Penanganan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan serta Biayanya di PPN Palabuhanratu

(1)

ii

ABSTRAK

ELWIDYA BASTIAN, C44063391. Penanganan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan serta Biayanya di PPN Palabuhanratu. Dibimbing oleh ANWAR BEY PANE dan RETNO MUNINGGAR

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan tibe B di pantai selatan Jawa Barat. Adanya penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan yang baik dapat menarik nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapan di sana karena dapat meningkatkan pendapatan nelayan. Penelitian dilakukan untuk mengetahui aktifitas penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan, besaran biayanya dan nilai organoleptik hasil tangkapan dominan di PPN Palabuhanratu. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk kondisi aktual penanganan dan pendistribusian, analisis finansial untuk besaran biayanya dan analisis statistik non parametrik untuk nilai organoleptik. Hasil analisis menyatakan secara umum penanganan hasil tangkapan di tempat pendaratan belum dilakukan oleh nelayan, hasil tangkapan baru ditangani di tempat pedagang pengumpul, perusahaan pengumpul dan pedagang pengecer. Pendistribusian hasil tangkapan dilakukan dalam bentuk segar dan ikan olahan dengan tujuan lokal, nasional dan ekspor. Biaya penanganan berupa biaya-biaya penyediaan alat dan bahan penanganan, sedangkan biaya-biaya pendistribusian terdiri dari pas masuk, sewa sarana pendistribusian dan biaya angkut. Urutan hasil tangkapan dari mutu paling tinggi di tempat pendaratan adalah tongkol, cakalang, layur dan tuna-tuna kecil, sedangkan di tempat pedagang pengecer adalah cakalang, tongkol, layur dan tuna-tuna kecil. Masih terdapat beberapa kekurangan dalam penanganan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu yang harus diperbaiki.

Kata kunci : hasil tangkapan, organoleptik, PPN Palabuhanratu, penanganan, pendistribusian


(2)

iii

ABSTRACK

ELWIDYA BASTIAN, C44063391. Handling and Distribution of the Catch with the Cost in PPN Palabuhanratu. Supervised by ANWAR BEY PANE and RETNO MUNINGGAR

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu is the only one fishing port type B on the south coast of West Java. The existence a good handling and distribution of the catch can attract fishermen to land the cacth in there because can increase the income of fishermen. The study was conducted to dertermine the activity of handling and distribution of the catch, the amount of the cost and organoleptic value of the dominant catch in PPN Palabuhanratu. Data analysis was conducted descriptively to the actual conditions of handling and distribution, financial analysis to the amount of the cost dan non-parametric statistical analysis to organoleptic value. The analysis states in general handling of the catch at landing site not handling by fishermen, the catch just handling on-site collectors, corporate colectors dan retailers. The catch are distribution by type of fresh and fickle in destination local, national dan export. Handling cost is include providing equipment and material handling cost, while distribution cost in include pass go into PPN Palabuhanratu, the rent of distributions tool dan cost of transport. The catch from the highest quality at the landing site is tongkol, cakalang, layur dan tuna-tuna kecil, while at the retailers is cakalang, tongkol, layur dan tuna-tuna kecil. There are still some of weakness in handling of the catch in PPN Palabuhanratu be fixed.

Key words : the cacth, organoleptic, PPN Palabuhanratu, handling, distribution


(3)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha penangkapan ikan akan menghasilkan hasil tangkapan sebagai output atau hasil dari usaha tersebut. Hasil tangkapan dari usaha penangkapan ikan merupakan sumberdaya ikan yang ditangkap oleh alat penangkap ikan melalui operasi penangkapan ikan di perairan laut, yang mana hasil tangkapan tersebut dapat digunakan sebagai bahan makanan. Hasil tangkapan dapat berupa ikan, binatang berkulit keras, binatang berkulit lunak, tumbuhan air, binatang bercangkang dan binatang air lainnya. Hasil tangkapan tersebut harus ditangani dengan cara yang khusus dan baik.

Hasil tangkapan merupakan komoditi yang mudah rusak dan cepat busuk, terutama bila terkena suhu tinggi. Karena sifatnya yang mudah busuk sehingga dibutuhkan penanganan hasil tangkapan yang baik untuk menjaga mutunya. Penanganan hasil tangkapan dapat berupa grading (pengelompokan berdasarkan jenis, ukuran dan mutu), pencucian, pengaturan suhu, pembersihan, pengemasan dan lainnya. Penanganan bertujuan mempertahankan mutu atau kesegaran hasil tangkapan, sehingga penanganan hasil tangkapan dapat diartikan sebagai cara memperlakukan hasil tangkapan agar mutu atau kesegarannya terjaga.

Adanya penanganan hasil tangkapan yang baik, efektif dan efisien akan membuat mutu hasil tangkapan terjaga pada kondisi yang bagus. Hasil tangkapan yang mutu bagus, harganya akan lebih tinggi dan permintaannya juga akan meningkat. Selain itu permintaan hasil tangkapan untuk konsumsi atau industri biasanya adalah hasil tangkapan yang bermutu tinggi.

Kegiatan penangkapan ikan dan penanganan hasil tangkapan membutuhkan pembiayaan dalam operasinya. Pembiayaan penanganan merupakan total semua biaya (biaya investasi dan biaya produksi) yang dikeluarkan oleh pelaku penanganan untuk melakukan kegiatan penanganan terhadap suatu hasil tangkapan. Biaya penanganan tersebut dapat dibuat dalam satuan waktu per hari, ber bulan dan atau per tahun.


(4)

Pembiayan tersebut di atas membuat pelaku penanganan membutuhkan sumber pemasukan. Pemasukan didapatkan dengan “mengalirkan” hasil tangkapan tersebut kepada pihak lain sehingga hasil tangkapan memiliki nilai. “Mengalirkan” hasil tangkapan dari produsen sampai ke tangan konsumen disebut dengan pendistribusian hasil tangkapan.

Pendistribusian hasil tangkapan dapat dilakukan terhadap hasil tangkapan hidup, segar dan beku. Hasil tangkapan hidup, segar dan beku didistribusikan kepada pedagang, rumah tangga, restoran, perusahaan pengolahan dan konsumen lainnya. Hasil tangkapan tersebut setelah sampai di tangan konsumen akan digunakan sebagai bahan pangan yang dikonsumsi, sehingga sangat penting bagi konsumen untuk mengetahui bagaimana sumber pangan tersebut ditangani dan didistribusikan.

Pengolahan hasil tangkapan pada umumnya dilakukan oleh perusahaan, dimana perusahaan tersebut menjadikan hasil tangkapan sebagai bahan bakunya. Kualitas produk hasil olahan tersebut akan sangat bergantung kepada kualitas bahan bakunya, maka sangat penting bagi perusahaan untuk mendapatkan informasi mengenai penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan yang akan dijadikan bahan baku.

Hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan perikanan selain ditujukan untuk konsumsi lokal juga dapat didistribusikan keluar daerah dan atau ekspor. Pendistribusian hasil tangkapan dari pelabuhan baik keluar daerah maupun ekspor dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di daerah atau negara lain agar hasil tangkapan tersebut dapat mempunyai nilai tambah. Selain itu adanya pendistribusian hasil tangkapan ke luar daerah dan atau ekspor akan mampu secara langsung menambah pemasukan bagi pelaku pendistribusian khususnya dan secara tidak langsung kepada pelabuhan umumnya.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, hasil tangkapan dapat didistribusikan ke daerah lokal, luar daerah dan ekspor. Setiap jenis hasil tangkapan yang didaratkan, akan didistribusikan dengan jumlah dan tujuan pendistribusian yang berbeda sesuai dengan permintaan yang masuk ke pelabuhan. Perbedaan jumlah dan tujuan pendistribusian tersebut dapat dipetakan, dengan tujuan agar mempermudah mendapatkan informasi mengenai seberapa besar dan ke mana


(5)

pendistribusian hasil tangkapan dilakukan. Pemetaan dapat diartikan sebagai penyajian data ke dalam peta tematik sehingga memudahkan intrepetasi data bagi yang membacanya.

Tidak jauh berbeda dengan penanganan hasil tangkapan, pendistribusian hasil tangkapan juga memiliki pembiayan untuk melakukan operasi kegiatannya. Biaya pendistribusian yang dimaksud adalah seluruh biaya (biaya investasi dan biaya produksi) yang dikeluarkan distributor untuk mengalirkan hasil tangkapan ke tangan konsumen. Seperti halnya biaya penanganan, biaya pendistribusian juga dapat dibuat dalam satuan waktu per hari, per bulan dan atau per tahun.

Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu merupakan salah satu pelabuhan yang berpartisipasi dalam ekspor hasil tangkapan dari Indonesia. Adapun hasil tangkapan PPN Palabuhanratu yang di ekspor adalah tuna dan layur. Hal tersebut karena PPN Palabuhanratu terletak di pantai selatan Jawa yang langsung berhubungan dengan Samudera Hindia, sehingga komoditas tuna, tongkol dan layur masih bisa dieksploitasi dengan baik.

Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dekat dengan daerah pemasaran Jakarta, kalau ditempuh melalui jalan darat hanya memerlukan waktu 3-4 jam. Waktu tempuh yang cukup singkat dan menggunakan rantai dingin (suhu rendah) membuat hasil tangkapan dapat diekspor melalui Jakarta. Berdasarkan hal tersebut sangat diharapkan PPN Palabuhanratu dapat berpartisipasi optimum dalam penyediaan hasil tangkapan yang berkualitas melalui sistem penanganan dan pendistribusian yang baik.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa penanganan dan pendistribusian merupakan hal penting untuk diperhatikan dalam pelabuhan perikanan. Begitu juga di PPN Palabuhanratu, penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan merupakan salah satu hal penting yang harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu untuk mengetahui gambaran karakteristik dan aktivitas penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan.


(6)

Diharapkan, dengan adanya penelitian ini dapat diketahui jenis, jumlah dan harga hasil tangkapan serta pelaku , cara, jalur, tujuan dan biaya penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu.

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya dengan jelas :

1. Kondisi penanganan hasil tangkapan yang terjadi di PPN Palabuhanratu

2. Kegiatan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu dan peta pendistribusian hasil tangkapan dari PPN Palabuhanratu ke daerah-daerah tujuan pendistribusian

3. Besaran biaya penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan yang dikeluarkan oleh nelayan, pedagang pengumpul, perusahaan pengumpul dan pedagang pengecer di PPN Palabuhanratu

1.3Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk :

1. Mengetahui kondisi penanganan hasil tangkapan yang terjadi di PPN Palabuhanratu baik penanganan di tempat pendaratan, di tempat pedagang pengumpul maupun di tempat pedagang pengecer

2. Mendapatkan gambaran kegiatan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu, serta peta pendistribusian hasil tangkapan dari PPN Palabuhanratu ke daerah-daerah tujuan pendistribusiannya

3. Mendapatkan besaran biaya penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan yang dikeluarkan oleh nelayan, pedagang pengumpul, perusahaan pengumpul dan pedagang pengecer di PPN Palabuhanratu

1.4Manfaat

Penelitian ini diharapkan membawa manfaat bagi :

1. Nelayan, pedagang, perusahaan dan pengelola pelabuhan yaitu memberikan informasi dan masukan mengenai penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu


(7)

2. Nelayan untuk memberikan informasi kemana dan seberapa besar hasil tangkapan mereka didistribusikan

3. Pengelola pelabuhan, pedagang dan perusahaan yaitu memberikan informasi tentang peta pendistribusian hasil tangkapan dari PPN Palabuhanratu

4. Nelayan, pedagang, perusahaan dan pengelola PPN Palabuhanratu yaitu memberikan informasi besaran investasi dan besaran biaya produksi yang dikeluarkan untuk penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan


(8)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1Hasil Tangkapan

Ikan, menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2010) pada pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No 45 tahun 2009 tentang Perikanan merupakan segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Ikan ini meliputi ikan bersirip (Pisces); udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya (Crustacea); kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput dan sebangsanya (Mollusca); ubur-ubur dan sebangsanya (Coelenterata); teripang, bulu babi dan sebangsanya (Echinodermata); paus, lumba-lumba, pesut, duyung dan sebangsanya (Mamalia); rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya dalam air (Algae); dan biota perairan lainnya yang terkait dengan jenis-jenis di atas termasuk ikan.

Sumberdaya ikan menurut Mallawa (2006) terbagi menjadi dua yaitu ikan konsumsi dan ikan non konsumsi. Ikan konsumsi tersebut terdiri dari ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, udang dan crustacea lainnya, ikan karang konsumsi dan cumi-cumi. Ikan non konsumsi terdiri dari ikan hias dan benih alam komersial.

Sumberdaya ikan yang ditangkap oleh alat penangkap ikan, melalui operasi penangkapan ikan, disebut dengan hasil tangkapan. Hasil tangkapan secara umum digunakan sebagai bahan makanan sumber protein (ikan konsumsi). Hasil tangkapan dapat diklasifikasikan berdasarkan habitat asalnya terbagi menjadi dua jenis yaitu hasil tangkapan pelagis dan demersal. Hasil tangkapan pelagis adalah hasil tangkapan sumberdaya ikan yang hidup di bagian atas dan kolom perairan. Menurut Aryadi (2007) sifat sumberdaya ini di habitatnya suka berkelompok, sehingga penyebarannya tidak merata. Selain itu ruayanya jauh dengan olah gerak yang besar. Sumberdaya ikan pelagis juga dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan ukurannya, yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Contoh ikan pelagis besar adalah cakalang (Katsuwonus pelamis), tuna mata besar (Thunnus obesus) dan tuna sirip biru (Thunnus maccoyii), sedangkan beberapa ikan yang termasuk ikan pelagis kecil adalah tongkol (Auxis sp.) dan tenggiri (Scomberromorus sp.).


(9)

Hasil tangkapan demersal merupakan hasil tangkapan sumberdaya ikan yang hidup di dekat atau di dasar perairan. Adapun sifatnya menurut Aryadi (2007), membentuk kelompok yang kecil, penambahan populasinya tidak banyak bervariasi karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang relatif stabil, dan ruaya yang tidak terlalu jauh dengan aktivitas gerak yang relatif rendah. Hasil tangkapan yang termasuk jenis ikan demersal antara lain adalah cucut (Sphyrna sp.), layur (Trichiurus savala), kakap merah (Lutjanus sp.), pari (Dasyatis sp.) dan lainnya.

Selain ikan, binatang berkulit lunak dan berkulit keras juga merupakan hasil tangkapan yang penting di Indonesia. Contoh binatang berkulit lunak adalah cumi-cumi yang termasuk jenis cumi dan sotong. Menurut Mallawa (2006) terdapat banyak jenis cumi-cumi di Indonesia namun yang paling banyak tertangkap adalah jenis Loligo edulis. Contoh binantang berkulit keras adalah udang, kepiting dan rajungan; berbagai jenis udang antara lain udang jerbung, udang windu dan udang lainnya.

Hasil tangkapan di atas tidak semuanya selalu terdapat di setiap pelabuhan perikanan. Hal itu bergantung kepada keadaan perairan daerah penangkapan ikan dimana ikan tersebut ditangkap yang menentukan jenis dan jumlah hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan, sehingga jenis dan jumlah hasil tangkapan di suatu pelabuhan dapat berbeda dengan pelabuhan lainnya.

Tidak semua hasil tangkapan di suatu pelabuhan memiliki nilai jual dan permintaan konsumen yang tinggi. Hasil tangkapan yang memiliki nilai jual dan permintaan konsumen yang tinggi disebut dengan ikan ekonomis penting. Menurut Aryadi (2007), ikan ekonomis penting tersebut memiliki perbedaan pada tingkat kontinuitas dan jumlah produktifitasnya. Hasil tangkapan yang memiliki tingkat kontinuitas dan jumlah produktifitas yang tinggi dari pada ikan ekomomis penting lainnya disebut dengan komoditas unggulan.

Aryadi menambahkan bahwa secara garis besar komoditas unggulan hasil tangkapan dapat dikelompokkan menjadi dua yakni :

1) Komoditas unggulan lokal, yaitu jika komoditas tersebut telah memenuhi kriteria komoditas unggulan, tetapi masih dipasarkan di dalam negeri (lokal), baik dalam bentuk segar maupun telah diolah


(10)

2) Komoditas unggulan ekspor, yaitu komoditas yang telah memenuhi kriteria komoditas unggulan dan dipasarkan ke luar negeri (ekspor)

2.2 Penanganan dan Mutu Hasil Tangkapan

Penanganan hasil tangkapan merupakan segala cara memperlakukan hasil tangkapan untuk menjaga mutu hasil tangkapan. Penanganan dalam usaha penangkapan ikan memegang peran yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan baik dan buruknya penanganan akan mempengaruhi mutu hasil tangkapan yang ditangani. Semakin bagus mutu hasil tangkapan maka harga dan permintaan hasil tangkapan tersebut juga akan semakin bagus.

Hasil tangkapan mempunyai karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan komoditas lain, yaitu mudah busuk dan rusak. Penanganan yang semestinya diharapkan mampu membantu mempertahankan mutu hasil tangkapan, karena mutu hasil tangkapan sebenarnya tidak dapat ditingkatkan lagi. Mutu hasil tangkapan hanya dapat dipertahankan dengan menghentikan metabolisme bakteri yang ada di dalam tubuh hasil tangkapan. Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan penyimpanan yang menggunakan es untuk mengurangi degradasi atau penurunan kesegaran fisik hasil tangkapan, mencegah penurunan mutu dan penciutan karena hasil tangkapan mengering (Junianto, 2003).

Penanganan hasil tangkapan dimulai dari setelah hasil tangkapan tiba di atas kapal sampai dengan hasil tangkapan didistribusikan, karena proses perubahan mutu hasil tangkapan telah terjadi sejak ikan selesai ditangkap sampai didistribusikan. Ikan ditempatkan di palka kapal, sesampainya di pelabuhan selanjutnya dikeluarkan ke dek sampai dermaga bongkar kemudian dari dermaga tersebut diangkut menuju ke tempat pelelangan ikan (TPI) dan seterusnya sampai pendistribusian ke konsumen (Mulyadi, 2007).

Penanganan terhadap hasil tangkapan dapat berupa pencucian, pembersihan, pemotongan, pengklasifikasian, pengolahan, penyimpanan, pemberian bahan lain, pengaturan suhu dan lainnya. Cara penanganan hasil tangkapan baik di atas kapal, di darat, maupun selama pengangkutan dan pendistribusian, serta penanganan selama penjualan dan pengeceran menurut Berita Perikanan Papua (2007) adalah sebagai berikut :


(11)

1) Penanganan di atas kapal

(1) Hasil tangkapan dipisahkan berdasar spesies dan ukuran

(2) Hasil tangkapan dibongkar dari kapal atau perahu secara cepat dan higienis agar terhindar dari kenaikan suhu dan bakteri

(3) Mencuci hasil tangkapan harus dengan air yang bersih, jangan memakai air dari kolam pelabuhan

(4) Hasil tangkapan dimasukkan ke dalam wadah dan diselimuti es curah (5) Harus dihindarkan pemakaian alat-alat yang dapat menimbulkan

kerusakan fisik, seperti sekop, garpu, pisau dan lain-lain.

(6) Lantai dek kapal dibersihkan sebelum dan sesudah pembongkaran hasil tangkapan dan tidak menggunakan air dari kolam pelabuhan

2) Penanganan di darat

(1) Wadah hasil tangkapan segera dinaikkan ke atas lantai dermaga dan langsung diangkut menuju TPI

(2) TPI harus bersih dan hasil tangkapan tidak boleh diletakkan langsung di lantai TPI tanpa wadah

(3) Setelah hasil tangkapan sampai di TPI hasil tangkapan segera dilelang dan selama proses lelang berjalan suhu hasil tangkapan harus senantiasa terjaga

(4) Hasil tangkapan langsung dibawa oleh pemenang lelang 3) Penanganan selama pengangkutan dan pendistribusian

(1) Suhu hasil tangkapan harus selalu dijaga dan hasil tangkapan jangan terkena matahari langsung

(2) Hasil tangkapan dilapisi dengan es curah, bagian lapisan paling bawah dan paling atas esnya lebih tebal daripada lapisan lainnya

(3) Sebaiknya menggunakan mobil bak tertutup yang telah dilengkapi dengan pengatur suhu

4) Penanganan selama penjualan dan pengeceran

(1) Hasil tangkapan ditempatkan di wadah khusus dan diusahakan tumpukannya tidak besar dan tinggi karena dapat menyebabkan hasil tangkapan pada lapisan terbawah rusak


(12)

(2) Sebaiknya hasil tangkapan ditempatkan di dalam wadah yang mampu melindungi hasil tangkapan dari matahari, debu, serangga, binatang dan kotoran

(3) Sebaiknya suhu hasil tangkapan selama penjualan dan pengeceran tetap terjaga, bisa dilakukan dengan cara dilapisi es

(4) Selain itu hasil tangkapan akan lebih terjamin mutunya jika tidak sering disentuh dengan tangan

Agar dapat melakukan penanganan hasil tangkapan dengan baik, diperlukan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang menunjang keberlangsungan penanganan hasil tangkapan. Adapun sarana dan prasarana pelabuhan perikanan yang dimanfaatkan dalam kegiatan penanganan hasil tangkapan adalah tempat pelelangan ikan (TPI), instalasi air bersih, pabrik es, dermaga, kolam pelabuhan dan lain sebagainya. Jika sarana dan prasarana pelabuhan perikanan tersebut tersedia dalam keadaaan baik, maka penanganan hasil tangkapan dapat berjalan dengan lancar, sehingga mutu hasil tangkapan akan terjaga dengan baik pula.

Penilaian mutu hasil tangkapan yang akan ditangani perlu diketahui. Penilaian mutu tersebut menurut Pane (2012) dapat diketahui setidaknya dengan 3 cara yaitu :

1) Pengukuran kadar N dari hasil tangkapan

2) Perhitungan jumlah bakteri yang terkandung di dalam hasil tangkapan 3) Penilaian skala organoleptik dari hasil tangkapan

Penilaian skala organoleptik jika dibandingkan dengan kedua cara lainnya memiliki kelebihan yaitu waktu penilaian yang lebih cepat dan biayanya relatif tidak ada, namun kelemahannya yaitu penilaian skala organoleptik bersifat subjektif karena sangat bergantung kepada ketajaman indra dari orang yang melakukan penilaian. Pengujian organoleptik dilakukan dengan berpedoman kepada daftar spesifikasi dan skala nilai skala organoleptik yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian (1984) dan SNI 01.2346.2006 dari Badan Standarisasi Nasional (Tabel 1):


(13)

Tabel 1 Daftar nilai skala organoleptik hasil tangkapan

Spesifikasi Nilai

Skala 1. MATA

- Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih 9

- Cerah bola mata rata, kornea jernih 8

- Agak cerah, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak

jernih 7

- Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak

keruh 6

- Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh 5 - Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea

keruh 4

- Bola mata cekung, pupil putih susu, kornea jernih 3 - Bola mata tenggelam, ditutupi lendir kuning yang tebal 1 2. INSANG

- Warna merah cemerlang, tanpa lendir dan bakteri 9

- Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir 8

- Warna merah agak kusam, tanpa lendir 7

- Merah agak kusam, tanpa lendir 6

- Mulai ada kolaborasi merah muda, merah coklat, sedikit lendir 5

- Mulai ada diskolaborasi, sedikit lendir 4

- Perubahan warna merah coklat, lendir tebal 3

- Warna merah coklat atau kelabu, lendir tebal 2

- Warna putih kelabu, lendir tebal sekali 1

3. DAGING DAN PERUT

- Sayatan daging sangat cemerlang, berwarna asli, tidak ada sayatan tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut, dagingnya utuh, bau isi perut segar

9 - Sayatan daging sangat cemerlang, warna asli, tidak ada pemerahan

sepanjang tulang belakang, perut utuh, ginjal merah terang, dinding perut, dagingnya masih utuh, bau netral

8 - Sayatan daging cemerlang, warna asli, ada sedikit pemerahan pada

sepanjang tulang belakang, perut agak lembek, ginjal merah mulai pudar, bau netral

7 - Daging agak lembek, agak kemerahan pada tulang belakang, perut

agak lembek, sedikit bau susu 6

- Sayatan daging mulai pudar, didua perut lembek, banyak pemerahan pada tulang belakang, bau seperti susu 5 - Sayatan daging tidak cemerlang, didua perut lunak, pemerahan

sepanjang tulang belakang, rusuk mulai lembek, bau perut sedikit asam

4 - Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali pada sepanjang

tulang belakang, dinding perut lunak sekali, bau asam amoniak 2 - Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sepanjang tulang


(14)

Lanjutan Tabel 1

Spesifikasi Nilai

Skala 4. KONSITENSI

- Padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari

tulang belakang 9

- Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek jari dari tulang belakang, kadang-kadang agak lunak sesuai dengan jenisnya

8 - Agak lunak, elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah

menyobek daging dari tulang belakang 7

- Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah

menyobek daging dari tulang belakang 6

- Agak lunak, belum ada bekas jari bila ditekan, mudah menyobek

daging dari tulang belakang 5

- Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan tetapi cepat hilang, mudah

menyobek daging dari tulang belakang 4

- Lunak, bekas jari terlihah lama bila ditekan dan mudah menyobek

daging dari tulang belakang 3

- Lunak, bekas jari terlihat lama bila ditekan, mudah sekali

menyobek daging dari tulang belakang 2

- Sangat lunak, bekas jari tidak mau hilang bila ditekan, mudah

sekali menyobek daging dari tulang belakang 1

Keterangan : 1 sampai 3 = hasil tangkapan dalam kondisi sangat busuk 4 sampai 5 = hasil tangkapan dalam kondisi busuk 6 sampai 7 = hasil tangkapan dalam kondisi agak baik 8 = hasil tangkapan dalam kondisi baik

9 = hasil tangkapan dalam kondisi sangat baik (prima)

Sumber : Standar Penelitian Indonesia Bidang Perikanan, Petunjuk Pengujian Organoleptik, Departemen Pertanian (1984) dan SNI 01.2346.2006 dari Badan Standarisasi Nasional

Nilai skala organoleptik dengan skala 9 merupakan nilai untuk hasil tangkapan dengan mutu tertinggi, sedangkan nilai skala organoleptik dengan skala 1 merupakan nilai untuk hasil tangkapan dengan mutu terendah. Berdasarkan hal tersebut diketahui semakin tinggi nilai skala organoleptiknya maka semakin bagus mutu hasil tangkapan tersebut, demikian sebaliknya semakin rendah nilai skala organoleptiknya maka mutu hasil tangkapan tersebut semakin buruk.

Menurut Pane (2012) di Indonesia ikan dengan nilai skala organoleptik 9 sampai 6 layak dikonsumsi, sedangkan ikan dengan nilai skala organoleptik 5 sampai 1 tidak layak dikonsumsi. Berbeda dari Indonesia, di Uni Eropa ikan yang layak dikonsumsi adalah ikan dengan nilai skala organoleptik 9 dan 8, ikan dengan nilai skala organoleptik 7 ke bawah tidak layak di konsumsi.


(15)

Selain menurut nilai skala organoleptik seperti di atas, mutu hasil tangkapan juga dapat diperhatikan berdasarkan ciri-ciri hasil tangkapan yang segar dan yang busuk. Adapun ciri-ciri tersebut menurut Junianto (2003) terdapat pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2 Ciri hasil tangkapan segar dan hasil tangkapan busuk

Parameter Hasil Tangkapan Segar Hasil Tangkapan Busuk 1. Tekstur

daging

Elastis dan jika ditekan tidak ada bekas jari serta padat atau kompak

Daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan maka bekas tekanannya lama hilang 2. Mata Pupil hitam menonjol dengan

kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang atau cerah

Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung dan keruh

3. Insang Insang berwarna merah cemerlang atau merah tua tanpa adanya lendir

Warna merah coklat sampai keabu-abuan dan lendir tebal 4. Bau Bau segar atau sedikit berbau

amis yang lembut

Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan menjadi bau busuk yang menusuk hidung 5. Keadaan

perut dan sayatan daging

Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang serta jika hasil tangkapan dibelah daging melekat pada tulang terutama rusuknya

Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas 6. Keadaan

kulit dan lendir

Warnanya sesuai dengan aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan baunya khas menurut jenisnya

Warna sudah pudar dan memucat, lendir tebal dan menggumpal serta lengket, warnanya berubah seperti putih susu

Sumber : Junianto 2003

Jika daftar nilai skala organoleptik hasil tangkapan pada Tabel 1 dibandingkan dengan ciri-ciri hasil tangkapan segar dan busuk pada Tabel 2, maka diketahui bahwa ciri-ciri hasil tangkapan segar sesuai dengan nilai skala organoleptik 9, sedangkan ciri-ciri hasil tangkapan busuk mulai terlihat pada nilai skala organoleptik 5. Berdasarkan uraian ini dapat juga disimpulkan bahwa hasil tangkapan yang segar adalah ikan dengan nilai skala organoletik 9, sedangkan ikan yang sudah busuk adalah ikan dengan skala organoleptik 5 sampai dengan 1.


(16)

2.3Pendistribusian Hasil Tangkapan

“Mengalirkan” hasil tangkapan kepada pihak lain dapat disebut dengan pendistribusian hasil tangkapan, sedangkan pendistribusian menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP. 01/MEN/2007 vide Departeman Kelautan dan Perikanan (2007) yaitu rangkaian kegiatan penyaluran hasil perikanan dari suatu tempat ke tempat lain dari produksi sampai dengan pemasaran.

Menurut Mc Donald (1993) vide Malik (2006), pendistribusian adalah istilah yang biasa digunakan dalam pemasaran untuk menjelaskan bagaimana suatu produk atau jasa dibuat secara fisik tersedia bagi konsumen. Pendistribusian meliputi kegiatan pergudangan, transportasi, persediaan, penanganan pesanan dan lain-lain. Pendistribusian hasil tangkapan akan sangat berbeda dengan pendistribusian barang hasil pabrik, dikarenakan hasil tangkapan memiliki sifat dan keadaan khusus yang membuat cara pendistribusiannya berbeda. Ciri-ciri pendistribusian hasil tangkapan menurut Malik (2006) antara lain :

1. Hasil tangkapan sangat bergantung kepada musim dan iklim, sehingga penawarannya tidak stabil sepanjang tahun. Padahal permintaan hasil tangkapan sepanjang tahun relatif stabil karena hasil tangkapan merupakan bahan pangan yang dibutuhkan oleh konsumen

2. Adanya sifat hasil tangkapan yang sesuai dengan musim membuat pendistribusian hasil tangkapan tersebut juga musiman

3. Adanya sistem ijon (pemberian kredit atau modal) oleh pengumpul membuat nelayan harus menjual dan mendistribusikan hasil tangkapannya melalui pengumpul tersebut.

4. Kelembagaan pendistribusian hasil tangkapan terdiri dari nelayan, pengumpul, perusahaan, grosir dan pedagang eceran. Pengumpul memiliki kedudukan yang paling penting dalam pendistribusian hasil tangkapan

Menurut Siregar (1990) vide Aryadi, (2007) ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum terjadinya proses pendistribusian yaitu :

1) Ada muatan yang diangkut (sumberdaya)

2) Tersedianya kendaraan sebagai angkutannya (media transportasi) 3) Ada jalan yang dilalui (jalur pendistribusian)


(17)

Selain persyaratan, dalam pendistribusian terdapat dua jenis peralatan yang digunakan yakni :

1. Sarana angkutan yaitu berupa peralatan yang dipakai untuk mengangkut barang dan penumpang yang digerakkan oleh mesin motor atau penggerak lainya.

2. Prasarana angkutan yang terdiri dari jalanan (sebagai tempat bergeraknya sarana angkutan) dan terminal (sebagai tempat memberikan pelayanan kepada penumpang dalam perjalanan, barang dalam pengiriman dan kendaraan sebelum maupun sesudah melakukan operasi)

Pendistribusian hasil tangkapan terdiri dari beberapa jenis seperti yang dijelaskan oleh Moeljanto (1992) vide Aryadi (2007), pendistribusian hasil tangakapan berdasarkan jalurnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1) Pendistribusian melalui jalur darat

Pendistribusian ini menggunakan jalur darat, adapun sarana yang dapat digunakan di jalan darat antara lain gerobak, kereta api, truk terbuka, atau truk bak tertutup dengan pendingin. Komoditas yang melalui jalur ini harus didinginkan sampai suhu 0ºC agar mutunya terjaga.

2) Pendistribusian melalui jalur laut

Pendistribusian lewat jalur laut memakai kapal sebagai sarananya. Konstruksi palka kapalnya harus lebih baik karena di laut sering terjadi goncangan, palka yang baik akan melindungi hasil tangkapan dari kehancuran akibat goncangan.

3) Pendistribusian melalui jalur udara

Sarana pendistribusian lewat jalur udara adalah pesawat terbang. Sarana ini merupakan sarana pendistribusian yang paling cepat sekaligus paling mahal. Pendistribusian jenis ini cocok untuk mendistribusikan komoditas hasil tangkapan yang mempunyai harga mahal dan memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai tujuan.

Kegiatan pendistribusian memerlukan daerah sebagai tujuan pendistribusian. Daerah tujuan pendistribusian dapat diartikan sebagai daerah-daerah yang menerima pasokan hasil tangkapan dari pelabuhan perikanan. Daerah tersebut


(18)

dapat berada di sekitar pelabuhan, ke laur daerah tetapi masih di dalam negara Indonesia dan sampai ke luar negeri.

2.4Pemetaan Pendistribusian Hasil Tangkapan

Menurut Hanafiah dan Saepudin (1986) vide Malik (2006) pemetaan pendistribusian merupakan kegiatan yang meliputi pemetaan wilayah pasar secara geografis. Kegiatan pemetaan ini berguna untuk mengetahui bagaimana nelayan meningkatkan produksi sesuai dengan pemesanan dan permintaan, serta bagaimana keadaan pendistribusian dan cara-cara memperbaikinya dalam menghadapi permintaan dan pesanan.

Departemen Perdagangan (1977) vide Darmawan (2006) menyebutkan ada lima jenis pemetaan di dalam kegiatan pendistribusian yaitu :

1) Pemetaan wilayah pasar (market areas mapping)

Langkah pertama yang dapat memberikan gambaran struktur geografis dalam pendistribusian adalah pembuatan peta (map) yang dapat menggambarkan secara jelas mengenai batas-batas geografisnya. Secara ideal suatu wilayah dapat dibagi-bagi kedalam struktur geografis yang menunjukkan luas areal supply untuk semua ukuran dari barang yang didistribusikan. Peta ini digunakan untuk merencanakan areal penjualan dan melihat kemungkinan proses pengolahan. 2) Pemetaan kuantitatif (quantified mapping)

Pemetaan kuantitatif berfungsi untuk mengetahui berapa banyak, dari mana dan kemana hasil tangkapan dijual. Data kuantitatif dapat ditambahkan kedalam peta wilayah pasar geografis yang telah dibuat. Membandingkan peta untuk waktu yang berbeda dalam satu tahun akan menunjukkan pola musiman pendistribusian, sedangkan jika membandingkan peta untuk tahun yang berbeda akan menunjukkan indikasi peningkatan atau penurunan pendistribusian di suatu pasar. 3) Pemetaan harga (price mapping)

Pemetaan harga berguna dalam perbaikan efisiensi pemasaran, selain itu komoditas pendistribusian hasil tangkapan biasanya tidak sama satuan dan kualitasnya, sehingga sangat perlu mencatat satuan dan kualitas yang disesuaikan dengan harga. Membandingkan peta harga pada waktu yang berbeda bertujuan untuk mengetahui perubahan dalam struktur harga.


(19)

4) Pemetaan kualitas (quality mapping)

Berdasarkan kualitas hasil tangkapan dapat dipetakan daerah pasar tujuan pendistribusian suatu hasil tangkapan. Pemetaan ini dapat menunjukkan kecendrungan permintaan dan daya beli suatu daerah terhadap hasil tangkapan yang didistribusikan. Peta kualitas akan sangat membantu dalam memprediksi dan menggambarkan permintaan konsumen dan trend konsumsi komoditi perikanan. 5) Skema arus barang niaga (commodity flow chart)

Merupakan bagan alir kegiatan pendistribusian hasil tangkapan yang menunjukkan jalur pendistribusian serta komponen yang terlibat dalam proses pendistribusian hasil tangkapan dari produsen sampai ke konsumen. Pada peta ini digambarkan secara jelas struktur kelembagaan atau organisasi dari kegiatan pendistribusian hasil tangkapan. Tujuannya adalah untuk melihat saluran atau pola pendistribusian mana yang memungkinkan kegiatan pendistribusian yang paling efisien.

2.5Pelabuhan Perikanan

Berdasarkan Departemen Kelautan dan Perikanan (2010) pada pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia No 45 tahun 2009 tentang Perikanan, pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, pelabuhan perikanan berfungsi sebagai :

1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan 2) Pelayanan bongkar muat

3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan 4) Pemasaran dan distribusi ikan

5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan

6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan 7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan

8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan 9) Pelaksanaan kesyahbandaran


(20)

11)Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan

12)Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan 13)Pemantauan wilayan pesisir dan wisata bahari 14)Pengendalian lingkungan

Menurut Lubis (2006), salah satu fungsi pelabuhan yaitu sebagai kepentingan komersil. Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan sebagai tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produk hasil tangkapan melalui transaksi pelelangan hasil tangkapan. Selanjutnya pedagang atau bakul hasil tangkapan akan mengambil hasil tangkapan yang telah dilelang atau dibeli secara cepat dan diberi es untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan tersebut. Para pedagang atau bakul hasil tangkapan tersebut lalu mendistribusikan hasil tangkapan dalam bentuk segar dengan menggunakan truk, mobil bak terbuka yang dilapisi styrofoam, atau mobil yang dilengkapi dengan alat pendingin.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 vide Departemen Kelautan dan Perikanan (2006) menyatakan bahwa klasifikasi pelabuhan perikanan dibagi menjadi empat yaitu Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) atau tipe A, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) atau tipe B, Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) atau tipe C dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) atau tipe D. Klasifikasi tersebut didasarkan kepada kriteria pada Tabel 3. Beberapa contoh pelabuhan perikanan yang terdapat di Indonesia berdasarkan klasifikasi tersebut adalah :

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) : PPS Nizam Zachman Jakarta, PPS Bungus, PPS Belawan, PPS Cilacap dan PPS Kendari

2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) : PPN Palabuhanratu, PPN Sibolga, PPN Pekalongan dan PPN Brondong

3. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) : PPP Muncar, PPP Blanakan, PPP Bojomulyo dan PPP tasik Agung

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) : PPI Cisolok, PPI Cituis, PPI Muara Angke dan PPI Jetis


(21)

Tabel 3 Kriteria tipe pelabuhan perikanan di Indonesia Pelabuhan

Perikanan

Kriteria

1. Samudera (A) a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif dan laut lepas

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal

perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus

e. Hasil tangkapan yang didaratkan sebagian untuk ekspor f. Terdapat industri perikanan

2. Nusantara (B) a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut Teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal

perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus

e. Hasil tangkapan yang didaratkan sebagian untuk ekspor 3. Pantai (C) a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan

perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut Teritorial

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal

perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus

4. Pangkalan Pendaratan Ikan (D)

a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan

b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT

c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m

d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus


(22)

2.6Analisis Pengujian Perbedaan Mutu Hasil Tangkapan : Mann-Whitney Test dan Kruskal Wallis Test

Santoso (1999) menjelaskan mengenai statistika seperti penjelasan di bawah ini. Statistika dalam praktek berhubungan dengan banyak angka, sehingga statistika sering diasosiasikan dengan sekumpulan data. Statistika dipakai untuk melakukan berbagai analisis terhadap data seperti peramalan, pengujian dan lainnya. Statistika terbagi menjadi dua berdasarkan karakteristik datanya yaitu : 1) Statistika parametrik

Statistika parametrik dipakai untuk menganalisis data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Statistika parametrik dapat berupa rata-rata/mean, median, standar deviasi, varians, t-test, f-test dan lainnya.

2) Statistika non parametrik.

Statistika non parametrik dipakai untuk menganalisis data yang jumlahnya sedikit, berupa data kategori atau berasal dari populasi data yang tidak normal. Statistika non parametrik memiliki beberapa kelebihan dibandingkan statistika parametrik yaitu :

(1) Tidak mengharuskan data berdistribusi normal, karena itu statistika ini sering juga dinamakan uji distribusi bebas (distribution free test), dengan demikian statistika ini dapat dipakai untuk semua bentuk distribusi data dan lebih luas penggunaannya

(2) Dapat dipakai untuk level data seperti nominal dan ordinal. Hal ini penting bagi para peneliti sosial

(3) Cenderung lebih sederhana dan mudah dimengerti daripada pengerjaan statistika parametrik

Disamping kelebihan di atas, statistika non parametrik juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu tidak adanya sistematika yang jelas seperti statistika parametrik dan tabel yang yang dipakai lebih bervariasi dibandingkan tabel-tabel standar pada statistika parametrik.

Berikut ini adalah beberapa statistika non parametrik yang dapat digunakan pada software SPSS (Statistical Product and Service Solutions) pada Tabel 4 berikut ini :


(23)

Tabel 4 Jenis aplikasi statistika parametrik dan non parametrik berdasarkan hubungan sampel

Aplikasi Test

Parametrik Test Non Parametrik 1. Dua sampel saling berhubungan

(Two Dependent Sampels)

t-test z-tes

Sign test

Wilcoxon Signed-Rank Mc Nemar Change test 2. Dua sampel tidak berhubungan

(Two Independent Sampel)

t-test z-tes

Mann-Whitney U test Moses Extreme reactions Chi-Square test

Kolmogorov-Smirnov test Walt-Wolfowitz runs 3. Beberapa sampel berhubungan

(Several Dependent Sampels)

Friedman test

Kendall W test

Cochran’s Q

4.Beberapa sampel tidak berhubungan

(Several Independent Sampel)

ANOVA test (f-test)

Kruskal-Wallis test Chi Square test Median test Sumber : Santoso (1999)

1) Mann-Whitney test

Menurut Santoso (1999) analisis statistika menggunakan Mann-Whitney test digunakan untuk membandingkan dua data independent atau data yang tidak berhubungan. Data pada sampel yang diambil bersifat bebas dan tidak saling terikat satu dengan lainnya. Analisis ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

 Buka software SPSS  Buka lembar kerja baru

 Membuat dan member nama variabel sesuai data  Mengisi data sesuai dengan variabelnya

 Memilih menu statistika, nonparametrik test, grouping variabel, define group, test type mann-whitney dan oke

 Merangkum dan menganalisis hasil pengujian statistika  Mengambil keputusan (terima H0 atau tolak H0)

2) Kruskal Wallis test

Santoso (1999) menyatakan bahwa analisis statistika menggunakan Kruskal Wallis test digunakan untuk membandingkan tiga atau lebih data independent atau data yang tidak saling berhubungan. Data pada sampel yang diambil bersifat


(24)

bebas dan tidak saling terkait satu dengan lainnya. Analisis ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :

 Buka software SPSS  Buka lembar kerja baru

 Membuat dan member nama variabel sesuai data  Mengisi data sesuai dengan variabelnya

 Memilih menu statistika, nonparametrik test, grouping variabel, define group, test type kruskal-wallis dan oke

 Merangkum dan menganalisis hasil pengujian statistika  Mengambil keputusan (terima H0 atau tolak H0)

2.7 Analisis Finansial

Menurut Kadariah (1988) terdapat dua jenis analisis biaya yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial merupakan analisis biaya yang dilihat dari sudut penanam modal, sedangkan analisis ekonomi dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan.

Pada analisis finansial terdapat dua jenis pengeluaran yaitu pengeluaran untuk barang investasi dan biaya untuk produksi. Biaya produksi menurut Rosyidi (2009) merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat menghasilkan produk atau semua nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk. Biaya produksi ini terbagi atas tiga jenis yaitu :

1. Biaya tetap/fixed cost (FC)

Biaya tetap merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan atau biaya yang tidak berubah walaupun jumlah produk yang dihasilkan berubah. Biaya ini tetap harus dikeluarkan atau dibayarkan walaupun tidak ada produk yang dihasilkan. Contoh dari biaya tetap adalah sewa, asuransi, biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, bagi hasil, gaji, pajak dan alat tulis kantor. 2. Biaya variabel/variabel cost (VC)

Biaya variabel merupakan biaya yang dipengaruhi oleh jumlah produk yang dihasilkan atau biaya yang berubah sesuai dan searah dengan perubahan jumlah produk. Biaya ini tidak dikeluarkan atau dibayarkan jika tidak ada produk yang


(25)

dihasilkan. Contoh dari biaya variabel adalah bahan mentah atau bahan baku, bahan bakar, penggunaan listrik, penggunaan air dan pengangkutan.

3. Biaya total/total cost (TC)

Biaya total merupakan keseluruhan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh pengusaha, sehingga biaya ini adalah hasil penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya variabel.

Penyusutan merupakan pengalokasian investasi setiap tahun sepanjang umur ekomomis proyek atau kegiatan untuk memastikan modal terhitung dalam neraca rugi laba tahunan (Kadariah, 1988). Standar Akuntansi Keuangan (2007) vide (Nurlaelani, 2011) mendefinisikan penyusutan sebagai alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang disetimasi.

Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokan sebagai berikut (Nurlaelani, 2011):

1)Metode aktivitas (Activity Method)

Metode aktivitas (activity method) juga disebut pendekatan beban variabel, mengasumsikan bahwa penyusutan adalah fungsi dari penggunaan atau produktivitas bukan dari berlalunya waktu.

2)Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Metode garis lurus mempertimbangkan penyusutan sebagai fungsi dari waktu, bukan fungsi dari penggunaan.

3)Metode Beban Menurun (Decreasing Charge Method)

Metode beban menurun (Decreasing Charge Method) yang seringkali disebut metode penyusutan dipercepat menyediakan biaya penyusutan yang lebih tinggi pada tahun tahun awal dan beban yang lebih rendah pada periode mendatang. Metode ini terbagi dua yaitu :

 Metode Jumlah Angka Tahun (Sum Of The Year Digits) adalah yang menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan yang menurun dari biaya yang dapat disusutkan.

 Metode Saldo Menurun adalah metode yang menggunakan tarif penyusutan berupa beberapa kelipatan dari metode garis lurus.


(26)

4)Metode Penyusutan Khusus

 Metode Kelompok dan Gabungan merupakan metode dimana beberapa akun aktiva seringkali disusutkan dengan satu tarif. Metode kelompok sering digunakan apabila aktiva bersangkutan cukup homogen dan memiliki masa manfaat yang hampir sama. Pendekatan gabungan digunakan apabila aktiva bersifat heterogen dan memiliki umur manfaat yang berbeda.

 Metode Campuran atau Kombinasi dimana selain metode penyusutan diatas, perusahaan bebas mengembangkan metode penyusutan sendiri yang khusus atau dibuat khusus.


(27)

3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2010 dengan tempat penelitian di PPN Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat (Lampiran 1).

3.2Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer hasil kuesioner, data sekunder yang berhubungan dengan penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan, peta dunia dan peta Jawa Barat.. Alat yang dipakai adalah kuesioner untuk wawancara, Microsoft Office Excel untuk membuat tabel dan diagram, Adobe Ilustrator 10 dan Corel Draw X4 sebagai pembuat peta, serta Minitab Solution untuk pengujian normalitas data dan SPSS 12 untuk analisis statistika.

3.3Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kasus yaitu dengan mengamati dan mengkaji dua aspek yaitu penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu. Berdasarkan aspek tersebut ingin diketahui data dan informasi mengenai kondisi terkini dan sekaligus mendapatkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh PPN Palabuhanratu. Informasi dan permasalahan yang diperoleh digunakan sebagai masukan dalam perbaikan penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu.

Data atau informasi yang ingin diketahui mengenai penanganan hasil tangkapan yaitu sarana dan prasarana penanganan, cara penanganan, pelaku penanganan dan biaya penanganan, sedangkan informasi yang ingin diketahui mengenai pendistribusian hasil tangkapan yaitu jumlah dan komposisi hasil tangkapan yang didistribusikan, sarana dan prasarana pendistribusian, cara pendistribusian, pelaku pendistribusian, alur pendistribusian, daerah tujuan pendistribusian dan biaya pendistribusian. Untuk mendapatkan hal-hal tersebut dilakukan pengamatan, wawancara dan pengumpulan data sekunder.


(28)

1) Pengamatan yang dilakukan pada saat penelitian di lapangan adalah :

(1) Pengamatan aktivitas penanganan di tempat pendaratan terhadap sarana dan prasarana, alat dan bahan, pelaku dan cara penanganan serta masalah dalam kegiatan tersebut.

(2) Pengamatan aktivitas penanganan di tempat pedagang pengumpul. Hal yang diamati dan dicatat adalah sarana dan prasarana yang digunakan, alat dan bahan penanganan, pelaku penanganan, cara penanganan dan masalah yang terjadi pada kegiatan tersebut.

(3) Pengamatan aktivitas penanganan di tempat pedagang pengecer. Hal yang diamati dan dicatat adalah sarana dan prasarana yang digunakan, alat dan bahan penanganan, pelaku penanganan, cara penanganan dan masalah yang terjadi pada kegiatan tersebut.

(4) Pengamatan dengan uji organoleptik, dilakukan terhadap contoh hasil tangkapan yang diambil dengan cara purposive sampling yaitu empat jenis hasil tangkapan dominan dari sisi volume maupun harga yang didaratkan di PPN Palabuhanratu yaitu layur (Trichiurus savala), tongkol (Auxis sp.), cakalang (Katsuwonus pelamis) dan tuna-tuna kecil atau tuna baby (Thunnus sp.). Pengamatan dilakukan di dua tempat yaitu di tempat pendaratan dan di tempat pedagang pengecer PPN Palabuhanratu. Diasumsikan bahwa ikan yang diuji organoleptik di tempat pendaratan dan pedagang pengecer berasal dari tempat dan waktu pendaratan yang sama. Pada masing-masing tempat diambil 75 ekor ikan sebagai sampel dengan 5 kali pengulangan, sehingga total sampel ikan yang diamati adalah 600 ekor. Pengamatan organoleptik yang dilakukan yaitu pengamatan mata, insang dan konsistensi (elastisitas kulit dan daging ikan). Pengamatan terhadap daging dan isi perut tidak dilakukan dikarenakan keterbatasan dana penelitian.

(5)Pengamatan terhadap cara pendistribusian hasil tangkapan, pelaku pendistribusian, sarana dan prasarana pendistribusian serta jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan


(29)

2) Wawancara

Wawancara yang dilakukan pada saat penelitian ini menggunakan kuesioner kepada pihak-pihak terkait penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan yaitu nelayan, pedagang, pengelola TPI, perusahaan penanganan dan pengelola PPN Palabuhanratu. Pemilihan jumlah responden dilakukan dengan metode purposive sampling {jumlah responden ditentukan dan diambil secara sengaja dan secara prinsip jawaban-jawaban responden mengumpul di sekitar nilai rata-rata sehingga diperkirakan dapat mencapai tujuan penelitian Pane (2012)}. Jumlah responden dan hal-hal yang ingin diketahui dari masing-masing responden yaitu :

(1) Lima belas orang nelayan yang diambil dari tiga nelayan payang, tiga nelayan pancing rumpon, tiga nelayan rawai layur, tiga nelayan longline dan tiga nelayan bagan. Hal yang ingin diketahui yaitu cara penanganan yang dilakukan (di atas kapal dan di tempat pendaratan), alat dan bahan yang digunakan untuk penanganan, besaran biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penanganan, komposisi hasil tangkapan yang didistribusikan, sarana dan prasarana pendistribusian, cara pendistribusian, alur pendistribusian, biaya pendistribusian dan kendala yang dihadapi terkait penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan

(2) Lima orang pedagang pengumpul di PPN Palabuhanratu, dengan informasi yang ingin didapat yaitu jumlah dan komposisi hasil tangkapan yang ditangani, harga beli hasil tangkapan, cara penanganan, alat dan bahan penanganan, biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penanganan dan pendistribusian, komposisi hasil tangkapan yang didistribusikan, daerah tujuan pendistribusian dan kendala yang dihadapi.

(3) Lima orang pedagang pengecer di PPN Palabuhanratu. Informasi yang ingin didapat yaitu alat dan bahan penjualan hasil tangkapan, adakah penanganan, cara penanganan, alat dan bahan penanganan hasil tangkapan, siapa konsumennya, biaya yang dikeluarkan dan kendala yang dihadapi. (4) Satu orang pengelola TPI, untuk mengetahui adakah penanganan hasil

tangkapan selama di TPI, cara penanganan, alat dan bahan penanganan, pelaku penanganan, besar biaya penanganan yang dilakukan di TPI dan kendala yang dihadapi.


(30)

(5) Dua orang responden dari perusahaan penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan. Perusahaan penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan yang terdapat di PPN Palabuhanratu adalah perusahaan penanganan dan pendistribusian layur (PT Agro Global Bisnis), perusahaan penanganan dan pendistribusian tuna (PT Tuna Tunas Mekar, PT Jaya Mitra dan PT Karya Maju). Informasi yang ingin didapat yaitu jenis hasil tangkapan yang ditangani dan didistribusikan, cara penanganan dan pendistribusian, alat dan bahan penanganan dan pendistribusian, prasarana dan sarana pelabuhan yang digunakan untuk penanganan dan pendistribusian, biaya yang dikeluarkan dalam penanganan dan pendistribusian, daerah tujuan pendistribusian dan kendala yang dihadapi. (6) Dua orang pengelola pelabuhan, untuk mengetahui prasarana dan sarana

apa yang disediakan pelabuhan untuk melakukan penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan, biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas penanganan dan pendistribusian, program terkait penanganan dan pendistribusian, serta kendala yang dihadapi.

(7) Dua orang dari Laboratorium Bina Mutu (LBM). Hal yang ingin diketahui adalah tugas, cara pengujian, alat pengujian dan hasil pengujian.

3) Pengumpulan data sekunder

Data sekunder didapatkan dari pengelola PPN Palabuhanratu, Dinas Kelautan dan Perikanan Palabuhanratu, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan pengelola perusahaan penanganan. Data yang dikumpulkan selama penelitian terdiri dari data utama dan tambahan yaitu :

(1) Data utama 1. Data Primer

 Alat dan bahan penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan  Cara penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan

 Pelaku penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan  Alur pendistribusian hasil tangkapan

 Daerah tujuan pendistribusian hasil tangkapan

 Biaya penanganan dan pendistribusian hasil tangkapan  Nilai uji organoleptik


(31)

2. Data Sekunder

 Kabupaten Sukabumi dalam angka

 Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Palabuhanratu  Hasil tangkapan bulanan lima tahun terakhir

 Komposisi dan jumlah alat penangkap ikan  Daerah tujuan pendistribusian hasil tangkapan

 Jumlah dan komposisi hasil tangkapan yang didistribusikan

 Jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan lokal, luar daerah dan ekspor

 Daftar sarana dan prasarana pelabuhan (2) Data tambahan

1. Data primer yaitu keadaaan fasilitas pelabuhan

2. Data sekunder yaitu letak geografis PPN Palabuhanratu dan Kabupaten Sukabumi

3.4 Analisis Data

Untuk mengetahui keadaan penanganan hasil tangkapan yang terjadi di PPN Palabuhanratu baik di tempat pendaratan, di tempat pedagang pengumpul maupun di tempat pedagang pengecer dilakukan analisis secara deskriptif dengan menggunakan tabel, gambar dan diagram. Data yang digunakan dalam analisis adalah data primer berupa ada atau tidaknya penanganan, hasil tangkapan yang ditangani, pelaku penanganan, cara penanganan, alat dan bahan penanganan. Data yang berupa aktivitas serta karakteristik hasil tangkapan dideskripsikan menjadi gambaran penanganan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu.

Analisis volume dan kondisi hasil tangkapan dilakukan secara deskriptif dengan data sekunder maupun hasil pengamatan langsung terhadap hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu. Analisis data sekunder yaitu analisis persentase volume hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan persentase hasil tangkapan yang didistribusikan. Analisis dengan data hasil pengamatan langsung dilakukan berdasarkan pengukuran organoleptik dengan numerial scoring system (skor dengan angka). Data sajian nilai skala organoleptik berupa kisaran dan rata-rata dengan Microsoft Office Excel.


(32)

Hasil pengukuran organoleptik dianalisis secara statistika dengan memakai Software Minitab Solution dan SPSS 12 untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan mutu hasil tangkapan di antara pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer dan diantara jenis hasil tangkapan yang diuji. Analisis dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

1. Pengelompokan data sesuai jenis hasil tangkapan, kategori pengujian dan tempat pengujian (Lampiran 4 sampai 11). Jenis hasil tangkapan meliputi tuna-tuna kecil, tongkol, layur dan cakalang. Kategori pengujian terdiri dari mata, insang dan konsistensi. Pengujian dilakukan di dua tempat yaitu di tempat pendaratan dan di tempat pedagang pengecer.

2. Pengujian normalitas dan transformasi data dengan Minitab Solution untuk mengetahui apakah data menyebar normal atau tidak. Jika data membentuk kurva miring dari kiri ke kanan maka data menyebar normal dan jika tidak maka data menyebar tidak normal. Jika data menyebar normal maka data dianalisis menggunakan statistika parametrik, namun jika data menyebar tidak normal maka data dianalisis menggunakan statistika non parametrik. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa semua data menyebar tidak normal, sehingga semua data dianalisis menggunakan statistika non parametrik. Terdapat dua analisis statistika non parametrik yang digunakan yaitu analisis statistika Mann-Whitney test yang digunakan untuk perbandingan antar dua data independent dan analisis Kruskal Wallis test yang digunakan untuk perbandingan dua, tiga atau lebih data independent.

3. Analisis statistika non parametrik untuk perbandingan hasil pengujian organoleptik antara di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer untuk setiap jenis hasil tangkapan dan untuk keseluruhan sampel dilakukan menggunakan Mann-Whitney test dengan software SPSS 12. Hal ini karena membandingkan dua data independent yaitu data hasil uji organoleptik hasil tangkapan di tempat pendaratan dan data hasil uji organoleptik hasil tangkapan di tempat pedagang pengecer. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai skala organoleptik hasil tangkapan yang nyata diantara kedua tempat tersebut. Hasil analisis dibuat ke dalam bentuk tabel dengan Microsoft Office Excel (Lampiran 12 sampai 16). Jika dari hasil analisis


(33)

didapatkan asymp sig ≥ 0,05 berarti tidak terdapat perbedaan nilai skala organoleptik atau mutu yang nyata antara hasil tangkapan di tempat pendaratan dengan hasil tangkapan di tempat pedagang pengecer. Jika berdasarkan hasil analisis didapatkan nilai asymp sig < 0,05 dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan nilai skala organoleptik atau mutu yang nyata antara hasil tangkapan di tempat pendaratan dengan di tempat pedagang pengecer. Hasil tangkapan yang memiliki nilai mean rank lebih tinggi artinya memiliki nilai skala organoleptik atau mutu yang lebih tinggi daripada hasil tangkapan lainnya. Semakin jauh perbedaan mean rank hasil tangkapan maka semakin jauh perbedaan nilai skala organoleptik atau mutunya.

4. Analisis statistika perbandingan antar jenis hasil tangkapan (layur, tongkol, tuna-tuna kecil dan cakalang) menggunakan Kruskal Wallis test dengan software SPSS 12. Hal ini karena pada analisis ini yang akan dibandingkan adalah empat data independent yaitu data hasil uji organoleptik layur, tongkol, tuna-tuna kecil dan cakalang. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai skala organoleptik yang nyata diantara keempat jenis hasil tangkapan tersebut. Analisis ini akan dilakukan terhadap dua tempat yaitu di tempat pendaratan dan di tempat pedagang pengecer. Hasil analisis statistika dengan SPSS 12 dibuat ke dalam bentuk tabel dengan Microsoft Office Excel (Lampiran 17 dan 18). Jika nilai asymp sig hasil pengujian ≥ 0,05 artinya tidak terdapat perbedaan nilai skala organoleptik atau mutu yang nyata diantara jenis hasil tangkapan yang dibandingkan. Tetapi jika nilai asymp sig hasil pengujian < 0,05 artinya terdapat perbedaan nilai skala organoleptik atau mutu yang nyata diantara jenis hasil tangkapan yang dibandingkan. Hasil tangkapan dengan nilai mean rank yang lebih tinggi memiliki arti nilai skala organoleptik atau mutunya lebih tinggi dibandingkan hasil tangkapan lainnya. Semakin besar selisih perbedaan nilai mean rank antara hasil tangkapan berarti semakin besar selisih nilai skala organoleptik atau mutunya.

5. Kemudian dilakukan uji lanjutan terhadap hasil butir 4 di atas berupa pemberian peringkat dan perhitungan secara manual. Hasil analisis statistika uji lanjutan dibuat ke dalam bentuk tabel dengan Microsoft Office Excel


(34)

(Lampiran 19 sampai dengan 26). Berikut ini adalah rumus yang digunakan dalam uji lanjutan :

       

N R Xj N N

N S 4 1 ) ( 1

1 2 2

2 `

       

k

j

j N N

n R

S 4

1

1 2 2

2 2  ' 1 1 1 ' ' 2 2 ,

2N k j j

j j j j n n k N N S t n R n R            

 artinya tolak H0 (beda nyata)

Keterangan :

j = kelompok jenis ikan 1 j′ = kelompok jenis ikan 2

N = jumlah keseluruhan sampel ikan = 300 ekor

n = jumlah sampel masing-masing kelompok kenis ikan = 75 ekor

k = jumlah kelompok jenis ikan = 4 (tuna-tuna kecil, tongkol, layur dan cakalang) R = jumlah rangking (peringkat) sampel dalam satu kelompok jenis ikan

R(X)² = jumlah kuardrat rank sampel dalam satu kelompok jenis ikan

α = selang kepercayaan = 0,05 Sumber : Lawry (1999)

Untuk mendapatkan gambaran keadaan pendistribusian hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu, serta peta pendistribusian hasil tangkapan dari PPN Palabuhanratu ke daerah-daerah tujuan pendistribusiannya dilakukan analisis secara deskriptif dan info geografis dengan menggunakan tabel, diagram, gambar dan peta. Tabel, diagram, gambar dan peta tesebut digunakan untuk mengetahui keadaan terkini pendistribusian hasil tangkapan dari PPN Palabuhanratu dan memetakan pendistribusian hasil tangakapan dari PPN Palabuhanratu. Berdasarkan sub bab 2.5 terdapat lima jenis pemetaan dalam kegiatan pendistribusian. Pada penelitian ini dilakukan pemetaan kuantitatif dan skema arus barang niaga untuk kegiatan pendistribusian. Pemetaan kuantitatif berfungsi menjelaskan berapa banyak, dari mana dan kemana hasil tangkapan didistribusikan. Skema arus barang niaga untuk menunjukkan jalur dan pelaku pendistribusian hasil tangkapan tersebut.

Data yang digunakan dalam analisis adalah data primer (cara pendistribusian, alat dan bahan pendistribusian, pelaku pendistribusian dan alur pendistribusian) dan data sekunder (jumlah hasil tangkapan yang didistribusikan


(35)

dan daerah tujuan pendistribusian). Analisis data sekunder yaitu analisis persentase volume hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu dan persentase hasil tangkapan yang didistribusikan ke luar PPN Palabuhanratu menuju hinterland. Pembuatan analisis deskriptif dalam bentuk pemetaan dibantu tiga software agar lebih informatif yaitu Microsoft Office Excel, Adobe Ilustrator 10 dan Corel Draw X4.

Biaya yang dikeluarkan oleh perikanan pancing rumpon pada skripsi ini dihitung berdasarkan analisis finansial (Lampiran 27 sampai dengan Lampian 38. Analisis ini akan mengkaji beberapa hal yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penanganan hasil tangkapan dan untuk melakukan pendistribusian hasil tangkapan.

Pada analisis finansial pengeluaran untuk penanganan dan pendistribusian dibedakan menjadi dua yaitu investasi dan biaya produksi. Berdasarkan hasil konsultasi dengan Pane selaku dosen pembimbing ditambahkan pinjaman dalam analisis ini karena dalam memulai, melanjutkan atau mempertahankan usaha terkadang dilakukan peminjaman dana. Biaya produksi tersebut terdiri dari biaya tetap, biaya variabel dan biaya total. Biaya total dihitung dengan rumus sebagai berikut :

TC = TFC + TVC

Keterangan : TC = total cost/biaya total

TFC = total fixed cost/jumlah biaya tetap TVC = total variabel cost/jumlah biaya variabel Sumber : Rosyidi (2009)

Perhitungan biaya penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus. Sesuai dengan penjelasan pada sub bab 2.4 metode garis lurus dihitung konstan sepanjang umur teknis barang investasi. Perhitungan penyusutan dilakukan dengan rumus :

Biaya penyusutan = Nilai investasi awal : umur teknis

Kerangka pemikiran penelitian yang dilakukan oleh peneliti secara ringkas ditampilkan pada Gambar 1 :


(36)

Gambar 1 Kerangka penelitian Penanganan dan Pendistribusian Hasil Tangkapan di PPN Palabuhanratu

34 Mengetahui kondisi

penanganan hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu

Mengetahui gambaran kegiatan pendistribusian hasil tangkapan

di PPN Palabuhanratu

Mendapatkan besaran biaya penanganan hasil

tangkapan di PPN Palabuhanratu

Mendapatkan besaran biaya pendistribusian hasil tangkapan di PPN

Palabuhanratu

Metode penelitian :

a.Wawancara (nelayan, pedagang pengumpul, perusahaan pengumpul, pedagang pengecer dan pengelola PPN Palabuhanratu)

b.Pengamatan terhadap proses penanganan hasil tangkapan

c.Pengujian organoleptik (ikan tuna-tuna kecil, tongkol, layur dan cakalang) d.Pengambilan data sekunder dari

pengelola PPN Palabuhanratu

Analisis data :

a.Deskriptif \menggunakan tabel, gambar dan diagram

b.Untuk data organoleptik

 Rata-rata dan kisaran

 Uji normalitas

 SPSS Mann Wihtney

 SPSS Kurskal Wallis dengan uji lanjutan

Metode penelitian :

a.Wawancara (nelayan, pedagang pengumpul dan perusahaan pengumpul)

b.Pengamatan terhadap proses pendistribusian hasil tangkapan c.Pengambilan data sekunder dari

pengelola PPN Palabuhanratu

Analisis data :

a.Deskriptif menggunakan tabel, gambar, diagram dan peta b.Diagram alir pendistribusian c.Pemetaan berdasarkan jenis hasil

tangkapan yang didistribusikan d.Pemetaan berdasarkan tujuan

pendistribusian

e.Pementaan pendistribusian hasil olahan asin dan pindang

Metode penelitian :

a.Wawancara kepada nelayan, pedagang pengumpul, perusahaan pengumpul, pedagang pengecer dan pengelola PPN Palabuhanratu b.Pengamatan terhadap alat dan

bahan penanganan hasil tangkapan

c.Pengamatan terhadap alat dan bahan pendistribusian hasil tangkapan

Analisis data : Menggunakan analisis finansial yang terdiri dari : a.Tabel biaya untuk investasi b.Tabel biaya produksi

Biaya tetap

Biaya variabel

Biaya total a.Ada atau tidaknya penanganan

b.Tempat dan cara penanganan c.Bahan dan alat penanganan d.Pelaku penanganan

e.Nilai skala organoleptik

f.Ada atau tidak pengawasan mutu oleh pengelola PPN Palabuhanratu dan bentuknya

a.Ada atau tidaknya pendistribusian b.Produk yang didistribusikan dan

jumlahnya

c.Cara pendistribusian

d.Bahan dan alat pendistribusian e.Pelaku pendistribusian

f.Daerah tujuan pendistribusian

a.Biaya pengadaan alat b.Biaya pengadaan bahan c.Biaya penyusutan alat d.Biaya upah karyawan e.Biaya lainnya

f.Siapa yang mengeluarkan biaya tersebut

Input

Proses


(37)

4 KEADAAN UMUM

4.1 Keadaan Umum Daerah Kabupaten Sukabumi

Keadaan umum daerah Kabupaten Sukabumi dikemukakan dalam sub bab 4.1.1 sampai dengan 4.1.3 di bawah ini meliputi keadaan geografis dan topografis, kependudukan, keadaan prasaranan umum, keadaan pemerintahan dan keadaan perikanan tangkap yang terdapat di Kabupaten Sukabumi.

4.1.1 Keadaan geografis dan topografis

Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan jarak tempuh 96 km dari ibukota Propinsi Jawa Barat (Bandung) dan 119 km dari ibukota negara (Jakarta). Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak diantara 60 57` - 70 25` LS dan 1060 49` - 1070 00` BT dan mempunyai luas daerah 4.128 km2 atau 14,39% dari luas Jawa Barat atau 3,01% dari luas Pulau Jawa (BPS Kabupaten Sukabumi, 2010a)

Selanjutnya BPS Kabupaten Sukabumi menyatakan bahwa Kabupaten Sukabumi berbatasan dengan beberapa kabupaten lain di Jawa Barat dan ada bagian yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia yaitu :

1) Sebelah Utara : Kabupaten Bogor, 2) Sebelah Selatan : Samudera Indonesia,

3) Sebelah Barat : Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia, 4) Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur.

Kabupaten Sukabumi adalah daerah yang beriklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 20º-30º C, kelembaban udara 85% - 89% dan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.805 mm dengan hari hujan 144 hari. Curah hujan antara 3.000-4.000 mm/tahun terdapat di daerah utara, sedangkan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun terdapat di daerah bagian tengah sampai selatan Kabupaten Sukabumi (Pemda Kabupaten Sukabumi, 2010b).

Curah hujan di atas adalah penting bagi persediaan air tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber air bagi penduduk di kabupaten ini. Sungai yang mengalir di daerah Kabupaten Sukabumi antara lain Sungai Cipelang, Citatih, Citarik, Cibodas, Cidadap, Ciletuh, Cikarang, Cikaso, Cibuni serta Sungai


(38)

Cimandiri dan anak sungainya. Sumber-sumber air asal sungai tersebut banyak digunakan masyarakat untuk mengairi lahan pertaniannya, mengairi kolam, keperluan hidup dan untuk keperluan usaha lainnya (BPS Kabupaten Sukabumi, 2010a).

Selanjutnya BPS Kabupaten Sukabumi (2010a) menjelaskan mengenai keadaan topografis Kabupaten Sukabumi yaitu bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi dataran rendah dengan beberapa bukit kecil di daerah bagian selatan dan barat. Daerah ini sangat cocok dikembangkan menjadi daerah perkotaan. Selain itu daerah ini merupakan daerah yang memiliki pantai karena berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Keadaan yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia membuat daerah tersebut merupakan daerah yang memiliki potensi perikanan tangkap yang baik, dengan jangkauan daerah penangkapan yang luas. Sebagian besar daerah pantai di Kabupaten Sukabumi membentuk teluk yang menyebabkan daerah tersebut terlindung dari gelombang laut Samudera Indonesia yang cukup besar sehingga keberadaan PPN Palabuhanratu sebagai sentral kegiatan perikanan tangkap pada saat ini sudah sangat sesuai dengan kondisi geografi pantai berupa teluk tersebut.

Daerah Kabupaten Sukabumi juga terdiri dari daerah yang bergunung di daerah bagian utara dan tengah (Gunung Salak dengan ketinggian 2.211 m dan Gunung Gede dengan ketinggian 2.958 m). Adanya daerah pegunungan ini membuat jalur transportasi ke dan dari ibu kota negara (Jakarta) dan sekitarnya harus melalui pegunungan tersebut. Hal ini membuat jalur yang dilalui merupakan tanjakan dan turunan yang cukup tajam, sehingga perjalanan tidak bisa dilakukan dengan kecepatan tinggi dan memakan waktu yang cukup lama. Produk perikanan merupakan produk yang sangat rentan terhadap pembusukan dan kerusakan, sehingga dalam pendistribusian melalui jalur seperti di atas distributor harus sangat memperhatikan kemasan dan suhu produk perikanan yang didistribusikan.

Adanya bentuk topografis yang beragam itu membuat Kabupaten Sukabumi memiliki pariwisata yang beragam pula seperti wisata bahari, arung jeram dan perkebunan. Wisata bahari di Kabupaten Sukabumi dapat berupa pantai berpasir, karang, memancing, surfing dan wisata makanan hasil perikanan. Pariwisata yang


(39)

menjanjikan tersebut membuat banyak didirikannya penginapan dan restoran di sepanjang pantai di Kabupaten Sukabumi.

4.1.2 Keadaan penduduk, pendidikan dan rumah tangga perikanan 1) Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi yang tercatat dalam laporan BPS Kabupaten Sukabumi tahun 2009 mencapai 2.328.804 orang yang terdiri atas 1.185.833 laki-laki dan 1.142.971 perempuan. Rasio jenis kelamin penduduk di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009 sebesar 104 yang artinya pada setiap 104 laki-laki terdapat 100,0 perempuan. Kepadatan penduduk Kabupaten Sukabumi pada tahun 2009 adalah sebesar 559 orang per km2 meningkat dibandingkan tahun 2008 yang memiliki kepadatan penduduk sebesar 547 orang per km2. Hal tersebut mengartikan bahwa pada setiap 1 km di Kabupaten Sukabumi dihuni oleh 559 orang (BPS Kabupaten Sukabumi, 2010a).

Penduduk yang terdapat di Kabupaten Sukabumi jika dikelompokkan berdasarkan umurnya adalah sebagai berikut (Tabel 5) :

Tabel 5 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kabupaten Sukabumi tahun 2009

Kelompok umur

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Kelompok umur

Jumlah (orang)

Persentase (%)

≤ 4 266.132 11,4 40-44 167.712 7,2

5-9 221.163 9,5 45-49 140.590 6,0

10-14 265.428 11,4 50-54 115.666 5,0

15-19 189.441 8,1 55-59 80.545 3,5

20-24 153.651 6,6 60-64 62.915 2,7

25-29 186.616 8,0 65-69 47639 2.05

30-34 159.349 6,8 70-74 34234 1.47

35-39 185.927 8,0 ≥ 75 51796 2.22

Jumlah 2.328.804 100,0

Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi, 2010a (data diolah kembali)

Penduduk yang memiliki komposisi terbanyak di Kabupaten Sukabumi tahun 2009 adalah ≤ 4 tahun dan 10-14 tahun dengan persentase masing-masing sebesar 11,4% dan 11,4%. Sebagian besar penduduk Kabupaten Sukabumi berusia muda, sehingga sangat bagus menjadi target pemasaran hasil tangkapan ikan


(1)

Lampiran 33 Perhitungan biaya pendistribusian hasil tangkapan tuna di PPN

Palabuhanratu tahun 2010

Tingkat pendistribusian Umur teknis

Biaya satuan (Rp)

Kebutuhan per tahun Bahan/alat Biaya (Rp) 1. di tempat pendaratan (nelayan)

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC) -

b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Upah angkut ke tempat perusahaan pengumpul tuna

- 10.000 per 1x angkut

4 kali angkut x

40 hari 1.600.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 1.600.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 1.600.000

3) Pinjaman -

2. di tempat perusahaan pengumpul tuna 1) Investasi

Mobil bak tertutup 20 tahun 75.000.000

per unit 5 unit 375.000.000 Jumlah investasi 375.000.000 2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC)

 Penyusutan mobil bak tertutup -

3.750.000 per

unit 5 unit 18.750.000

 Perawatan mobil bak tertutup -

500.000 per

unit 5 unit 2.500.000

 Alat tulis kantor - - - 150.000

 Asuransi - - - -

 Pajak - - - -

Jumlah biaya tetap/total fixed cost (TFC) 21.400.000 b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Pas masuk

pelabuhan - 1.000 per unit 5 unit x 350 hari 1.750.000

 Bensin mobil - 150.000 per

unit 5 unit x 350 hari 262.500.000

 Gaji sopir - 30.000 per

orang 5 orang x 350 hari 52.500.000

 Gaji kenek - 20.000 per

orang 5 orang x 350 hari 35.000.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 351.750.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 373.150.000


(2)

Lampiran 34 Perhitungan biaya pendistribusian hasil tangkapan tuna-tuna kecil di

PPN Palabuhanratu tahun 2010

Tingkat pendistribusian Umur

teknis Biaya satuan (Rp)

Kebutuhan per tahun Bahan/alat Biaya (Rp) 1. di tempat pendaratan (nelayan)

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC) -

b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Upah angkut ke tempat pedagang pengumpul

10.000 per 1x angkut

2 kali angkut x 40

hari 800.000

Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 800.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 800.000

3) Pinjaman -

2. di tempat perusahaan pengumpul tuna 1) Investasi

Mobil bak tertutup 20

tahun 75.000.000 per unit 2 unit 150.000.000 Jumlah investasi 150.000.000 2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC)

 Penyusutan mobil bak tertutup

- 3.750.000 per unit 2 unit 7.500.000

 Perawatan mobil

bak tertutup - 500.000 per unit 2 unit 1.000.000

 Alat tulis kasntor - - - 100.000

 Asuransi - - - -

 Pajak - - - -

Jumlah biaya tetap/total fixed cost (TFC) 8.600.000 b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Pas masuk

pelabuhan - 1.000 per unit 2 unit x 350 hari 700.000

 Bensin mobil - 150.000 per unit 2 unit x 350 hari 105.000.000

 Gaji sopir - 30.000 per orang 2 orang x 350 hari 21.000.000

 Gaji kenek - 20.000 per orang 2 orang x 350 hari 14.000.000

Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 140.700.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 149.300.000

3) Pinjaman -


(3)

Lampiran 35 Perhitungan biaya pendistribusian hasil tangkapan cakalang di PPN

Palabuhanratu tahun 2010

Tingkat pendistribusian Umur

teknis Biaya satuan (Rp)

Kebutuhan per tahun Bahan/alat Biaya (Rp) 1. di tempat pendaratan (nelayan)

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC) -

b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Upah angkut ke tempat pedagang pengumpul

- 10.000 per 1x angkut

1 kali angkut x

300 hari 3.500.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 3.500.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 3.500.000

3) Pinjaman -

2. di tempat pedagang pengumpul

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC)

 Alat tulis kantor - - - 60.000

Jumlah biaya tetap/total fixed cost (TFC) 60.000 b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Sewa mobil pick up + terpal + sopir

- 400.000 per unit 1 unit x 350 hari 140.000.000

 Pas masuk

pelabuhan - 1.000 per unit 1 unit x 350 hari 350.000

 Bensin mobil - 150.000 per unit 1 unit x 350 hari 52.500.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 192.850.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 192.910.000


(4)

Lampiran 36 Perhitungan biaya pendistribusian hasil tangkapan tongkol di PPN

Palabuhanratu tahun 2010

Tingkat pendistribusian Umur

teknis Biaya satuan (Rp)

Kebutuhan per tahun Bahan/alat Biaya (Rp) 1. di tempat pendaratan (nelayan)

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC) -

b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Upah angkut ke tempat pedagang pengumpul

- 10.000 per 1x angkut

1 kali angkut x

350 hari 3.500.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 3.500.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 3.500.000

3) Pinjaman -

2. di tempat pedagang pengumpul

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC) -

 Alat tulis kantor - - - 50.000

Jumlah biaya tetap/total fixed cost (TFC) 50.000 b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Sewa mobil pick up + terpal + sopir

- 400.000 per unit 2 unit x 350 hari 280.000.000

 Pas masuk

pelabuhan - 1.000 per unit 2 unit x 350 hari 700.000

 Bensin mobil - 150.000 per unit 2 unit x 350 hari 105.000.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 385.700.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 385.750.000


(5)

Lampiran 37 Perhitungan biaya pendistribusian hasil tangkapan layur di PPN

Palabuhanratu tahun 2010

Tingkat pendistribusian Umur

teknis Biaya satuan (Rp)

Kebutuhan per tahun Bahan/alat Biaya (Rp) 1. di tempat pedagang pengumpul

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC) -

 Alat tulis kantor - - - 75.000

Jumlah biaya tetap/total fixed cost (TFC) 75.000 b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Upah angkut ke

PT AGB -

10.000 per 1x angkut

2 kali angkut x

350 hari 6.000.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 6.000.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 6.075.000

3) Pinjaman -

2. di tempat perusahaan pengumpul (PT AGB) 1) Investasi

Mobil bak tertutup 20

tahun 75.000.000 per unit 3 unit 225.000.000 Jumlah investasi 225.000.000 2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC)

 Penyusutan mobil bak tertutup

- 3.750.000 per unit 3 unit 11.250.000

 Perawatan mobil bak tertutup

- 500.000 per unit 3 unit 1.500.000

 Alat tulis kantor - - - 750.000

 Asuransi - - - -

 Pajak - - - -

Jumlah biaya tetap/total fixed cost (TFC) 13.500.000 b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Pas masuk

pelabuhan - 1.000 per unit 3 unit x 350 hari 1.050.000

 Bensin mobil - 150.000 per unit 3 unit x 350 hari 157.500.000

 Gaji sopir - 35.000 per orang 3 orang x 350

hari 36.750.000

 Gaji kenek - 20.000 per orang 3 orang x 350

hari 21.000.000

Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 216.300.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 229.800.000


(6)

Lampiran 38 Perhitungan biaya pendistribusian hasil tangkapan ikan kecil lainnya

oleh pedagang pengumpul di PPN Palabuhanratu tahun 2010

Tingkat pendistribusian Umur

teknis Biaya satuan (Rp)

Kebutuhan per tahun Bahan/alat Biaya (Rp) 1. di tempat pedagang pengumpul

1) Investasi -

2) Biaya produksi

a. Biaya tetap/fixed cost (FC)

 Alat tulis kantor - - - 35.000

Jumlah biaya tetap/total fixed cost (TFC) 35.000 b. Biaya variabel/variable cost (VC)

 Sewa mobil pick up + terpal + sopir

- 400.000 per unit 1 unit x 350 hari 140.000.000

 Pas masuk

pelabuhan - 1.000 per unit 1 unit x 350 hari 350.000

 Bensin mobil - 150.000 per unit 1 unit x 350 hari 52.500.000 Jumlah biaya variabel/total variable cost (TVC) 192.850.000 Jumlah biaya produksil/total cost (TC) 192.885.000