Bagi MGMP Ekonomi Tingkat Sekolah a. Mengadakan Program PTK Kolaborasi

102 non eksak, permasalahan yang terjadi di dalam proses pembelajaran diantara kedua jenis mata pelajaran tersebut dapat saja berbeda sehingga akan lebih efektif jika pembagian PTK kolaborasi didasarkan pada mata pelajaran yang diampu. Langkah lain yang dapat dilakukan pihak sekolah adalah dengan bekerjasama dengan pihak eksternal dalam mengadakan program PTK kolaborasi. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah kerjasama dengan kolaborator eksternal untuk mengadakan PTK kolaborasi. Kolaborator eksternal meliputi mahasiswa, dosen maupun praktisi dalam bidang pendidikan.

4. Bagi MGMP Ekonomi Tingkat Sekolah a. Mengadakan Program PTK Kolaborasi

Salah satu upaya yang dapat dilakukan MGMP Ekonomi Tingkat Sekolah untuk mengatasi kesulitan yang dialami guru ekonomi melakukan PTK adalah dengan mengadakan program PTK kolaborasi. Adanya PTK kolaborasi ini dapat membantu guru ekonomi untuk saling bekerjasama untuk melakukan PTK sehingga dapat mengurangi kesulitan yang dialami guru ekonomi untuk melakukan PTK.

b. Mengadakan Program

Bimbingan Rekan Sejawat yang Berpengalaman dalam PTK Upaya lain yang dapat dilakukan MGMP Ekonomi Tingkat Sekolah untuk mendorong dan juga mengatasi kesulitan yang dialami guru ekonomi melakukan PTK dapat dilakukan dengan mengadakan program bimbingan rekan sejawat. Pada program ini, guru yang sudah berpengalaman melakukan PTK dapat memberikan bimbingan kepada guru lain yang masih mengalami kesulitan untuk melakukan PTK. Kelebihan bimbingan rekan sejawat yang sudah berpengalaman melakukan PTK bila dibandingkan dengan mengikuti pelatihan eksternal adalah bersifat lebih fleksibel. Apabila ada hal yang sekiranya belum jelas guru tidak segan untuk bertanya karena kepada rekannya sendiri. Kelebihan lain bimbingan rekan sejawat adalah tidak 103 dibatasi oleh waktu, hal ini berbeda ketika guru mengikuti pelatihan harus mengikuti jam yang tertera pada pelatihan tersebut. Pada bimbingan rekan sejawat guru dapat menentukan jam untuk berdiskusi secara lebih fleksibel. Adanya program bimbingan rekan sewajat untuk melakukan PTK tidak hanya bertujuan untuk membantu guru yang masih kesulitan untuk melakukan PTK melainkan dapat juga digunakan untuk menunjang point pada kegiatan kolektif guru. Kegiatan kolektif merupakan kegiatan guru dalam mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah atau kegiatan bersama yang dilakukan guru baik di sekolah maupun di luar sekolah dengan tujuan untuk mencapai standar atau di atas standar kompetensi profesi yang telah ditetapkan. Kegiatan kolektif ini dapat berimplikasi pada peningkatan point PKB guru. Implikasi lebih lanjut dari adanya peningkatan pada point PKB adalah dapat menunjang peroleh angka kredit guru. 104 DAFTAR PUSTAKA Ali, M. dan Asrori, M. 2011. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara. Anggraeni, R. 2014. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas Guru SD Negeri Widoro Lempuyangan Yogyakarta. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Universitas Negeri Yogyakarta. Arikunto, S. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Bustari, M. 2011. Pengembangan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Melalui Penelitian Tindakan Kelas. Jurnal Anonim, 1–10. Danoebroto, S. 2012. 10 Pertanyaan Mengenai Penelitian Tindakan Kelas. Artikel Ilmiah, 1–10. Devetak, I dkk. 2010. The Role of Qualitative Research in Science Education. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology, 77– 84. Drajati, N. 2015. Classroom Action Research: Teacher As Researcher In Professional Development. An International Peer Reviewed Open Access Journal LangLit, 2 1, 240-246. Diperoleh pada 11 Januari 2016 dari www.langlit.org. Ekowati, V. 2011. Penelitian Tindakan Kelas: Modal Awal Guru dalam Menyusun Berbagai Karya Ilmiah. Makalah disajikan dalam Pelatihan Karya Tulis Ilmiah bagi Guru–Guru SMP di SMP Negeri 1 Wonosari. Herdiana, Lisa. 2011. Training And Development. Diperoleh 20 April 2016, dari di http:lisaherdiana.blogspot.co.id201111training-and development.html. Kemendikbud. 2011. Membimbing Guru dalam Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan Nasional. Kemendikbud. 2012. Pedoman Pengelolaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan. Jakarta: Badan Pengembangan SDMPK dan PMP. Kemendikbud. 2014. Karya Tulis Ilmiah:Penelitian. Makalah disajikan pada Bimbingan Teknis Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Sekolah Dasar. Kis, S. 2014. Professional Development Journey Through Action Research: A Case of A Primary School Teacher In An EFL Context. Educational Research Association. The International Journal of Educational Researchers 2014, 5 2: 30-46. Diperoleh pada 11 Januari 2016, dari http:ijer.eab.org.tr . Koida, N. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN Manggalai dalam Pembelajaran IPA Khususnya Materi Gaya Melalui Pendekatan Inkuiri. Jurnal Kreatif Tadulako, 2 2, 51–58. Moleong, L. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. 104 105 Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Oun, M Christian, B. 2014. Qualitative Research Method Summary. Journal of Multidisciplinary Engineering Science and Technology JMEST, 1 5, 252–258. Diperoleh 02 Desember 2015, dari www.jmest.org . Pati, P. 2014. Indonesian Foreign School Teachers’ Perception And Capability To Undertake Classroom Action Research: Basis For Capability Building Program. IOSR Journal of Research Method in Education IOSR-JRME, 4 1, 67-89. Diperoleh 11 Januari 2015, dari www.iosrjournals.org . Permana, J. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Makalah disajikan pada Seminar Loka Karya dalam rangka Diklat Profesi Guru, Pontianak, Kalimantan Barat. Pulungan, Intan. 2015. Peningkatan Kemampuan Guru dalam Melakukan Penelitian Tindakan Kelas Melalui Implementasi Diklat. Jurnal Kemenag. Diperoleh pada 05 Januari 2016, dari http:sumut.kemenag.go.id . Rahmatiah. 2013. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Dilema atau Tantangan. Artikel ilmiah. Diperoleh pada 7 Januari 2016, dari http:www.lpmpsulsel.net . Saebani, B. 2008. Metode Penelitian. Bandung: C.V Pustaka Setia. Saipurrahman. 2015. Mengapa Guru Kurang Mampu Melakukan Penelitian Tindakan Kelas. Artikel Ilmiah. Diperoleh pada 07 Januari 2016, dari www.lpmpprovinsikalimantanselatan.co.id . Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RD. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suharno. 2013. Implementasi Pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013 Pada Mata Pelajaran Biologi di SMA Negeri 1 Gondang Kabupaten Tulungagung. Jurnal Humanity, 147-157. Sukardiyono, T. 2015. Pengertian, Tujuan, Manfaat, Karakteristik, Prinsip dan Langkah-langkah Penelitian Tindakan Kelas. Makalah Disajikan pada Program Pengabdian Masyarakat, Gunung Kidul, Yogyakarta. Sumini, TH. 2016. Penelitian Tindakan Kelas dan Pengembangan Profesi Guru. Artikel Ilmiah, 1-17. Supriatna, Nana. 2013. Penelitian Tindakan Kelas untuk Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Pendidik. Makalah disajikan pada Pelatihan Karya Tulis Ilmiah untuk Peningkatan Profesionalisme Tenaga Pendidik. Trisdiono, H. 2014. Analisis Kesulitan Guru dalam Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas. Laporan Penelitian Tidak Dipublikasikan. LPMP Widyaiswara Madya, Yogyakarta. Utomo, S. 2012. Penelitian Tindakan Kelas untuk Angka Kredit Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Bagi Guru. Laporan Penelitian Tidak Dipublikasikan. Widyaiswara LPMP, Papua. 106 Widodo, S;Supardi; dan Agus W. 2014. Peningkatan Kompetensi Guru Profesional Berbasis Penulisan Artikel Hasil Penelitian Tindakan Kelas Bagi Guru Anggota PGRI di Kabupaten Purworejo. Laporan Penelitian Tidak Dipublikasikan. Universitas PGRI, Semarang. Widoyoko, E. 2012. Penelitian Tindakan Kelas dan Pengembangan Profesi Guru. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Profesi Guru Melalui Penelitian Tindakan Kelas, Universitas Muhammadiyah Purworejo. Yusuf, Muri. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan. Jakarta: Prenada Media Group. 110 LAMPIRAN 111 Lampiran 1: Instrumen Penelitian PEDOMAN WAWANCARA UNTUK GURU 1. Berdasarkan pengalaman bapakibu mengajar di kelas, permasalahan apa saja yang sering muncul dalam proses pembelajaran? Dari permasalahan tersebut, apa yang bapakibu lakukan untuk mengatasinya? 2. Jika bapakibu menemukan permasalahan dan sudah berusaha mengatasinya, pernah tidak bapakibu mencoba mendeskripsikan permasalahan tersebut? 3. Pemerintah dalam peraturan Permenpan–RB No 16 Tahun 2009 dan Peraturan Mendiknas Bersama Kepala Badan Kepegawaian Nasional BKN Nomor 3 Tahun 2010 yang menguatkan kedudukan Penelitian Tindakan Kelas PTK sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat, apakah bapakibu sudah mengetahui? Jika sudah, darimanakah informasi tersebut didapatkan? apakah dari internet atau dari sosialisasi kepala sekolah? 4. Jika mendapatkan sosialisasi mengenai PTK dari kepala sekolah, apakah tindak lanjut pihak sekolah atas kegiatan sosialisasi tersebut? Apakah pihak sekolah pernah mengadakan tindak lanjut seperti pelatihan untuk guru terkait dengan pelaksanaan PTK? Jika sudah, apakah tindakan pelatihan tersebut sudah efektif? Jika belum, bagaimana menurut bapakibu pelatihan PTK yang efektif? 5. Pernah tidak bapakibu mengikuti pelatihan mengenai PTK baik dari MGMP atau organisasi guru lainnya? Jika sudah pernah mengikuti, apa tindak lanjut dari pelatihan tersebut? 6. Terkait dengan sertifikasi guru, apakah bapakibu sudah mendapatkan tunjangan profesi? Jika sudah mendapatkan tunjangan profesi, pernah tidak bapakibu mengalokasikannya untuk mencari referensi seperti buku, jurnal, artikel atau lainnya yang dapat mendukung pelaksanaan PTK sebagai salah satu bentuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan PKB? 7. Sebagai seorang guru, buku apa saja yang sering bapakibu baca? Kira–kira seberapa sering bapakibu mengalokasikan waktu untuk membaca buku-buku tersebut? 111 112 8. Berkaitan dengan pertanyaan nomor 7, apakah buku yang bapakibu baca merupakan buku yang berisi materi penunjang kegiatan pembelajaran atau ada buku lain misalnya buku tentang PTK sebagai salah satu bentuk PKB? 9. Menurut bapakibu, apakah PTK membutuhkan waktu yang lama, anggaran dana yang besar dan pengambilan hingga pengolahan datanya cukup ribet? 10. Menurut bapakibu, apakah dengan adanya PTK dapat menganggu kegiatan pembelajaran dan tugas utama guru dalam mengajar dan mengevaluasi hasil belajar siswa? 11. PTK disusun berdasarkan kalimat ilmiah. Menurut bapakibu susah atau tidak menyusun kalimat ilmiah tersebut? 12. Selama menjadi guru, apakah bapakibu sudah pernah melakukan penelitian selain PTK? 13. Menurut bapakibu apakah usia guru mempengaruhi untuk melakukan PTK? Pertanyaan Optional 14. Apakah sekolah menyediakan fasilitas berupa dana maupun buku seperti metodologi penelitian atau model dan metode pembelajaran inovatif serta akses internet pendukung pelaksanaan PTK? PEDOMAN WAWANCARA UNTUK KEPALA SEKOLAH 1. Berkaitan dengan amanat Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa diantara empat kompetensi pokok guru terdapat unsur PTK. Menurut bapak, penting atau tidak PTK bagi seorang guru? 2. Pemerintah dalam peraturan Permenpan–RB No 16 Tahun 2009 menguatkan kedudukan PTK sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat. Berkaitan dengan aturan tersebut, apakah bapak pernah melakukan sosialisasi kepada bapak ibu guru, utamanya pada guru ekonomi? 3. Jika sudah melakukan kegiatan sosialisasi, apakah tindak lanjut dari kegiatan sosialisasi tersebut? 4. Apakah pihak sekolah pernah melaksanakan pelatihan terkait dengan pelaksanaan PTK untuk guru utamanya pada guru ekonomi seperti 113 mengadakan kerjasama dengan narasumber eksternal maupun MGMP atau organisasi guru lainnya untuk mendorong guru untuk melakukan PTK? 5. Menurut bapak, bagaimana kegiatan pelatihan yang efektif sehingga dapat benar–benar mendorong guru utamanya pada guru ekonomi untuk melakukan PTK? 114 Tempat : Ruang Perpustakaan Informan : WK Waktu : Sabtu, 19 Maret 2016 Durasi : 33.34 menit Peneliti : “Assalamualaikum Bu WK, saya Mayang Risqi mahasiswi UNS yang akan melakukan wawancara kepada ibu sebagai salah satu guru ekonomi terkait dengan PTK.” Informan : “Walaikumsalam, iya mba.” Peneliti : “Untuk pertanyaan pertama bu, Ibu sudah berapa tahun mengajar disini?” Informan : “Dimulai dari tahun 2003 sampai sekarang berarti sudah berapa ya?” Peneliti : “Tiga belas tahun ya bu?” Informan : “Hmm, iya mba 13 tahun.” Peneliti : “Sebelum mengajar disini mengajar dimana saja bu?” Informan : “Langsung disini, jadi saya lulus tahun 2001 diterima masuk sebagai guru bantu ditempatkan disini tahun 2003. Ya jadi langsung disini, tidak ada pengalaman di sekolah-sekolah ditempat lain.” Peneliti : “Dari 13 tahun mengajar, menurut ibu permasalahan apa saja yang sering terjadi diproses pembelajaran yang terkait dengan siswa?” Informan : “Yang terkait dengan siswa? Hmmm siswa itu banyak cenderung menerima materi tidak mudah, dalam arti mungkin dia perlu kondisi suasana yang lain daripada yang lainnya tapi kalau materi yang saya sampaikan mestinya anak–anak menerima dan memahami.” Peneliti : “Kalau keaktifan siswa bagaimana bu?” Informan : “Bagus… keaktifannya bagus, dalam arti setiap kali saya diskusi kerja kelompok anak-anak aktif semuanya.” Peneliti : “Dari permasalahan tersebut, langkah apa saja yang ibu lakukan untuk mengatasinya?” Informan : “Dari permasalahan tadi? Kalau permasalahan saya tadi kan anu ya menerima materi itu ya? Ya saya berarti harus membuat suatu kegiatan KBM yang lebih kreatif yang lebih aktif dalam arti anak yang bekerja sedangkan saya hanya sebagai fasilitatornya saja.” Peneliti : “Dengan metode atau media atau model?” Informan : “Ya dengan metode bisa media bisa sekarang ini lebih dominannya menggunakan power point atau permainan-permainan yang banyak yang tidak hanya menggunakan power point misalnya hmmm media- media yang lain misalnya dalam bentuk karton entah itu semacam permainan yang bisa membantu anak-anak untuk belajar lebih aktif.” Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, jika ibu sudah menemukan masalah dan sudah berusaha untuk mengatasinya, pernah tidak bu untuk mendeskripsikannya dalam bentuk catatan kecil gitu bu?” Informan : “Belum pernah. Jadi saya menjalankannya seperti air mengalir tertawa. Jika ada masalah saya atasi jadi belm pernah saya melakukan pencatatan-pencatatan khusus.” 114 Lampiran 2: Transkip Hasil Wawancara 115 Peneliti : “Itu kira-kira kenapa ya bu? Karena sibuk atau…?” Informan : “Hmm… lebih apa ya lebih menyederhanakan waktu saja. Lebih… karena kan kita waktunya tidak hanya mengajar, ada beberapa kegiatan lagi yang perlu kita harus selesaikan. Jadi setiap kali ada masalah dalam KBM langsung cepat diselesaikan.” Peneliti : “Kegiatan lainnya apa saja ya bu?” Informan : “Kegiatan lainnya misalnya membuat soal ulangan harian, ulangan- ulangan tengah semester, akhir semester, ujian sekolah dan itu juga membutuhkan waktu yang sangat lama dan perlu ekstra keras. Apalagi kan saya ngajar kelas 12 tu buat soalnya tidak hanya sekali dua kali tapi berulang-ulang kali.” Peneliti : “Bu, sudah tahu belum bu terkait dengan peraturan pemerintah dalam PERMENPAN-RB nomor 16 Tahun 2009 yang menguatkan kedudukan PTK sebagai salah satu syarat untuk naik pangkat?” Informan : “Sudah… sudah saya bahkan ini mengalami pertama kali mengalami pertama kali tahun ini nggih saya terlibat juga langsung terakhir kemarin bulan Februari itu saya juga mengajukan kenaikan pangkat dan sudah tahu bahwa syarat untuk kenaikan pangkat membuat PTK itu salah satunya hanya kan saya masih golongan dari IIIB ke IIIC. Jadi tidak terlibat langsung untuk membuat PTK. Yang membuat PTK tu dimulai dari golongan in shaa Allah apa ya dari golongan IIIC ke IIID atau IIID ke IVA. Ya jadi saya yang IIIB ke IIIC itu belum terlibat tapi sudah pernah dengar.” Peneliti : “Itu mulai kapan ya bu?” Informan : “Mulai ini, mulai aturan baru ini.” Peneliti : “Kalau setahu saya itu bu, kalau kenaikan pangkat dari golongan IIIB ke IIIC PKBnya itu sudah menulis PTK?” Informan : “Ya, tapi kami kemarin belum. Jadi hanya membuat modul buku ajar terus sertifikat harus berjumlah nilai 3.” Peneliti : “Itu sertifikat darimana ya bu?” Informan : “Sertifikat dari diklat, dalam efisien waktu 30 jam tapi untuk yang membuat PTK belum. Itu yang PTK dari in shaa Allah dari IIIC ke D atau bahkan dari IIID ke IVA.” Peneliti : “Berarti dari golongan IIIB ke IIIC belum ya bu?” Informan : “Belum.” Peneliti : “Berarti PKBnya masih pengembangan diri?” Informan : “Ya masih pengembangan diri sama pengembangan professional itu.” Peneliti : “Pertama kali tahu informasi itu darimana ya bu?” Informan : “Langsung, … dari apa istilahnya hmmm dari kenaikan pangkat.” Peneliti : “Oh anu dari syarat-syarat naik pangkat?” Informan : “Ya, dari itu persyaratan untuk kenaikan pangkat. Dari golongan ini sampai ini butuh PD PI berapa dengan syarat PTK sudah diseminarkan hanya dalam khusus MGMP saja tidak apa-apa nggih, terus kalau golongan dari IIIB ke IIIC cukup PD PInya berapa tapi tidak PTK yang diseminarkan. Belum sampai kesitu. Jadi kalau 116 ditanya kapan ya baru-baru saja bulan Februari kemarin nggih pas ngurusi kenaikan pangkat.” Peneliti : “Sudah IIIC ya bu?” Informan : “Belum… Kemarin baru mengajukan sekarang dikoreksi sama tim penilai jadi menunggu jawaban dari beliau-beliau tim penilai nilainya sudah bisa masuk atau belum. Jadi ketentuan naik pangkatnya pun kami belum tahu bulan apa. Apa mungkin bulan Januari tapi kok lama banget ya paling tidaknya bulan April sudah ada jawabannya kalau secepat mungkin, kalau lambat ya mundur lagi.” Peneliti : “Kalau sosialisasi dari Kepala Sekolah sudah pernah belum bu?” Informan : “Belum… belum…belum mengadakan sosialisasi.” Peneliti : “Kalau dari MGMP bagaimana bu?” Informan : “Belum juga. Karena ini memang tahap awal tahap dimana saya menangkapnya sebagai tahap coba-coba dalam arti begini, ada teman kami yang dari IIID ke IVA itu punya PTK hanya belum diseminarkan tapi dan semua berkas sudah masuk ke tim penilai itu diberi kesempatan untuk menseminarkan PTKnya. Berarti kan istilahnya proses mau maju ke arah yang lebih tinggi dengan apa ya perbaikan-perbaikan yang belum dijalani.” Peneliti : “Kalau dari pihak sekolah bu?” Informan : “Belum juga, Kami kemarin ga masalah buku ajar ya gitu prosesnya. Ada yang kurang bisa diperbaiki. Tapi kalau mulai besoknya itu kalau sudah masuk mungkin sudah ga boleh diperbaiki lagi karena kan sudah jalan satu periode nggih jadi kalau sudah masuk berkas tidak ada perbaikan lagi yang ini masih diberi kelonggaran.” Peneliti : “Itu yang menilai siapa ya bu?” Informan : “Tim penilai itu disini contohnya ada beberapa guru yang ditunjuk seperti bu RH guru matematika kemudian pak AH kemudian siapa nggih, sama pak YM sendiri kepala sekolah kami itu kan sekarang tim penilai itu.” Peneliti : “Dari sekolah ya bu?” Informan : “Ya bukan dari sekolah apa dari dinas menunjuk beberapa guru masing-masing sekolah untuk mewakili untuk apa melakukan penilaian PTK. Kalo dulu kan penilainya hanya satu dalam satu orang satu penilai sekarang ga kenapa modul ada khusus sendiri tim penilainya, PTK ada khusus sendiri tim penilainya, sertifikat kemudian kegiatan-kegiatan lain ada tim penilainya sendiri. Nah nilai jadi digabungkan disetor ke apa ke koordinasi tim penilai. Terakhir seperti itu yang saya dengar. Kalau kata pak YM ngendikan sekarang tim penilai itu anu kok ora mung siji dadi sing modul, kemudian buku ajar, PTK itu sudah ada sendiri tim penilainya. Nanti nilai jadinya disetorkan ke ketuanya.” Peneliti : “Lebih efektifan yang mana bu?” Informan : “Kalau lebih efektifnya lebih efektif ini.” Peneliti : “Yang sekarang?” 117 Informan : “Ya, dalam arti apa penilaiannya lebih ketat dan mungkin yang mengusulkan kenaikan pangkat peluangnya agak ketat juga tidak semudah kita sebelum ada aturan baru ini nggih yang terbaru dalam arti hanya satu penilai itu kan mungkin wes pas kesel-kesele pas mumet-mumete nilainya wes diangkat in shaa Allah bisa naik. Kalau ini kan otomatis dari beberapa tim penilai dari beberapa penilai jadi satu kan lebih teliti. Jadi kesempatan untuk naik pangkat yang kelihatannya nilainya sudah memenuhi bisa saja tidak jadi karena ada beberapa yang belum terpenuhi.” Peneliti : “Contohnya apa ya bu?” Informan : “Contohnya seperti PTK yang belum diseminarkan walaupun nilainya memenuhi tapi karena PTKnya belum diseminarkan akhirnya tidak bisa diangkat. Saya aja menunggu itu masih deg- degan iki yo munggah opo ora yo munggah opo ora tertawa.” Peneliti : “Kalau pelatihan PTK sudah pernah mengikuti belum bu?” Informan : “Pernah saya pernah tiap kali ada workshop seminar pernah mengikuti cara-cara penulisan PTK.” Peneliti : “Dimana ya bu itu?” Informan : “Dimana ya… jaman anu diklat k13 bulan Agustus tahun 2014.” Peneliti : “Diarahinnya apa aja bu?” Informan : “Cara penulisan susunan sistematika dari pendahuluan, kata pengantar, daftar isi, bab I, II, III, sampai bab-bab…” Peneliti : “Sampai bab 5?” Informan : “Sampai bab 5 nggih, tapi kan ga semendetail dalam arti hanya ini ada sistematikanya saja bab I apa pertama kata pengantar pendahuluan kalo ga kebalik lho ya agak lupa juga tertawa terus dan seterusnya bab I isinya apa bab II isinya apa bab III isinya apa semacam itu dan sempat kita semuanya pernah disuruh mbuat judul sebenarnya.” Peneliti : “Itu judul untuk suatu PTK?” Informan : “Judul untuk suatu penelitian itu PTK itu tapi kan terus tidak dikembangkan karena pada saat itu diklatnya tidak hanya materinya PTK tapi ada beberapa macam misalnya masalah penilaian, masalah materi per-MGMP mapel Ekonomi misalnya.” Peneliti : “Bu, kalau boleh tahu judulnya yang dibuat dulu tentang apa ya?” Informan : “Lali i mba hehe. Apa ya mbiyen ya?” Peneliti : “Tentang model atau metode?” Informan : “Tentang apa ya? Astaughfirullah al adzim… Lupa saya… ketoe tentang metode dalam KBM.” Peneliti : “Itu untuk meningkatkan apa ya bu? Hasil atau…?” Informan : “Meningkatkan….. Hasil….” Peneliti : “Belajar?” Informan : “Hasil belajar termasuk hasil nilainya anak.” Peneliti : “Bukan prestasi bu?” Informan : “In shaa Allah hasil nilai hasil jadinya. Jadi hasil akhir dari nilai anak.” 118 Peneliti : “Pernah mencoba menggali sendiri ga bu dari judul tersebut?” Informan : “Belum hehe setelah itu terus mandeg hehe.” Peneliti : “Karena sibuk atau…?” Informan : “Ya bisa juga… Karena mungkin belum ada waktu untuk membuat PTK itu. Pas mau mengajukan kenaikan pangkat lagi sregep hehe karena salah satu syaratnya itu. Nek ora kui kok sek.” Peneliti : “Itu pernah ya bu karena PTK itu kenaikan pangkat guru mengalami stagnasi itu itu se-Indonesia bu jadi kenaikan pangkat itu terhambat karena belum adanya PTK yang diajukan.” Informan : “Ya benar…” Peneliti : “Kalau setahu saya bu dari golongan IIIB ke IIIC dan dari golongan IVA ke IVB. Tapi ga tahu bu kalau sekarang kalau diganti saya kurang tahu juga.” Informan : “Ya memang itu aturan baru. Kalau yang dari IIIB ke IIIC malah belum. Kalau mulai dari golongan IIID ke IVA bahkan mungkin dari IIIC ke IIID mungkin sudah. Kalau dari IIIB ke IIIC belum wong saya sudah mengalami saya naik baru IIIC belum sampai PTK. Yang teman kami itu dari IIID ke IVA pake PTK dari per-golongan. Nanti nek njenengan butuh wawancara lagi ga harus hari ini lho, nanti misalnya butuh apalagi apa calling saya saja ngak papa kalo misalnya ada yang kurang.” Peneliti : “Nggih bu, terkait dengan sertifikasi guru disini itu sudah berapa guru yang tersertifikasi?” Informan : “Sertifikasi…. 50 lebih in shaa Allah.” Peneliti : “Kalau dari ekonomi?” Informan : “Ekonomi? Dua…. dua yang dari dalam terus yang dari luar itu kan ada dua guru jadi empat. Jadi yang dua guru itu kan melengkapi jam karena untuk sertifikasi itu. Jadi guru ekonomi induk dan non itu ada empat guru yang tersertifikasi.” Peneliti : “Yang dua itu bu WK dengan bu ES?” Informan : “Ya, saya dengan bu ES terus yang dari luar itu bu ET sama bu TY. Bu ET dari SMA Negeri X sama bu TY dari SMA Y.” Peneliti : “Itu masih ngajar disini ga ya bu?” Informan : “Masih… Sampai sekarang masih beliau dua-duanya masih. Hanya kan ini UTS jadi beliau-beliau tidak ngawas disini tidak dikasih jam ngawas disini karena disana kan juga UTS jadi mengawasnya di induk sekolahnya masing-masing.” Peneliti : “Kalau untuk bu ET kan ngajar kelas 12 ya bu?” Informan : “12 di SMA X ya.” Peneliti : “Kalau disini?” Informan : “Disini satu kelas yang LM Ekonomi Lintas Minat.” Peneliti : “Kelas 12 ya bu?” Informan : “Ya, bu TY juga…Kelas 12 Ekonomi Lintas Minat.” Peneliti : “Kalau sekarang sudah ga ada ya bu ya?” Informan : “Sudah ga ada, tapi beliau juga ngajar kelas 10 sama kelas 11.” Peneliti : “Bu ET juga?” 119 Informan : “Ya, bu ET juga. Kalau bu TY itu ngajar kelas 10 sama kelas 11 IPS. Nanti kalau njenengan mau konsul apa wawancara ndak papa saya punya nomornya untuk menghubungi. Hanya masuknya mungkin setelah UTS ini karena selesai kan sampai hari Selasa paling tidak hari Kamis masuk. Kamis bu ET itu masuk. Kalau bu TYnya Sabtu masuk. Kalau njenengan kesini malah hari Sabtu itu aja. Hari Sabtu kan dua-duanya beliau ngajar disini.” Peneliti : “Kalau sertifikasi guru sama tunjangan guru itu sama apa ga ya bu?” Informan : “Beda… Kalau sertifikasi itu kan satu kali gaji ya.” Peneliti : “Itu setiap bulan atau bagaimana ya bu?” Informan : “Keluarnya per-tiga semester per-tiga bulan triwulan.” Peneliti : “Berarti sama kaya dosen ya bu?” Informan : “Ya,… sama seperti dosen. Bahkan rencananya denger-dengernya itu malah mau per-semester tertawa ora sesasi ora telu sasi malah per-semester enam bulan sekali.” Peneliti : “Berarti lebih lama ya bu?” Informan : “He’em, lebih lama nunggunya wes puoso sek mba hehe.” Peneliti : “Nggih bu tertawa. Kalau dari tunjangan profesi itu kira-kira ibu mengalokasikan untuk mencari referensi atau apa gitu bu?” Informan : “Kalau untuk mencari referensi sementara belum tapi kebutuhan untuk di luar kegiatan KBM jadi kebutuhan untuk di rumah memenuhi kebutuhan pokok kebutuhan rumah.” Peneliti : “Sebagai seorang guru, biasanya baca buku apa aja ya bu?” Informan : “Buku paket, LKS, kemudian ya buku paket sama LKS itu.” Peneliti : “Kalau selain itu bu, seperti buku tentang model pembelajaran yang inovatif?” Informan : “Ya ya juga ada kemudian buku tentang model media pembelajaran itu ya.” Peneliti : “Seberapa sering ya bu?” Informan : “Sering setiap kali ada KBM kita pakai.” Peneliti : “Kalau yang model dan media ini bu?” Informan : “Nah itu setiap kali membuat RPP tertawa jadi per-semester ya.” Peneliti : “Kalau buku terkait dengan PTK bu?” Informan : “Hmmmm yo setaun pisan tertawa padahal urung tau gawe. Tapi paling tidak pernah buka baca itu hanya ga rutin pas jam longgar kepengin baca ya dibuka dibaca dan kita kan bacanya di perpustakaan kalau ada bukunya pas posisi ada karena mungkin hanya beberapa buku banyak bapak ibu guru yang ngersake yang pinjem yang sudah duluan yang dipinjam berarti kita ga bisa meminjam.” Peneliti : “Ada buku itu untuk guru ya bu?” Informan : “Ada disini ada.” Peneliti : “Itu buku tentang apa saja bu? Model? Metode?” Informan : “Ya model, metode, media kemudian kemudahan-kemudahan dalam KBM siswa.” 120 Peneliti : “Kalau buku tentang metodologi penelitian bu? Kaya RnD, eksperimen?” Informan : “Ada pernah saya baca kok ada hanya saya ga buka isinya.” Peneliti : “Begini bu, kan biasanya ada ya bu dosen yang dia relative muda sering melakukan tindakan penelitian tapi ada juga dosen yang sudah senior sudah jarang melakukan penelitian.” Informan : “Ya betul.” Peneliti : “Menurut ibu, apakah tindakan penelitian itu dipengaruhi oleh usia tidak ya bu?” Informan : “Hmmm sebenarnya untuk mencari ilmu tu tidak harus melihat usia tapi kenyataannya usia juga mempengaruhi semakin bertambah usia mungkin kualitas untuk mempelajari sesuatu itu mungkin waktu, pikiran, tenaga juga semakin terbatas tetapi pengalaman bagi yang senior itu semakin lebih banyak daripada yang masih yunior . Yunior itu mungkin kelebihannya karena masih punya tenaga, pikiran, istilahnya lincah, gesit, jadi membuat PTK tidak ada halangan.” Peneliti : “PTK itu kan dia sebuah penelitian yang berangkat dari sebuah masalah yang ada di kelas ya bu?” Informan : “Ya.” Peneliti : “Dari penelitian tersebut guru berperan ganda jadi dia berperan sebagai guru sekaligus sebagai peneliti nah dengan kondisi yang seperti itu bisa ga ya bu untuk mengganggu proses pembelajaran?” Informan : “Malah saling anu toh, sebenarnya kalo kita jalani kita lakoni saling mendukung pada saat kita mengajar kita bisa melakukan penelitian jadi tidak terganggu sebenarnya secara sadar kalo kita mau nglakoni. Pada saat mengajar itu bisa dilakukan untuk penelitian dan penelitian itu tidak kelihatan sebenarnya. Kalo pengin nglakoni jadi tidak menghambat kalo menurut saya kalo mau nglakoni tidak akan menghambat kegiatan KBM. jadi tidak akan meng apa istilahnya mengganggu kegiatan KBM. Hanya memang perlu waktu saja.” Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, PTK itu kan sebuah penelitian yang dia bersiklus jadi dalam satu skilus itu ada empat tahap yaitu tahap perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Nah menurut ibu dengan bersiklus-siklusnya membutuhkan waktu yang lama tidak ya bu?” Informan : “Mungkin bisa jadi. Tergantung juga yang melakukan penelitian nggih, kalau dia kepengin cepat selesai mestinya bisa cepat selesai, tapi kalo kepengin kok sek per-bab dulu per-bab dulu atau per-tahap – tahap itu tadi dalam arti perlu kok sek kok sek itu jadi akhirnya lama ya.” Peneliti : “Butuh dana yang besar ga ya bu?” Informan : “Mestinya iya karena mungkin ada semacam edaran untuk hmm apa tu ..” Peneliti : “Kuisioner bu?” Informan : “He’em kuisioner itu kan dibagikan ke siswa kan perlu dana materi, dana pikiran juga iya tho?” 121 Peneliti : “Adakah fasilitas dari sekolah bu terkait dana tersebut?” Informan : “Ngga ada, tidak ada. Penelitian hanya secara individual dari masing – masing bapak ibu guru saja.” Peneliti : “Kalau untuk ini bu data terkait dengan PTK. PTK itu kan pasti butuh data ketika ibu memilih untuk menaikkan hasil belajar siswa berarti kan harus mengambil data sebelum dilakukan tindakan dan sesudah dilakukan tindakan. Ibu mengambil, mengumpulkan dan menyimpulkan data itu susah tidak ya bu kira-kira bu?” Informan : “Mengambil, mengumpulkan dan?” Peneliti : “Menyimpulkan.” Informan : “Hmm, sudah ada hasil nilainya nggih? Sudah ada hasilnya ya kemudian melihat hasil nilai anaknya bagus, tidak bagus dan kurang bagus. Hmm kalau misalnya memang kita bisa mengenal statistik. Kan perlu statistik nggih itu nggih untuk mengolahnya?” Peneliti : “Mengolahnya pake rata-rata saja.” Informan : “Oh pake kata-kata?” Peneliti : “Rata-rata bu.” Informan : “Oh ga ga ribet. Hanya harus pinter mbuat kata-kata saja.” Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, PTK itu kan disusun menggunakan kalimat ilmiah. Kalimat ilmiah itu kan diambil dari bisa dari buku, artikel, jurnal internasional maupun nasional. Menurut ibu, susah atau ribet tidak ya bu, untuk menyusun kalimat ilmiah itu?” Informan : “Saya… nyuwun sewu nggih, kalimat ilmiah wong belum paham kok saya. Jadi kalo dibilang suruh mbuat kalimat ilmiah yo nek ibu sendiri yo termasuk ribet karena kan belum begitu mengenal kalimat – kalimat ilmiah nggih jadi kalau suruh mbuat mandeg sek mikir sue banget iya tho kalau setelah terjun mbuat agak ribet tertawa karena belum mengenal banyak-banyak kalimat-kalimat ilmiah.” Peneliti : “Dulu skripsinya ambil apa bu?” Informan : “Hmm, gimana?” Peneliti : “Skripsinya?” Informan : “Skripsinya saya terjun ke perusahaan. Ke perusahaan DH.” Peneliti : “Bukan pendidikan bu?” Informan : “Bukan. Bukan dulu kami buat skripsi itu memang diberi peluang kan nama Universitasnya gini Universitas Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Akuntansi. Nah pendidikan ekonomi itu kan bisa diarahkan ke sekolah, bisa diarahkan ke perusahaan. Termasuk akuntansinya juga tho bidang keahlian khusus. Nah itu kemarin saya itu perusahaan tapi berhubungan dengan laba mengetahui laba ruginya suatu perusahaan.” Peneliti : “Itu dikaji secara apa bu? Kuanti atau kuali?” Informan : “Data.” Peneliti : “Kuanti atau kuali?” Informan : “Kuanti kuali bedane opo? Hehe” Peneliti : “Kalau kuali itu bisa pakai wawancara bu, seperti saya ini, kalau kuanti itu pake data statistik.” 122 Informan : “Pake data, jadi kami disodorkan data, data angka-angka itu kami yang mengolah menggunakan statistik.” Peneliti : “Itu mengolahnya menggunakan statistik?” Informan : “Statistik.” Peneliti : “Pake SPSS atau software atau rumus?” Informan : “Rumus,… Pakai rumus dan kepada saya juga kan kita mempelajari ada kuliah materi statistik yang hubungan menuju ke skripsi mengolah data untuk skripsi jadi kami pakai rumus dan rumusnya itu dari komputer itu kok juga ada.” Peneliti : “Berarti software ya bu?” Informan : “Ya, software namanya nggih? Jadi rumus manual terus tapi ada juga rumus di komputer.” Peneliti : “Berarti pakai excel?” Informan : “Excel. Pakai excel pakai excel juga ada secara rumus manual juga ada jadi antara dua itu nggih.” Peneliti : “Kalau sekarang setelah menjadi guru, penelitian apa yang sudah dilakukan bu?” Informan : “Belum ada, in shaa Allah dua tahun lagi paling tidak ya besok tahun depan.” Peneliti : “PTK ya bu?” Informan : “Ya, in shaa Allah.” Peneliti : “Memang tertarik PTK atau bagaimana bu?” Informan : “PTK. Karena kan syarat dari kenaikan pangkat kan PTK itu. Modul kan sebagai salah satu penunjang juga nggih. Modul dan buku ajar kan harus tak buat juga.” Peneliti : “Untuk keperluan naik pangkat nggih bu?” Informan : “Ya salah satunya itu terutama untuk naik pangkat dari IIID ke IVA.” Peneliti : “Kalau untuk kenaikan pangkat itu berapa tahun ya bu?” Informan : “Empat tahun maksimal. Terus ada aturan di atas sudah lima tahun itu katanya akan diturunkan dalam arti yang tadinya guru bisa jadi PNS biasa. Itu aturan terbaru.” Peneliti : “Itu sudah pernah kejadian bu?” Informan : “Tapi sampai sekarang ngga pernah ditemoni itu dalam arti tenang- tenang aja gitu. Kenyataannya teman kami salah satunya itu guru olahraga tidak kami sebutkan namanya itu IIIAnya itu dulu bareng sama saya. Kami sudah IIIB beliau masih IIIA berarti aturan itu belum istilahnya belum terlaksana aturan pemerintah belum terlaksana nyatanya beliau masih tetap jadi guru padahal ada informasi bahwa lebih dari empat tahun itu akan di…” Peneliti : “Diturunkan?” Informan : “He’em, dilorotkan atau diturunkan menjadi PNS pegawai biasa.” Peneliti : “Mbothen guru nggih bu?” Informan : “He’em, di TU kan lebih rendah tidak mendapatkan tunjangan profesi.” 123 Suasana mulai tidak kondusif, karena tiba-tiba ada beberapa guru yang mengobrol di ruang perpustakaan dengan suara yang cukup keras. Peneliti : Bu, tentang angka kredit yang harus dipenuhi itu masih sama tidak ya bu dengan yang di tabel ini menunjukkan tabel tentang angka kredit yang harus dipenuhi untuk kenaikan pangkat sumbernya yang dari bapak dirjen PMPTK beliau yang merumuskan peraturan tersebut, masih mengacu kesini tidak ya bu sambil menunjukkan tabel? Informan : menunjuk tabel IIIB ke IIIC ya bebas jenis karya tulis ilmiah dan oh ini ngga ini sudah tidak bebas. IIIB ke IIIC ini harus publikasi ilmiahnya ini nilainya harus 3 terus karya inovatifnya harus 4. Jadi kami kemarin publikasi ilmiah itu kan semacam diklat, workshop dimana jamnya terhitung 30 jam itu nilainya baru terhitung satu dan dibutuhkan 3 lha yang karya inovatif ini bisa kami tunjukkan dalam bentuk modul dan buku ajar, lha modul itu nilainya 0,5 setengah sehingga kalau 4 kami butuh membuat 8 modul itu dan buku ajar misalnya itu harus setarap SMA jadi tidak memunculkan buku ajar SD karena ada teman kami dulu ini barengan PTK itu beliau memunculkan buku ajar tapi ternyata untuk SD tidak terhitung jadi harus buku ajar setingkat ngajarnya beliau. Jadi kalau SMA ya buku ajar untuk SMA.” Terjadi keramaian lagi…. Informan : “Harusnya cari suasana yang lebih sepi ini.” Peneliti : “Iya bu.” Informan : “Sambil menunjukkan tabel yang dibawa peneliti ini aturan lama ini, ini aja jenis karya bebas sudah ga berlaku ini aturan lama yang terbaru ini sudah terhitung nilainya 3 dan yang ini sambil menunjuk tabel 4 dan yang ini sambil menunjuk tabel tambah lagi ini hanya saya lupa berapa, ini kalau ga salah 4 disini 6 atau 5. yang dari IIIC ke IIID. Lha yang ini menunjuk tabel dari golongan IIID ke IVA butuh PTK satu yang diseminarkan.” Peneliti : “Secara nasional atau MGMP tidak apa-apa bu?” Informan : “MGMP tidak apa-apa. MGMP per-kota Surakarta ini tidak apa-apa tidak harus nasional.” Peneliti : “Sudah selesai bu, terimakasih atas waktunya.” Informan : “Oh nggih mba.” 124 Tempat : Ruang Tamu Pada Ruang Guru Wawancara Pertama : Depan Ruang Guru Wawancara Kedua Informan : ES Waktu : Kamis, 24 Maret 2016 Wawancara Pertama : Senin, 28 Maret 2016 Wawancara Kedua Durasi : 02.46 menit Wawancara Pertama : 22.30 menit Wawancara Kedua Peneliti : “Assalamualaikum Bu ES… Saya Mayang Risqi mahasiswa UNS yang akan melakukan wawancarta kepada ibu terkait dengan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.” Informan : “Walaikumsalam, iya mba…” Peneliti : “Pertanyaan pertama bu, ibu sudah berapa tahun nggih mengajar disini Surakarta?” Informan : “Sudah dari tahun ’85. Ya kira-kira sudah 30 tahun.” Peneliti : “Wah sudah lama nggih bu?” Informan : “Iya mba.” Peneliti : “Selain mengajar disini, dulu pernah mengajar dimana saja bu?” Informan : “Kalau saya dulu pernah di Kendal selama dua tahun.” Peneliti : “Oh gitu, berarti total ibu mengajar sudah 32 tahun?” Informan : “Nggih mba, sudah 32 tahun.” Peneliti : “Begini bu, dari 32 tahun mengajar tersebut, kira-kira permasalahan apa yang sering muncul dalam kegiatan pembelajaran?” Informan : “Kalau di kelas saya itu ga ada masalah mba paling kalau ada yang ya pada saat itu juga saya selesaikan langsung.” Peneliti : “Kalau permasalahan yang terkait dengan siswa bu dalam proses pembelajaran?” Informan : “Oh kalau itu.. Hmm siswa itu cenderung memiliki kesiapan belajar yang berbeda mba. Jadi ada siswa yang siap belajar namun ada beberapa siswa yang belum siap untuk belajar.” Peneliti : “Langkah ibu untuk mengatasi permasalahan tersebut itu apa nggih bu?” Informan : “Kalau saya… Saya menggunakan ini mba biasanya, menggunakan diskusi. Soalnya gini, siswa dengan berdiskusi dapat saling berbagi ilmu itu tadi. Seperti tadi yang saya sebutkan kalau ada siswa yang siap belajar maka dapat mengajari siswa yang belum siap. Jadi mereka itu bisa saling mengisi satu sama lain.” Informan terlihat menengok jam Peneliti : “Oh begitu… nggih-nggih… Ibu mau ada keperluan nggih bu?” Informan : “Iya mba.” Peneliti : “Oh ya sudah bu, wawancaranya dilanjut besok saja bagaimana bu?” Informan : “Oh gitu? Ya sudah kalau gitu. Besok saja ya.” Peneliti : “Nggih bu, terimakasih atas waktunya bu.” Informan : “Nggih mba, sami-sami.” Wawancara Ke2 125 Peneliti : “Assalamualaikum Bu ES, saya Mayang Risqi Putriani mahasiswi UNS yang akan melakukan wawancara kepada ibu terkait dengan Penelitian Tindakan Kelas.” Informan : “Walaikumsalam, nggih mba.” Peneliti : “Menindaklanjuti wawancara sebelumnya bu, ibu kan sudah menemukan masalah dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu juga sudah merumuskan solusi untuk mengatasinya. Pernah tidak bu, membuat catatan tentang itu?” Informan : “Pernah, tapi ya ndak rutin.” Peneliti : “Oh gitu, kalau boleh tahu itu catatannya berisi apa saja nggih bu?” Informan : “Biasanya berisi materi pembelajaran yang terakhir saya ajarkan apa. Terus permasalahan-permasalahan kecil yang terjadi di dalam proses pembelajaran, terus langkah yang saya lakukan untuk mengatasinya apa, misal pake model ini metode ini dan sebagainya. Kadang ini kok mba, model dan metode yang ini belum tentu cocok untuk materi ini, cocoknya untuk materi yang lain misalnya. Jadi memang harus pintar- pintar saja memilih metode yang pas untuk mengatasi permasalahan itu bagaimana.” Peneliti : “Oh gitu, iya ya bu. Dari catatan tersebut sudah berkembang ke PTK atau belum ya bu?” Informan : “Sudah mba, saya sudah pernah bikin PTK. Pada saat itu kan ini ya saya mau naik pangkat dari golongan IVA ke IVB. Nah kalau syarat sekarang kan kalau mau naik pangkat harus ada PTKnya, ya lalu saya buat PTK itu.” Peneliti : “Oh gitu… itu sudah sampai diajukan ke DIKPORA bu? Informan : “Sudah mba, tapi ya itu… dulu saya bersama teman-teman yang ingin mengajukan kenaikan pangkat sudah membuat PTK 1 dan modul 11 sudah diajukan ke DIKPORA dari tahun 2010. Tapi sampai sekarang tidak ada pemberitahuan sama sekali apakah PTK saya diterima atau tidak, apakah modul saya diterima atau tidak. Makanya saya bingung mba. Kemarin-kemarin sudah saya konfirmasi ke DIKPORA katanya berkas saya tidak ada. Gimana? Padahal sudah dikumpulin berkas-berkasnya jadi satu sak sekolah lho mba kok bisa tidak ada ya saya juga bingung. Kalau ada konfirmasinya kan bisa tahu oh saya salahnya disini, nanti kan bisa dibenakne tapi yang ini tidak ada.” Peneliti : “Apakah ibu sudah mencoba mengajukan kembali bu?” Informan : “Sejak saat itu ya, saya sudah pasrah mba, mau mungggah ya ngono nek ra munggah yo ngono. Toh nanti kalau sudah pensiun kan ada kenaikan pangkat secara otomatis. Jadi langsung naik dari golongan IVA ke IVB. Dah gitu aja.” Peneliti : “Oh nggih-nggih, pertanyaan selanjutnya bu. Ibu sudah tahu belum bu terkait dengan peraturan permenpan-RB No 16 Tahun 2009 yang menguatkan kedudukan PTK sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat guru?” Informan : “Sudah mba.” 126 Peneliti : “Tahu informasi itu pertama kali darimana nggih bu?” Informan : “Dari sekolah, jadi waktu itu sekolah memberi tahu tentang perubahan sistem kenaikan pangkat guru. Kalau guru sekarang kalau naik pangkat itu tidak secara otomatis. Kalau dulu kan masih otomatis mba, jadi setiap dua tahun sekali kan sudah bisa naik pangkat. Tapi kalau sekarang kan tidak, harus ada angka kredit yang harus dipenuhi, ya termasuk membuat PTK itu mba salah satunya.” Peneliti : “Motivasi ibu dalam membuat PTK apa nggih bu? Apakah memang tertarik pada PTK atau bagaimana bu?” Informan : “Ya untuk kenaikan pangkat itu mba tertawa.” Peneliti : “Tadi kan sudah mendapat sosialisasi nggih bu dari pihak sekolah? Pernah tidak bu pihak sekolah mengadakan pelatihan tentang pembuatan PTK?” Informan : “Tidak ada, tapi kalau di MGMP dulu pernah sekali.” Peneliti : “Tahun berapa ya itu bu?” Informan : “Wah, saya lupa mba. Kalau tidak salah tahun 2012 atau tahun 2011 itu. Jadi waktu itu MGMP Ekonomi se-Surakarta mengundang ini pak MY yang dari LPMP itu untuk mengajari kami membuat PTK itu. Dulu sampai ini kok mba diajarinya sampai proposal jadi sampai bab 1,2 dan 3. Tapi yo selebihnya kita kembangin sendiri.” Peneliti : “Oh gitu, menurut ibu itu pelatihannya sudah efektif atau belum bu?” Informan : “Kalau menurut saya ya lebih efektif kalau sampai selesai mba tertawa soalnya kan bisa diajarinya semuanya nggih yang benar seperti apa begitu.” Peneliti : “Kalau disini itu ada MGMP Ekonominya sendiri ya bu?” Informan : “Iya mba.” Peneliti : “Itu ketuanya siapa bu?” Informan : “Ya saya sendiri mba.” Peneliti : “Kalau MGMP Ekonomi disini itu mbahasnya apa saja bu biasanya?” Informan : “Ya kadang bahas kisi-kisi soal ada UTS, UAS dan kadang juga mendiskusikan tentang materi enaknya menyampaikannya bagaimana.” Peneliti : “Kalau MGMP Ekonomi khusus disini Surakarta itu bu ET dan bu TY ikut tidak nggih bu?” Informan : “Ya selalu kami libatkan, misal gini kemarin kan ada pembuatan untuk kisi-kisi UTS II itu nggih, ya saya bagi mba, bu WK dapatnya kelas XII, saya kelas XI, bu TY LM IPA, bu ET dan pak SI kelas X gitu .” Peneliti : “Biar merata nggih bu?” Informan : “Iya, biar merata tur cepet rampung tertawa. Soalnya kalau dibuat sendiri kan yo lama dan tidak efektif.” Peneliti : “Oh gitu, pernah tidak bu mengundang pak MY untuk mengisi disini bu yang terkait dengan PTK tadi?”’ Informan : “Wah kalau itu ya tidak mba, pak MYnya juga sepertinya tidak kerso kalau cuma sedikit. Waktu itu saja diadakan oleh MGMP Ekonomi se- Surakarta dan dananya juga dari MGMP kota.” 127 Peneliti : “Kalau dari sekolah itu ada fasilitas dana atau tidak bu?” Informan : “Tidak ada mba, dana itu sepenuhnya dari bapak ibu guru itu sendiri.” Peneliti : “Kalau ini bu, buku penelitian disediakan tidak nggih di sekolah?” Informan : “Ada, di sekolah menyediakan. Hanya ya jumlahnya masih terbatas.” Peneliti : “Itu buku-bukunya disediakan di perpustakaan atau bagaimana bu?” Informan : “Ya yang diperpustakaan ada, yang di ruang guru juga ada. Kalau di ruang guru itu yang di lemari itu lho mba menunjuk ke arah lemari dalam ruang guru. Itu lemari Bu NN, disitu isinya buku-buku untuk guru sama ini mba buku terkait dengan penelitian. Lampiran tentang peraturan-peraturan pemerintah juga ada disitu.” Peneliti : “Oh di lemarinya bu NN nggih bu?” Informan : “Ya lemarinya WAKASEK Kurikulum mba, bukan lemarinya bu NN.” Peneliti : “Kalau buku tentang model media metode pembelajaran bagaimana bu?” Informan : “Ada sepertinya.” Peneliti : “Kalau buku khusus yang membahas tentang PTK ada tidak bu?” Informan : “Ada, dulu saya pernah lihat ada.” Peneliti : “Kalau akses internet disini bagaimana bu?” Informan : “Akses internet ada, di ruang guru juga ada.” Peneliti : “Kalau tindak lanjut ibu setelah mendapatkan pelatihan dari pak MY itu apa ya bu?” Informan : “Saya ya itu tadi mengembangkan melanjutkan sampai bab 4 dan bab 5 mba. Terus saya ajukan untuk keperluan kenaikan pangkat pada tahun 2010 itu. Tapi sampai sekarang belum ada kepastian itu.” Peneliti : “Menurut ibu, PTK itu penelitian yang cocok untuk guru atau mahasiswa semester akhir ya bu?” Informan : “Kalau saya lebih ke guru ya mba. Soalnya kan dari PTK itu bisa mbantu guru untuk menyelenggarakan proses pembelajaran yang lebih baik lagi. Tapi kalau untuk mahasiswa juga ya sepertinya cocok juga, soalnya kan mahasiswa itu kan calon guru ya? Jadi ya perlu dikenalkan pada PTK. Kalau saya dulu kan belum ada PTK nggih, jadi ya ga diajarin. Kalau sekarang kan calon guru bisa diajarin membuat PTK yang baik seperti apa. Jadi ya mungkin PTK itu penting buat dua-dua nya ya baik untuk guru maupun mahasiswa itu tadi.” Peneliti : “Dulu ibu mengambil PTKnya tentang apa bu?” Informan : “Saya dulu ngambil ini mba makai jigsaw untuk meningkatkan nilai siswa.” Peneliti : “Itu di siswa kelas berapa nggih bu?” Informan : “Kelas… 12 IPS mba. Jadi kan waktu itu saya mengajarkan tentang kewirausahaan nggih, kalau untuk teorinya saya menggunakan jigsaw sedangkan untuk prakteknya saya suruh siswa untuk membuat produk langsung.” Peneliti : “Itu produknya sudah sampai dipasarkan atau bagaimana bu?” 128 Informan : “Iya mba, sudah sampai dipasarkan. Yang beli yo anak-anak, guru- guru juga. Disini mba dulu tempatnya menunjuk arah lapangan.” Peneliti : “Dulu produknya apa aja bu yang dijual?” Informan : “Macem–macem. Ada yang jual makanan, ada yang jual kerajinan dari pasir dan sebagainya. Produknya unik-unik. Tapi yo paling banyak waktu itu tetep produk makanan ya. Kalau produk makanan saya suruh mereka langsung jadi dibawa sekolah jadi ga perlu masak disini karena kalau mau masak kan perlu waktu nggih, nanti jamnya ngga cukup. Akhirnya saya suruh bawa yang sudah jadi saja.” Peneliti : “Itu penilaiannya bagaimana bu?” Informan : “Saya suruh buat proposal kalau yang kewirausahaannya itu mba, tapi yang buat saya PTK itu cuma nilai teorinya saja karena waktu itu kan kalau saya menilai keduanya butuh waktu nggih? Sebenarnya sih bisa saja saya masukkan ke penilaian teori hasilnya itu tapi kan yo lama mba. Jadi tidak efektif.” Peneliti : “Oh gitu…dulu ibu menggunakan jigsaw untuk materi kewirausahaan itu karena tertarik pada jigsaw atau gimana nggih bu?” Informan : “Jigsaw itu kan ada proses diskusinya nggih? Kalau di K13 itu kan guru hanya sebagai fasilitator, siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Jadi ya dengan adanya diskusi itu kan siswa yang tadinya kurang tadi bisa diajari temennya sendiri yang memang memiliki kemampuan yang lebih melalui diskusi itu tadi.” Peneliti : “Sewaktu ibu menyusun PTK, sistematikanya masih seperti ini atau tidak nggih? menunjukkan gambar sistematika penyusunan PTK.” Informan : “Ya dulu juga seperti ini mba, masalahnya itu tadi ya mba, karena sampai sekarang belum ada konfirmasi jadi saya tidak tahu salahnya PTK yang saya buat dulu bagaimana, apakah karena saya masih menggunakan sistematika yang dulu atau bagaimana saya belum diberi tahu sampai sekarang. Dulu itu saya mengajukan 1 PTK dan 11 Modul itu saja tidak mendapatkan angka kredit sama sekali mba. Bahkan 1 pun tidak diberikan. Padahal kan yo sudah habis biaya lumayan banyak pada saat itu. Ya untuk ngeprint, untuk njilid dan sebagainya dan sebagainya.” Peneliti : “Begini bu, kalau di PTK itu kan ada kajian teorinya nggih? Sama disusun menggunakan kalimat ilmiah. Menurut ibu kalau menyusun kajian teori itu bagaimana nggih bu?” Informan : “Bagaimana apanya?” Peneliti : “Mudah atau bagaimana bu?” Informan : “Kalau teori itu kan kita tinggal nyadur saja ya mba, misal dari buku atau dari PTK yang sudah ada. Menurut saya tidak sulit untuk menyadur seperti itu, asalkan sudah ada referensinya pasti ya bisa.” Peneliti : “Kalau untuk kalimat ilmiahnya bagaimana bu?” Informan : “Kalau kalimat ilmiah itu memang perlu banyak belajar nggih, karena ilmiah itu kan ga boleh ngarang ga boleh asal harus ada sumbernya. Tapi kalau banyak membaca, ya saya rasa tidak sulit mba.” 129 Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, dulu siklus PTKnya seperti ini atau ada tambahan nggih bu? menunjukkan siklus PTK.” Informan : “Ya sama mba, dulu saya sampai dua siklus.” Peneliti : “Menurut ibu, dari siklus ini yang paling sulit dan membutuhkan waktu yang lama pada tahap apa nggih bu?” Informan : “Hmmm pada tahap perencanaannya nggih mba. Soalnya kalau di tahap perencanaan kan memang membutuhkan waktu karena kita harus merencanakan secara matang ya yang dibutuhkan apa saja, yang akan dilakukan apa saja, misal kalau belum berhasil enaknya bagaimana, ditambahin apalagi kan berarti harus merencanakan lagi.” Peneliti : “Kalau pada tahap pengamatan bagaimana bu?” Informan : “Kalau di tahap pengamatan ya berarti kita mengamati ini tho siswanya setelah diberi tindakan dan belum?” Peneliti : “Oh nggih, kalau yang penyusunan lembar pengamatan bagaimana bu? Sama angketnya?” Informan : “Ya sudah berarti kan disusun berdasarkan ini tho mba, keadaan siswa respon siswa bagaimana.” Peneliti : “Susah tidak ya bu untuk merumuskan itu?” Informan : “Tidak mba, asalkan sudah punya pedoman saya rasa tidak sulit.” Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, terkait dengan data untuk PTK. PTK itu kan pasti butuh data nggih? Baik data sebelum tindakan maupun sesudah tindakan. Menurut ibu, untuk mengambil data, mengolah data, menyajikan data dan menyimpulkan data bagaimana bu?” Informan : “Kalau nilai saya rasa tidak sulit mba. Karena kan sudah biasa nggih kita menilai pekerjaan siswa.” Peneliti : “Kalau untuk mengolah dan menyajikannya bagaimana bu?” Informan : “Kalau sekarang yo ga kurang akal mba, kalau misal ga bisa mengolah sendiri kan bisa direntalke untuk dihitungkan bagaimana rumus di excel itu, tapi yo nanti kalau menyajikan ya kita sendiri ya tidak bisa direntalkan tertawa.” Peneliti : “Oh begitu, kalau untuk menyimpulkannya bagaimana bu?” Informan : “Kalau menyimpulkan berarti kan kita ini ya membandingkan dulu ya dengan data yang satunya. Menurut saya tidak sulit ya karena memang sudah ada perbandingannya.” Peneliti : “Kalau terkait dengan hipotesis di PTK bagaimana bu, susah tidak kira-kira?” Informan : “Itu kan jawaban sementara nggih kalau hipotesis itu? Kalau jawaban sementara ya kalau belum tepat yo bisa dibenakne tho mba? Namanya kan juga sementara.” Peneliti : “Kalau penyusunan kalimat hipotesisnya bagaimana bu?” Informan : “Ya itu semua bisa dipelajari. Asalkan ada kemauan ya pasti bisa lah mba.” Peneliti : “Oh nggih-nggih, PTKnya dulu ambil di kelas berapa nggih bu?” Informan : “Saya di kelas XII IPS mba. Ngambilnya materi kewirausahaan itu tadi.” Peneliti : “Oh begitu, memilih kelas XII IPS itu karena apa nggih bu?” 130 Informan : “Karena waktu itu kan saya melihat banyak siswa yang belum siap dalam menerima pembelajaran. Saya ingin menggunakan metode diskusi itu tadi. Coba ah ta ganti pake ini bagaimana, ternyata hasilnya lebih baik dan akhirnya saya ajukan untuk PTK itu tadi.” Peneliti : “Bu, saya mau tanya tentang ini bu, tabel angka kredit yang dibutuhkan untuk kenaikan pangkat apakah masih seperti ini atau sudah ada perubahan nggih bu?” Informan : “Ini… menunjuk tabel. Kalau yang ini yang IVA ke IVB ini masih sama mba. Tapi ga tahu yang lain. Kalau yang saya masih sama aturannya.” Peneliti : “Oh ya sudah bu, terimakasih atas waktunya.” Informan : “Oh iya mba, sama-sama.” 131 Tempat : Depan Ruang Guru Wawancara Pertama : Ruang Perpustakaan Wawawancara Kedua Informan : TY Waktu : Sabtu, 26 Maret 2016 Durasi : 06.33 menit Wawancara Pertama : 20.19 menit Wawancara Kedua Peneliti : “Assalamualaikum Bu TY, saya Mayang Risqi Putriani dari UNS yang akan melakukan wawancara terkait dengan Penelitian Tindakan Kelas kepada guru-guru ekonomi.” Informan : “Walaikumsalam, oh iya.” Peneliti : “Pertanyaan pertama bu, Ibu sudah mengajar berapa tahun nggih bu disini?” Informan : “Oh kalau disini belum ada satu tahun baru masuk semester 1 dan 2 ini jadi belum sampai satu tahun.” Peneliti : “Sebelumnya mengajar dimana bu?” Informan : “Saya mengajar di SMA Y jadi ini kan disini kan pemenuhan untuk tambahan jam. Kalau disana sudah lama.” Peneliti : “Sudah berapa tahun bu?” Informan : “Kalau disana sudah 16 tahun.” Peneliti : “Wah lama nggih bu?” Informan : “Lha nggih hehe.” Peneliti : “Dari 16 tahun mengajar tersebut kira-kira permasalahan apa ya bu yang sering muncul yang terkait dengan siswa dalam proses pembelajaran?” Informan : “Oh yang terkait dengan pembelajaran.... terutama yang jam-jam siang nggih biasanya kadang anak-anak itu mengantuk itu permasalahannya begitu. Kalau disini kan saya mengajarnya hanya yang lintas minat ya.” Peneliti : “Oh yang IPA nggih bu?” Informan : “Iya, yang IPA, Lintas minat yang ambil ekonomi ya kan dari beberapa kelas kan campuran ada juga yang apa kalau masih jam pagi nggak masalah tapi kalau jam siang itu.” Peneliti : “Ibu mengajar akuntansi atau?” Informan : “Kalau yang kelas 10 11 Ekonomi, yang kelas 12 kan Ekonomi Akuntansi.” Peneliti : “Jadi ngantuk gitu ya bu?” Informan : “Iya, jadi kita harus banyak ngasih motivasi dulu. Kalau kurikulum 2013 kan siswa yang aktif.” Peneliti : “Kalau ibu memotivasi siswa dengan apa ya bu? Apakah dengan menggunakan media atau model, metode?” 132 Informan : “Iya, menggunakan media iya. Anak itu senang sekali kalau diputarkan video yang berkaitan dengan materi yang sedang dibahas. Misalnya kaitannya dengan uang, video terkait dengan pembuatan uang kan anak-anak senang disitu. Setelah diputarkan video kemudian nanti mereka dapat berdiskusi.” Peneliti : “Selain dengan media, model metode gitu bu?” Informan : “Iya metode model, tapi kalau ekonomi yang pas diterapkan problem solving atau penyelesaian masalah habis itu dibuat kelompok-kelompok buat mengaktifkan siswa kemudian maju presentasi. Itu sering saya terapkan. Apalagi untuk ekonomi kelas X itu kan jamnya diakhir ya mba ya? Saya ngajar jam 678 kan siang.” Peneliti : “Itu bu dari permasalahan itu, kan ibu sudah berusaha untuk mengatasi nggih?” Informan : “Nggih.” Peneliti : “Pernah tidak bu untuk membuat catatan kecil berupa apa ya mungkin catatan pribadi gitu bu?” Informan : “Iya punya. Ada catatan-catatan. Misal kejadian hari ini kok anak ini mengantuk nah pasti langsung saja tegur ada upaya tindak lanjutnya kenapa alasannya.” Peneliti : “Itu catatannya sudah berkembang ke PTK belum ya bu?” Informan : “Kalau saya PTK belum itu mba, pengennya ya itu mau proses ya.” Peneliti : “Soalnya kalau dari catatan itu kan bisa dibikin PTK bu.” Informan : “Inggih ya… Tapi belum mencoba buat. baru proses.” Peneliti : “Oh nggih. Sudah tahu belum bu terkait dengan aturan pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 yang menguatkan kedudukan PTK sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat?” Informan : “Oh iya.” Peneliti : “Pertama kali tahu informasi itu darimana bu?” Informan : “Itu kan sosialisasi dari sekolah, kepala sekolahnya juga menyampaikan. Kemudian dari MGMP Ekonomi.” Peneliti : “Untuk sekolah ini atau yang SMA Y?” Informan : “Yang SMA Y, pernah dikasih informasi seperti itu. Ya kalau saya memang bukan PNS ya mba ya disini kan GTT disini kan untuk tambahan kalau yang SMA Y kan yayasan. Disana kan saya yayasan. Ya karena yayasan kan sudah terpenuhi untuk sertifikasi kan harus 24 jam misalnya untuk kenaikan pangkat juga.” Peneliti : “Kalau yayasan itu juga IIIB IIIC gitu bu?” Informan : “Yang berkala juga ada.” Peneliti : “Terus tindak lanjut sekolah atas kegiatan sosialisasi itu apa ya bu? Apakah dengan mengadakan pelatihan atau bagaimana bu?” 133 Informan : “Oh nggih ada. Lewat MGMP mba. MGMP Ekonomi se-Kota Surakarta. Dulu juga mengundang untuk perwakilan mbuat PTK seperti itu. Udah berapa ya,… udah dua kali kayaknya.” Peneliti : “Dua kali yang disini bu?” Informan : “Iya.” Peneliti : “Yang SMA Y?” Informan : “Mbothen. Yang disini tapi kan yang ikut MGMP kota. MGMP kota pernah mengadakan pelatihan untuk cara mbuat PTK. Tapi saya juga ikut nggih, tapi mengembangkannya yang belum.” Informan terlihat menengok jam Peneliti : “Ibu mau mengajar nggih bu?” Informan : “Nggih mba.” Peneliti : “Nanti kalau dilanjut lagi gimana bu?” Informan : “Oh gitu? Iya gapapa ngapunten nggih mba.” Peneliti : “Iya bu.” Wawancara Kedua Peneliti : “Tadi yang sosialisasi dan pelatihan nggih bu?” Informan : “Oh iya, yang sosialisasi dan pelatihan pembuatan PTK itu di MGMP kota itu diadakan di SMA A atau SMA B. Saya lupa.” Peneliti : “Itu yang mengadakan satu…” Informan : “Sak MGMP mba. MGMP Ekonomi sak kota Surakarta. Guru ekonomi sak kota Surakarta itu memanggil juru bicara yang intinya yo cara-cara bikin PTK.” Peneliti : “Itu tahun berapa ya bu?” Informan : “Itu tahun 2000 berapa ya? 2012 apa tahun 2013 ya? Ya antara 2012 dan 2013. Lupa-lupa ingat hehe.” Peneliti : “Itu setiap satu sekolah diwakili satu guru atau semuanya ya bu?” Informan : “Oh pas itu? Kalau pas itu dua atau tiga. Sebenarnya kalau MGMP kota itu harapannya ya semua guru ekonomi jadi satu. Biasanya kan harinya kan Kamis. Makanya itu harapannya di sekolah tidak ngajar karena untuk MGMP itu. Kadang kan kalau ada jam ngajar kan ada perwakilan. Satu sekolah paling tidak ada dua atau tiga. Kalau sekolahnya kecil seperti tempat saya yang sana hanya saya dan teman saya ada tiga bisa ikut. Karena tidak ngambil jam mengajar pas hari Kamis itu.” Peneliti : “Itu setiap hari Kamis ya bu?” Informan : “Iya, jadwal MGMP Ekonomi itu hari Kamis.” Peneliti : “Yang dibahas apa saja bu?” 134 Informan : “Yang dibahas kalau MGMP kota itu ya masalah misalnya ya materi tentang apa yang sulit nanti enaknya gimana.” Peneliti : “Termasuk PTKnya juga ya bu?” Informan : “Iya, pas itu kan mbahas materi tentang PTK. PTK itu bagaimana menyusun PTK jadi ya termasuk itu jadi ceramah K13. Jadi ketika yang masih apa sudah menjalankan PTK bisa interaktif tanya jawab disitu nggih.” Peneliti : “Sudah sempat disuruh bikin judul tidak bu?” Informan : “Iya itu sebenarnya kan himbauannya kan disuruh buat judul ya saya juga buat judul.” Peneliti : “Terus dikembangkan atau tidak bu?” Informan : “Iya judulnya dikembangkan. Dari itu kan coba-coba membuat sedang proses kalau itu.” Peneliti : “Itu mengambilnya di sekolah mana ya bu?” Informan : “Kalau disini kan saya baru saja ya mba ya disini. Kalau disana ya kaitannya dengan metode mengajar. Metodenya kan sebenarnya sudah diterapkan ya, cuma ya itu tadi ada siswa-siswa yang ngantuk ketika jam terakhir itu lho bagaimana mengatasinya untuk jam-jam terakhir.” Peneliti : “Itu dibuat PTK ya bu ya?” Informan : “Iya masih proses sampai sekarang belum dilanjutkan.” Peneliti : “Itu sudah sampai proposal atau sudah bab 4 dan 5 bu?” Informan : “Oh belum sampai mba… baru mencoba untuk membuat tapi belum sampai untuk proposal.” Peneliti : “Berarti baru latar belakang?” Informan : “Baru mencoba.” Peneliti : “Itu karena sibuk atau gimana ya bu?” Informan : “Sebenarnya karena kalau sibuknya ya agak ya. Sibuknya kan karena ngajar dua tempat ya disana sini, jadi yang harus dipersiapkan banyak banget ya ada membuat soal, harus mempersiapkan penilaian sekarang kan K13 juga lumayan banyak.” Peneliti : “Ribet nggih bu?” Informan : “Iya, ribet di dua sekolah agak repot juga.” Peneliti : “Kalau disana ibu jam mengajarnya sudah berapa bu?” Informan : “Oh kalau saya disana itu jamnya ya sudah berapa jam gitu tho maksudnya?” Peneliti : “Inggih bu.” Informan : “Ada 14 jam 1,2,3 juga disini 1,2,3 juga itu lho repotnya mba. Dalam satu hari itu 1,2,3, disini 1,2,3 otomatis kan dalam satu hari 135 itu kan mempersiapkan yang kelas 1 yang ini, yang ini buat kelas 2, kadang nanti sore sampai kelas 3 juga jadi ya kayak gitu.” Peneliti : “Yang paling repot itu kelas 3 ya bu?” Informan : “Iya, kalau kelas 3 kan ini persiapan untuk UAS, ada tambahan sore juga kalau disini kan bu WK itu.” Peneliti : “Sama bu ES itu ya bu?” Informan : “Nggih, bu ES bu WK sama satunya lagi saya ga hafal.” Peneliti : “Pernah ini ga bu, searching-searching di internet tentang penyusunan PTK?” Informan : “Ya pernah, pernah juga. Lihat contoh-contoh yang sudah ada. Oh seperti ini caranya.” Peneliti : “Tapi belum mengembangkan sampai proposal ya bu?” Informan : “Ya itu belum. Kalau mencoba membuat sudah tapi kalau sampai membuat proposal sampai pengajuan belum. Tapi itu dari kepala sekolah itu sendiri sebenarnya sudah menawarkan juga, yang membuat PTK nanti saya yang mendampingi. Nah saya lagi proses kesitu sambil observasi.” Peneliti : “Itu Kepala Sekolah sini atau yang SMA Y bu?” Informan : “Nggak, kalau saya yang disana kalau yang disini kan baru saja ya. Kalau disini kan istilahnya tambahan juga. Sebenarnya juga bisa ke semuanya juga seperti itu. Kalau yang disini kan baru ya.” Peneliti : “Berarti kepala sekolah itu memfasilitasi untuk berkonsultasi ya bu?” Informan : “Iya inggih, menawarkan. Beliau sudah berkompeten.” Peneliti : “Terkait dengan sertifikasi bu, kalau sertifikasi sama tunjangan profesi itu sama tidak ya bu?” Informan : “Sama. Tunjangan profesi sama sertifikasi sama. Kalau saya dapet yang sertifikasinya. Sertifikasinya kan kalau sudah memenuhi 24 jam sudah NUPTK itu sudah.” Peneliti : “Dari tunjangan tersebut ibu mengalokasikan untuk membeli buku atau bagaimana bu?” Informan : “Buku, laptop, di rumah juga jadi wifi masang juga, beli netbook juga, buku-buku juga.” Peneliti : “Buku apa aja bu?” Informan : “Ya buku pendamping mengajar itu kan buku yang ini gimana ini gimana kan kita sering gunakan yang Erlangga yang Eksis nggih tho, yang LKS yang buku paket.” Peneliti : “Kalau buku terkait ini bu mengenai model metode sama PTK?” Informan : “Iya saya beli juga. Saya juga membeli buku untuk menyusun nilai- nilai excel kita harus menguasai.” 136 Peneliti : “Statistik nggih bu?” Informan : “Nggih statistik.” Peneliti : “Seberapa sering membaca buku-buku tersebut?” Informan : “Oh membeli buku?” Peneliti : “Untuk membacanya bu?” Informan : “Oh untuk membaca? Membaca ya...” Peneliti : “Kalau buku ajar setiap hari ya bu?” Informan : “Ya kalau setiap hari ya ga… Kalau ada waktu luang saja mba.” Peneliti : “Bu, saya punya dosen, dosen saya itu ya seperti bu X itu tadi bu kan muda dan sering melakukan tindakan penelitian dan ada dosen saya yang sudah relative sudah senior beliau jarang melakukan penelitian. Menurut ibu, kondisi kaya gitu dipengaruhi sama usia tidak ya bu?” Informan : “Itu kan sebenarnya ini ya mba seperti itu kan kemampuan dan kemauan juga. Di samping itu juga ada waktu. Biasanya kalau yang muda itu lebih enerjik juga.” Peneliti : “Jadi berpengaruh ya bu?” Informan : “Iya, tapi ga sepenuhnya. Sebenarnya kalau punya kemampuan dan punya niat nggih, ada dorongan juga ada motivasinya. Ini naik tingkat ini itu lebih termotivasi lagi seperti itu.” Peneliti : “Kalau di yayasan itu tingkatnya IIIB IIIC gitu bu?” Informan : “Ya ada juga yang berkala. Nanti kepala sekolah yang mengajukan ke yayasan.” Peneliti : “PTK itu kan dia penelitian yang berangkat dari sebuah permasalahan di kelas, seperti tadi ada siswa yang mengantuk. Dari konsep tersebut bisa mengganggu proses pembelajaran tidak ya bu?” Informan : “Sebenarnya kan gini ya kalau kita langsung terjun memberikan ke siswa memberikan pembelajaran ke siswa. Lha itu sebenarnya langsung membuat PTK juga bisa cuma kita cari waktunya itu yang agak sulit biar ga ganggu pas itu. Repotnya kan juga gitu. Tapi kan kalau setiap hari kita langsung menjumpai itu langsung ketemu siswa, kalau dikatakan mengganggu yo ga, tergantung waktunya juga ya.” Peneliti : “Pas atau tidak bu?” Informan : “Nah, itu, pas apa tidak.” Peneliti : “PTK itu kan penelitian yang untuk memperbaiki proses pembelajaran ya bu?” Informan : “Iya.” Peneliti : “Itu prosesnya kan bersiklus?” Informan : “Iya dimulai dari siklus 1” 137 Peneliti : “Menurut ibu, kalau penelitian yang bersiklus seperti itu membutuhkan waktu yang lama tidak ya bu?” Informan : “Iya bisa, jika di siklus 1 nanti dilanjutkan siklus 2 sampai terjadi peningkatan.” Peneliti : “Kalau kaya gitu butuh dana yang besar tidak ya bu?” Informan : “Kalau dana ya sebenarnya yo tergantung.” Peneliti : “Tergantung yang diambil atau bagaimana bu?” Informan : “Iya, tergantung yang diambil. Cuma yo itu tadi waktunya yang bisa 1, 3 bulan, 6 bulan atau 1 semester.” Peneliti : “Kalau dari sekolah ada fasilitas berupa dana penelitian bu?” Informan : “Nggak kalau disana.” Peneliti : “Kalau disini bu?” Informan : “Kalau disini saya belum, karena belum pernah ngajuin.” Peneliti : “Kalau disana menyediakan fasilitas berupa buku penelitian tidak bu?” Informan : “Kalau buku penelitian kita mengadakan sendiri, atau pinjam di guru-guru yang sudah punya juga.” Peneliti : “Kalau dari kepala sekolah?” Informan : “Iya bisa juga, bisa saling meminjam. Kalau tidak yo beli sendiri.” Peneliti : “Tapi kalau di perpusnya?” Informan : “Ada sebenarnya, tapi yo sumbernya yo terbatas. Kalau gitu ya kita beli sendiri. Ya cari sendiri, beli sendiri, semua serba sendiri dananya.” Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, PTK itu kan butuh data nggih bu? Misal ibu mau menaikkan hasil belajar siswa berarti harus ada data hasil belajar siswa sebelum dan sesudah tindakan. Untuk mengambil nilai sebelum tindakan dan sesudah tindakan itu mudah tidak ya bu?” Informan : “Oh kalau itu kalau misalnya sebelum tindakan kita pakai nilai apa adanya dulu. Lalu ya seperti itu, kita masukkan lha kemudian setelah ada tindakan itu kemudian nilainya bagaimana itu ya nanti kita olah sendiri.” Peneliti : “Berarti tidak sulit?” Informan : “Tidak sulit.” Peneliti : “Untuk mengolahnya bagaimana bu? Sulit tidak ya?” Informan : “Nggih asal kalau ngolahnya tahu rumus-rumusnya.” Peneliti : “Kalau menyimpulkannya bagaimana bu? Menyimpulkan dari data itu bu?” Informan : “Kalau sudah diperoleh kan yo tinggal disimpulkan berhasil tidaknya. Nanti bagaimana hasilnya itu berapa.” Peneliti : “Meningkat atau tidak gitu bu?” 138 Informan : “Iya, meningkat atau tidak seperti itu.” Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, PTK itu kan disusun menggunakan kalimat ilmiah dan ada kajian teorinya juga. Kalau kajian teori kan bisa diambil dari buku, jurnal sama dari artikel. Menurut ibu untuk membuat kalimat ilmiah dan menyusun kajian teori itu membutuhkan waktu yang lama tidak ya bu?” Informan : “Lha kalau itu harus banyak membaca ya. Kalimat ilmiah ga yakin saya. Bisa dari membaca atau yang sudah memang melaksanakan. Memang perlu ini bener ya karena ilmiah ya jadi ga bisa salah- salah.” Peneliti : “Jadi perlu waktu?” Informan : “Inggih, benar. Perlu waktu untuk belajar.” Peneliti : “Dulu ibu skripsinya ambil apa bu?” Informan : “Kalau saya dulu kan bisa di perusahaan, bisa juga di sekolah gitu nggih. Kalau sekarang kan di sekolah nggih. Kalau saya dulu di perusahaan.” Peneliti : “Ngambil perusahaan apa bu?” Informan : “Dulu saya perusahaan genteng terkait dengan peningkatan gaji bagaimana pengaruhnya terhadap kesejahteraan karyawan meningkat tidak begitu.” Peneliti : “Itu dikaji secara kualitatif atau kuantitatif?” Informan : “Oh itu, kajiannya berarti dengan kuantitatif.” Peneliti : “Kalau setelah itu pernah melakukan penelitian apa bu?” Informan : “Kesana waktu itu nggih.” Peneliti : “Kalau setelah itu setelah melakukan skripsi, pernah melakukan penelitian apa bu?” Informan : “Setelah skripsi kemudian ke penelitian.” Peneliti : “Penelitian selanjutnya?” Informan : “Ga maksudnya setelah diterapkan di sekolah gitu?” Peneliti : “Bukan, ibu kan sudah melakukan penelitian yang skripsi itu. Nah setelah melakukan penelitian untuk skripsi itu pernah melakukan penelitian lagi tidak bu?” Informan : “Ke perusahaan? Tidak.” Peneliti : “Kalau ke sekolah?” Informan : “Iya ya itu tadi membuat PTK.” Peneliti : “Proses kesana ya bu?” Informan : “Iya, proses kesana.” Peneliti : “Itu sudah dari tahun berapa bu yang PTKnya?” Informan : “Oh yang berusaha membuat PTK dari tahun kalau ga salah tahun 2011 2012 ya ketika dapat itu terus coba-coba membuat.” 139 Peneliti : “Oh nggih-nggih.” Informan : “Mulai nyusun sendiri.” Peneliti : “Paling susah itu belajar membuat bagian apanya bu? Kajian teori kah atau gimana bu?” Informan : “Ya kajian teori ngambil-ngambilnya terus ya itu hasilnya kemudian menyimpulkan.” Peneliti : “Kalau tujuan apa rumusan masalahnya bagaimana bu?” Informan : “Kalau masalahnya kan dari diri sendiri ya, kemudian ya itu rumusannya ya kalimat rumusannya itu juga yang pas bagaimana.” Peneliti : “Ibu meningkatkannya dengan media video itu tadi?” Informan : “Nggih, mencoba dengan video-video bagaimana setelah anak diperlihatkan video seperti ini kan lebih ke riil ya jadi lebih punya gambaran daripada bayangan misal dari pembuatan uang seperti apa tho kita putarkan oh mereka lebih…” Peneliti : “Lebih antusias?” Informan : “Lebih memahami istilahnya dari yang sebelumnya belum tahu setelah itu kan oh ya… Istilahnya mereka jadi tidak ngantuk itu tadi. senang… apalagi kalau di jam-jam terakhir itu tadi. Anak-anak kan yo cape bilang bu mbok diputarkan lha gitu-gitu.” Peneliti : “Ada kepuasan tersendiri juga?” Informan : “Nggih-nggih… Kalau kayak gitu kan jadi ga ngantuk karena ada aktivitas mata, pendengaran, iya tho? Kalau itu jalan kan lebih baik daripada mendengarkan saja kan membosankan.” Peneliti : “Nggih bu sampun. Terimakasih nggih bu atas waktunya.” Informan : “Nggih sami-sami.” 140 Tempat : Depan Ruang Kelas X MIPA 2 Informan : ET Waktu : Sabtu, 26 Maret 2016 Durasi : 19.44 menit Peneliti : “Assalamualaikum Wr. Wb.” Informan : “Walaikumsalam Wr. Wb.” Peneliti : “Selamat siang bu, saya Mayang Risqi Putriani mahasiswi UNS yang akan melakukan wawancara terkait dengan Penelitian Tindakan Kelas. Ibu sudah mengajar berapa tahun bu disini ini?” Informan : “Kalau disini baru sekitar 1 tahun. Tapi kalau sejak jadi guru tahun 2000 berarti sekitar 16 tahun ya.” Peneliti : “Lama ya bu.” Informan : “Iya, sekolah induk saya di SMA X mba. Jadi saya disini pemenuhan jam saja.” Peneliti : “Berarti tahun 2000 itu langsung di SMA X?” Informan : “Tidak, awalnya di SMA Z dulu.” Peneliti : “SMA Z di..?” Informan : “SMA Z itu di jalan MW itu lho.” Peneliti : “Surakarta nggih bu?” Informan : “He’em Surakarta. Terus baru bulan Juli kemarin saya mutasi ke SMA X.” Peneliti : “Dari tahun berapa bu?” Informan : “Tahun 2015.” Peneliti : “Berarti sudah 16 tahun mengajar ya bu?” Informan : “Iya.” Peneliti : “Dari 16 tahun mengajar tersebut kira-kira permasalahan apa bu yang sering muncul di siswa?” Informan : “Hmm kalau di siswa kalau disini ini saya kira dari segi kognitif, pengetahuan itu ya tidak ada masalah ya. Soalnya kan ini jurusan IPA. Jadi saya mengajarnya kan lintas minat lintas minat ekonomi. Inputnya kan juga sudah bagus jadi saya kira kalau masalah pengetahuan tidak ada. Tapi kalau di sekolah saya yang di SMA X itu input siswa itu kan termasuk di bawahnya sekolah ini ya. Jadi kadang–kadang anak itu ga paham belum paham materi yang disampaikan itu apa jadi harus diulang-ulang. Berapa kali mengajar baru paham. Cuma sekarang anu masalah HP itu lho mba. Kalau misalkan sekolah sebenarnya sudah memberi aturan HP tidak boleh dibawa. Kalau sampai membawa kan harus disimpan di jok-jok motor tapi ada beberapa siswa yang istilahnya tetep nekad membawa 141 di kelas tetep mbawa saya pernah lihat itu. Cuma mengingatkan aja, berarti itu kan mengganggu konsentrasi dalam pembelajaran.” Peneliti : “Pernah ini ga bu, mengambil HP tersebut atau menuliskan di kredit pointnya mereka?” Informan : “Kredit point kalau saya ya. Istilahnya menegur kemudian untuk nilai afektifnya.” Peneliti : “Kalau hasil belajarnya bagaimana bu?” Informan : “Hasil belajarnya sebagian besar sudah diatas KKM mba.” Peneliti : “Kalau keaktifannya bu?” Informan : “Keaktifannya… lumayan aktif kalau untuk anak-anak itu.” Peneliti : “Dari permasalahan tadi bu langkah apa yang ibu lakukan untuk mengatasinya?” Informan : “Yang HP tadi itu?” Peneliti : “Yang sebelumnya bu, yang siswa tadi susah untuk menangkap materi yang dijelaskan.” Informan : “Oh ya. Kalau saya beri video pembelajaran biasanya. Mungkin kalau penjelasan dari guru kurang begitu apa ya kurang begitu mudah dipahami siswa saya menambahkan video pembelajaran. Misalkan tentang sistem pembelajaran. Sistem pembayaran itu kan abstrak ya, jadi anak menerka sistem pembayaran ki opo tho sistem pembayaran itu jadi kita harus memberikan contoh riilnya.” Peneliti : “Dengan video itu tadi bu?” Informan : “He’em dengan video itu, dan hasilnya dengan video pembelajaran dengan tidak itu beda. Jadi kalau yang biasa KD 1 ya kemarin itu saya tidak pakai video pembelajaran nah hasil anak itu paling sekitar 70 80 nah kalau pakai video pembelajaran malah sebagian besar 89.” Peneliti : “Itu bisa dibuat PTK itu bu.” Informan : “He’em, saya juga mengarahnya juga kesitu. Videonya itu berarti metodenya apa ya? Saya malah belum..” Peneliti : “Pakainya media.” Informan : “Oh media?” Peneliti : “Inggih.” Informan : “Oh begitu.” Peneliti : “Iya karena berbasisnya audio visual.” Informan : “Oh gitu… Kalau Ekonomi teori ya kelas X sistem pembelajaran eh sistem pembayaran, alat pembayaran, perbankan nah itu kan lebih terbantu. Tapi kalau materine penerapan matematika dalam ekonomi saya kira menjelaskan saja sudah cukup tanpa ditambah video tahu karena angka ya tidak abstrak.” 142 Peneliti : “Pernah menuliskan ini ga bu dalam bentuk dekskripsi atau catatan kecil yang menuju PTK?” Informan : “Belum. Yang ini belum. Baru gambaran tok oh ya. Karena baru kemarin kan UTSnya jadi saya bisa membandingkan nilainya itu. Belum berkembang kesana, tapi sudah tahu konsepnya. Kalau mau melangkah lagi kok yo gimana gitu saya dapetnya dulu baru proposal saya.” Peneliti : “Proposalnya sudah bab berapa itu bu? Bab 1? 2? 3?” Informan : “Sebelum metodologi itu bab berapa ya? Pembahasan ya?” Peneliti : “Metodologi itu bab 3.” Informan : “Bab 3? Berarti bab 1 2 mungkin mba.” Peneliti : “Dulu kajian teorinya ngambil darimana bu?” Informan : “Oh kalau dulu saya waktu di SMA Z mba belum disini. Jadi masalahnya berbeda. Kalau di SMA Z itu dulu anak-anaknya itu kan dari apa ya, semangat belajarnya kita harus memotivasi. Latar belakang anak yang sekolah disitu tu kan dari golongan ekonomi menengah ke bawah ada yang keluarganya broken home masalah– masalah keluarga itu terbawa sampai ke sekolah sehingga pengaruh ke semangat motivasi belajar anak dan prestasinya juga. Kalau disana modelnya seperti itu.” Peneliti : “Oh gitu.” Informan : “Tapi kalau disini kan ndak. Disini semangat belajarnya tinggi, aktif di kelas tapi penerapan media tadi yang saya terapkan.” Peneliti : “Kalau disana ibu menggunakan treatmentnya apa bu? Dengan memotivasi atau bagaimana bu?” Informan : “Ya itu… memotivasi saja mba saya. Istilahnya rutin mengingatkan anak karena kan targetnya nanti kan kamu harus lulus ujian. Kalau tidak lulus nanti bagaimana…” Peneliti : “Susah ya bu?” Informan : “Iya… tertawa” Peneliti : “Terkait ini bu, peraturan pemerintah nomor 16 PERMENPAN-RB tahun 2009 kan menguatkan kedudukan PTK sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat. Ibu mendapatkan informasi itu pertama kali darimana ya bu?” Informan : “Kira-kira tahun berapa ya saya lupa, tahun 2011 atau tahun 2012 saya lupa itu saya ikut diklat perhitungan angka kredit dan jabatan fungsional guru.” Peneliti : “Dimana itu bu?” Informan : “Diklat yang diadakan oleh DIKPORA.” Peneliti : “Itu waktu ibu berdinas dimana bu?” 143 Informan : “Yang dulu lama di SMA Z itu.” Peneliti : “Setelah diklat itu ada pelatihan tidak bu?” Informan : “Oh tidak ada.” Peneliti : “Jadi cuma dikasih tahu sistematikanya seperti-seperti ini begitu bu?” Informan : “He’em, penilaian kinerja guru berubah. Pada peraturan yang lama gini untuk aturan baru untuk naik pangkat dari IIIC ke IIID harus ada sekian point sekian point syaratnya harus ada publikasi ilmiah dan karya inovatif sebatas itu saja. Tapi nanti detailnya membuat PTK bagaimana tidak karya ilmiah dan modul juga tidak, jadi tergantung kita sendiri yang mengembangkan.” Peneliti : “Pernah mengikuti seminar atau pelatihan PTK gitu bu?” Informan : “Pernah itu diadakan MGMP ekonomi mba. Makanya saya pernah latihan sampai proposal itu karena setelah itu tidak ada pembahasan lagi.” Peneliti : “Itu kapan ya bu?” Informan : “Tahun 2012 kayaknya ya.” Peneliti : “Bukan tahun 2014 ya bu?” Informan : “Bukan. Tahun 2012.” Peneliti : “Berarti cuma sistematikanya saja? Sempat disuruh membuat judul tidak bu?” Informan : “Lha ya, membuat judul sampai proposal bab 2 mba. Sebenarnya kalau ditindak lanjuti ya…” Peneliti : “Bentar lagi ya bu?” Informan : “Iya.. Sudah bisa jadi PTK. Yang lampiran-lampirannya itu apa saja kan bikin repot kadang–kadang.” Peneliti : “Terkait dengan sertifikasi bu. Sertifikasi sama tunjangan profesi itu sama tidak ya bu?” Informan : “Saya kira sama mba ya.” Peneliti : “Dari tunjangan profesi itu ibu mengalokasikan untuk membeli buku atau laptop atau masang wifi?” Informan : “Awalnya untuk membeli laptop itu mba, terus untuk membiayai anak saya sekolah.” Peneliti : “Sekolah dimana bu?” Informan : “Di NH situ.” Peneliti : “Kalau buku bu?” Informan : “Buku-buku… Ya kalau pas butuh saja. Dulu memang waktu anak saya masih kelas 6 SD itu rutin setiap bulan harus beli buku. Tapi kok setelah SMP ini kok udah agak lama ga.” Peneliti : “Kalau sebagai seorang guru bu, buku apa yang sering dibaca?” 144 Informan : “Kalau saya lebih ke buku materi pembelajaran.” Peneliti : “Kalau buku yang terkait dengan ini bu, model metode yang inovatif, langkah-langkah pembelajaran yang mudah begitu?” Informan : “Pernah beli itu kalau mau UKG. tertawa tapi kalau rutin engga. Ya paling kalau mau UKG kita beli buku model-model pembelajaran.” Peneliti : “Kalau buku terkait PTK?” Informan : “Gimana?” Peneliti : “Buku terkait PTK?” Informan : “Belum pernah baca i mba.” Peneliti : “Begini bu, saya punya dosen beliau itu dia itu relative muda dan sering melakukan penelitian tapi ada juga dosen yang sudah relative senior beliau jarang melakukan penelitian dengan kondisi seperti itu usia kira–kira mempengaruhi tidak ya bu seseorang untuk melakukan penelitian? Kalau untuk guru bagaimana bu?” Informan : “Gimana tadi? Ada dosen muda sering melakukan penelitian dosen senior tapi jarang terus pengaruhnya?” Peneliti : “Terus dengan kondisi seperti itu kira-kira usia mempengaruhi tidak ya bu?” Informan : “Oh gitu… Usia ya… Saya kira tetap pengaruh juga mba tapi ya ga ga apa ya…” Peneliti : “Sepenuhnya bu?” Informan : “Iya sepenuhnya. Ho’oh. Tapi tergantung orangnya juga sih ya.. Bagaimana orang menyikapi aturan-aturan yang ada sekarang.” Peneliti : “Pertanyaan selanjutnya bu, PTK itu kan dia suatu penelitian yang berangkat dari suatu permasalahan yang terjadi di kelas ya. Seperti ada siswa yang mengantuk terus siswa yang motivasinya kurang dan sebagainya. Dari situ kan dipecahkan melalui pembelajaran di kelas. Jadi di kelas itu guru berperan ganda sebagai peneliti dan sebagai guru. Dengan kondisi seperti itu bisa ga ya bu kira-kira PTK untuk mengganggu kegiatan pembelajaran?” Informan : “Saya kira kalau PTK itu butuh waktu juga nggih, kalau guru sudah dibebani 24 jam mengajar, kemudian dengan sistem penilaian yang istilahnya dengan kurikulum 2013 itu kan sangat rinci sekali ya. Saya rasa waktu untuk menilai saja tidak cukup. Apalagi ditambah dengan beban PTK itu tadi. Terlalu membebani lah kalau menurut saya karena tugas guru kan tidak hanya mengajar, membuat penilaian, mengawasi peserta didik dan sebagainya.” Peneliti : “Oh begitu nggih… Pertanyaan selanjutnya bu, PTK itu kan sebuah penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki nggih bu jadi dia 145 sistemnya bersiklus. Dengan bersiklus-siklusnya PTK itu bisa ga ya PTK itu membutuhkan waktu yang lama dari 3 sampai 6 bulan gitu bu?” Informan : “Oh gitu… Ya membutuhkan waktu yang lama ya.” Peneliti : “Kalau anggaran dananya bagaimana ya bu?” Informan : “Sendiri.” Peneliti : “Tidak ada fasilitas dari sekolah?” Informan : “Tidak ada.” Peneliti : “Itu dananya besar tidak ya bu PTK itu tadi?” Informan : “Saya kira tidak terlalu besar ya.” Peneliti : “Kalau dari kepala sekolah pernah ada sosialisasi tidak ya bu terkait dengan PTK?” Informan : “Kalau sosialisasi paling mengingatkan ketika mau membuat SKP itu kan kalau angka kreditnya semakin banyak paling tidak ya harus membuat PTK. Sebatas sosialisasi itu saja. Tetapi untuk rinci cara membuat PTK belum pernah. Karena itu memang istilahnya apa ya tugas masing-masing guru. Pernah itu teman-teman berencana ayo kita anu iuran berapa ngundang pak MY dosen….” Peneliti : “Dosen UNS ya bu?” Informan : “Dosen UNS juga ya? Banyak yang LPMP itu lho. Pernah punya rencana untuk mengundang untuk bisa melatih kita membuat PTK sampai jadi.” Peneliti : “Itu sudah sampai mengundang Pak MY bu?” Informan : “Belum… Belum… Baru sebatas rencana.” Peneliti : “Kalau buku mengenai penelitian itu disediakan tidak ya bu sama sekolah?” Informan : “Kalau yang saya tahu kayaknya ga ada i. Yang saya tahu lho soalnya saya juga jarang di perpustakaan tertawa karena untuk mengajar saja sudah penuh jamnya.” Peneliti : “Sibuk nggih bu?” Informan : “Iya mba.” Peneliti : “Begini bu, PTK itu kan pasti butuh data nggih? Misal…” Informan : “Butuh?” Peneliti : “Data.” Informan : “Oh iya.” Peneliti : “Misal ibu akan menaikkan hasil belajar siswa berarti kan ibu membutuhkan data sebelum dilakukan tindakan dan setelah dilakukan tindakan. Kira-kira untuk mengambil data itu susah tidak ya bu?” Informan : “Saya kira tidak mba kalau hanya data.” 146 Peneliti : “Kalau untuk…” Informan : “Nilai kan?” Peneliti : “Nggih, kalau untuk mengolahnya bagaimana bu?” Informan : “Mengolah… perlu diolah juga ya?” Peneliti : “Nggih bu.” Informan : “Saya kira hasilnya murni itu.” Peneliti : “Nanti kan untuk membandingkan bu nilai yang sesudah tindakan sama sebelum tindakan.” Informan : “Kalau Ekonomi nilai saya kemarin itu kayaknya ga perlu diolah banget gitu lho mba karena sudah kelihatan hasilnya 6 ga anak, 78 kalau ga 9. Secara kasat saja sudah kelihatan. Tapi saya belum pernah mengolah untuk yang PTKnya mba tertawa. Pakai apa ya?” Peneliti : “Statistik.” Informan : “Pakai statistik.” Peneliti : “Kalau ini bu, menyimpulkan naik atau tidaknya itu kira-kira membutuhkan waktu yang lama tidak ya bu?” Informan : “Saya kira ngga, kalau datanya sudah jadi. Cuma lampiran– lampiran yang perlu dilampirkan di PTK itu kan ribet. Iya tho lampirannya.” Peneliti : “Oh nggih-nggih bu, apa aja itu bu lampirannya?” Informan : “Nilai-nilai terus agenda mengajar banyak sekali kan, RPP, daftar siswa dan sebagainya. Lha ini lampiran-lampirannya itu aja.” Peneliti : “Seperti dokumentasi bu?” Informan : “Kalau dokumentasi saya kira kan lebih mudah ya dokumentasi.” Peneliti : “Dulu skripsinya ambil apa ya bu?” Informan : “Saya skripsinya udah lama banget kok mba. Saya dulu ngambil nilai ujian nasional SMP pengaruhnya terhadap prestasi belajar Ekonomi anak.” Peneliti : “di SMA bu?” Informan : “Iya, di SMA.” Peneliti : “Setelah melakukan penelitian skripsi itu pernah melakukan penelitian apa aja bu?” Informan : “Belum tertawa.” Peneliti : “Pertanyaan terakhir bu, PTK itu kan disusun menggunakan kalimat ilmiah sama ada kajian teorinya juga ya bu? Kira-kira menurut ibu kalau menyusun kalimat ilmiah dan menyusun kajian teori itu susah tidak ya?” Informan : “Susah mba. Kalau kita tidak punya referensi ya mau memulai darimana. Kalau kita punya referensi mungkin dengan banyak membaca buku ini ini ya bisa lah.” 147 Peneliti : “Berarti dibanyakin baca?” Informan : “Iya, banyakin baca referensi dulu.” Peneliti : “Sampun bu, makasi bu ya.” Informan : “Iya sama-sama mba.” 148 Tempat : Ruang Kepala Sekolah Informan : YM Waktu : Selasa, 29 Maret 2016 Durasi : 15.59 menit Peneliti : “Assalamualaikum Wr. Wb. Pak YM.” Informan : “Walaikumsalam.” Peneliti : “Selamat Pagi.. Saya Mayang Risqi Putriani yang akan melakukan wawancara kepada bapak terkait dengan upaya yang dilakukan pihak sekolah untuk mendorong dan mengatasi kesulitan guru untuk melakukan PTK.” Informan : “Iya.” Peneliti :“Pertanyaan pertama pak, berkaitan dengan amanat PERMENDIKNAS No 16 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa diantara keempat kompetensi pokok guru terdapat unsur PTK. Menurut bapak penting atau tidak nggih PTK itu untuk guru?” Informan : “Ya, yang jelas salah satu yang harus dikerjakan seorang guru yaitu membuat Penelitian Tindakan Kelas atau PTK. Mengapa demikian? Karena sudah diamanatkan bahwa di dalam setiap tahun itu guru itu harus melaksanakan Penilaian Kinerja Guru atau PKG kemudian yang kedua juga harus harus membuat SKP Sasaran Kinerja Pegawai nah keduanya tersebut nanti berjalan beriringan SKP dan PKG tadi itu nanti menjadi konsekuensi guru setiap tahunnya. Karena dengan adanya itu SKP itu kontrak antara guru dengan kepala sekolah. Awal tahun itu mau membuat apa saja nah di dalam pembuatan perencanaan tersebut pentingnya guru harus merencanakan salah satunya yaitu Penilaian Keprofesian Berkelanjutan atau PKB. Salah satu PKB yaitu yaitu publikasi ilmiah. Ya ada pengembangan diri, ada publikasi ilmiah, dan karya inovatif. Nah mestinya ini dituangkan di SKP. Nah SKP tersebut wujudnya kan macam-macam kontraknya nah salah satunya dituntut untuk itu, PKB itu. Apakah itu diklat, apakah membuat jurnal, apakah membuat publikasi ilmiah yang namanya PTK itu. Jadi dalam hal ini sangat penting PTK karena memang tuntutan guru professional adalah salah satunya membuat PTK. Jadi pentingnya maka dituangkan dalam SKP kontrak dengan kepala sekolah itu.” Peneliti : “Terkait dengan pertanyaan tadi pak, jika PTK itu penting dilakukan guru, kebijakan atau tindakan atau program apa yang sudah dilakukan pihak sekolah untuk mendorong guru dan mengatasi kesulitan yang dialami guru untuk melakukan PTK?” Informan : “Ya, yang pertama yaitu menginformasikan pentingnya pelaksanaan kegiatan PTK yaitu pada saat rapat dinas. Disamping itu ya kepala 149 sekolah penting untuk mengingatkan, menggerakkan agar guru supaya bisa menulis PTK itu.” Peneliti :“Kalau ini pak terkait dengan buku dan dana penelitian pihak sekolah menyediakan atau tidak ya pak?” Informan :“Itu belum. Kalau buku Penelitian Tindakan Kelas itu ada hanya jumlahnya terbatas. Namun demikian, PTK ini kan selama bapak ibu guru melaksanakan dan ya banyak contohnya sudah ada PTK-PTK yang sudah dibuat oleh bapak ibu guru. Jadi ya istilahnya download saja PTK yang representative di internet yang disediakan sekolah saya kira bapak ibu guru bisa. Hanya kemauan itu yang yang harus bisa timbul dari bapak ibu guru.” Peneliti :“Kalau sosialisasi terkait dengan PERMENPAN-RB sudah pernah pak?” Informan :“Wah itu berulang-ulang. PERMEN…PERMEN 2009 kok ya? Jadi PERMENDIKBUD dan PERMENPAN-RB Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 itu sudah berulang-ulang sejak lama bahwa besok pergantian apa namanya hmmm AKJG Angka Kredit Jabatan Fungsional Guru akan berubah jadi ya harus mematuhi aturan yang baru… yaitu dulu sebelum kurikulum … sebelum tahun 2013 seperti itu, tapi setelah 2013 agak berubah. Jadi… tapi intinya hmmm yang golongan IVA ke IVB seterusnya dulu kan 2013 harus harus membuat karya ilmiah. Harus dulu namanya membuat Pengembangan Profesi kalau sekarang kan namanya Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan PERMEN 16 itu. Dulu cukup 12 bentuknya apa saja. Kalau sekarang selain 12 ya harus ada PTKnya dan harus diseminarkan. Kalau dulu tidak dan harus ada jurnal. Jadi hasil PTKnya dibuat jurnal. Jadi sudah paham artinya tahu bahwa PERMEN 2009 paham betul apalagi mau naik pangkat ke IVB khususnya. Dengan aturan 2013, bahkan tidak hanya IVB. Dari IIIB ke IIIC sudah dituntut untuk membuat PKB.” Peneliti :“PTK itu wajib ada pada kenaikan golongan IID ke IVA atau…” Informan :“Tidak. 2013 dari IIIB ke IIIC dan seterusnya sampai IVE itu butuh butuh. Walaupun tidak PTK. Jadi begini kalau IIIB ke IIIC itu tidak harus IIIC ke IIID, IIID ke IVA tidak harus PTK. Nah tidak harus. Pokoknya karya inovatif atau publikasi ilmiah. Tapi kan ya sudah, karena umumnya PTK ya dibuat PTK tapi tidak harus tapi kalau IVA ke IVB seterusnya itu wajib dan diseminarkan serta harus dijurnalkan. Paham nggih? Jadi nek IIIB ke IIIC itu harus ada PKB tapi tidak harus…” Peneliti :“PTK?” 150 Informan :“Tidak harus publikasi ilmiah apalgi berbentuk PTK itu tidak harus. Paham nggih? Tenan lho ya…tertawa” Peneliti :“Iya pak tertawa” Informan : “Ya, mungkin nek sing njawab liyane ora kaya aku ngene ki.” Peneliti :“Detail nggih pak?” Informan :“Detail. Saya tim penilai. Terus apalagi?” Peneliti :“Pertanyaan selanjutnya pak, pernah tidak pak, pihak sekolah mengadakan pelatihan internal. Jadi guru-guru yang sudah melakukan PTK mengajari guru-guru yang belum membuat PTK? Informan :“Ya. Sekolah itu mempunyai tim PKG Penilaian Kinerja Guru. Ada koordinatornya PKB. PKB ki berarti bisa PD, PI, dan KI. Kalau PI salah satunya PTK ya itu ada yang dibimbing karena sudah ada guru yang sekarang mau ke IVD. Artinya ya bimbingannya ya manual dan ini saya berupaya mengundang orang yang sudah berpengalaman golongannya ya sudah IVD ke IVE nanti saya undang. Saya umumkan untuk untuk mengadakan pelatihan PTK di sekolah. Ini mau akan ini. Terus opo neh?” Peneliti :“Ada tidak pak, kendala dalam melakukan pelatihan kepada bapak ibu guru?” Informan :“Pelatihan ya? Yang jelas ada. Pelaksanaan yang sudah berjalan adalah pembimbingan teman sejawat. Jadi guru yang guru yang pangkat golongannya tinggi terbentur waktu. Kendalanya begitu. Paling-paling pada saat kosonge jame. Karena mereka mengajarnya 24 tahun 24 jam ke atas. Kendalanya disitu. Kendalanya disitu. Artinya keterbatasan waktu. Tapi sebenarnya kalau niat, bisa kok. Artinya dicari sendiri di rumah seperti itu. Teori-teorinya diambil… apa dimasukkan nah itu tadi di bab II di kajian teori. Kendalanya waktu dan tentunya juga niat dari dalam niat dari dalam.” Peneliti :“Menurut bapak pelatihan PTK yang efektif itu yang bagaimana pak?” Informan :“Pelatihan efektif?” Peneliti :“Inggih..” Informan :“Ya itu tadi…untuk me... me… apa ya mengadakan kegiatan secara rutin. Artinya tiap seminggu berapa kali berapa pertemuan dengan mendatangkan orang guru saja ya tidak usah dari seperti forum yang tadi saya katakan se-forum se-kota dengan kegiatan seperti pak MY itu. Minggu depan itu pak MY.” Peneliti : “Disini pak?” Informan : “Oh ndak, di hotel. Mereka membayar dari jam 8 sampai jam 5 sampai 5 kali. Ini sudah yang keempat atau yang kelima. Sebetulnya 151 udah kemarin gitu. Yang efektif gini mendatangkan satu orang guru. Itu pernah saya coba.” Peneliti : “Disini atau di…” Informan : “Belum…Tidak… Di SMA X. Disini mau akan. Caranya didatangkan orang. Satu untuk memberikan informasi bahwa PTK itu sebenarnya mudah dengan bahasa itu tadi kan enak. Setara kan seperti itu.” Ada tamu lain yaitu WAKASEK Kurikulum yang ingin bertemu dengan Kepala Sekolah Informan : “Kalau yang ngisi levelnya sama kan enak dan biasanya guru itu sukanya praktis tidak teoritis. Piye tho bab I? Piye tho bab II? Piye tho bab III ki? Siklus-sikluse carane kui, dan seterusnya. Kan kalau ngajari banyak praktiknya itu lebih mudah” Peneliti : “Jadi disertai praktik ya pak?” Informan : “Betul. Ya praktik itu bukan berarti anu ya golet gampange. Jadi ini tu seperti ini misalnya bab I ini, bab II ini, bab III ini, bab IV ini bahwa siklusnya harus sekian dan kalau itu dibimbing oleh guru yang lebih berpengalaman mereka itu lebih mudah dan secara psikologis itu nyaman karena suasananya akrab.” Peneliti : “Kalau ini pak pelatihan PTK yang diadakan pada jam kerja menurut bapak bagaimana?” Informan : “Begini… pelatihan itu bermacam-macam. Pelatihan dari pemerintah ya PTK itu bisa pemerintah atau bisa institusi atau dari sub artinya MGMP kecil. Yang jelas kalau pelatihan itu jangan sampai mengganggu kegiatan pembelajaran. Jangan sampai mengganggu anak. Bisa di hari minggu seperti pelatihan itu dengan prinsip tidak boleh meninggalkan jam pelajaran hanya untuk memburu PTK. Paham nggih? Peneliti : “Inggih, sampun pak.” Informan : “Iya sudah.” Peneliti : “Terimakasih pak atas waktunya” Informan : “Ya” 152 Tempat : Depan Ruang Guru Informan : SI Waktu : Kamis, 31 Maret 2016 Durasi : 34.28 menit Peneliti : “Assalamualaikum, Selamat Pagi Pak SI saya Mayang Risqi Putriani mahasiswi yang akan melakukan wawancara kepada bapak terkait dengan Penelitian Tindakan Kelas terhadap guru-guru ekonomi.” Informan : “Walaikumsalam, iya.” Peneliti : “Bapak sudah mengajar berapa tahun ya pak disini?” Informan : “Sekolah ini baru 1,5 tahun.” Peneliti : “Berarti dari tahun 2015?” Informan : “Desember 2014. 1,5 kurang dikit, saya dulu di SMA X.” Peneliti : “Dimana itu pak SMA X?” Informan : “Daerah TP.” Peneliti : “Sebelum disini dan SMA X pernah mengajar dimana aja pak?” Informan : “Tangerang. Di Tangerangnya lama, saya kan pindahan baru. Di Tangerang 2000 Kalau negerinya 2006 sampai 2014 disana jadi sudah 8 tahun. Kalau honornya dari 2002 sebelum diangkat. Tapi SK nya nyusul.” Peneliti : “Kalau di SMA X berapa lama pak?” Informan : “Hanya transisi, sekitar 3 bulan.” Peneliti : “Berarti totalnya sudah berapa tahun ya pak kira-kira?” Informan : “Total ngajar sebagai pegawai negeri atau?” Peneliti : “Keseluruhan pak.” Informan : “Keseluruhan maksudnya honor juga?” Peneliti : “Inggih.” Informan : “Kalau honornya 2002 akhir sampai 2016 udah berapa tahun itu ya?” Peneliti : “14 tahun.” Informan : “Iya, 14 tahun kurang kan akhir, ini kan baru awal.” Peneliti : “Dari 14 tahun mengajar tersebut, biasanya permasalahan apa saja pak yang sering muncul di siswa yang terkait dengan pembelajaran?” Informan : “Kalau saya… kalau disini mungkin ga terlalu masalah kalau disana kan SMA agak pinggiran jadi internet di sekolah itu belum ada harus pakai modem segala macam dan ini nya ga ada.” Peneliti : “Wifi?” Informan : “Fokusnya belum ada.” Peneliti : “Fokus?” Informan : “Fokus di kelas. Fokusnya belum ada disana itu.” Peneliti : “Oh LCD?” Informan : “Iya LCDnya ga ada, kalau disini kan udah ada. Cuma kendalanya peraturan sekolah. Jadi ini siswa sebenarnya sudah siap tapi kan tidak semua siswa siap dalam artian kendala di sekolah ada aturan tidak boleh membawa HP, lha sekarang mau browsing gimana? Sedangkan di kelas wifi tidak ada. Anak juga nggak semua punya laptop. Hanya ada beberapa saja yang punya. Cuma untuk browsing kan harus ada 153 laptop ataupun HP. Kalau menurut saya aturannya gimana ya? Kalau menurut saya harusnya diubah.” Peneliti : “Berarti boleh bawa HP gitu pak?” Informan : “Ya, Kalau sekarang tidak boleh.” Peneliti : “Itu di SMA Tangerang atau disini?” Informan : “Disini.” Peneliti : “Oh disini juga?” Informan : “Kalau disana mah bebas. Disana kendalanya internet masih susah, kalau disini kan sudah lancar karena sudah kota.” Peneliti : “Kalau terkait dengan kekritisan siswa, hasil belajar siswa, keaktifan siswa itu bagaimana pak?” Informan : “Tidak merata. Jadi anak yang menonjol itu sudah ketahuan, dalam satu kelas kira-kira ada ¼ mungkin.” Peneliti : “Kalau dari kelas X IPS 1 yang kritis siapa pak?” Informan : “X IPS 1 ada perempuan dua orang, ada annisa sama…kalau lakinya ga ada karena cuma dikit. Si A sama satu lagi yang K menyebut nama salah satu agama ya…” Peneliti : “Oh nggih, yang pakai kacamata bukan ya pak?” Informan : “Iya, tapi saya suka lupa namanya.” Peneliti : “Kalau X IPS 2 itu dek LG ya pak?” Informan : “Ya, LG itu pasti, sama ada cewe satu lagi tapi saya sering salah sebut antara E sama V yang mana saya kurang tahu karena kan satu gerombolan kan. Saya lihat yang paling menonjol aja tapi kalau rata- rata saya ga hafal.” Peneliti : “Kalau hasil belajarnya bagaimana pak?” Informan : “Hasil belajar… Kalau nilai murni apa UTS atau apa tolak ukurnya?” Peneliti : “Kalau UTS pak?” Informan : “Kalau UTS yang paling tinggi IPS 3 sekarang terus IPS 4 atau 1 saya lupa. Kalau IPS 2 memang ada yang menonjol tapi rata-rata kelasnya kalah. Kalau IPS 1 dan 2 itu hampir seimbang cuma IPS 1 lebih merata. Kalau IPS 2 itu yang pinter-pinter kayaknya ada...” Peneliti : “Ada gap gitu ya pak?” Informan : “Gap dalam pelajaran lho ya… Jadi ada gerombolan seperti si A itu memang anaknya gini memang ada beberapa anak yang kurang.” Peneliti : “Saya juga dulu mengajar di IPS 1 dan 2 pak.” Informan : “IPS 1 mungkin ga banyak gap lha kalau IPS 2 memang iya.” Peneliti : “Terkait dengan permasalahan tadi pak, kan tadi di suatu pembelajaran kan ada masalah gitu ya pak ya? Itu langkah bapak untuk mengatasinya bagaimana pak? Apakah dengan model, metode?” Informan : “Kalau saya jarang menggunakan model metode ya. Metode yang sudah ada saya pake aja seperti model ceramah pasti terus diskusi kelompok paling itu aja. Paling kalau ada tambahan dikit paling tugas jadi anak kalau di kelas masih kurang mantep saya kasih tugas per-orang untuk survei pasar atau ke bank atau kemana download apa silahkan biar anak itu minimal kerja gitu. Soalnya kalau kita 154 lihat kan kerja kelompok ketahuan yang aktif yang itu yang ada anak yang masih kewolak-walik gitu yang kerja 1 akhirnya kadang-kadang saya kasih tugas biar anak tahu sendiri apa dia juga niru temennya saya juga nggak ngerti tapi minimal sudah usaha.” Peneliti : “Berarti kalau ada katakanlah ada materi terkait pasar ya pak itu bapak menugaskan siswa ke pasar? Bank ke bank gitu?” Informan : “Pokoknya… Indeks harga anak saya suruh survei harga-harga di pasar ya minimal ada beberapa komoditi jumlah sekian harga sekian bulan ini berapa kalau ngga bulan ya minggu, mungkin kalau bulan ditanyakan lupa dia per-hari per-minggu silahkan nanti kan saya suruh hitung indeks harga tahun ini berapa dan itu praktik hitung bener. Soalnya kalau saya terangkan di ini kan saya ngga bisa ngukur benar nggaknya ngga tahu kalau bisa bener-bener masuk apa ga, tapi dengan seperti itu setelah saya periksa betul semua dalam artian entah mereka nanya temennya ga tahu saya atau gimana tapi saya kan tidak melihat hasilnya saya lihat proses menghitungnya. Kalau hasil kan datanya beda-beda. Caranya gitu. Jadi saya anggap mereka betul. Tapi begitu tes, ya tetap ada satu dua anak yang tetap ga bisa walaupun sudah ada seperti itu tapi mending lah sudah ada usaha.” Peneliti : “Dari permasalahan itu pak, kan bapak sudah merumuskan solusinya, pernah tidak pak untuk melakukan pencatatan gitu?” Informan : “Pencatatan maksudnya pencatatan apa?” Peneliti : “Pencatatan pribadi begitu pak, misal hari ini permasalahan siswa ini yang terkait dengan permasalahan siswa seperti catatan kecil pak?” Informan : “Wah saya jarang sekali saya globalnya aja. Kalau memang ada anak yang terlalu baru saya tulis. Maksudnya apa ya, nakal banget atau anak yang nilainya rendah banget itu baru tapi kalau keseharian ngajar ga .” Peneliti : “Kalau deskripsi solusinya tidak juga pak?” Informan : “Deskripsinya kan memang di form penilaian kan ada cuma dia per- KD jadi bukan per pertemuan tapi kebanyakan guru menilainya per- KD jadi bukan per pertemuan.” Peneliti : “Kalau catatan pribadi gitu pak?” Informan : “Catatan pribadi kalau saya sendiri belum sampai mengenal ini ya dari siswa secara ini jarang tapi ga tahu ya kalau guru lain kalau saya sendiri jarang. Jadi yang penting anak nggak bermasalah saya anggap cukup gitu aja kalau ada masalah baru.” Peneliti : “Itu karena bapak sibuk atau karena apa ya pak?” Informan : “Sebenarnya ada banyak faktor sih. Pertama, tuntutan dari sekolah ga ada kalau di sekolah kan hanya per-KD seperti tadi ya karena tadi karena tuntutan sekolah ga ada otomatis kalau kebanyakan guru kalau diminta setiap ngajar harus ada catatan kayaknya-kayaknya lho ya kayaknya saya ga menjudge semuanya kayaknya ga. Kedua terlalu banyak kelas juga udah cape.” Peneliti : “Bapak mengampu berapa kelas pak?” 155 Informan : “Saya… 9 kelas.” Peneliti : “Sudah tahu belum pak terkait dengan peraturan permenpan-RB Nomor 16 Tahun 2009 yang menguatkan kedudukan PTK sebagai salah satu syarat untuk kenaikan pangkat?” Informan : “Iya, tapi itu untuk golongan IIID ke IVA kayaknya.” Peneliti : “IIID ke IVA?” Informan : “Ga IIID ke IVA, IVA ke IVB. Soalnya kalau IIIC ke IIID belum harus PTK. Tapi baru yang penting karya ilmiah, publikasi ada tiga cukup. Kalau mau ke IVA kayaknya harus ada PTK. Jadi tidak dari IIIB ke IIIC harus ga. Kan itu ada kriteria ada PTK, publikasi ilmiah, karya ilmiah dalam satu pengembangan apa ya…” Peneliti : “Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan?” Informan : “Iya, nah untuk PTK itu sendiri khusus itu wajib kalau ga salah ya untuk yang IIID ke IVA atau IVA ke IVB. Kalau saya kan baru IIIC jadi belum bikin. Nanti publikasi harus ada tapi nilainya kan kecil paling gedhe kan PTK. PTK kan nilainya 1. Tapi kalau yang modul nol koma nol koma berapa ga hafal saya.” Peneliti : “Pak berarti sudah dari IIIC ke IIID?” Informan : “Mau. Belum.” Peneliti : “Kalau dari IIIC ke IIID itu syaratnya apa saja pak?” Informan : “Syaratnya publikasi hmm PKB tadi kalau ga salah 6 atau berapa ya soalnya ada di lampiran saya. Untuk pengembangan diri kalau ga salah tiga, publikasi ilmiah enam karya tulis termasuk PTK nilai enam itu masuk.” Peneliti : “Itu untuk IIIC ke IIID pak?” Informan : “IIID cuma saya lupa berapa. Jadi semakin tinggi semakin besar. Dari IIIB ke IIIC lebih kecil. Semakin tinggi lebih gedhe lagi jadi makin sulit. Kalau ketentuan lebih lanjutnya ada di lampiran saya tapi saya tidak hafal kalau mau kenaikan pangkat baru saya buka-buka.” Peneliti : “Kalau kenaikan pangkat itu berapa tahun ya pak jenjangnya misal dari IIIC ke IIID?” Informan : “Tidak ada jenjang, asal nilai cukup cukup. Cuma umumnya ya tiga tahun paling cepet. Dalam artian enam semester ya. Itu pun dengan syarat cukup itu tadi pengembangannya enam dan tiga tadi. Kalau saya sebenarnya sudah cukup cuma kurang itu tadi.” Peneliti : “PTK itu tadi?” Informan : “Bukan PTK ya semacam karya ilmiahnya masih kurang.” Peneliti : “Itu karya ilmiahnya apa harus PTK tho pak?” Informan : “Tidak… tidak harus… Bisa nulis di jurnal ISBN, nulis di koran- koran. Tapi harus ada yang ISBN.” Peneliti : “ISBN? Bukan ISSN ya pak?” Informan : “Apa namanya ya? ISBN kalau ga salah. Kan ada tingkat provinsi, nasional… cuma nilainya beda-beda. Makin nasional makin tinggi nilainya.” Peneliti : “Pertama kali dapat informasi ya penguatan PTK itu darimana ya pak?” 156 Informan : “Penguatan PTK? Saya masih di Tangerang tahun 2013.” Peneliti : “Dari Kepala Sekolah atau dari rekan guru atau darimana pak?” Informan : “Kalau dulu disana ada istilahnya WilBi. Kalau disini mungkin WilBi ga ada ya? Ya semacam MGMP tetapi tidak se-Kabupaten. Se-WilBi itu se-Kabupaten dibagi beberapa wilayah. Sebenarnya hampir sama dengan yang disini. Kalau disini kan se-Kota kan wilayahnya kecil kalau disana kan terlalu luas kabupatennya luas jadi dibagi beberapa wilayah namanya WilBi. Sebenarnya sama aja dengan MGMP.” Peneliti : “Berarti sama seperti MGMPnya Solo berarti ya pak?” Informan : “Iya, MGMPnya Solo tapi dibagi lagi karena terlalu luas dan terlalu jauh.” Peneliti : “Itu dari ketuanya atau dari?” Informan : “Dari Dinas itu. Dikumpulkan ditayangkan slide biasa cuma belum pernah diajarin. Cara bikinnya kemarin diajarin tapi cuma sepintas.” Peneliti : “Disini dimana ya pak?” Informan : “Kemarin disini dua hari ada workshop hanya mengenal lataran dikit. ” Peneliti : “Sistematikanya?” Informan : “Iya sistematikanya jadi belum pernah praktik langsung.” Peneliti : “Itu yang ngadain siapa pak?” Informan : “Kemarin itu provinsi. Tapi hanya menyinggung sedikit saja yang banyaknya itu K13 nya itu.” Peneliti : “Oh ya yang tahun 2014 itu ya pak?” Informan : “Baru kemarin belum lama lho. Ya baru tahun-tahun kemarin. Dua hari dan itupun sore. Sertifikatnya ada itu tapi ga ada jamnya.” Peneliti : “Dari pelatihan yang diadakan oleh DIKPORA Provinsi tersebut apakah sudah membuat judul pak?” Informan : “Judul… lupa saya tapi kayaknya belum ya.” Peneliti : “Pak, dari kepala sekolah pernah ada sosialisasi tidak ya pak?” Informan : “Sosialisasi,… ya hanya mengulang. Persyaratan ini-ini tapi kalo diajarin bikin ga .” Peneliti : “Itu sosialisasinya dari Kepala Sekolah?” Informan : “Tentang?” Peneliti : “Penguatan PTK pak.” Informan : “Penguatan PTK ya disampaikan nanti coba baca peraturan ini- peraturan ini gitu aja. Jadi kita buka-buka sendiri kalau disini kan internet sudah bagus kalau disana kan belum. Jadi semua guru masing-masing harus mikir diri sendiri. Pokoknya kepala sekolah udah ngasih gambaran ini ni ni. Kalau mau naik ya seperti ini.” Peneliti : “Gambaran terkait dengan peraturan apa yang harus dipenuhi gitu pak?” Informan : “Iya, yang harus dipenuhi. Kepala Sekolah kan ga bisa maksa kalau mau naik ya silahkan kalau ga ya Kepala Sekolah ga bisa maksa.” Peneliti : “Kan tadi sudah mendapat sosialisasi dari pemerintah kota Tangerang ya pak? Itu tindak lanjutnya bapak bagaimana pak? Apa langsung beli buku atau searching di internet atau bagaimana ya pak?” 157 Informan : “Kalau apa ya istilahnya kalau syarat-syaratnya ada semua tapi untuk ke PTKnya saya belum kalau mau naik banget baru bikin. Sebenarnya sudah punya gambaran oh PTK seperti ini seperti ini tapi untuk melangkah kesananya belum.” Peneliti : “Kalau dari kepala sekolah tentang kegiatan sosialisasi itu cuma satu hari atau pas rapat-rapat tertentu disisipkan peraturan itu pak?” Informan : “Oh sering disisipkan dalam rapat, kadang disinggung siapa yang tahun ini mau naik pangkat… ini ini ini tapi untuk teknis pembuatan belum ada. Kalau disini belum pernah. Saya kan baru tapi kalau dulu-dulu ga tahu ya.” Peneliti : “Kalau dari MGMPnya Kota Solo pak?” Informan : “Belum tahu saya. Setahu saya MGMP sekolah aja.” Peneliti : “Ada MGMP sekolah pak?” Informan : “Ada.” Peneliti : “Yang anggotanya guru ekonomi?” Informan : “Anggotanya guru ekonomi aja.” Peneliti : “Oh gitu.” Informan : “Kan tiap bulan laporan terus. Kalau disini hari Kamis. Ya buat laporan kadang tiap dua bulan sekali diminta daftar hadir terus yang dibahas apa, kaya kemarin ini kan habis UTS ya kemarin ya programnya bikin kisi-kisi bikin soal dan sebagainya.” Peneliti : “Ketuanya siapa pak?” Informan : “Bu ES, karena paling senior. Kalau bu ES kan IVA saya IIIC, bu WK IIIB, Kalau bu tadi honor jadi bukan PNS, dia ngajar disini karena untuk keperluan sertifikasi kalau disana kan jamnya kurang kalau bu ET juga PNS tapi dia juga jamnya kurang, jadi ngajar disini.” Peneliti : “Terkait dengan sertifikasi pak, berapa guru yang sudah tersertifikasi secara global?” Informan : “Wah saya ga hafal ya.” Peneliti : “Kalau guru ekonominya pak?” Informan : “Semua.” Peneliti : “Kalau sertifikasi itu sama tidak ya pak dengan tunjangan profesi?” Informan : “Sebenarnya sama, hanya nyebutnya aja beda. Sertifikasi kan kalau udah punya sertifikat dianggapnya sudah tersertifikasi dengan sertifikasi tadi dia berhak mendapatkan tunjangan profesi gitu aja sebenarnya.” Peneliti : “Kalau sertifikasi itu dibayarkan satu bulan sekali atau tiga bulan sekali?” Informan : “Kalau sekarang masih triwulan tapi ga pasti ya kadang cairnya pada bulan berikutnya, misal Januari, Februari, Maret, nanti cairnya April.” Peneliti : “Katanya mau satu semester ya pak?” Informan : “Nah ga tahu kalau itu.” 158 Peneliti : “Kalau dari tunjangan profesi itu pak, bapak mengalokasikan untuk mencari referensi seperti buku yang berkaitan dengan akademik gitu ga pak?” Informan : “Kalau itu hanya kecil sekali. Dalam artian apa ya kalau kita beli buku kan harganya sedikit sekali jadi banyak sisanya buat urusan keluarga jadi untuk biaya anak sekolah untuk biaya makan sehari- hari. Sebenarnya kalau itu dialokasikan untuk akademik aja ya bisa langsung buat sekolah. Tapi kan karena kebutuhan keluarga segala macam ya buat itu, dua-duanya sekolah. Jadi ya buat itu tadi.” Peneliti : “Kalau yang terkait dengan akademik dalam bentuk apa ya pak?” Informan : “Ya paling kalau saya beli buku. Tapi disini sudah lengkap sih paling tambah-tambah dikit. Kalau di rumah paling pakai modem buat searching gitu aja, kalau di sekolah kan sudah ada wifi. Kalau di rumah masih jarang sekali, tapi tetep modem saya punya.” Peneliti : “Biasanya beli buku tentang apa pak? Modelkah? Atau media? yang terkait dengan pembelajaran?” Informan : “Kalau saya buku ajar, untuk saling melengkapi materi. Kalau disini kan ada tiga, sebenarnya bahasanya hampir sama, biasanya kan di buku satunya ga ada sedangkan di buku satunya ada.” Peneliti : “Kalau buku terkait dengan PTK?” Informan : “Kalau yang terkait dengan PTK belum saya.” Peneliti : “Kalau disekolah ada ga ya pak buku tentang PTK itu?” Informan : “Saya belum nyari malah di perpustakaan. Kayaknya guru masing– masing ini sendiri ya cari sendiri atau mungkin punya temennya seperti apa kan sudah disetujui kepala sekolah oh ternyata seperti ini, tapi kalau buku khusus kayaknya kalau saya belum ya.” Peneliti : “Sebagai seorang guru pak, buku apa saja yang sering bapak baca? LKS kah? Buku ajar?” Informan : “Kalau yang paling sering buku ajar pasti. Kalau buku yang lain ya paling buku pengetahuan umum.” Peneliti : “Kalau tentang PTK pak?” Informan : “Kalau tentang PTK ya udah tahu itu tadi. Cuma ya untuk pelaksanaannya saya, sebenarnya sudah tahu kalau PTK itu ini ini ini Cuma untuk memulainya itu yang kadang-kadang nanti-nanti lah karena ya itu tadi belum itu tadi dan kayaknya yang lain juga pada belum. tertawa Ya dari berapa guru yang udah bikin baru berapa. Tapi kalau yang itu PTK belum… belum bergerak. Kecuali nanti kalau ada aturan kalau ga bikin PTK tunjangan sertifikasi ilang lah itu mungkin para guru-guru pada berebut nanti.” Peneliti : “Begini pak, saya kan punya dosen yang satu relative muda beliau itu suka sekali melakukan tindakan penelitian dan termasuk sering melakukan tindakan penelitian tapi ada juga dosen saya yang relatif senior beliau jarang melakukan penelitian. Menurut bapak dengan situasi seperti ini, usia mempengaruhi untuk melakukan penelitian ya pak? Kalau untuk guru bagaimana pak?” 159 Informan : “Kalau untuk guru tinggal orangnya. Dalam artian kebanyakan disini yang guru-guru senior yang punya PTK ya tidak banyak. udah mentok di IVA gitu seperti Bu X sendiri. Udah IVA. Tapi IVAnya kan sudah dari jaman dulu kan ya udah puluhan tahun yang lalu. Jadi umur ga bisa jadi patokan. Cuma umumnya kalau usia tetap ada pengaruhnya tapi tidak 100. Kalau saya kan termasuk yang muda ga, tua ga, sudah 40 lebih ya jadi tengah-tengah ya harusnya rajin tapi karena ada urusan segala macam sampai sekarang ya belum bikin.” Peneliti : “Begini pak, PTK itu kan sebuah penelitian yang dia berangkat dari suatu permasalahan yang terjadi di kelas jadi dalam PTK guru itu berperan ganda dia berperan sebagai guru dan juga sebagai peneliti. Dengan konsep demikian PTK bisa tidak ya pak mengganggu proses pembelajaran?” Informan : “Kalau saya sendiri belum pernah praktik ya. Cuma kalau di apa dibayangkan tinggal kita ngaturnya. Dalam artian kita laksanakan dua-duanya di kelas tapi untuk penelitiannya kan di luar setelah keluar dari kelas itu kan ada format nilai jadi nanti kan kelihatan berhasil tidaknya. Cuma untuk kalau nganggu pelajaran ya apa ya saya belum pernah praktik ya harusnya sih ngga karena kan harusnya tetap yang diajarkan kan itu juga mengajarnya bagus yang mana ya itu yang harus dibuktikan. Tapi kalau menurut teori lebih bagus dengan melakukan penyempurnaan harusnya menurut penelitian yang sudah-sudah lho. Karena saya belum pernah penelitian jadi nggak bisa menganggap 100 iya. Tapi kemungkinan iya.” Peneliti : “Kemungkinan meningkat tidak pak?” Informan : “Kemungkinan iya, dalam artian gini kalau yang sebelum diteliti biasanya lho ya rekan guru pakai metode yang standart setelah dengan mau meneliti dipakai metode tertentu yang khusus harusnya ada.” Peneliti : “Ada peningkatan?” Informan : “Iya, ada peningkatan kalau menurut logika saya karena saya kan belum pernah praktik.” Peneliti : “Jadi kalau mengganggu itu tergantung gurunya ya pak?” Informan : “Kalau mengganggu ga nya, tinggal… Kalau sama mengajar ga ya… mengganggunya kalau hasilnya lebih rendah itu mengganggu. tertawa Kok belajar dengan metode ini kok malah lebih rendah ya.. tertawa.” Peneliti : “Begini pak, pertanyaan selanjutnya. PTK itu kan sebuah penelitian yang bertujuan untuk memperbaiki masalah yang tejadi di kelas. Jadi PTK itu kan sebuah penelitian yang bersiklus pak. Jadi kalau di dalam siklus 1 hasil belajar siswa belum meningkat maka akan diteruskan pada siklus 2, sampai…” Informan : “Sampai meningkat.” Peneliti : “Dengan situasi seperti itu, PTK membutuhkan waktu yang lama tidak ya pak?” 160 Informan : “Biasanya ya bisa tiga sampai enam bulan.” Peneliti : “Tiga sampai enam bulan? Itu untuk..” Informan : “Saya belum pernah bikin ya itu kata temen–temen yang udah pernah bikin. Karena kalau siklusnya panjang.” Peneliti : “Itu ambil berapa KD pak?” Informan : “Biasanya untuk satu KD saja.” Peneliti : “Satu KD pak?” Informan : “Ya tergantung yang meneliti jadi KD ini dengan metode ini bagaimana lah nanti KD itu lagi dengan metode yang lain. Kalau pemahaman saya seperti itu. Karena saya belum pernah praktik langsung.” Peneliti : “Membutuhkan dana yang besar tidak ya pak?” Informan : “Sebenarnya kalau dana ga, sebenarnya pemikiran yang besar. Dalam arti meluangkan waktu buat membuat model pembelajaran meluangkan waktu untuk merekap hasilnya dan sebagainya itu aja. Kalau biaya kan kita sendiri laptop punya kita sendiri, printer kan sekolah ada, kalau biaya kayaknya ga kan di kelas. Hanya butuh waktu.” Peneliti : “Waktunya lama pak?” Informan : “Ya, malah ada yang bilang kalau PTK harus bikin nanti ngajarnya berantakan ada juga yang bilang gitu tapi saya belum ngalamin tapi mestinya ga.” Peneliti : “Dari pihak sekolah ada fasilitas terkait dengan dana penelitian tidak pak seperti PTK?” Informan : “Saya belum pernah bertanya, karena memang belum butuh. Tapi kayaknya disini tidak ada, tapi kayaknya lho ya. Saya belum pernah nanya .” Peneliti : “Berarti dari …” Informan : “Dari masing-masing bikin aja. Jadi seminar-seminar segala macem kan tanggungjawab kita. Seminarnya kan kita yang ngadain. Ga tahu sekolah memberikan fasilitas atau tidak saya belum pernah menanyakan.” Peneliti : “Kalau terkait dengan buku penelitian bagaimana pak pihak sekolah menyediakan tidak? Misalnya buku terkait PTK, eksperimen?” Informan : “Kebanyakan guru ya tadi sampel temennya. Jadi kebanyakan itu ya. Kalau saya sendiri belum pernah lihat ya khusus tentang penelitian saya belum pernah lihat.” Peneliti : “Kalau akses internet pak, bagaimana?” Informan : “Mudah, cuma di ruang ini aja. Di ruang kelas belum ada. Adanya disini sama di lab komputer di kelas belum ada.” Peneliti : “Berarti kalau mau online kesini ya pak?” Informan : “Iya kadang malah masuk ke dalam karena disini di depan ruang guru sinyalnya lemah juga.” Peneliti : “Begini pak, PTK itu kan butuh data nggih pak, misalkan bapak ingin meningkatkan hasil belajar siswa maka bapak butuh data sebelum tindakan maupun sesudah tindakan, kira-kira untuk mengambil, 161 mengumpulkan, mengolah dan menyimpulkan itu susah tidak ya pak?” Informan : “Saya belum pernah ngalami ya belum pernah bikin saya. Kalau belum dialami kelihatannya susah ya. Tapi kalau sudah dialami mungkin lebih mudah. Dalam artian, kalau sebelum dialami susahnya tingkat 8 ketika sudah dialami menjadi tingkat 6. Tapi bukan menjadi mudah sekali ga… Contohnya kemarin penilaian UTS dan UAS, sebelum ke komputer kan kayaknya kok susah masukin tapi kalau dengan praktik… Kalau gambaran kayaknya kok susah ya.” Peneliti : “Untuk menyimpulkan sendiri bagaimana pak?” Informan : “Kembali lagi kan saya belum. Kalau ada hasilnya bisa disimpulkan. Kalau meningkat berarti hasilnya kan baik berhasil gitu. Seorang peneliti kan tidak boleh bohong, kalau salah kan boleh kalau bohong ga boleh. Jadi kalau hasilnya jelek yo jelek jangan terus di…. Tapi saya ga tahu kebanyakan kaya gimana. Kalau prinsip saya penelitian itu tidak boleh bohong, kalau salah boleh.” Peneliti : “Kalau ini pak, PTK itu kan disusun berdasarkan kalimat ilmiah nggih? Kalimat ilmiah kan bisa dipelajari melalui buku, jurnal dan sebagainya. Menurut bapak ribet tidak ya pak untuk mengambil teori atau untuk membuat kalimat ilmiah?” Informan : “Kalau PTK kan harus ada ini nya…Apa namanya…” Peneliti : “Kajian teori?” Informan : “Daftar pustaka. Karena saya belum ngalami, kok banyak sekali ya daftar pustakanya ya contohnya seperti itu. Cuma kalau yang sudah ngalami ya dapat bantuan dari temen carikan ini carikan ini jadi terasa lebih mudah.” Peneliti : “Ribet tidak ya pak?” Informan : “Kalau jaman sekarang ga ya. Asalkan mau lho. Kalau sekarang kan di kota apapun ada. Tinggal mau ga nya.” Peneliti : “Bapak dulu skripsinya ambil apa pak?” Informan : “Skripsinya ya 2001 2002 itu.” Peneliti : “Ambil apa ya pak?” Informan : “Kalau saya Sarjana Ekonomi SE ambil akta IV. Saya dulu karena akuntansi saya dulu tentang ngitung depresiasi.” Peneliti : “Depresiasi perusahaan?” Informan : “Depresiasi aktiva tetap. Jadi metode perhitungan depresiasi pengaruhnya ke laba rugi. Jadi kan aktiva tetap itu kan ada yang dihitung berdasarkan ada yang menggunakan garis lurus ada yang berdasarkan lupa saya sudah lama banget. Tapi ternyata hasilnya beda dan lebih bagus menggunakan sesuai penggunaannya.” Peneliti : “Itu dikaji secara kuanti atau kuali ya pak?” Informan : “Kalau saya dulu kualitasnya sama. Jadi kualitas berarti ya?” Peneliti : “Pakainya angka pak?” Informan : “Angka. Jadi datanya sama tapi dihitung menggunakan metode yang berbeda. Itu apa namanya?” 162 Peneliti : “Kuanti.” Informan : “Jadi jumlah aktivanya ini ni ni ni dalam tahun yang sama depresiasinya dapat sekian sedangkan dengan metode ini sekian.” Peneliti : “Setelah itu, pernah melakukan tindakan penelitian lagi tidak pak?” Informan : “Kalau saya cuma skripsi hehe kalau yang lain belum.” Peneliti : “Rencananya mau ambil apa pak? Eksperimen atau PTK?” Informan : “Rencana ya pasti PTK. Karena untuk kenaikan pangkat harus PTK dan itu nilainya tinggi.” Peneliti : “1 ya pak nilainya?” Informan : “Kalau ga salah 1.” Peneliti : “Yang lain berarti berapa pak?” Informan : “Di bawah itu. Seinget saya lho, saya lupa. Kalau membuat modul itu cuma nol koma berapa itu kecil, itu aja bikin modul.. lama kan apalagi cuma karya tulis seperti tulisan di koran nol koma berapa lebih kecil lagi dan ada tingkatannya tingkat nasional.” Peneliti : “Oh gitu. Sampun pak, terimakasih sudah meluangkan waktunya.” Informan : “Iya sama–sama.” 163 Lampiran 3: Catatan Pribadi WAKASEK Kurikulum 164 TRIANGULASI TEKNIK 1. Analisis Pernyataan Responden WK Terkait Belum Adanya Keharusan PTK Pada Kenaikan Pangkat dari Golongan IIIB ke IIIC Pada teori yang digunakan pada penyusunan proposal menyatakan bahwa guru mulai dari IIIB ke IIIC sudah harus membuat publikasi ilmiah dan karya inovatif. Pada pembuatan publikasi ilmiah guru sangat disarankan untuk melakukan PTK. Setelah memasuki lapangan ternyata terdapat perbedaan antara teori yang digunakan dengan keadaan yang terjadi di lapangan. Perbedaan tersebut terletak pada tingkatan publikasi ilmiah yang harus ada pada setiap kenaikan jenjang kepangkatan guru. Berdasarkan hasil wawancara kepada informan WK menyatakan bahwa PTK belum wajib ada pada kenaikan golongan dari IIIB ke IIIC. Kegiatan publikasi ilmiah yang dilakukan dari golongan IIIB ke IIIC dapat berupa membuat buku ajar, modul dan sebagainya. Lebih lanjut informan WK menyatakan bahwa PTK wajib ada pada kenaikan pangkat dari golongan IIIC ke IIID atau IIID ke IVA. Berikut pernyataan informan WK: Informan WK :“Sudah… sudah saya bahkan ini mengalami pertama kali mengalami pertama kali tahun ini nggih saya terlibat juga langsung terakhir kemarin bulan Februari itu saya juga mengajukan kenaikan pangkat dan sudah tahu bahwa syarat untuk kenaikan pangkat membuat PTK itu salah satunya, hanya kan saya masih golongan dari IIIB ke IIIC. Jadi tidak terlibat langsung untuk membuat PTK. Yang membuat PTK itu dimulai dari golongan in shaa Allah apa ya dari golongan IIIC ke IIID atau IIID ke IVA. Ya jadi saya yang IIIB ke IIIC itu belum terlibat tapi sudah pernah dengar.” Pernyataan informan WK didukung oleh dokumen berupa syarat–syarat kenaikan pangkat guru dari golongan IIIB ke IIIC. Atas dasar pernyataan tersebut, untuk menguji kebenaran dari informasi yang didapatkan maka perlu melakukan triangulasi teknik. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara menganalisis dokumen dan membandingkannya dengan hasil wawancara. Dari hasil triangulasi teknik yang dilakukan dapat diketahui bahwa dalam 164 Lampiran 4: Triangulasi Teknik 165 persyaratan kenaikan golongan dari IIIB ke IIIC memang belum diwajibkan untuk membuat PTK.

2. Analisis catatan pribadi WAKASEK Kurikulum