Deskripsi Analisis Antar Kondisi

91 e. Data overlap Data overlap adalah adanya kesamaan data anatar kondisi baseline A1 dengan intervensi B dan intervensi B dengan baseline A2. Semakin tinggi persentase overlap maka akan semakin tidak diyakininya pengaruh intervensi terhadap target behavior. untuk menghitung persentase overlap, berikut langkah-langkah yang digunakan: 1 Melihat batas bawah dan atas pada kondisi baseline A1. 2 Menghitung berapa data point pada kondisi intervensi B yang berada pada rentang kondisi A1 3 Menghitung perolehan data pada langkah 2 dibagi dengan banyaknya data point dalam kondisi B kemudian dikalikan 100. Berikut gambaran visual data overlap pada kondisi A1B : Gambar 9. Data Overlap Baseline A1 Dengan Intervensi B Dilihat dari gambar diatas dapat dijelaskan kondisi A1B tidak ada data yang sama antara Baseline A1 dengan intervensi. Pada baseline A1 memiliki batas bawah 55 sedangkan batas atas 62. 55 57 62 70 72 72 81 80 81 20 40 60 80 100 Sesi 1 Sesi 2 Sesi 3 Sesi 4 Sesi 5 Sesi 6 Sesi 7 Sesi 8 Sesi 9 P e rke m b a n g a n K e m a m p u a n M o to ri k H a lu s Perkembangan Kemampuan Motorik Halus 92 Batas atas dan bawah pada baseline A1 tidak ada yang tumpang tindih dengan fase inetervensi yang memiliki batas bawah 70 dan batas atas 81. Gambar visual kondisi data overlap dari BA2 disajikan pada gambar 10. Data Overlap Intervensi B dengan Baseline A2 Gambar 10. Data Overlap Intervensi B dengan Baseline A2 Dari grafik diatas kondis A2B tidak ada data yang overlap antara kondisi Intervensi dengan Baseline A2. Data overlap dari kedua grafik diatas dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 25. Data Persentase Overlap Perbandingan Kondisi BA1 A2B Persentase overlap Dari hasil analisis data antar kondisi di atas, berikut disajikan tabel rangkuman hasil analisis antar kondisi: 70 72 72 81 80 81 87 87 90 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Sesi 4 Sesi 5 Sesi 6 Sesi 7 Sesi 8 Sesi 9 Sesi 10 Sesi 11 Sesi 12 Perkembangan Kemampuan Motorik Halus 93 Tabel 26. Data Rangkuman Hasil Analisis Antar Kondisi Perubahan Kondisi A1B BA2 Jumlah Variabel yang diubah 1 1 Perubahan kecenderungan arah dan efeknya + + + + Positif Positif Perubahan kecenderungan Stabilitas Stabil ke stabil Stabil ke stabil Perubahan Level 70-62 +8 87-81 +6 Persentase overlap Selain analisis dalam kondisi dan antar kondisi yang telah dijabarkan diatas, berikut perhitungan mean level pada masing-masing fase yaitu fase Baseline A1, Intervensi, dan Baseline A2 dapat dibuat grafik sebagai berikut: Gambar 11. Mean Level Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Fase Baseline A1, Intervensi, dan Baseline A2 58.00 76.00 88.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 Baseline-1 Intervensi Baseline-2 94 Dari grafik diatas dapat terlihat jelas peningkatan dari fase baseline A1, intervensi, dan baseline A2. Pada baseline A1 menunjukkan mean level pada taraf pencapaian 58, pada fase intervensi menunjukkan peningkatan dari fase sebelumnya yaitu dengan taraf pencapaian 76. Fase terakhir sebagai fase baseline A2 menunjukkan taraf pencapaian 88. Penghitungan mean level tersebut menunjukkan bahwa semakin meningkatnya taraf pencapaian kemampuan motorik halus pada subjek.

G. Pembahasan

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian adalah keefektivan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 3 di SLB N Pembina Yogyakarta. Keefektivan permainan bubur kertas dapat diketahui dengan cara membandingkan data hasil tes kemampuan motorik halus subjek sebelum diberikan intervensi, saat intervensi, dan dengan kemampuan subjek setelah diberikan intervensi. Pada baseline A1 taraf pencapaian subjek berada pada rentang 55-62 dan mean level yang diperoleh adalah 58.00. Pada baseline A1 belum diterapkannya permainan bubur kertas dan merupakan kemampuan awal subjek yang masih belum mampu membuka dan menutup jari-jari tangan satu persatu, menjimpit, memegang pensil dengan benar, dan belum mampu menempel gambar. Pada baseline A1 menunjukkan bahwa kemampuan motorik halus subjek masih lemah karena belum adanya latihan khusus, hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Mumpuniarti 2009: 25 bahwa kemampuan anak tunagrahita kategori sedang 95 lemah sekali. Begitupula yang disampaikan oleh Rochyadi 2005: 117 bahwa kesulitan dalam melakukan kegiatan bina diri serta kegiatan yang menggunakan motorik halus lebih nampak terutama pada mereka yang derajat ketunagrahitaanya tergolong sedang. Pada pelaksanaan intervensi dengan cara permainan bubur kertas sebanyak 6 kali didapatkan mean level berada pada 76.00. Meningkat 18 dari mean level baseline A1. Pada saat intervensi diterapkannya langkah- langkah permainan bubur kertas yang memodifikasi langkah permainan dari Agus F. Tangkyong 1994 dan Sumantri 2005. Langkah-langkah yang digunakan ialah peneliti memberikan bubur kertas kepada subjek, peneliti mengenalkan kepada subjek nama dan kegunaan bubur kertas, peneliti mengajarkan membuat berbagai macam bentuk sesuai dengan tema di setiap pertemuan Peneliti membantu memegang tangan subjek dan membantu menggerakkannya, kemudian subjek diminta membuat sendiri mengambil, memegang, menekan, menempel, membentuk,dan menaruh bubur kertas, memberikan pujian jika subjek berhasil melakukan sendiri, dan jika belum sempurna, peneliti memberikan koreksi dan diberi dorongan agar hasilnya lebih baik. Gerakan yang ada dalam permainan berupa meremas, mengambil, menjimpit, dan membentuk bubur kertas merupakan gerakan yang dapat melatih kemampuan mototik halus dalam gerak jari-jemari tangan. Gerakan- gerakan tersebut dilakukan secara berulang-ulang hingga 6 kali pertemuan sehingga subjek menunjukkan keluwesan, ketepatan, koordinasi, dan 96 keterampilan jari yang lebih baik dari pada fase sebelumnya. Kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang dan memerlukan waktu yang lama untuk mencapai kemampuan motorik halus dalam menggerakkan jari-jemari anak tunagrahita kategori sedang tersebut sejalan dengan penjelasan dari Mumpuniarti 64: 2000 bahwa untuk mencapai kemampuan motorik halus yang optimal diperlukan latihan berulang-ulang dengan waktu yang lama dibandingkan anak normal. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan dari Tin Suharmini dalam Purwandari, 2005: 101 latihan khusus yang dapat diberikan untuk mengembangkan kemampuan motorik halus antara lain meremas dan memegang benda serta pendapat dari Sumantri 2005: 152 bahwa pengembangan kemampuan motorik halus dapat dilakukan dengan cara membentuk. Penjelasan lain diperkuat dengan manfaat yang disampaikan oleh Mayke S. Tedjasaputra 2005: 55 yang menjelaskan bahwa permainan bubur kertas yang termasuk ke dalam permainan konstruktif dapat mengembangkan kemampuan motorik halus. Gerakan-gerakan saat intervensi seperti meremas, memegang, membentuk, menekan, dan menjimpit tersebutlah yang membantu subjek dapat melakukan tes dengan indikator menggerakkan jari-jemari, memegang benda, menjimpit, dan menempel. Saat pelaksanaan intervensi ditemukan pula bahwa dengan bahan bubur kertas subjek dapat mudah membentuk berbagai macam bentuk karena bubur kertas terbuat dari bahan yang ringan sehingga mudah dibentuk. Demikian yang disampaikan oleh Nurwarjini 2006: 1 menjelaskan bahwa kertas 97 merupakan bahan yang ringan dan mudah digunakan serta memiliki karakter yang cukup unik, terdiri dari bahan tipis dan rata yang dihasilkan dari kompresi serat. Bahan yang ringan dan mudah dibentuk tersebut memudahkan subjek untuk melakukan gerakan-gerakan yang menjadi indikator dalam tes kemampuan motorik halus. Hasil pengamatan terhadap perilaku subjek dalam pelaksanaan intervensi menunjukkan perasaan senang, selalu tertawa dan tertarik dengan permainan bubur kertas. Perhatian subjek juga baik ketika dilakukannya intervensi, hanya saja beberapa kali subjek tertarik dengan hal lain pesawat lewat karena dilakukan di luar kelas tetapi subjek memperhatikan kembali. Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan oleh Sunardi Sunaryo 2007: 134 mengemukakan prinsip penting dalam mengembangkan kemampuan motorik halus agar mencapai hasil yang maksimal ialah situasinya menyenangkan, sambil bermain, perlunya pemberian kesempatan untuk belajar dan berlatih. Sama halnya disampaikan oleh Hurlock 1978: 320 bahwa dengan melakukan bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya. Pada fase kontrol A2 dilakukan tes sebanyak 3 kali dan diperoleh hasil mean level berada pada 88. Dengan hasil pada fase baseline A2 ini maka dapat dibandingkan perkembangan kemampuan motorik halus yang tampak pada subjek saat baseline A1 dengan baseline A2. Persentase peningkatan mean level yang diperoleh dari fase baseline A1 ke baseline A2 yaitu 58.00 menjadi 88, hal ini berarti terjadi kenaikan sebesar 30

Dokumen yang terkait

KEAKTIFAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS V B DALAM PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PEMBERIAN REWARD DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

0 1 263

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III MELALUI BERMAIN PLAYDOUGH/ADONAN DI SEKOLAH LUAR BIASA DAMAYANTI YOGYAKARTA.

1 7 215

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBILANG BAGI ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN MELALUI METODE PERMAINAN SNOWBALL THROWING DI KELAS I SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 SLEMAN.

0 3 350

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPAKAIAN PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS IV DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

1 1 252

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENCUCI PAKAIAN PADA SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS VA DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

0 1 275

PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR TULISAN LABEL BUNGKUS MAKANAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA FUNGSIONAL PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS VI SD DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

1 29 225

PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SLB NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

0 9 186

TINGKAT KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN DI SLB NEGERI PEMBINA GIWANGAN UMBULHARJO YOGYAKARTA.

1 4 102

Efektivitas model pembelajaran “rombel” terhadap kompetensi keterampilan vokasional siswa tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyaka

0 0 6

PENGARUH PERMAINAN EDUKATIF MERONCE TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MERONCE PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG

0 1 6