lampiran 8. Uji Korelasi Product Moment ... 119

Lampiran 9. Tabulasi Silang Dukungan Sosial dan Efikasi Diri ... 120


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Indonesia, tedapat sejumlah anak yang kurang beruntung dalam menapaki hidupnya. Anak-anak yang kurang beruntung ini dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu alasan, seperti menjadi yatim, piatu atau bahkan yatim piatu, tidak memiliki sanak keluarga yang mau atau mampu mengasuh, dan terlantar. Hal ini mengakibatkan kebutuhan psikologis anak menjadi kurang dapat terpenuhi dengan baik, terutama jika tidak adanya orang yang dapat dijadikan panutan atau untuk diajak berbagi, bertukar pikiran dalam menyelesaikan masalah. Anak-anak ini kemudian dirawat oleh pemerintah maupun swasta dalam suatu lembaga yang disebut panti asuhan. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang bertujuan untuk membantu perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak dapat tinggal dengan keluarganya.

Kehidupan anak di panti asuhan berbeda dengan kehidupan anak di keluarga yang normal. Panti asuhan sebagai pengganti keluarga, anak-anak yang tidak memiliki keluarga lagi atau karena orang tuanya meninggal dunia. Anak-anak yang tinggal di panti asuhan berasal dari latar belakang yang berbeda serta usia yang berbeda-beda. Data yang diperoleh dari Ketua Panti Asuhan Sinar Melati menyebutkan bahwa alasan utama anak-anak tinggal di Panti Asuhan Sinar Melati adalah karena faktor ketidakmampuan ekonomi keluarga dan karena tidak memiliki sanak saudara lagi. Di dalam panti asuhan, anak-anak di asuh secara


(17)

2

masal. Pengasuh yang seharusnya diharapkan mampu menggantikan peran orangtua dalam mengasuh anak, justru tidak bisa menjalankan perannya secara maksimal karena harus mengasuh banyak anak yang hidup di panti. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab anak di panti asuhan menderita tekanan sosial, emosional, dan fisik karena trauma pengalaman, kekacauan, dan stress dalam hidup. Pengalaman traumatis tersebut dapat menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri dan merasa takut akan ditinggalkan, yang kemudian terwujud dalam kemarahan dan agresi. Anak-anak merasa kurang memperoleh kasih sayang, perhatian, dan pengawasan dari pengurus panti karena keterbatasan jumlah pengurus panti, anak-anak kurang memperoleh kesempatan melihat sendiri berbagai model dari orang tua atau orang dewasa lainnya, dan pengasuh di panti asuhan biasanya kurang dapat berperan sebagai orang tua atau keluarga pengganti dalam menggantikan fungsi keluarga, dengan demikian anak-anak tersebut sebisa mungkin untuk dapat memenuhi dukungan social untuk dapat membangun efikasi dirinya.

Hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu pengurus Panti Asuhan Sinar Melati Sleman menyatakan bahwa masih banyak anak-anak panti asuhan yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri, terutama anak-anak yang baru tinggal di panti asuhan. Anak-anak yang berada di panti cenderung banyak pendiam, tidak suka berkumpul dengan teman-teman yang lain, dan sering bersembunyi jika ada orang asing yang datang bertamu. Seorang anak juga bahkan penah diberitakan kabur dari Panti Asuhan Sinar Melati Sleman. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 06 Oktober 2011, pengurus panti tersebut mengungkapkan


(18)

3

bahwa AP (nama samaran) melakukan kabur dari panti asuhan karena takut meminta ijin keluar kemungkinan AP tidak betah tinggal di panti asuhan. Hal ini terjadi dimungkinkan karena anak tersebut kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungan sekitarnya dan kemungkinan merasa kurang diperhatikan sehingga muncul rasa kurang percaya diri dan anak tersebut merasa hidupnya berada dalam aturan yang membuat anak merasa terkekang. Akibat dari perasaan dikekang ini bisa membuat anak menjadi membangkang atau sebaliknya menjadi tertutup dan membatasi dirinya dengan dunia luar dan menganggap dirinya berbeda dari individu seusiannya, hal ini tentu akan mempengaruhi psikologinya dan penerimaan diri individu yang nantinya akan berunjung pada ketidakyakinan diri untuk mencapai tujuan dan menatap masa depan.

Lingkungan panti asuhan merupakan lingkungan sosial utama yang dikenal dan merupakan sumber dukungan sosial yang utama bagi anak-anak yang berada di panti asuhan. Dukungan sosial tersebut anak-anak dapatkan dari pengurus panti dan teman-teman sesama penghuni panti asuhan. Panti asuhan inilah yang selanjutnya juga dianggap sebagai keluarga oleh anak-anak panti karena dapat memberikan dukungan bagi anak-anak di panti asuhan. Oleh karena itu dukungan sosial dibutuhkan oleh anak-anak di panti asuhan untuk meningkatkan dan mengembangkan efikasi diri untuk mencapai tujuan serta dalam menyelesaikan masalahnya. Dukungan sosial diberikan agar anak-anak di panti asuhan merasa diperhatikan dan merasa dimiliki oleh orang lain khususnya keluarga di panti. Di samping adanya perhatian, terpenuhinya berbagai kebutuhan anak-anak asuh akan dapat mendorong terbentuknya rasa keyakinan yang tinggi


(19)

4

dengan demikian anak-anak mampu menumbuhkan rasa yakin pada dirinya dan lebih percaya diri dalam mencapai apa yang diinginkan.

Keyakinan dan rasa percaya diri yang rendah sama halnya dengan memiliki efikasi diri yang rendah. Dimana efikasi diri merupakan keyakinan akan seluruh kemampuan yang meliputi kepecayaan diri, kemampuan menyesuaikan diri, evaluasi terhadap kompetensi untuk melakukan tugas, mencapai tujuan dan menghadapi masalah. Data yang diperoleh dari kuesioner yang disebarkan peneliti kepada sejumlah anak asuh disana, 88% menunjukkan efikasi diri yang tinggi, 9,33% menunjukkan tingkat efikasi diri sedang, dan 2,66% rendah. Data tersebut menunjukan bahwa adanya ketidaksamaan tingkat efikasi diri pada anak-anak di panti asuhan tersebut. Anak-anak yang memiliki tingkat efikasi diri tinggi dan sedang dirasa tidak merasakan kesulitan yang berarti, anak-anak dengan efikasi diri tinggi dan sedang dapat dikatakan bahwa anak-anak tersebut merasa mendapatkan cukup dukungan sosial sesuai dengan yang dibutuhkannya sehingga mampu menumbuhkan efikasi dirinya, dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki efikasi diri rendah, anak-anak tersebut merasa bahwa mereka kurang mendapatkan dukungan sosial sesuai apa yang diharapkan dan dibutuhkan anak-anak tersebut.

Anak-anak dengan efikasi rendah menunjukkan rasa kurang percaya diri, mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah, lebih pendiam dan merasa kurang diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya. Anak-anak dengan efikasi diri rendah tersebut cenderung lebih menghindar ketika dihadapkan dengan masalah baru dan sedikit tertutup dan pemalu, hal tersebut didapat berdasarkan penjelasan


(20)

5

dari beberapa anak panti. Beberapa anak panti mengungkapkan bahwa pengurus panti juga kurang memperhatikan anak-anak panti, terlebih masalah kesulitan belajar, pengurus panti sedikit cuek, selain pengurus panti teman-teman sebayanya atau sesama penghuni panti juga suka mengejek dan bersikap dingin. Masalah yang terjadi pada anak-anak di panti asuhan tersebut menunjukkan bahwa sebagian anak-anak tersebut memiliki efikasi diri yang rendah, dimana ciri-ciri individu yang memiliki efikasi rendah dapat yaitu individu merasa tidak yakin akan berhasil (tidak mampu), tidak mempunyai kegigihan dalam mencapai tujuan, kurang memiliki tanggung jawab secara pribadi dan kurang menginginkan hasil dari kemampuan optimalnya (tergantung pada orang lain), kurang mampu mengontrol stres dan kecemasan (mudah tertekan), dan kurang kreatif dan inovatif (pasif). Ciri-ciri tersebut dapat dilihat juga pada dunia pendidikan yang menunjukkan bahwa anak-anak memiliki efikasi diri rendah.

Salah satu bentuk bahwa remaja memiliki efikasi diri yang rendah dapat dilihat dari fakta yang terjadi pada dunia pendidikan di Indonesia dimana fenomena mencontek yang telah terjadi sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Praktik mencontek mulai disoroti pada tahun 2006 lalu saat pelaksanaan Ujian Nasional. Di Garut, Jawa Barat seorang siswa dari SMP Daya Susila membeberkan bocoran jawaban ujian mata pelajaran matematika sehingga mendapatkan nilai yang tinggi, yaitu 9,33. Menelaah lebih jauh praktik mencontek ini telah berkembang menjadi kebiasaan. Hal ini terbukti dengan data survey mahasiswa UPI terhadap siswa kelas IX SMPN 10 Bandung Tahun Ajaran


(21)

6

2010/2011 berada dalam kategori 17,07%, sedang 65,04% dan rendah 17,89%. (yani asiyah, 2012).

Fakta tersebut menunjukkan bahwa perilaku mencontek yang dilakukan oleh siswa-siswa di Indonesia merupakan salah satu bukti rendahnya efikasi diri pada siswa dalam menghadapi Ujian Nasional. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa siswa-siswi tersebut kurang memiliki tanggung jawab secara pribadi dan kurang menginginkan hasil dari kemampuan optimalnya (tergantung pada orang lain). Hal tersebut terjadi pula pada anak yang tinggal di panti asuhan, anak-anak panti menunjukkan perasaan cemas merasa tertekan, bergantung pada orang lain, dan merasa tidak mampu menghadapi setiap masalah yang ada.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prika Putri Kemalasari (2009) memperkuat bahwa semakin tinggi dukungan sosial maka semakin baik efikasi diri dalam memecahkan masalahnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa agar seseorang memiliki keyakinan akan kemampunannya dalam memecahkan masalah membutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial yang diperoleh anak-anak panti asuhan tidak hanya berasal dari pengurus panti saja tetapi dari teman-teman sesama penghuni dan masyarakat sekitar. Anak-anak dengan efikasi diri tinggi mereka merasa cukup dengan dukungan yang diberikan oleh orang-orang disekitarnya, berbeda halnya dengan anak-anak dengan efikasi diri yang rendah mereka merasa kurang mendapat dukungan sosial dari orang-orang di sekitarnya. Perbedaan anak yang memiliki efikasi diri tinggi dan efikasi diri rendah terlihat dari bagaimana mereka menghadapi suatu masalah dan bersikap. Anak-anak dengan efikasi diri tinggi lebih mampu menyelesaikan masalahnya dan lebih


(22)

7

percaya diri dilihat dari cara mereka bergaul dengan teman-teman sebayanya dan cara mereka berbicara dengan orang lain serta berbicara dengan lawan jenisnya. Anak-anak dengan efikasi diri rendah cenderung mudah menyerah ketika dihadapkan dengan masalah baru dan kurang percaya diri serta lebih pemalu.

Bandura (Feist, 2011: 213) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan bahkan diturunkan melalui salah satu atau kombinasi dari empat faktor yang mempengaruhi, yaitu: pengalaman menguasai sesuatu yakni performa masa lalu yang berhasil akan meningkatkan ekspektasi efikasi. Sedangkan, kegagalan cenderung akan menurunkan hal tersebut. Modeling sosial yakni efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain. Persuasi sosial yakni pada kondisi yang tepat, persuasi dapat mempengaruhi efikasi diri, bahwa orang tersebut harus mempercayai pihak yang melakukan persuasi. Kondisi fisik dan emosional yakni keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi diri di bidang tersebut.

Penelitian serupa yang dilakukan oleh Niken (2002) bahwa dukungan sosial yang berupa saran, nasihat dan bimbingan merupakan bentuk dari faktor persuasi sosial yang berpengaruh terhadap efikasi diri remaja. Bandura (Feist, 2011: 213) juga berpendapat bahwa individu yang diarahkan dengan nasihat dan bimbingan dapat meningkatkan kemampuannya sehingga membantu individu tersebut mencapai tujuan yang diinginkan.

Dukungan secara verbal dari orang lain atau pujian-pujian secara verbal dapat bersifat mendorong individu untuk lebih berusaha dan mencapai keberhasilan. Dukungan yang diberikan kepada seseorang yang membutuhkan


(23)

8

sangat penting dan bermanfaat bagi mereka ketika sedang menghadapi suatu masalah, sehingga merasa nyaman, didukung, dicintai, dihargai dan diperhatikan. (Smet, 1994: 135).

Fenomena di lapangan dan hasil penelitian sebelumnya dapat menjelaskan bahwa efikasi diri erat kaitannya dengan dukungan sosial. Penelitian ini merupakan penelitian yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya karena penelitian lebih menitikberatkan hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta dimana anak-anak panti memiliki permasalahan yang terkait psikologinya dengan keterbatasan pengasuh sebagai sumber dukungan sosial mereka. Peneliti melakukan penelitian ini karena adanya fenomena lain yang dirasa unik yang perlu diteliti terkait dengan ada tidaknya hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri serta seberapa erat hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati sleman Yogyakarta dengan segala keterbatasan yang ada dan berbagai permasalahan yang ada di panti.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka dapat diidentifikasikan permasalahan khusus yang terkait dengan masalah yang dicari pemecahannya melalui penelitian ini, yaitu:

1. Sebagian remaja asuh kurang yakin akan kemampuan dirinya dalam memecahkan masalah.


(24)

9

2. Sebagian remaja asuh memilih menghindari masalah daripada memecahkannya.

3. Sebagian remaja asuh merasa dukungan social yang dimiliki rendah

4. Remaja asuh kurang perhatian dari pengurus panti, dikarenakan jumlah pengurus panti yang terbatas.

5. Remaja asuh memiliki berbagai masalah terkait perkembangannya, sehingga membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya.

6. Sebagian remaja asuh memiliki rasa percaya diri yang rendah C. Batasan Masalah

Permasalahan yang muncul pada indentifikasi masalah tidak semua peneliti akan bahas. Masalah yang akan diteliti terkait dengan keyakinan remaja akan kemampuan yang dimilikinya, dan rasa percaya diri yang rendah serta dukungan sosial yang didapatkan oleh remaja asuh di panti asuhan Sinar Melati sleman Yogyakarta dengan keterbatasan jumlah pengurus panti. Dengan demikian peneliti akan melakukan penelitian dengan mengambil judul hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di panti asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas rumusan masalah yang peneliti ajukan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Seberapa besar tingkat dukungan sosial pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta?


(25)

10

2. Seberapa besar tingkat efikasi diri dalam menyelesaikan masalah pada remaja asuh di panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta?

3. Bagaimanakah hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ditetapkan diri untuk menjawab masalah penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui tingkat dukungan sosial pada remaja asuh di Panti Asuhan

Sinar Melati Sleman Yogyakarta.

2. Mengetahui tingkat efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakrta.

3. Mengetahui bagaimana hubungan antara dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap pengembangan keilmuan psikologi pendidikan dan bimbingan konseling bidang sosial dan pribadi khususnya tentang masalah dukungan sosial dan efikasi diri dalam memecahkan masalah. b. Menambah Khasanah keilmuan untuk selanjutnya dapat dikembangkan

dengan penelitian-penelitian ilmiah lainnya dengan topik yang sama maupun berbeda.


(26)

11 2. Manfaat Praktis

a. Bagi pengurus panti agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya dukungan sosial dalam proses memecahkan masalah remaja asuh di Panti Asuhan Sinar Melati.

b. Bagi remaja asuh diharapkan dapat meningkatkan dan menumbuhkan self efficacy dalam memecahkan masalahnya.


(27)

12 BAB II KAJIAN TEORI

A. Dukungan Sosial

1. Pengertian Dukungan Sosial

Ada beberapa definisi dukungan sosial yang telah dikemukakan para ahli. Menurut Sarafino (Tarmidi & Ade Riza 2010: 217) dukungan sosial adalah dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain. Hubungan yang akrab sangat berpengaruh dalam penerimaan dukungan sosial. Individu yang memiliki hubungan yang akrab akan sangat memahami dan mengenali dukungan yang diberikan oleh sekitarnya. Akan tetapi pada individu yang tidak memiliki hubungan yang akrab akan sangat sulit mengetahui dan merasakan dukungan dari lingkungan sosialnya, sehingga mereka akan merasa kesepian.

Sarafino (Smet, 1994: 136) dukungan sosial adalah suatu kesenangan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang dirasakan dari orang lain atau kelompok. Sedang kan Rook (Smet, 1994: 134) beranggapan bahwa dukungan sosial sebagai satu diantara fungsi pertalian atau ikatan sosial. Ikatan-ikatan sosial menggambarkan tingkat dan kualitas umum dari hubungan interpersonal.

Menurut Effendi dan Tjahjono (1999: 218) dukungan sosial merupakan transaksi interpersonal yang ditujukan dengan memberi bantuan kepada individu lain dan bantuan itu diperolah dari orang yang berarti bagi individu yang bersangkutan. Oleh karena itu dukungan sosial sangat


(28)

13

dipengaruhi oleh kemampuan interpersonal individu tersebut dalam beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

Dukungan sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, saudara, dan teman. Sedangkan menurut Schwarzer & Leppin (Smet, 1994: 135) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat dilihat sebagai fakta sosial atas dukungan yang sebenarnya terjadi atau diberikan orang lain kepada individu (perceived support) dan sebagai kognisi individu yang mengacu pada persepsi terhadap dukungan yang diterima (received support).

Gottlieb (Smet, 1994: 135) menyatakan bahwa dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan yang nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang lain atau didapat karena hubungan mereka dengan lingkungan dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi dirinya, sehingga dapat membantu individu dalam mengatasi masalahnya. Gottlieb lebih menekankan bahwa dukungan sosial mengacu pada bantuan informasi secara verbal maupun non verbal yang dapat memberikan manfaat serta memberikan dampak perilaku bagi yang menerima dukungan tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial adalah dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain yang memiliki hubungan seperti keluarga, saudara, teman, atau orang yang berpengaruh dalam hidupnya, dukungan yang diberikan berupa materi, emosi,


(29)

14

informasi. Dimana dengan pemberian dukungan ini dapat membantu individu dalam menyelesaikan suatu masalah atau kesulitan karena individu akan merasa dicintai, dihargai, dan menjadi bagian dari lingkungan sosialnya. 2. Sumber-Sumber Dukungan Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari pemberian dukungan sosial menjadi hal yang sangat penting. Dukungan sosial sendiri dapat bersumber dari mana saja, dapat diperoleh dari keluarga, saudara, tetangga, teman dekat, teman sekolah dan lingkungan terdekat dimana kita tinggal. Dari beberapa sumber tersebut menurut Rodin & Salovey (Smet, 1994: 133) pernikahan dan keluarga merupakan sumber utama dalam dukungan sosial, dukungan sosial yang utama didapatkan individu dari sebuah perkawinan dan keluarga. Sehingga keluarga menjadi bagian terpenting dalam pemberian bantuan dan pemberian dukungan.

Coyne & Downey (Smet, 1994: 133) menjelaskan bahwa dukungan sosial berkaitan dengan keintiman suatu hubungan, selain itu hubungan yang kurang baik antar individu akan lebih banyak mempengaruhi kekurangan dukungan yang dirasakan dibandingkan dengan dukungan yang berasal dari tidak ada hubungan sama sekali.

Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Sarason (Kuntjoro, 2002: 45) mengatakan bahwa dukungan sosial adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai


(30)

15

dan menyayangi kita. Sarason (Kuntjoro, 2002: 46) berpendapat bahwa dukungan sosial itu selalu mencakup dua hal yaitu :

a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia, merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan berdasarkan kuantitas).

b. Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima, berkaitan dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi (pendekatan berdasarkan kualitas).

Hal di atas penting dipahami oleh individu yang ingin memberikan dukungan sosial karena menyangkut persepsi tentang keberadaan dan ketepatan dukungan sosial bagi seseorang. Dukungan sosial bukan sekedar pemberian bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan tersebut. Hal itu erat hubungannya dengan ketepatan dukungan sosial yang diberikan, dalam arti bahwa orang yang menerima sangat merasakan manfaat bantuan bagi dirinya karena sesuatu yang aktual dan memberikan kepuasan.

Pendapat berbeda diungkapkan oleh Rook & Dooley (Smet, 1994: 103) yang menjelaskan bahwa ada dua sumber dukungan sosial yaitu sumber natural dan sumber artifisial yakni:

a. Sumber Natural

Merupakan dukungan sosial yang diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupan secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya. Dukungan sosial natural ini bersifat non-formal,


(31)

16

apa adanya dan tanpa dibuat-buat, serta bersifat spontan. Sumber dukungan ini berasal dari hubungan yang telah dijalin lama.

b. Sumber Artifisial

Dukungan artifisial merupakan dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial yang diberikan akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sumber dukungan sosial ini berasal dari hubungan yang telah terjalin lama dan secara spontan dan dapat pula dari lingkungan sosial.

Berdasarkan uraian diatas, maka dukungan sosial yang diterima seseorang dapat bersumber dari hubungan yang memiliki keakraban dan kedekatan, dukungan itu dapat berasal dari anggota keluarga, teman dekat dan lingkungan sosial terdekat individu tersebut. Dalam konteks penelitian ini maka dukungan sosial bagi remaja yang tinggal di panti asuhan adalah dukungan yang berasal dari pengasuh panti asuhan dan dari teman- teman sebayanya yang juga tinggal di panti asuhan tersebut serta masyarakat disekitar panti asuhan.

3. Bentuk Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Menurut Caplan (Suseno & Sugiyanto, 2010: 97) dukungan sosial mempunyai tiga bentuk yaitu perhatian emosional, informasi, dan penilaian.

a. Perhatian emosional yaitu individu merasa bahwa orang-orang yang ada disekitarnya memberikan perhatian pribadi pada dirinya dan membantu memecahkan masalah.


(32)

17

b. Informasi yaitu individu mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan juga menyampaikan informasi tersebut pada orang lain.

c. Penilaian atau umpan balik yaitu individu mendapatkan perhatian, dorongan umpan balik atau penilaian yang mendukung atas pekerjaannya yang telah dilakukannya.

Berbeda dengan pendapat House (Smet, 1994: 136) yang menyatakan bahwa dukungan sosial terdiri dari empat jenis yaitu:

a. Dukungan emosional

Terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empti, dan turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan penerima dukungan merasa nyaman, tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres, memberi bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan ini ada ketika seseorang memberikan penghargaan positif kepada orang yang sedang stres, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dn merasa bernilai. Dukungan jenis ini akan sangat berguna ketika individu stres karena tuntutan tugas yang lebih besar daripada kemampuan yang dimilikinya.


(33)

18 c. Dukungan instrumental

Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung misalnya yang berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu untuk membantu meringankan tugas-tugas seseorang yang memerlukan bantuan.

d. Dukungan informasi

Orang-orang yang berada disekitar individu akan memberikan dukungan informasi dengan cara menyarankan beberapa pilihan tindakan yang dapat dilakukan individu dalam mengatasi masalah yang membuatnya stres. Dukungan ini terdiri dari nasehat, arahan, saran taupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Misalnya individu mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah penyakitnya kambuh lagi.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis dukungan yang diterima dan diperlukan seseorang tergantung pada keadaan-keadaan yang dialami seseorang itu sendiri. Bentuk dukungan sosial dibagi menjadi dukungan emosional, penghargaan, instrumental dan informasi, dimana dukungan emosional merupakan dukungan yang paling penting bagi penerima dukungan. Dukungan emosional ini akan membuat seseorang merasa dicintai, dihargai, dan menjadi bagian dari kelompok sosial tertentu sedangkan dukungan penghargaan akan menjadikan individu tersebut merasa percaya diri dan berharga, dukungan ini dapat dilihat dari ungkapan hormat secara positif terhadap orang tersebut, dan dukungan instrumental dapat


(34)

19

berupa bantuan secara langsung seperti berupa bantuan finansial dan dalam bentuk membantu menyelesaikan tugas-tugas si penerima, dan dukungan informasi mencakup nasehat, petunjuk atau arahan, dan bahkan saran.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Dukungan sosial sangat berhubungan dengan bagaimana seseorang berinteraksi pada masyarakat atau lingkungan sekitarnya, terlebih saat individu tersebut sedang mengalami permasalahan yang harus dihadapi. Tidak semua orang mendapatkan dukungan sosial seperti apa yang diharapkannya. Setidaknya ada 3 faktor yang menyebabkan seseorang menerima dukungan (Smet, 1994: 138) :

a. Potensi penerima dukungan

Tidak mungkin seseorang memperoleh dukungan sosial seperti yang diharapkannya jika dia tidak sosial, tidak pernah menolong orang lain, dan tidak membiarkan orang lain mengetahui bahwa dia sebenarnya memerlukan pertolongan. Karakteristik penerima dukungan akan menentukan keefektifan dukungan.

a. Potensi penyedia dukungan

Dukungan sosial yang diterima melalui sumber kedekatan akan lebih efektif dan memiliki arti daripada yang tidak ada kedekatan lebih. Terkadang penyedia dukungan tidak sadar bahwa dia dapat memberikan dukungan kepada penerima dukungan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.


(35)

20

b. Komposisi dan Struktur Jaringan Sosial

Maksud dari jaringan sosial adalah hubungan yang dimiliki individu dengan orang-orang dalam keluarga dan lingkungannya. Hubungan ini dapat bervariasi dalam ukuran (jumlah orang yang sering berhubungan dengan individu), frekuensi hubungan (seberapa sering individu bertemu dengan orang-orang tersebut), komposisi (apakah orang-orang tersebut keluarga, teman, rekan kerja, dan sebagainya), dan kedekatan hubungan.

Berbeda dengan pendapat diatas, menurut Kartika Sari (2011: 33-34) ada beberapa faktor yang mempengaruhi dukungan sosial, beberapa faktor tersebut seperti kebutuhan fisik, sosial, dan psikis yaitu:

b. Kebutuhan fisik

Kebutuhan fisik mempengaruhi dukungan sosial. Kebutuhan fisik ini meliputi sandang, pangan, dan papan. Apabila seseorang tidak terpenuhi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang mendapat dukungan sosial.

c. Kebutuhan sosial

Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih dikenal oleh masyarakat daripada yang tidak pernah beraktualisasi di masyarakat. Orang yang memiliki aktualisasi diri yang baik cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan penghargaan.


(36)

21 d. Kebutuhan psikis

Kebutuhan psikis ini didalamnya termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religius. Kebutuhan ini tidak akan mungkin terpenuhi tanpa adanya bantuan dari orang lain, apalagi saat seseorang mengalami masalah maka ia akan mencari dukungan dari orang disekitarnya, sehingga ia merasa dicintai dan diperhatikan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor utamanya adalah orang yang memberikan dukungan, dukungan akan bermakna jika ada kedekatan yang baik antara penyedia dukungan dan penerima dukungan, serta pemberian dukungan yang sesuai dengan kondisi yang dirasakan dan dibutuhkan oleh si penerima dukungan, sehingga dukungan sosial yang diberikan akan lebih bermanfaat dan lebih tepat. Faktor lain yang juga perlu diperhatikan yaitu faktor kebutuhan fisik, sosial dan psikis.

B. Kajian Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah 1. Pengertian Efikasi Diri

Individu yang memiliki mental yang sehat mampu melakukan pengaturan terhadap dirinya sendiri dalam perilakunya secara efektif. Menurut Bandura (Smet, 1994: 189) untuk mengatur perilaku akan dibentuk atau tidak, individu tidak hanya mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang keuntungan dan kerugian, tetapi juga mempertimbangkan sampai sejauhmana individu mampu mengatur perilaku tersebut. Kemampuan ini disebut dengan efikasi diri.


(37)

22

Bandura (Feist, 2006: 415) mengartikan efikasi diri sebagai keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Sedangkan Caprara, Scabini, dan Regalia (2006: 182) mengemukakan bahwa efikasi diri tidak datang dengan sendirinya, tetapi merupakan hasil dari berbagai pengetahuan dan tanggung jawab, hubungan yang beragam, tugas-tugas yang bermanfaat, dan interaksi dengan orang lain.

Bagaimana individu itu bersikap, bertingkah laku, dan memotivasi diri dapat menjadi salah satu sumber kekuatan individu dalam memunculkan efikasi diri. Menurut Bandura (Myers, 2011: 133) efikasi diri merupakan perasaan akan kemampuan diri dalam mengerjakan suatu tugas dengan rasa percaya pada kompetensi diri sendiri dan efektivitas sebagai hasil dari pemberian grativikasi.

Seseorang yang memiliki perasaan yang kuat akan efikasi diri lebih pantang menyerah, tidak terlalu cemas, dan tertekan. Seseorang yang memiliki efikasi diri baik akan menjalani hidup dengan lebih sehat dan lebih berprestasi secara akademik. Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri mengarahkan seseorang pada sekumpulan target yang menantang dan untuk tidak pantang menyerah mendapatkannya. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang baik ketika dihadapkan pada sebuah masalah akan lebih tenang dalam mencari solusi daripada menggerutu akan ketidakmampuannya.

Bandura (Feist, 2011: 211) seseorang dikatakan memiliki efikasi diri tinggi ketika orang tersebut lebih mungkin terlibat dalam perilaku tertentu


(38)

23

ketika mereka yakin bahwa mereka mampu menjalankan perilaku tersebut dengan sukses. Seseorang akan merasa mampu ketika mereka memiliki keyakinan yang tinggi atau besar bahwa dirinya mampu untuk menghadapi atau bahkan menyelesaikan masalah ataupun hambatan yang dihadapinya.

Zarina (Fitriyanti, 2011: 23), mengemukakan ciri-ciri self efficacy rendah antara lain: individu merasa tidak yakin akan berhasil (tidak mampu), kinerja lemah dalam mengerjakan tugas (hasil lama didapat), tidak mempunyai kegigihan dalam mencapai tujuan, kurang memiliki tanggung jawab secara pribadi dan kurang menginginkan hasil dari kemampuan optimalnya (tergantung pada orang lain), kurang mampu mengontrol stress dan kecemasan (mudah tertekan), menganggap tugas sebagai pekerjaan yang tidak menarik (beban), kurang kreatif dan inovatif (pasif).

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa efikasi diri dalam memecahkan masalah adalah keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam melakukan tugas dan memecahkan masalah secara efektif guna mencapai tujuan yang diinginkannya.

2. Aspek Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah

Bandura (1997: 42-43) menyebutkan bahwa efikasi diri terdiri atas tiga aspek, antara lain sebagai berikut.

a. Dimensi besaran (magnitude)

Dimensi besaran berkaitan dengan tingkat kesulitan suatu tugas. Derajat kesulitan tugas yang beragam mulai dari yang paling mudah hingga yang paling sulit. Seseorang cenderung memilih tingkat


(39)

24

kesulitan tugas dari yang paling mudah, sedang atau sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dimilikinya. Seorang yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung akan melaksanakan tugas yang tingkat kesulitannya diluar batas kemampuan yang dimilikinya.

b. Dimensi generalisasi (generality)

Dimensi generalisasi berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang diyakini seseorang tentang kemampuannya. Seseorang dapat merasa yakin akan kemampuannya yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan kemampuan seseorang dalam mengerjakan tugas, yaitu dimana setiap orang berbeda. Kemampuan seseorang yang beragam seperti terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkaian aktivitas dan situasi bervariasi. Efikasi diri seseorang tidak terbatas pada situasi spesifik saja.

c. Dimensi kekuatan (strength)

Dimensi kekuatan erat kaitannya dengan tingkat kekuatan keyakinan atau penghargaan seseorang mengenai kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas. Seseorang yang memiliki efikasi diri rendah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak sesuai harapannya. Sebaliknya seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi mendorongnya tetap berusaha, meskipun kerap menemui pengalaman yang tidak sesuai harapannya. Dimensi ini berkaitan langsung dengan dimensi besaran yakni terdapat hubungan negatif antara dimensi kekuatan dan dimensi besaran. Semakin tinggi taraf


(40)

25

kesulitan tugas maka semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikan tugasnya.

Pendapat lain tentang aspek-aspek efikasi diri diungkapkan oleh Corsini. Corsini (1994: 368-369) berpendapat bahwa aspek-aspek efikasi diri adalah sebagai berikut.

a. Kognitif

Kognitif merupakan kemampuan seseorang untuk memikirkan cara-cara yang digunakan dan merancang tindakan yang akan dilakukan untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan yang diambil dipengaruhi oleh penilaian terhadap kemampuan diri sehingga semakin kuat efikasi diri yang dimiliki individu maka semakin tinggi pula tujuan yang dietapkan oleh individu tersebut.

b. Motivasi

Motivasi merupakan kemampuan seseorang untuk memotivasi diri melalui pikirannya agar dapat melakukan suatu tindakan dan keputusan dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksikan kesuksesan atau kegagalan yang akan dicapai seseorang.

c. Afektif

Efikasi diri dapat mempengaruhi sifat dan intensitas pengalaman emosional, sehingga terdapat aspek afektif. Afektif merupakan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri demi mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi digunakan untuk mengontrol


(41)

26

kecemasan dan perasaan depresi seseorang dalam usahanya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

d. Seleksi

Seleksi merupakan kemampuan untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Seseorang akan cenderung untuk menghindari kegiatan atau situasi yang mereka yakini diluar kemampuan mereka, tetapi mereka akan mudah melakukan kegiatan atau tantangan yang dirasa sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Berdasarkan uraian di atas efikasi diri dalam penelitian ini diungkap berdasarkan ketiga aspek yang diuraikan oleh Bandura dan 4 aspek yang diuraikan oleh Corsini. 3 dimensi dari efikasi yaitu magnitude, generality dan strength. Magnitude suatu tingkat ketika seseorang meyakini usaha atau tindakan yang dapat ia lakukan. Strength suatu kepercayaan diri yang ada dalam diri seseorang yang dapat ia wujudkan dalam meraih performa tertentu. Generality sebagai keleluasaan dari bentuk efikasi diri yang dimiliki seseorang untuk digunakan dalam situasi lain yang berbeda. Semakin tinggi efikasi diri individu maka semakin tinggi tingkat penyesuaian diri individu pada situasi yang dihadapi.

Pendapat dari Corsini yang mengatakan bahwa terdapat empat aspek efikasi diri yaitu kognitif, motivasi, afektif, dan seleksi. Penelitian ini menggunakan aspek efikasi diri yang dipaparkan oleh Albert Bandura yang


(42)

27

terdiri dari tiga aspek yaitu, tingkat kesulitan, generalisasi, dan tingkat kekuatan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri

Feist J. dan Gregory J. F. (2011: 213) menyebutkan bahwa perkembangan efikasi diri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut.

a. Pengalaman menguasai sesuatu (mastery experiences)

Menurut Bandura (Feist, 2011: 214) pengalaman menguasai sesuatu adalah faktor yang paling mempengaruhi efikasi diri pada diri seseorang. Keberhasilan akan mampu meningkatkan ekspektasi tentang kemampuan, sedangkan kegagalan cenderung menurunkan hal tersebut. Pernyataan tersebut memberikan enam dampak.

1) Keberhasilan akan mampu meningkatkan efikasi diri secara proposional dengan kesulitan dari tugas.

2) Tugas yang mampu diselesaikan oleh diri sendiri akan lebih efektif diselesaikan oleh diri sendiri daripada diselesaikan dengan bantuan orang lain.

3) Kegagalan dapat menurunkan efikasi diri ketika seseorang merasa sudah memberikan usaha yang terbaik.

4) Kegagalan yang terjadi ketika tekanan emosi yang tinggi tidak terlalu berpengaruh daripada kegagalan dalam kondisi maksimal.


(43)

28

5) Kegagalan sebelum memperoleh pengalaman lebih berdampak pada efikasi diri daripada kegagalan setelah memperoleh pengalaman.

6) Kegagalan akan berdampak sedikit pada efikasi diri seseorang terutama pada mereka yang memiliki ekspektasi kesuksesan yang tinggi.

b. Permodelan sosial (social modelling)

Kesuksesan atau kegagalan orang lain sering digunakan sebagai pengukur kemampuan dari diri seseorang. Efikasi diri dapat meningkat saat mengobservasi keberhasilan seseorang yang mempunyai kompetensi setara, namun efikasi diri dapat berkurang ketika melihat orang lain yang setara gagal. Secara umum, permodelan sosial tidak memberikan dampak yang besar dalam peningkatan efikasi diri seseorang, tetapi permodelan sosial dapat memberikan dampak yang besar dalam penurunan efikasi diri, bahkan mungkin dampaknya dapat bertahan lama.

c. Persuasi sosial (social persuasion)

Dampak dari persuasi sosial terhadap meningkatnya atau menurunnya efikasi diri cukup terbatas, dan harus pada kondisi yang tepat. Kondisi tersebut adalah bahwa seseorang haruslah mempercayai pihak yang melakukan persuasi karena kata-kata dari pihak yang terpercaya lebih efektif daripada kata-kata dari pihak yang tidak terpercaya. Persuasi sosial paling efektif ketika dikombinasikan


(44)

29

dengan performa yang sukses. Persuasi mampu meyakinkan seseorang untuk berusaha jika performa yang dilakukan terbukti sukses.

d. Kondisi fisik dan emosional (physical and emotional states)

Ketika seseorang mengalami ketakutan, kecemasan yang kuat dan stres yang tinggi memungkinkan seseorang akan memiliki efikasi diri yang rendah, sehingga emosi yang kuat cenderung untuk mengurangi performa seseorang.

Berdasarkan uraian tentang faktor yang mempengaruhi efikasi diri dapat disimpulkan bahwa ada 4 faktor yang dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang yaitu 1) Pengalaman menguasai sesuatu, 2) Permodelan sosial, 3) Persuasi sosial, 4) Kondisi fisik dan emosional.

4. Pengaruh Efikasi Diri dalam Memecahkan Masalah

Tinggi rendahnya efikasi diri yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi perilaku seseorang tersebut. Ormrod (2008: 21-23) menyebutkan terdapat empat perilaku yang dapat dipengaruhi oleh efikasi diri seseorang sebagai berikut.

a. Pilihan aktivitas

Seseorang akan cenderung memilih aktivitas, kegiatan, atau tugas yang mereka yakini akan berhasil dan cenderung menghindari aktivitas, kegiatan, atau tugas yang diyakini akan gagal. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya efiksi diri seseorang dapat mempengaruhi aktivitas maupun tugas yang akan mereka ambil.


(45)

30 b. Tujuan

Seseorang akan lebih cenderung menentukan tujuan yang lebih tinggi pada bidang yang mereka yakini dapat mereka kuasai. Kesimpulannya, seseorang dengan efikasi diri yang tinggi pada suatu bidang tertentu akan mampu menentukan tujuan yang lebih tinggi bagi diri mereka sendiri di bidang tersebut.

c. Usaha dan presistensi

Seseorang dengan efikasi diri yang tinggi akan lebih mungkin mengerahkan segenap usahanya ketika mendapatkan tugas baru. Selain itu, mereka juga akan lebih gigih dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi tantangan. Sebaliknya, seseorang yang memiliki efiksi diri yang rendah akan cenderung bersikap setengah hati pada suatu tugas dan mudah menyerah menghadapi kesulitan.

d. Pembelajaran dan prestasi

Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung lebih banyak belajar dan berprestasi daripada seseorang yang memiliki efikasi diri yang rendah. Bandura (Ormrod 2008: 22) menegaskan bahwa hal tersebut benar bahkan ketika tingkat kemampuan aktualnya sama. Dengan kata lain bahwa ketika beberapa individu yang memiliki kemampuan sama, mereka yang memiliki keyakinan dapat menyelesaikan tugas lebih mungkin menyelesaikan tugas dengan sukses daripada mereka yang tidak memiliki keyakinan mampu menyelesaikan tugas.


(46)

31

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku yang dapat dipengaruhi oleh efikasi diri yaitu meliputi pilihan aktivitas, tujuan, usaha dan presistensi, dan pembelajaran dan prestasi.

C. Kajian Masa Remaja 1. Pengertian Remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa (fase) remaja. Menurut Hurlock (1980: 206) istilah remaja berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Sedangkan menurut bahasa aslinya, remaja sering dikenal dengan istilah “adolescence”. Menurut Piaget, Istilah “adolescence” yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Sofyan S. Willis (2014: 1), masa remaja merupakan masa yang baik untuk mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya, seperti bakat, kemampuan, dan minat. Pada masa remaja, individu bisa lebih mengeksplor minat serta bakatnya sebagai bekal di masa mendatang, masa-masa dimana individu dapat mengaktualisasikan dirinya.

Masa remaja merupakan masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, oleh Erikson (dalam Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 139) disebut dengan identitas ego (ego identity), dimana masa remaja merupakan masa mencari jati diri. Pada masa ini, remaja dihadapkan pada pencarian tentang dirinya sendiri, remaja dihadapkan banyak peran, sehingga menurut Erikson dikenal dengan krisis identitas, jika remaja berhasil melewati krisis


(47)

32

identitas tersebut, maka akan berpengaruh pada kesuksesan dalam komitmen dasar kehidupan, pekerjaan, ideology, social, agama, etika dan seksual (Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 140). Sebaliknya, remaja yang tidak dapat menjalankan perannya sesuai dengan harapan, dapat menimbulkan masalah dalam pengembangan identitasnya. keberhasil seorang remaja menjalankan tugasnya dipengaruhi juga seberapa besar dukungan yang diberikan oleh orang sekitar dan seberapa besar efikasi dirinya sendiri.

Papalia dan Olds (Yudrik Jahja, 2011: 220), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 tahun atau 17 tahun, dan berakhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Hurlock (1980: 207-209) menyebutkan ciri-ciri remaja sebagai berikut:

a. Masa remaja dianggap sebagai periode penting

Pada periode remaja baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat perkembangan fisik dan psikologis yang kedua-duanya sama-sama penting. Terutama pada awal masa remaja, perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang


(48)

33

cepat pula dapat menimbulkan perlunya penyesuaian dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja dianggap sebagai periode peralihan

Bila anak-anak beralih dari masa anak-anak ke masa dewasa, anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.

Osterrieth mengatakan bahwa struktur psikis anak remaja berasal dari masa kanak-kanak dan banyak ciri yang umumnya dianggap sebagai ciri khas masa remaja sudah ada pada akhir masa kanak-kanak. Perubahan fisik yang terjadi selama tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yang telah bergeser, pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan bukan orang dewasa .

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajr dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Ada lima perubahan yang sama yang hampir bersifat universal, yaitu :

1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.


(49)

34

2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesatkan menimbulkan masalah baru.

3) Dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga berubah, apa yang dianggap pada masa kanak-kanak penting setelah hampir dewasa tidak penting lagi.

4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan, mereka menginginkan untuk menuntut kebebasan tetapi mereka sering takut dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu:

1) Sepanjang masa kanak-kanan masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam menghadapi masalah.

2) Karena para remaja merasa diri mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja penyesuaian diri pada kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dngan menjadi sama dengan teman-temannya. Seperti yang


(50)

35

dijelaskan oleh Erickson : “Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. Apakah dia seorang anak atau apakah dia orang dewasa? Apakah nanti akan menjadi seorang suami atau ayah? Apakah mampu percaya diri sekalipun latar belakng ras, agama atau kebangsaanya membuat beberapa orang merendahkannya? Secara keseluruhan apakah ia akan berhasil atau gagal?”

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

Majeres menunjukkan bahwa banyak anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya banyak diantaranya yang bersifat negatif. Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja, bersikap simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Stereotip popular juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. g. Masa remaja sebagai usia yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kahidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini menyebabkan meningginya emsoi yang merupakan ciri dari awal masa remaja, semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia menjadi marah.


(51)

36

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, oleh karena itu remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa.

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Pada jenjang kehidupan remaja, seseorang telah berada pada posisi yang cukup kompleks, di mana telah banyak menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya, seperti misalnya mengatasi sifat tergantung pada orang lain, memahami norma pergaulan dengan teman sebaya, dan lain-lain. Tugas perkembangan pada masa remaja ini dipusatkan pada upaya untuk menanggulangi sikap dan pola perilaku kekanak-kanakan.

Havighurst (Sunarto, 2002: 44) mengemukakan 10 jenis tugas perkembangan remaja, yaitu:

a. Mencapai hubungan dengan teman lawan jenisnya secara lebih memuaskan dan matang

b. Mencapai perasaan seks dewasa yang diterima secara sosial c. Menerima keadaan badannya dan menggunakannya secara efektif d. Mencapai kebebasan emosional dari orang dewasa

e. Mencapai kebebasan ekonomi

f. Memilih dan menyiapkan suatu pekerjaan


(52)

37

h. Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual yang perlu bagi warga negara yang kompeten

i. Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial

j. Menggapai suatu perangkat nilai yang digunakan sebagai pedoman tingkah laku

Tugas-tugas tersebut pada dasarnya tidak dapat dipisahkan secara pilah, karena remaja itu adalah pribadi yang utuh. Bukan saja menghadapi tugas yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, sosial, dan ekonomi, tetapi juga menghadapi tugas yang berkaitan dengan faktor psikologis, seperti pencapaian kebahagiaan dan kepuasan, persaingan, kekecewaan, dan perang batin.

4. Perkembangan Masa Remaja

perkembangan pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik ditandai dengan perubahan biologis pada masa kanak-kanak menuju masa remaja. Perubahan-perubahan biologis yang ada adalah pertambahan tinggi tubuh yang cepat, perubahan hormonal, dan kematangan seksual yang muncul ketika seseorang memasuki masa pubertas. Menurut Santrock (2007: 20) masa remaja dimulai sekitar usia 10 tahun hingga 13 tahun dan


(53)

38

berakhir pada sekitar usia 18 tahun hingga 22 tahun. Rentang usia remaja dapat bervariasi tergantung dari faktor lingkungan budaya dan historisnya.

Menurut Papalia & Olds (2008: 536) perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensorik dan keterampilan motorik. Perubahan pada tubuh/fisik ditandai dengan pertumbuhan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanan yang ciri-cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan.

b. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Papalia dan Olds (Yudrik Jahja, 2011: 232), mengemukakan bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara abstrak). Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan.


(54)

39

Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2007: 126).

c. Perkembangan emosi dan sosial

Ditinjau dari perkembangan emosi menurut Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 135) pada masa remaja terjadi ketegangan emosi yang bersifat khas sehingga masa ini disebut sebagai masa badai dan topan (storm and stress), yaitu masa yang menggambarkan emosi remaja yang tidak menentu, tidak stabil, dan meledak-ledak. Kepekaan emosi remaja yang meningkat sering diwujudkan dalam bentuk nervous, seperti gelisah, cemas, sentimen, menggigit kuku, dan garuk-garuk kepala.

Pada aspek ini, remaja sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan orangtua dan orang-orang disekitarnya, untuk remaja yang berada di panti asuhan interaksi yang utama adalah dengan pengurus panti dan teman sesama panti. Emosi yang berkembang akan sesuai dengan impuls emosi yang diterimanya. Emosi pada remaja juga seringkali berubah-ubah dan sedikit lebih negatif dibandingkan praremaja. Pengalaman lingkungan juga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap emosi remaja dibandingkan hormonal.


(55)

40

Meskipun meningkatnya kemampuan kognitif dan kesadaran dari remaja dapat mempersiapkan mereka untuk dapat mengatasi stres dan fluktuasi emosional secara lebih efektif, banyak remaja tidak dapat mengelola emosinya secara lebih efektif. Akibatnya, remaja rentan untuk mengalami depresi, kemarahan, yang dapat memicu munculnya berbagai masalah seperti kesulitan akademis, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat. Hal-hal tersebut perlu perhatian dan dukungan dari orang-orang terdekat agar remaja dapat mengelola emosinya dengan wajar.

Ditinjau dari perkembangan sosial, pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya termasuk pergaulan dengan lawan jenis. Remaja dalam perkembangan sosialnya juga tak lepas dari berbagai permasalahan. Ketika remaja tidak diterima dalam kelompok membuat percaya diri remaja berkurang. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 137-138) mengenai perkembangan sosial remaja yang menyatakan bahwa keberhasilan sosial akan menambah rasa percaya diri pada diri remaja dan ditolak oleh kelompok merupakan hukuman yang paling berat bagi remaja.

Beberapa hal yang perlu menjadi benteng bagi remaja dalam mengisi masa muda agar mengarah pada pembentukan sikap dan karakter yang positif dan kondusif. Perlu adanya kegiatan–kegiatan


(56)

41

positif lain seperti kegiatan sosial, olah raga, kegiatan ilmiah dan keagamaan. Kontrol yang paling penting dari keluarga dan lingkungan bukanlah pengekangan namun dorongan dan motivasi secara positif agar remaja tidak merasa terkekang namun tetap merasa diperhatikan. D. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Efikasi Diri Dalam

Memecahkan Masalah

Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Banyaknya perubahan dan penyesuaian diri yang harus dialami remaja membuat remaja sangat membutuhkan adanya dukungan dari lingkungan sosialnya. Dukungan yang diberikan pada remaja akan membuat remaja tersebut merasa diperhatikan, dihargai, dicintai dan menjadi bagian dari sebuah kelompok sosial tertentu, sehingga dengan dukungan sosial yang diterimanya seorang remaja akan merasa lebih mampu dan yakin bahwa mereka memiliki kemampuan yang baik dan kepercayaan diri yang sehat. Dukungan sosial ini tidak hanya dibutuhkan oleh remaja yang tinggal dalam keluarga yang utuh saja melainkan juga pada remaja yang tinggal di panti asuhan.

Remaja yang tinggal di panti memiliki tugas yang jauh lebih berat dari pada remaja yang tinggal bersama keluarganya. Remaja yang tinggal di panti asuhan harus dapat memenuhi kebutuhan psikologisnya sendiri, sehingga tak heran jika pada remaja yang tinggal di panti asuhan sering mengalami masalah psikologis. Remaja yang tinggal di panti asuhan mempunyai kebutuhan psikologis untuk mendapatkan dorongan dan dukungan dari lingkungannya, pemberian dukungan pada remaja yang tinggal di panti


(57)

42

asuhan akan berdampak terhadap kondisi psikologisnya. Menurut Smet (1994: 133) jika individu merasa didukung oleh lingkungan, segala sesuatu dapat menjadi lebih mudah pada waktu mengalami kejadian-kejadian yang menegangkan. Sementara itu, ketidakadaan dukungan sosial dapat menimbulkan perasaan kesepian, kehilangan, ketidak berdayaan diri dan rasa kurang percaya diri yang dapat berpengaruh pada efikasi diri remaja tersebut.

Tinggi dan rendahnya dukungan sosial yang diterima akan membuat warna dalam kehidupan seorang remaja. Remaja dengan dukungan sosial rendah akan merasa tidak diperhatikan, tidak mendapat kasih sayang dan merasa tidak percaya diri dalam lingkungannya. Kondisi tersebut akan membuat seorang remaja merasa dirinya tidak berguna dan merasa kehilangan kepercayaan diri serta merasa tidak mampu dalam segala hal, sehingga akan mudah lari dari keadaan yang dirasanya baru dan sulit untuk dijalani. Sebaliknya jika dukungan sosial yang diperoleh tinggi, rasa dicintai, dihargai, merasa lebih mampu dan yakin bahwa mereka memiliki kemampuan yang baik, kepercayaan diri yang sehat dan lebih yakin dengan hubungan sosial yang dibentuknya.

Minimnya dukungan sosial yang didapatkan remaja yang tinggal dipanti asuhan akan sangat berimbas pada munculnya masalah pada diri remaja terkait efikasi diri yang rendah. Begitu sebaliknya, apabila remaja asuh mendapat dukungan sosial yang tinggi maka mereka akan merasa dicintai, dihargai, sehingga mereka akan merasa mampu untuk menyelesaikan segala tugas dan mampu memecahkan masalah yang ada.


(58)

43 E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan paparan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di panti asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta.


(59)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini dirancang sebagai penelitian korelasi. Suharsimi Arikunto (2010: 4) menjelaskan penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada. Data yang terkumpul berupa angka-angka, selanjutnya data yang sudah terkumpul dianalisis dan analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif. Menurut Sugiyono (2012: 14) penelitian kuantitatif diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan data menggunakan instrumen penelitian dan analisis data bersifat kuantitatif/statistika dengan tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis korelasional. Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan antara variabel-variabel yang diteliti, yaitu variabel dukungan sosial dengan efikasi diri dalam memecahkan masalah pada remaja asuh di panti asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Sinar Melati yang beralamat di Jalan Sedan RT 01 RW 33 Sariharjo Ngaglik Sleman Yogyakarta. Alasan


(60)

45

pemilihan tempat penelitian ini berdasarkan sebagian remaja asuh merasa dukungan sosial yang dimiliki rendah dan memilih menghindari masalah daripada memecahkannya.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September 2015. Penentuan tentang waktu didasarkan atas perkiraan penyusunan proposal, pengmbangan instrumen penelitian, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyusunan laporan hasil penelitian.

C. Populasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian populasi, dimana objek/subjek pada penelitian ini adalah seluruh populasi yang ada di panti asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta. Menurut Sugiyono (2012: 215), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah anak asuh di Panti Asuhan Sinar Melati Sleman Yogyakarta sebanyak 52 orang yang tergolong usia remaja yaitu usia antara 10-20 tahun. Penentuan usia tersebut berdasarkan teori dari Santrock yang menyebutkan bahwa usia remaja di mulai dari usia 10-20 tahun. Pemilihan subjek dalam penelitian ini di lihat berdasarkan tingkat usia bukan berdasarkan kematangan psikologis anak. Jumlah remaja asuh tersebut diperoleh dari data yang diberikan oleh pengurus panti yang bersangkutan.


(61)

46 D. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdapat dua macam variabel pokok yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Rincian masing-masing variabel tersebut sebagai berikut ini. 1. Variabel bebas (independent variable) yaitu dukungan sosial (X).

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu efikasi diri dalam menyelesaikan masalah (Y).

Selanjutnya keterkaitan antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) akan digambarkan pada skema berikut:

Gambar 1. Hubungan antar Variabel Keterangan:

X : variabel dukungan sosial

Y : variabel efikasi diri dalam menyelesaikan masalah : hubungan antara variabel X dengan Y

E. Definisi Operasional Variabel 1. Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan dukungan atau bantuan yang berasal dari orang lain yang memiliki hubungan seperti keluarga, saudara, teman, atau orang yang berpengaruh dalam hidupnya. Adapun bentuk dukungan sosial yang mengindikasikan variabel tersebut terdiri atas.

a. Dukungan emosional dan dukungan penghargaan

Dukungan emosional terdiri dari ekspresi seperti perhatian, empti, dan turut prihatin kepada seseorang. Dukungan ini akan menyebabkan


(62)

47

penerima dukungan merasa nyaman, tentram kembali, merasa dimiliki dan dicintai ketika dia mengalami stres, memberi bantuan dalam bentuk semangat, kehangatan personal, dan cinta. Sedangkan dukungan penghargaan berupa pemberian penghargaan positif kepada orang lain, dorongan atau persetujuan terhadap ide ataupun perasaan individu, ataupun melakukan perbandingan positif antara individu dengan orang lain. Dukungan ini dapat menyebabkan individu yang menerima dukungan membangun rasa menghargai dirinya, percaya diri, dn merasa bernilai. b. Dukungan instrumental

Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung misalnya yang berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu untuk membantu meringankan tugas seseorang yang memerlukan bantuan.

c. Dukungan informasi

Dukungan ini terdiri dari nasehat, arahan, saran taupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu. Misalnya individu mendapatkan informasi dari dokter tentang bagaimana mencegah penyakitnya kambuh lagi.

2. Efikasi diri dalam memecahkan masalah

Efikasi diri dalam memecahkan masalah merupakan keyakinan remaja asuh akan kemampuannya dalam melakukan tugas dan memecahkan masalah secara efektif guna mencapai tujuan yang diinginkannya. Adapun aspek-aspek yang mengindikasikan variabel tersebut terdiri atas.


(63)

48 a. Dimensi besaran (magnitude)

Dimensi besaran berkaitan dengan tingkat kesulitan suatu tugas. Derajat kesulitan tugas yang beragam mulai dari yang paling mudah hingga yang paling sulit. Seseorang cenderung memilih tingkat kesulitan tugas dari yang paling mudah, sedang atau sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dimilikinya. Seorang yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung akan melaksanakan tugas yang tingkat kesulitannya diluar batas kemampuan yang dimilikinya.

b. Dimensi generalisasi (generality)

Dimensi generalisasi berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang diyakini seseorang tentang kemampuannya. Seseorang dapat merasa yakin akan kemampuannya yang dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan kemampuan seseorang dalam mengerjakan tugas, yaitu dimana setiap orang berbeda.

c. Dimensi kekuatan (strength)

Dimensi kekuatan erat kaitannya dengan tingkat kekuatan keyakinan atau penghargaan seseorang mengenai kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas. Seseorang yang memiliki efikasi diri rendah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak sesuai harapannya. Sebaliknya seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi mendorongnya tetap berusaha, meskipun kerap menemui pengalaman yang tidak sesuai harapannya. Dimensi ini berkaitan langsung dengan dimensi besaran yakni terdapat hubungan negatif


(64)

49

antara dimensi kekuatan dan dimensi besaran. Semakin tinggi taraf kesulitan tugas maka semakin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikan tugasnya.

F. Teknik Pengumpulan Data dan Pengembangan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dipergunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Teknik yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dalam bentuk skala. Teknik pengumpulan data dengan skala sangat efisien digunakan jika sampel cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono, 2006:199). Teknik ini untuk memperoleh data langsung dari responden masing-masing variabel. Skala ini merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kemudian dikembalikan lagi ke pihak peneliti setelah pertanyaan atau pernyataan tersebut selesai dijawab. Penelitian ini menggunakan skala tertutup dalam arti jawaban dari skala sudah disediakan sehingga responden hanya memilih jawaban yang telah disediakan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket dalam bentuk skala yang dibuat oleh peneliti sendiri yaitu model skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi terhadap suatu fenomena yang terdiri atas empat jawaban alternatif yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Alasan peneliti dalam menggunakan empat pilihan jawaban adalah karena kebanyakan


(65)

50

masyarakat Indonesia cenderung memilih netral dan menghindari pilihan-pilihan tertentu dan dapat lebih menghemat waktu dan tenaga karena dapat digunakan serentak serta lebih efisien untuk mengetahui variabel yang akan diukur.

2. Pengembangan Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan untuk pengumpulan data agar pekerjaan peneliti lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Dalam penyusunan instrumen, peneliti mengikuti langkah-langkah yaitu, menjabarkan variabel ke dalam aspek, menjabarkan aspek ke dalam indikator, lalu membuat kisi-kisi instrumen dan menjabarkan indikator menjadi pernyataan-pernyataan. Kisi-kisi instrumen skala dukungan sosial sebelum uji coba instrumen disajikan pada tabel 1 halaman 53.

Tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa variabel dukungan sosial dalam penelitian ini terdiri dari 4 aspek yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informasi dengan jumlah item sebanyak 33 item. Selanjutnya kisi-kisi instrumen skala efikasi diri dalam memecahkan masalah sebelum uji coba disajikan pada tabel 2 pada halaman 54. Terdiri dari 3 aspek yaitu aspek besaran (magnitude)/tingkat kesulitan dalam memecahkan masalah, aspek generalisasi /tingkat kemampuan memecahkan masalah sesuai bidang dan di luar bidangnya, dan aspek kekuatan (strength)/tingkat kekuatan remaja dalam memecahkan masalah dengan jumlah item sebanyak 30 item.


(66)

51

Setiap instrumen tersebut dilakukan validitas isi oleh judgemen ahli dan dilakukan ujicoba sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian. Uji coba instrumen dilakukan di panti asuhan sinar melati Bantul Yogyakarta dengan jumlah subjek 30 anak. Penentuan lokasi dalam uji coba instrumen ini dengan alasan bahwa panti asuhan sinar melati bantul merupakan panti asuhan/yayasan yang sama dan memiliki karaktristik yang sama pula. Setelah dilakukan uji coba instrumen dan dinyatakan valid dan layak untuk diujikan maka instrumen tersebut sudah dapat digunakan dalam melakukan penelitian. Kisi-kisi instrumen skala dukungan sosial setelah uji coba dapat dilihat pada halaman 55 dengan jumlah item sebanyak 30 item. Sedangkan untuk kisi-kisi instrumen efikasi diri dalam memecahkan masalah setelah uji coba dapat dilihat pada halaman 56 dengan jumlah item sebanyak 26 item.

Instrumen dalam penelitian ini dibuat tertutup menggunakan empat alternatif jawaban yaitu sangat sesuai, sesuai, kurang sesuai dan sangat tidak sesuai. Skala ini menilai tingkah laku yang diinginkan oleh peneliti dengan cara mengajukan pernyataan kepada responden. Kemudian responden diminta memberikan jawaban dengan skala ukur yang telah disediakan. Jawaban dari responden ditulis dengan cara memberi tanda cek (√) pada jawaban skala yang disediakan, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Kurang Sesuai (KS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Responden dapat memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang disesuaikan dengan keadaan subjek. Skor untuk setiap alternatif jawaban pada


(1)

118

HASIL UJI KATEGORISASI

Res DukunganSosial EfikasiDiri Res DukunganSosial EfikasiDiri 1 103 Tinggi 81 Tinggi 27 84 Sedang 88 Tinggi 2 96 Tinggi 79 Tinggi 28 77 Sedang 90 Tinggi 3 86 Sedang 67 Sedang 29 69 Sedang 82 Tinggi 4 106 Tinggi 82 Tinggi 30 82 Sedang 62 Sedang 5 102 Tinggi 83 Tinggi 31 88 Sedang 73 Sedang 6 82 Sedang 73 Sedang 32 76 Sedang 71 Sedang 7 107 Tinggi 85 Tinggi 33 86 Sedang 78 Tinggi 8 104 Tinggi 80 Tinggi 34 89 Sedang 72 Sedang 9 85 Sedang 75 Sedang 35 89 Sedang 75 Sedang 10 91 Tinggi 83 Tinggi 36 94 Tinggi 81 Tinggi 11 75 Sedang 79 Tinggi 37 94 Tinggi 80 Tinggi 12 105 Tinggi 102 Tinggi 38 101 Tinggi 102 Tinggi 13 79 Sedang 89 Tinggi 39 104 Tinggi 102 Tinggi 14 86 Sedang 78 Tinggi 40 78 Sedang 65 Sedang 15 105 Tinggi 94 Tinggi 41 89 Sedang 80 Tinggi 16 87 Sedang 78 Tinggi 42 107 Tinggi 84 Tinggi 17 86 Sedang 45 Rendah 43 93 Tinggi 77 Sedang 18 78 Sedang 74 Sedang 44 90 Tinggi 87 Tinggi 19 96 Tinggi 84 Tinggi 45 90 Tinggi 90 Tinggi 20 102 Tinggi 76 Sedang 46 89 Sedang 83 Tinggi 21 95 Tinggi 68 Sedang 47 79 Sedang 61 Sedang 22 93 Tinggi 84 Tinggi 48 78 Sedang 65 Sedang 23 83 Sedang 57 Sedang 49 64 Sedang 66 Sedang 24 77 Sedang 77 Sedang 50 55 Rendah 59 Sedang 25 75 Sedang 83 Tinggi 51 50 Rendah 50 Rendah 26 84 Sedang 77 Sedang 52 56 Rendah 50 Rendah


(2)

119 Lampiran 8.

Uji Korelasi Product Moment

UJI KORELASI

Correlations

Correlations 1 .621** .000 52 52 .621** 1 .000 52 52 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Dukungan_Sosial Efikasi_Diri_dalam_ Memecahkan_Masalah Dukungan_ Sosial Efikasi_Diri_ dalam_ Memecahka n_Masalah

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.


(3)

120 Lampiran 9.

Tabulasi Silang Dukungan Sosial dan Efikasi Diri

TABULASI SILANG DUKUNGAN SOSIAL*EFIKASI DIRI DALAM MEMECAHKAN MASALAH

Crosstabs

Case Processing Summary

52 100.0% 0 .0% 52 100.0% Dukungan_Sosial *

Efikasi_Diri_dalam_ Memecahkan_Masalah

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Dukungan_Sosial * Efikasi_Diri_dalam_Meme cahkan_Masalah Crosstabulation

18 3 0 21

34.6% 5.8% .0% 40.4%

11 16 1 28

21.2% 30.8% 1.9% 53.8%

0 1 2 3

.0% 1.9% 3.8% 5.8%

29 20 3 52

55.8% 38.5% 5.8% 100.0% Count

% of Total Count % of Total Count % of Total Count % of Total Tinggi

Sedang Rendah Dukungan_Sosial

Total

Tinggi Sedang Rendah Efikasi_Diri_dalam_Memecahkan_

Masalah


(4)

121 lampiran 10.

Surat Ijin Penelitian


(5)

122


(6)

123 3. Surat Ijin Penelitian dari BAPEDA