EFEKTIVITAS PERMAINAN BUBUR KERTAS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

(1)

i

EFEKTIVITAS PERMAINAN BUBUR KERTAS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA

TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Tri Haryanti NIM 11103241055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR BIASA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan.”

(Q.S. Al- Insyiroh: 6)

“Menjadi sebuah kebahagiaan manakala amanah mendidikan anak-anak istimewa ini dapat tertangani dengan baik, tumbuh dan berkembangan secara

optimal. Wajah polos mereka, tatapan kosong, gerak tanpa makna kan dibuat menjadi berarti, hingga kan terdengan kata-kata dan terlihat senyum mereka

penuh makna”

(Siti Ma’rifah)

“Berusaha dan berdoa adalah awal dari segalanya”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku: Bapak Diso dan Ibu Suparmi. 2. Almamaterku.


(7)

vii

EFEKTIVITAS PERMAINAN BUBUR KERTAS TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA

TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA

YOGYAKARTA

Oleh Tri Haryanti NIM 11103241055

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Pembina Yogyakarta.

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode eksperimen, jenis penelitian single subject research (SSR). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain A-B-A. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tes dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan menggunakan statistik deskriptif kemudian dianalisis berdasarkan analisis dalam kondisi dan antar kondisi dengan penyajian data melalui grafik garis.

Hasil penelitian membuktikan bahwa permainan bubur kertas efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta. Hal ini ditunjukkan karena adanya peningkatan persentase mean level dari baseline (A1) ke baseline (A2). Persentase

mean level pada baseline (A1) yaitu 58% dan pada baseline (A2) menjadi 88%.

Berdasarkan hasil tersebut berarti terjadi peningkatan dari baseline (A1) ke

baseline (A2) sebesar 30%. Peningkatan tersebut terjadi setelah diterapkannya

permainan bubur kertas yang terdapat gerakan meremas, menjimpit, mengambil, dan menempel. Meningkatnya mean level tersebut menunjukkan adanya peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III. Efektivitas permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus , ditunjukkan pula dengan tidak adanya data yang overlap (tumpang tindih) antara

baseline (A1) dengan intervensi dan intervensi dengan baseline (A2). Hal tersebut

menunjukkan baiknya pengaruh intervensi terhadap target behavior (perilaku sasaran).

Kata kunci : permainan bubur kertas, kemampuan motorik halus, anak


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul ”Efektivitas Permainan Bubur Kertas Terhadap Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Siswa Tunagrahita Kategori Sedang Kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta” pada tahun ajaran 2014/2015 dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Penulisan dan penelitian tugas akhir skripsi ini dilaksanakan guna melengkapi sebagian persayaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini bukanlah keberhasilan individu semata, namun berkat bantuan dan bimbingan dari semua pihak, oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dari masa awal study sampai dengan terselesaikannya tugas akhir skripsi ini,

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian,

3. Ibu Dr. Mumpuniarti, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan izin penelitian, memberikan dukungan, dan telah banyak menyediakan waktu untuk


(9)

ix

memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Suparno, M. Pd., Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan semangat sehingga penulis mampu memenuhi janji tertulis, 5. Seluruh bapak dan ibu dosen PLB FIP UNY yang telah memberikan

bimbingan dan ilmu, sehingga penulis memperoleh keterampilan untuk belajar bersama ABK,

6. Bapak Rejokirono, M. Pd., Kepala Sekolah SLB N Pembina Yogyakarta yang telah berkenan menerima dan memberikan izin untuk melaksanakan penelitian,

7. Ibu Nurkhasanah, S. Pd., Wakil Kepala Sekolah bagian Kesiswaan yang telah menerima dan membantu pelaksanaan penelitian,

8. Bapak Sukardi, S. Pd., Guru Kelas yang telah memberikan bimbingan, bantuan, kerjasama, dan kesediaannya memberikan informasi selama penelitian,

9. Keluarga besar SLB Negeri Pembina Yogyakarta khususnya salah seorang siswa kelas III C1 selaku subjek penelitian,

10.Kedua orang tua siswa yang menjadi subjek penelitian yang telah memberikan informasi serta dukungan terhadap berlangsungnya penelitian,

11.Kedua orang tua: Bapak Diso dan Ibu Suparmi, terima kasih atas semua pengertian, kerja keras, kasih sayang, dukungan serta doa yang telah dipanjatkan,


(10)

x

12.Teman-teman seperjuangan teruntuk Devi, Dina, Kunti, Septi, Umi, Riska, Nia, Desti, Noorita, Pipin, dan Wulan terima kasih atas dukungan, semangat, motivasi, serta saran sehingga dapat terselesaikannya tugas akhir skripsi ini. 13.Teman-teman satu angkatan PLB khususnya PLB B 2011, terima kasih atas

dukungan dan motivasinya selama ini.

14.Semua pihak yang telah memberi dukungan dan motivasi yang tidak dapat penulis sebutkan secara satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini tentu masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan pembuatan laporan dikemudian hari. Semoga tugas akhir skripsi ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca. Aamiin.

Wassalammu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, Juni 2015

Penulis


(11)

xi

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUA ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

G. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Anak Tunagrahita Kategori Sedang ... 11

1. Pengertian Anak Tunagrahita Kategori Sedang ... 11

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Kategori Sedang ... 13

B. Kemampuan Motorik Halus 1. Pengertian Motorik halus ... 14

2. Perkembangan Motorik Halus ... 17 3. Kemampuan Motorik Halus


(12)

xii

Anak Tunagrahita Kategori Sedang ... 19

4. Fungsi Motorik Halus ... 21

5. Prinsip dalam Pengembangan Motorik ... 23

6. Pengembangan Motorik Halus ... 26

C. Permainan ... 27

1. Pengertian Permainan ... 27

2. Jenis-Jenis Permainan ... 28

3. Fungsi Permainan ... 30

D. Permainan Bubur Kertas ... 32

1. Pengertian Permainan Konstruktif ... 32

2. Pengertian Bubur kertas ... 34

3. Manfaat Permainan Bubur Kertas ... 36

4. Langkah Penerapan Permainan Bubur Kertas ... 37

E. Penelitian yang Relevan ... 39

F. Kerangka Pikir ... 41

G. Perumusan Hipotesis ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 44

B. Desain Penelitian ... 44

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

D. Subjek Penelitian ... 48

E. Variabel Penelitian ... 48

F. Setting Penelitian ... 49

G. Teknik Pengumpulan Data ... 49

H. Instrumen Penelitian ... 50

I. Prosedur Penelitian ... 53

J. Uji Validitas Instrumen ... 56

K. Pengolahan dan Analisis Data ... 57

L. Keefektifan Permainan Bubur Kertas ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ... 62


(13)

xiii

B. Jenis Penelitian ... 64

C. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 66

1. Deskripsi Data Hasil Baseline (A1) ... 66

2. Deskripsi Pelaksanaan Intervensi ... 68

3. Deskripsi Data Hasil Intervensi ... 74

4. Deskripsi Data Hasil Baseline (A2) ... 81

D. Deskripsi Analisis Data ... 83

1. Deskripsi Analisis dalam Kondisi ... 83

2. Deskripsi Analisis Antar Kondisi ... 88

E. Pembahasan ... 94

F. Keterbatasan Penelitian ... 99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 103


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Adonan Bubur Kertas ... 36

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir ... 43

Gambar 3. Desain Penelitian A-B-A ... 45

Gambar 4. Hasil Baseline (A1) ... 67

Gambar 5. Hasil Intervensi (B) ... 80

Gambar 6. Hasil Baseline (A2) ... 82

Gambar 7. Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Fase Baseline (A1), Intervensi, dan Baseline (A2) ... 83

Gambar 8. Estimasi Kecenderungan Arah ... 85

Gambar 9. Data Overlap Baseline (A1) dengan Intervensi (B) ... 91

Gambar 10. Data Overlap Intervensi (B) dengan Baseline (A2) ... 92

Gambar 11. Mean Level Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Fase Baseline (A1), Intervensi, dan Baseline (A2) ... 93


(15)

xv

DAFTAR TABEL

hal

Table 1.Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 48

Tabel 2. Kisi-Kisi Instrument Tes Kemampuan Motorik Halus Siswa ... 51

Tabel 3. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus Baseline (A1) ... 66

Tabel 4. Skor Tes Baseline (A1) dan Taraf Pencapaian Kemampuan Motorik Halus ... 67

Tabel 5. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus sesi-1 Intervensi ... 74

Tabel 6. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus sesi-2 Intervensi ... 75

Tabel 7. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus sesi-3 Intervensi ... 76

Tabel 8. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus sesi-4 Intervensi ... 77

Tabel 9. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus sesi-5 Intervensi ... 78

Tabel 10. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus sesi-6 Intervensi ... 79

Tabel 11. Hasil Pencapaian Kemampuan Motorik Halus Fase Intervensi 80 Tabel 13. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus Fase Baseline (A2) ... 81

Tabel 13. Perkembangan Kemampuan Motorik Halus Baseline (A2) ... 82

Tabel 14. Panjang Kondisi Penelitian ... 83

Tabel 15. Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Motorik Halus ... 85

Tabel 16. Tingkat Stabilitas Kemampuan Motorik Halus ... 86

Tabel 17. Kecenderungan Arah Kemampuan Motorik Halus ... 87

Tabel 18. Level Stabilitas dan Rentang Perkembangan Kemampuan Motorik Halus ... 87

Tabel 19. Level Perubahan Perkembangan Kemampuan Motorik Halus ... 88

Tabel 20. Data Rangkuman Analisis Visual dalam Kondisi ... 88

Tabel 21. Data JumlahVariabel yang diubah ... 89

Tabel 22. Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya ... 89

Tabel 23. Perubahan Kecenderungan Stabilitas ... 90

Tabel 24. Data Perubahan Kecenderungan Stabilitas ... 90

Tabel 25. Data Persentase Overlap ... 92


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Instrumen Tes Kemampuan Motorik Halus ... 107

Lampiran 2. Rubrik Penilaian ... 108

Lampiran 3. Hasil Tes Kemampuan Motorik Halus ... 109

Lampiran 4. Rancangan Pembelajaran Individual ... 111

Lampiran 5. Hasil Penghitungan Kecenderungan Stabilitas ... 117

Lampiran 6. Foto Kegiatan ... 120

Lampiran 7. Hasil Tes Menempel ... 122

Lampiran 8. Surat Validitas Instrumen Tes ... 125


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak tunagrahita kategori sedang merupakan anak yang memiliki hambatan kognisi, akan tetapi dapat dilatih keterampilan hidup sehari-hari yang bersifat sederhana. Keterbatasan kognisi yang dimiliki tersebut, akan mempengaruhi kemampuan lain yang ada pada anak. Salah satu kemampuan yang dipengaruhi adalah kemampuan motorik halus. Kemampuan motorik halus merupakan kemampuan untuk menggunakan otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dan tangan (Sumantri, 2005: 143). Kemampuan motorik halus anak tunagrahita merupakan efek dari hambatan kognisi yang dialaminya (Purwandari, 2005: 100). Semakin lemahnya kemampuan kognisi anak tunagrahita maka akan semakin lemah pula kemampuan motorik halus yang dimiliki. Menurut Mumpuniarti (2009: 25) siswa tunagrahita kategori sedang memiliki koordinasi motorik halus yang lemah sekali.

Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita kategori sedang perlu ditekankan pada program kemandirian dan program bekerja di lingkungan sosial (Mumpuniarti, 2007: 29). Program kemandirian mencakup berpakaian, makan, berhias diri dan kegiatan lainnya. Untuk mencapai tujuan program tersebut, salah satu faktor pendukungnya adalah kemampuan motorik halus. Kondisi kemampuan motorik halus yang dimiliki anak tunagrahita kategori sedang yang menunjukkan lemahnya pada kemampuan tersebut, maka akan


(18)

2

menghambat tercapainya tujuan program kemandirian. Hal tersebut sama halnya dengan yang disampaikan oleh Endang Rochyadi (2005:113) bahwa kelemahan kemampuan motorik halus akan mempengaruhi kemampuan dalam menulis, melakukan pekerjaan rutin seperti mengancingkan baju, menalikan tali sepatu, memegang sendok, garpu dan aktivitas lainnya. Menurut Sutjihati Sumantri (1996: 88) anak tunagrahita harus dapat melakukan gerak-gerak dasar terlebih dahulu sebelum dilatihkan pada kemampuan yang lebih kompleks, salah satu gerakan dasar tersebut adalah gerak jari-jemari. Anak tunagrahita kategori sedang memerlukan latihan khusus untuk dapat menguasai gerak-gerak dasar tersebut. Menurut Tin Suharmini (dalam Purwandari, 2005: 101) latihan khusus yang dapat diberikan untuk mengembangkan kemampuan motorik halus antara lain meremas dan memegang benda.

Hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelas III C1 Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB N) Pembina Yogyakarta, menemukan indikasi adanya masalah. Masalah yang ditemukan ialah seorang siswa tunagrahita kategori sedang kelas III memiliki kemampuan motorik halus yang lemah. Hal tersebut ditunjukkan dengan gerak jari-jari tangan siswa terlihat lemas dan belum luwes. Hal tersebut ditunjukkan ketika siswa diminta menggunting, siswa belum mampu menggerakkan gunting dengan benar, belum mampu untuk memegang pensil dengan benar, yang merupakan keterampilan dasar dalam menulis. Saat kegiatan bina diri menggunakan sepatu, siswa belum mampu merekatkan perekat sepatu. Hasil wawancara dengan guru kelas


(19)

3

diketahui bahwa siswa sering tidak mau mengerjakan latihan/kegiatan yang menggunakan aktivitas keterampilan gerak tangan.

Berdasarkan hasil observasi, guru kelas telah mencobakan beberapa cara agar kemampuan motorik halus siswa dapat berkembang. Cara-cara yang telah ditempuh guru diantaranya mewarnai, menggunting, bermain menyusun balok, dan menempel. Siswa sering tidak mau untuk melakukan kegiatan yang diberikan oleh guru kelas tersebut. Akibat dari hal tersebut, kemampuan motorik halus siswa belum dapat dilatih secara maksimal. Dilihat dari cara yang digunakan, cara-cara tersebut membutuhkan keterampilan dasar menggerakkan jari-jari tangan secara luwes. Misalnya mewarnai, ketika mewarnai dibutuhkan kemampuan siswa untuk memegang pensil warna dengan benar, ketika menggunting dibutuhkan pula gerak jari tangan siswa untuk menggerakkan gunting secara tepat, dan ketika menempel dibutuhkan pula koordinasi antara jari tangan dengan mata. Kelemahan siswa dalam keluwesan gerak jari-jemari tentunya belum mampu untuk melakukan kegiatan tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada penelitian ini akan mencobakan cara yang mudah dan sederhana sehingga dapat dilakukan oleh siswa dan siswa dapat terlibat aktif dalam latihan pengembangan kemampuan motorik halus. Pada penelitian ini akan mencobakan permainan bubur kertas untuk melatih kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang di kelas III C1 SLB N Pembina Yogyakarta.


(20)

4

Permainan merupakan cara yang menyenangkan dan tidak membuat bosan ketika pembelajaran. Permainan dapat mengembangkan semua aspek seperti aspek kognitif, bahasa, sosial, emosi dan motorik. Penelitian ini memfokuskan pada permainan konstruktif karena terdapat kegiatan membentuk. Membentuk dapat menggunakan bahan-bahan seperti tanah liat, plastisin, lilin (malam) adonan atau sejenisnya yang aman bagi siswa (Sumantri, 2005: 152). Pada penelitian ini, akan mencobakan permainan dengan menggunakan bahan bubur kertas untuk meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta. Alasan peneliti memilih permainan bubur kertas karena permainan ini banyak menggunakan aktivitas gerak jari-jemari tangan untuk membuat bentuk sederhana. Gerak-gerak yang ada pada permainan bubur kertas yaitu membentuk sebuah bentuk sederhana yang didalamnya terdiri dari kegiatan mengambil, menjimpit, memegang, meremas, dan menaruh bubur kertas. Secara tidak langsung, gerakan-gerakan tersebut melatih kemampuan dalam keluwesan gerak jari-jemari anak.

Bahan yang digunakan dalam permainan ini adalah adonan bubur kertas yang terbuat dari kertas bekas dan tepung. Bahan tersebut aman bagi anak karena terbuat dari bahan kertas bekas dan tepung yang tidak mengandung zat yang berbahaya. Adonan bubur kertas dapat dibuat dengan mudah dan dapat disesuaikan kelunakkannya sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemakainya.


(21)

5

Pertimbangan lain peneliti memilih permainan bubur kertas ialah pernah dilakukannya penelitian sejenis yang dilakukan oleh Suryani Nurfaidah (2011) mengenai keefektivan pembelajaran dengan menggunakan

paper clay (bubur kertas) terhadap peningkatan kemampuan motorik halus.

Pada penelitiannya didapatkan hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan paper clay (bubur kertas) dapat meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang khususnya dalam hal menulis. Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Devry Pramestri Putri (2014) didapatkan hasil yang sama yaitu okupasi paper clay dapat meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 2 di SLB Dharma Rena Ring Putra 1 Yogyakarta. Dengan adanya penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa dengan pembelajaran dan okupasi menggunakan bahan bubur kertas efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang, maka peneliti akan mencobakan permainan bubur kertas bagi siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta. Dengan demikian, peneliti merumuskan judul efektivitas permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 3 di SLB Negeri Pembina Yogyakarta.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah yang telah peneliti paparkan pada latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:


(22)

6

1. Siswa Tunagrahita kategori sedang kelas III memiliki kemampuan motorik halus yang lemah, hal tersebut ditunjukkan dengan gerak jari-jari tangan siswa terlihat lemas dan belum luwes.

2. Keterampilan motorik halus siswa belum dapat dilatih secara maksimal karena siswa sering tidak mau melakukan kegiatan latihan keterampilan motorik halus yang diberikan.

3. Telah dicobakan beberapa cara untuk mengembangkan kemampuan motorik halus seperti kegiatan mewarnai, menulis, menggunting, menyusun balok, dan menempel tetapi siswa tetap tidak mau melakukan. 4. Cara yang diberikan untuk melatih kemampuan motorik halus memerlukan

keterampilan dasar gerak jari-jemari secara terampil sehinga siswa masih kesulitan untuk melakukannya, oleh karena itu dibutuhkan cara yang mudah dan dapat dilakukan oleh siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah pada nomor 1 dan 4, yaitu siswa tunagrahita kategori sedang kelas III memiliki kemampuan motorik halus yang lemah yang ditunjukkan dengan jari-jari tangan siswa terlihat lemas dan belum luwes, serta kegiatan yang diberikan memerlukan keterampilan dasar gerak jari-jemari tangan secara terampil sehinga siswa masih kesulitan untuk melakukannya, dengan demikian dibutuhkan cara yang mudah dilakukan oleh siswa.


(23)

7

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

dibatasi permasalahannya, maka dapat dirumuskan menjadi: “Bagaimanakah

keefektifan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

Peneliti berharap bahwa hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan masukan pembelajaran kepada para pendidik dalam mengembangkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang.

2. Kegunaan praktis a. Bagi siswa

Sebagai cara untuk dapat mengembangkan kemampuan motorik halus menjadi lebih baik.


(24)

8 b. Bagi guru

Dapat menambah sumber referensi cara melatih kemampuan motorik halus bagi siswa tunagrahita kategori sedang

c. Bagi sekolah

Bagi sekolah sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan pelaksanaan pembelajaran kaitannya dengan siswa tunagrahita kategori sedang.

G. Definisi Operasional

1. Permainan Bubur Kertas

Permainan bubur kertas adalah permainan dengan cara membentuk sebuah bentuk dengan menggunakan bahan bubur kertas. Bubur kertas merupakan sebuah adonan dari kertas dan tepung yang menyerupai bubur. Bubur kertas dapat dibuat dengan mudah menggunakan kertas-kertas bekas. Langkah-langkah penerapan permainan bubur kertas dalam penelitian adalah 1) Memberikan bubur kertas dan lembar plastik kepada siswa, 2) Mengenalkan kepada siswa nama dan kegunaan bubur kertas, 3) Mengajarkan cara membuat berbagai macam bentuk sesuai dengan tema pada setiap pertemuan (pada penelitian ini menggunakan bentuk bulat, cetakan hewan kelinci, cetakan bunga, dan cetakan buah-buahan), 4) Siswa diminta melakukan kegiatan mengambil, memegang, meremas, menjimpit, membentuk, dan menaruh bubur kertas (Pada kegiatan membentuk dengan bantuan peneliti) , 5) Memberikan pujian jika siswa berhasil melakukan sendiri, 6) Jika belum sempurna, memberikan bantuan kepada siswa untuk


(25)

9

membuat bubur kertas dan memberikan dorongan agar hasilnya lebih baik. Keefektifan permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus dilihat dari adanya peningkatan kemampuan motorik halus sebelum diberikan intervensi dan setelah diberikan intervensi dan kecilnya persentase overlap (Tumpang tindih).

2. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini adalah kemampuan optimal dalam menggerakakan jari-jemari yang meliputi unsur keluwesan dan ketepatan sehingga dapat melakukan keterampilan yang lebih kompleks setelah penerapan permainan bubur kertas. Kriteria dalam pencapaian kemampuan motorik halus yang optimal adalah adanya perbedaan yang lebih baik dari fase

baseline (A1), intervensi (B), dan baseline (A2) setelah menggunakan

permainan bubur kertas. Kemampuan motorik halus dalam penelitian ini difokuskan pada aspek menggerakkan jari-jari tangan, menggenggam, mengambil benda, menjimpit, memegang pensil, dan menempel.

3. Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini adalah siswa kelas III C1 di SLB N Pembina Yogyakarta yang memiliki kemampuan motorik halus lemah yang ditunjukkan dengan gerak jari-jari tangan siswa terlihat lemas dan belum luwes. Siswa sering tidak mau melakukan kegiatan yang berhubungan dengan latihan keterampilan motorik halus ketika di kelas seperti mewarnai, menempel, menggunting dan kegiatan


(26)

10

lainnya. Dengan demikian diberikan cara yang dapat dilakukan dengan mudah oleh siswa dan memungkinkan siswa belajar menggerakkan jari-jemari secara terampil melalui permainan bubur kertas.


(27)

11

BAB II KAJIAN TEORI

A. Anak Tunagrahita Kategori Sedang

1. Pengertian Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita merupakan anak yang memiliki hambatan intelektual. Salah satu klasifikasi anak tunagrahita adalah tunagrahita kategori sedang. Dalam bukunya Mumpuniarti (2007:13) menjelaskan anak tunagrahita kategori sedang memiliki tingkat kecerdasan yang berkisar antara 30 sampai dengan 50, anak ini mampu mengurus dirinya sendiri, melakukan adaptasi sosial di lingkungan terdekatnya serta mampu mengerjakan pekerjaan rutin dengan pengawasan orang dewasa. Definisi tersebut sama halnya dengan pengertian anak tunagrahita kategori sedang oleh Hallahan, Kauffman, dan Pullen (2009: 149) yang menjelaskan bahwa tunagrahita kategori sedang merupakan klasifikasi tunagrahita yang memiliki IQ berkisar antara 35 sampai dengan 50.

Kedua pendapat tersebut sama-sama menjelaskan tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita kategori sedang berkisar antara 30 sampai dengan 50. Menurut P. Manday dan Milis (dalam Moh. Amin, 1995:25) menyebutkan bahwa “Anak Tunagrahita Kategori Sedang dapat mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak normal usia tujuh tahun”. Tingkat IQ yang berada diantara 30 sampai dengan 50, anak tunagrahita kategori sedang dapat mencapai umur kecerdasaan yang sama dengan anak normal usia 7 tahun pada usia dewasa.


(28)

12

Menurut Mohammad Efendi (2006: 90) anak tunagrahita kategori sedang adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan yang rendah sehingga hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya. Taraf kecerdasaan yang berada yang rendah sesuai dengan definisi di atas, anak ini hanya dapat dilatih kemampuan untuk melakukan aktivitas bina diri, adaptasi sosial di lingkungan terdekat dan kemampuan untuk dapat melakukan pekerjaan rutin.

Aktivitas bina diri yang dapat dilakukan diantaranya seperti makan, minum, berpakaian, berhias, memakai sepatu, buang air besar dan kecil serta bina diri lainnya yang ada di kehidupan sehari-hari. Adaptasi sosial di lingkungan terdekat juga dapat dilakukan oleh anak tunagrahita kategori sedang misalnya seperti bermain dengan teman, berkomunikasi sederhana dan adaptasi lainnya. Anak tunagrahita kategori sedang dapat pula dilatih keterampilan sederhana seperti membatik, mencuci sepeda motor, menyapu dan beberapa keterampilan lainnya. Soetjiningsih (1995: 196) menjelaskan bahwa siswa tunagrahita kategori sedang dengan taraf intelektual sampai dengan kelas 2 SD dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu.

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini adalah anak yang memiliki kecerdasan yang rendah sehingga hanya mampu mencapai umur kecerdasaan yang sama dengan anak normal usia 7 tahun pada usia


(29)

13

dewasa. Anak tunagrahita kategori sedang hanya dapat dilatih kemampuan dalam bina diri yang sederhana, adaptasi lingkungan sosial terdekat di sekitar anak, dan dapat dilatih keterampilan sederhana dengan pengawasan orang dewasa.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita kategori sedang ialah anak yang memiliki taraf intelektual hanya sampai dengan kelas 2 SD pada usia dewasa dan dapat dilatih kemampuan bina diri serta keterampilan sederhana. Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang menurut Mumpuniarti (2007: 25) dari aspek fisik, anak ini menampakkan kecacatannya yang pada kategori ini banyak ditemukan tipe down’s syndrome dan brain damage, serta koordinasi motorik halus lemah sekali. Dari aspek psikis, anak ini setaraf dengan anak usia 7 atau 8 tahun dengan menunjukkan tidak mempunyai inisiatif, kekanak-kanakan sering melamun atau sebaliknya hiperaktif. Karakteristik sosial kurang baik, tidak memiliki rasa etis, terima kasih, belas kasihan dan keadilan.

Menurut Moh. Amin (1995: 39) Tunagrahita kategori sedang tidak dapat mempelajari pelajaran yang bersifat akademik, belajar secara membeo, perkembangan bahasa terbatas, selalu bergantungan kepada orang lain, dapat membedakan bahaya dan bukan bahaya, mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi, dan pada usia dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang


(30)

14

sama dengan umur 7 tahun atau 8 tahun. Karakteristik anak tunagrahita kategori sedang juga disampaikan oleh Muhammad Efendi (2006: 92) bahwa anak tunagrahita memiliki karakteristik berfikir secara kongkrit, kesulitan dalam konsentrasi, memiliki kemampuan sosial yang terbatas, tidak mampu menyimpan isntruksi yang sulit, dan kurang mampu dalam menganalisis dan memilih kejadian yang dihadapi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakterisik anak tunagrhita kategori sedang dalam penelitian ini adalah anak yang berfikir secara kongkrit, memiliki kemampuan sosial yang terbatas, tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit, memiliki koordinasi motorik halus yang lemah sekali, dapat membedakan bahaya dan tidak bahaya, dan mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri.

B. Kemampuan Motorik Halus 1. Pengertian Motorik Halus

Kemampuan motorik merupakan salah satu aspek penting yang perlu dikembangkan bagi individu karena merupakan salah satu aspek pendukung dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut Sumantri (2005: 47) perkembangan motorik sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Semakin bertambahnya usia maka akan semakin lebih baik kemampuan motorik yang dimiliki. Perkembangan motorik merupakan proses bertahap dan berkesinambungan dari yang sederhana, tidak terorganisasi, tidak terampil menjadi kemampuan yang lebih kompleks, terorganisasi dengan baik dan ke arah penyesuaian keterampilan.


(31)

15

Menurut Hurlock (1978: 150) Sebelum perkembangan terjadi, anak tidak berdaya dan kondisi tidak berdaya tersebut akan berubah secara cepat. Perubahan tersebut, diawali pada usia 4 atau 5 tahun pertama, yang ditunjukkan dengan anak dapat mengendalikan gerakan yang kasar dan setelah usia 5 tahun terjadi perkembangan yang besar pada pengendalian koordinasi yang lebih baik yang melibatkan otot-otot yang lebih kecil. Lebih jelasnya dijelaskan oleh Sunardi dan Sunaryo (2007: 113) yang menyatakan bahwa “Perkembangan motorik umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perkembangan motorik kasar dan motorik halus”. Motorik kasar merupakan kemampuan gerak tubuh yang menggunakan oto-otot besar seperti pada kegiatan duduk, menendang, lari, naik turun tangga dan sebagainya (Sunardi & Sunaryo, 2007: 114). Pada masalah kali ini, akan lebih ditekankan pada perkembangan kemampuan motorik halus.

Menurut Andang Ismail (2006: 84) menjelaskan motorik halus sebagai berikut:

Motorik halus adalah gerakan yanga dilakukan oleh bagian tubuh tertentu yang tidak membutuhkan tenaga besar atau otot besar tetapi hanya melibatkan sebagian anggota tubuh yang dikoordinasikan antara mata dan tangan atau kaki.

Menurut Yudha M. Saputra & Rudyanto (2005:118) menjelaskan “motorik halus merupakan keterampilan anak menggunakan otot-otot halus (kecil) seperti meremas, menggenggaam, menggambar, menyusun balok dan memasukkan kelereng”. Motorik halus juga didefinisikan sebagai ketangkasan atau keterampilan tangan, jari-jari serta pergelangan


(32)

16

tangan serta penguasaan terhadap otot-otot dan urat wajah (Kartini Kartono, 1988: 97).

Definis mengenai motorik halus juga disampaikan oleh Rahyubi (2012: 222) motorik halus didefinisikan sebagai keterampilan yang memerlukan kemampuan untuk mengkoordinasikan atau mengatur otot-otot kecil. Koordinasi otot-otot-otot-otot kecil tersebut oleh Mahendra (dalam Sumantri, 2005: 143) ditujukan untuk mencapai pelaksanaan keterampilan yang berhasil. Keterampilan yang dimaksud merupakan keterampilan yang memerlukan koordinasi mata dan tangan (Magil dalam Sumantri, 2005: 143). Contoh dari keterampilan yang memerlukan koordinasi mata dan tangan adalah menulis, mewarnai, bermain piano, makan, minum, dan kegiatan lainnya. Menurut Sumantri (2005: 143) Keterampilan motorik halus adalah pengorganisasian penggunaan sekelompok otot-otot kecil seperti jari-jemari dan tangan yang sering membutuhkan kecermatan dan koordinasi mata dengan tangan. Menurut Santrock (2007: 216) keterampilan motorik halus anak merupakan keterampilan yang melibatkan gerakan yang lebih diatur dengan seperti keterampilan tangan. Dalam bukunya Ellah Siti Chalidah (2005: 62) menjelaskan materi asesmen untuk anak tunagrahita pada aspek motorik halus mencakup memegang benda, menggenggam benda, mengambil benda, mengambil diantara ibu jari dan telunjuk, dan finger painting (menggambar).


(33)

17

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa motorik halus dalam penelitian ini adalah keterampilan menggunakan otot-otot halus seperti gerak jari-jemari tangan yang membutuhkan koordinasi, ketepatan, keluwesan untuk mencapai keterampilan yang berhasil seperti memegang benda, mengambil, mengambil dengan ibu jari dan telunjuk, dan keterampilan lainnya.

2. Perkembangan Motorik Halus

Perkembangan motorik halus anak pada masa bayi sampai dengan usia kanak-kanak awal menurut Piaget (Roopnaire & Johnson dalam Sunardi dan Sunaryo, 2007: 117) ialah sebagai berikut:

a. Usia 0-2 tahun

Ditandai dengan munculnya keterampilan dasar berupa memegang benda, meraih dan memindahkan benda kesegala arah dengan satu tangan.

b. Usia 2-3 tahun

Mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan motorik kasar juga mengalami penguasaan dalam kemampuan motorik halus seperti memungut benda-benda kecil, dapat memegang pensil dan mencoret-coret, dapat memasukkan benda ke lubang-lubang kecil, membuat garis secara spontan, membuka baju sendiri, mampu membuat garis horizontal dan vertikal, membuat lingkaran tanpa melihat contoh, menggunting, membuka kancing dan sebagainya.


(34)

18 c. Usia 4-5 tahun

Perkembangan motorik halus menjadi semakin sempurna yang ditunjukkan dengan kemampuan menggambar orang, menggunting dengan lurus, memasang kancing, mewarnai dengan rapi, mampu menulis angka dan huruf, mewarnai dengan tertib, memasang tali sepatu, dan memasukkan benda kelubang kecil.

Menurut Rita Eka Izzaty, dkk (2008: 87) anak usia kanak-kanak awal telah mampu untuk mencapai tugas-tugas sebagai berikut:

a. Usia 1,5 dan 3,5 tahun merupakan kemajuan terbesar dalam berpakaian.

b. Pada usia Taman Kanak-Kanak sudah harus dapat mandi dan berpakaian sendiri, mengikat tali sepatu, dan menyisir rambut dengan sedikit bantuan atau tanpa bantuan sama sekali.

c. Usia 5 dan 6 tahun sebagian besar sudah dapat melempar dan menangkap bola.

d. Dapat menggunakan gunting, membentuk tanah liat, bermaian kue-kue dan menjahit, mewarnai, menggambar dengan pensil atau karyon, dan dapat menggambar orang.

Perkembangan motorik halus banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Fallen dan Umansky (dalam Sunaryo dan Sunardi, 2007: 114) menjelaskan faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik ialah struktur fisik dan kematangan, heriditas, lingkungan, kebudayaan,


(35)

19

kesempatan belajar dan berlatih, jenis kelamin, sikap anak dan sikap orang lain, dan kebugaran jasmani.

Anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini memiliki hambatan dalam perkembangan kemampuan motorik halus. Hambatan tersebut diakibatkan dengan adanya hambatan kognisi yang dimiliki. Kurangnya motivasi anak dalam berlatih pengembangan motorik halus juga menjadi salah satu faktor penghambat kemampuan motorik halus. Anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini memiliki kelemahan dalam kemampuan motorik halus yang ditunjukkan dengan gerak jari-jemari terlihat lemas dan belum luwes. Hal tersebut ditunjukkan belum mampunya dalam memegang pensil dengan benar, membuka baju sendiri, menggunting dengan lurus, membuka kancing, mewarnai dengan rapi, dan merekatkan perekat sepatu.

3. Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Kategori Sedang

Anak tunagrahita kategori sedang, memiliki perbedaan kemampuan motorik halus dengan anak pada tipe tunagrahita lainnya. Semakin lemah tingkat ketunaan maka semakin lemah pula kemampuan motorik halusnya, seperti yang disampikan oleh Rochyadi (2005: 117) bahwa kesulitan dalam melakukan kegiatan bina diri serta kegiatan yang menggunakan motorik halus lebih nampak terutama pada mereka yang derajat ketunagrahitaanya tergolong sedang.

Pendapat tersebut diperjelas pula oleh Mumpuniarti (2009: 25) bahwa siswa tunagrahita kategori sedang memiliki koordinasi motorik


(36)

20

halus yang lemah sekali. Hal yang sama menurut Astati (1995: 25) juga menyatakan bahwa anak mampu latih memiliki perbedaan dalam koordinasi motorik yang tidak baik dan kurang keseimbangan. Menurut Sunardi dan Sunaryo (2007: 122) kecakapan motorik yang rendah pada anak tunagrahita ditunjukkan dengan kekurangmampuan dalam aktivitas motorik untuk tugas-tugas yang memerlukan ketepatan gerakan, belajar keterampilan manual, serta dalam melakukan reaksi gerak yang memerlukan koordinasi motorik dan keterampilan yang lebih kompleks.

Berdasarkan pendapat di atas mengenai kelemahan motorik halus yang dialami anak tunagrahita dapat dijelaskan anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini memiliki ketepatan gerak yang kurang baik yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan secara tepat dalam memegang pensil. Kelemahan dalam mengkoordinasikan antara tangan dengan mata seperti yang ditunjukkan dengan belum mampu untuk merekatkan perekat sepatu secara tepat. Anak belum mampu memfungsikan motorik halusnya untuk melakukan gerakan yang lebih kompleks seperti menulis, menggambar, merekatkan perekat sepatu, mengancingkan baju dan beberapa keterampilan kompleks lainnya.

Menurut Sutjihati Somantri (1996: 88) menjelaskan bahwa sebelum melakukan gerakan-gerakan yang lebih kompleks, terlebih dahulu harus dapat melakukan gerakan-gerakan basis seperti gerak pada jari-jemari. Hal tersebut diperjelas oleh Sunardi dan Sunaryo (2007: 143) yang menjelaskan bahwa keterampilan motorik halus erat kaitannya


(37)

21

dengan keterampilan tangan yang baik dan mengontrol jari-jari tangan, baik kehalusan, keluwesan gerak maupun tekanannya. Pada anak tunagrahita memerlukan latihan khusus untuk itu.

Menurut Mumpuniarti (64: 2000) untuk mencapai kemampuan motorik halus yang optimal diperlukan latihan berulang-ulang dengan waktu yang lama dibandingkan anak normal. Pada penelitian ini difokuskan pada keluwesan gerak jari-jari tangan anak untuk dapat melakukan gerakan yang lebih tepat, terkoordinasi, dan keterampilan yang kompleks seperti menggerakkan jari-jemari secara terampil, memegang pensil dengan benar, menjimpit, dan menempel.

4. Fungsi Motorik Halus

Fungsi pengembangan kemampuan motorik halus bagi perkembangan anak disampaikan oleh Sumantri (2005: 146) bahwa motorik halus mendukung perkembangan anak dalam aspek kognitif, bahasa, serta sosialnya. Fungsi tersebut diperjelas oleh Hurlock (1978: 163) menjelaskan fungsi keterampilan motorik ialah untuk mencapai keterampilan bina diri, keterampilan bantu sosial, keterampilan bermain, dan keterampilan sekolah. Berikut penjelasan lebih terinci dari fungsi pengembangan kemampuan motorik halus:

a. Keterampilan Bantu Diri

Anak hendaknya mempelajari keterampilan motorik yang memungkinkan mereka mampu melakukan segala sesuatunya sendiri.


(38)

22 b. Keterampilan Bantu Sosial

Agar anak dapat diterima di lingkungannya maka harus menjadi anggota yang kooperatif sehingga diperlukan keterampilan tertentu seperti membantu pekerjaan rumah ataupun sekolah.

c. Keterampilan Bermain

Agar anak dapat menikmati kegiatan di lingkungan sebaya maka anak harus dapat mempelajari keterampilan bermain seperti menggambar, dan beberapa permainan lainnya.

d. Keterampilan Sekolah

Pada awal anak memasuki bangku sekolah anak harus terlebih dahulu mempelajari keterampilan motorik yang akan digunakan dalam kegiatan sekolah seperti menulis, menggambar, dan beberapa keterampilan lainnya. Semakin baik kemampuan motorik maka akan semakin baik prestasinya di sekolah.

Menurut Yudha M. Saputra & Rudyanto (2005: 116) fungsi dari pengembangan kemampuan motorik halus ialah sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan gerak kedua tangan, mengembangkan koordinasi kecepatan dan gerakan tangan, dan melatih penguasaan emosi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik halus sangat penting untuk dikembangakan karena memiliki beberapa fungsi. Fungsi paling penting khususnya bagi anak tunagrahita kategori sedang dalam penelitian ini ialah untuk mencapai keterampilan gerak jari-jemari tangan yang berupa keluwesan untuk


(39)

23

dapat melakukan keterampilan gerak yang lebih kompleks. Keterampilan kompleks yang dibutuhkan anak pada penelitian ini adalah keterampilan dalam bina diri seperti merekatkan perekat sepatu, berpakaian, dan kesiapan untuk mengikuti pembelajaran di kelas seperti menulis, mewarnai, menggunting, dan aktivitas lainnya.

5. Prinsip dalam Pengembangan Motorik

Sumantri (2005: 147) menyebutkan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan motorik halus anak usia dibawah 6 tahun atau termasuk kedalam masa kanak-kanak awal yakni a) Berorientasi pada kebutuhan anak, b) Belajar sambil bermaian, c) Kreatif dan Inovatif, d) Lingkungan Kondusif, e) Tema, f) Mengembangkan Keterampilan Hidup, g) Menggunakan Kegiatan Terpadu, dan h) Kegiatan berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak. Penjelasan lebih lanjut mengenai prinsip pengembangan motorik halus yakni sebagai berikut:

a. Berorientasi Pada Kebutuhan Anak

Berorientasi pada kebutuhan anak berarti ragam jenis kegiatan yang hendaknya dilakukan melalui analisis kebutuhan yang disesuaikan dengan berbagai aspek perkembangan dan kemampuan pada masing-masing anak.


(40)

24 b. Belajar sambil Bermain

Kegiatan yang diberikan hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan, anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak.

c. Kreatif dan Inovatif

Kegiatan yang diberikan hendaknya dapat menarik perhatian anak, membangkitkan rasa ingin tahu, memotivasi anak berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.

d. Lingkungan Kondusif

Lingkungan harus diciptakan dengan menarik, aman, nyaman, dan penataan disesuaikan dengan ruang gerak anak sehingga membuat anak betah.

e. Tema

Kegiatan yang menggunakan tema maka hendaknya disesuikan dari hal-hal yang paling dekat dengan anak, sederhana, dan menarik minat anak.

f. Mengembangkan Keterampilan Hidup

Proses pembelajaran perlu diarahkan untuk pengembangan keterampilan hidup yang didasarkan dua tujuan yaitu memiliki kemampuan menolong diri sendiri dan bekal keterampilan dasar untuk melanjutkan pada jenjang berikutnya.


(41)

25 g. Menggunakan Kegiatan Terpadu

Kegiatan hendaknya dirancang dengan menggunakan model pembelajaran terpadu dan beranjak dari tema yang menarik minat anak.

h. Kegiatan Berorientasi Pada Prinsip-Prinsip Perkembangan Anak Prinsip-prinsip perkembangan anak meliputi 1) anak belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya terpenuhi serta merasakan aman dan tentram secara psikologis, 2) siklus belajar anak selalu berulang, 3) anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak lain, 4) minat anak dan keingintahuannya memotivasi belajar, 5) perkembangan dan belajar anak harus memperhatikan perbedaan individu.

Menurut Sunardi & Sunaryo (2007: 134) mengemukakan beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kemampuan motorik ialah:

Faktor kesiapan anak, mengikuti tahapan perkembangan anak, dilakukan dalam posisi yang benar, dimulai dari latihan yang sederhana menuju yang kompleks, situasinya menyenangkan, sambil bermain, perlunya pemberian kesempatan untuk belajar dan berlatih, contoh atau model, bimbingan dorongan atau motivasi, gunakan alat bantu yang sederhana dan aman bagi anak, gunakan alat bantu khusus, serta anak perlu memahami mengapa harus melakukan gerakan yang benar.

Berdasarkan prinsip dalam pengembangan motorik di atas, maka dalam penelitian ini untuk melatih kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang menerapkan prinsip:


(42)

26

a. Berorientasi pada kebutuhan anak dan memperhatikan faktor kesiapan anak yang ditunjukkan dengan anak membutuhkan keterampilan gerak dasar berupa keluwesan menggerakkan jari-jemari secara terampil sebelum melakukan gerakan yang lebih kompleks.

b. Latihan dimulai dari yang sederhana

c. Dilakukan dalam situasi yang menyenangkan yaitu dengan dikemas dalam bentuk permainan dan didukung dengan lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang digunakan berada di sekitar sekolah yang aman dan tenang.

d. Alat yang digunakan sederhana dan aman bagi anak serta dapat menarik perhatian anak.

e. Latihan dilakukan secara berulang-ulang.

6. Pengembangan Motorik Halus

Latihan-latihan khusus yang dapat diberikan pada anak untuk mengembangkan kemampuan motorik halus menurut Tin Suharmini (dalam Purwandari, 2005: 101) ialah dengan “meremas, memegang benda seperti pensil, kuas warna dengan benar, menggunting, dan melipat”. Menurut Sumantri (2005: 151) pengembangan keterampilan motorik halus dapat melalui kegiatan seperti meronce melipat, menggunting, mengikat, membentuk, menulis awal, dan menyusun.

Pada penelitian ini akan dikaji dan difokuskan pada kegiatan meremas dan membentuk menggunakan bahan yang aman bagi siswa dan


(43)

27

disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Disesuaikan dengan prinsip-prinsip pengembangan kemampuan motorik halus maka dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara permainan.

C. Permainan

1. Pengertian Permainan

Permainan memiliki beberapa pengertian, pengertian permainan menurut Chalidah (2005: 124) dijelaskan sebagai kegiatan yang menyenangkan dan dilakukan secara sukarela dan menggunakan aktifitas fisik seperti berlari, melompat, jalan, melempar, menangkap, dan aktifitas fisik lainnya. Selain menggunakan aktifitas fisik, permainan juga menggunakan aktifitas sensorik yaitu menggunakan panca indera, emosi, komunikas dan daya pikir anak.

Carol seefeladt & Nita Barbour (dalam Smaldino, Deborah, & James, 2011: 38) berpendapat bahwa permainan merupakan bagian dari anak yang merupakan proses alamiah, menyenangkan, dan secara sukarela, spontan dan tanpa tujuan yang terarah. Permainan mempengaruhi perkembangan anak dalam hal kemampuan intelektual, sosial, emosional, dan fisik. Dengan permainan anak dapat melatih kemampuan untuk memecahkan masalah, sosialisasi, dan bekerja sama.

Menurut Diana Mutiah (2010: 113) permainan diartikan sebagai sarana yang membawa anak ke alam masyarakat dan permainan merupakan alat pendidikan karena memberikan rasa kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan kepada anak. Permainan sebagai alat


(44)

28

pendidikan juga disampaikan oleh Perry dan Acher (dalam Bennet, Liz Wood, & Sue Rogers, 2005) terdapat dua tahap dalam permainan yaitu tahap yang sekedar membuat anak-anak asyik dan tahap memberikan sumbangan bagi pendidikan mereka.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa permainan dalam penelitian ini merupakan sarana yang menyenangkan yang menggunakan aktivitas fisik dan sensorik, sehingga dapat mengembangkan kemampuan tersebut. Permainan dapat dijadikan sebagai alat pendidikan karena memberikan rasa kepuasan, kegembiraan, dan kebahagiaan kepada anak.

2. Jenis-Jenis Permainan

Permainan merupakan sarana yang menggunakan aktivitas fisik dan sensorik. Permaina akan membuat anak menjadi senang dan memberikan manfaat bagi perkembangan anak sesuai dengan jenis permainan yang dilakukan. Menurut Diana Mutiah (2010: 115) permainan dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu permainan peran dan permainan pembangunan.

Menurt Seifert & Hoffnung (dalam Samsunuwiyati Mar’at, 2005: 143) membagi 4 macam permainan yaitu permainan fungsional, permainan konstruktif, permainan dramatik, dan permainan dengan aturan. Penjelasan lebih lanjut mengenai 4 macam permainan tersebut yakni sebagai berikut:


(45)

29 a. Permainan fungsional

Permainan ini terjadi pada masa sensomotorik dengan menggunakan gerakan yang diulang-ulang dan terfokus pada badan sendiri. Piaget dan Smilansky (dalam Sugiharto, 2012: 284) lebih menjelaskan bahwa dalam permainan ini anak belajar melalui panca inderanya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan mereka.

b. Permainan konstruktif

Permainan ini merupakan bentuk permainan dengan menggunakan objek-objek fisik untuk membuat sesuatu. Permainan ini terjadi bila anak-anak melibatkan diri dalam suatu kreasi sendiri. Permainan ini merupakan permainan yang paling umum digunakan anak-anak prasekolah dan anak-anak sekolah dasar dengan membentuk balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting,dan karyon.

c. Permainan dramatik

Permainan ini merupakan suatu bentuk permainan yang dilakukan secara berpura-pura. Menurut Purwandari (2005: 99) permainan ini pada usia 3 tahun dilakukan dengan meniru pengalaman-pengalaman hidup, kemudian anak bermain pura-pura.

d. Permainan dengan aturan

Permainan yang melibatkan aturan-aturan tertentu dan seringkali berkompetisi dengan satu atau lebih orang.


(46)

30

Pada penelitian ini digunakan jenis permainan konstruktif untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang. Berdasarkan penjelasan di atas, permainan konstruktif yaitu kegiatan permainan dengan membuat sesuatu dengan cara anak melakukan aktivitas sendiri menggunakan bahan-bahan seperti tanah liat atau bahan lain yang aman bagi siswa. Permainan ini juga umum dilakukan pada anak-anak usia prasekolah yang sama dengan perkembangan anak tunagrahita kategori sedang yang mencapai taraf kecerdasan usia 7 tahun pada usia dewasa. Permainan konstruktif dipilih karena anak terlibat sendiri dalam permainan untuk membentuk berbagai macam bentuk. Lebih diperjelas oleh Sumantri (2005: 151) bahwa kegiatan membentuk dapat digunakan untuk pengembangan keterampilan motorik halus. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka peneliti akan lebih mengkaji mengenai permainan konstrukti.

3. Fungsi Permainan

Fungsi dari setiap permainan berbeda-beda, bergantung dari jenis permainan yang dilakukan. Fungsi permainan bagi perkembangan sensoris dan motoris sangatlah penting karena anak dapat mengembangkan otot-otot dan energinya (Diana Mutiah, 2010: 113). Menurut Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono (2010: 23) salah satu fungsi dari bermain adalah memacu perkembangan motorik pada beberapa area yaitu koordinasi mata dan tangan seperti kegiatan menggambar, menulis melempar, dan menangkap. Permainan yang


(47)

31

dilakukan oleh anak akan membantu untuk mengembangkan kemampuan dari segi sensoris maupun motorisnya, hal tersebut bergantung dengan jenis permainan yang dilakukan oleh anak. Pada jenis main konstruktif akan membantu anak dalam mengembangkan kemampuan sensoris maupun motorisnya. Dalam main konstruktif, kemampuan otot-otot tangan dan kemampuan koordinasi mata dan tangan sangat dilatih dalam aktivitas permainan ini.

Berbeda dengan fungsi bermain peran, fungsi dari bermian peran ialah untuk meningkatkan kemampuan verbal, keterampilan sosial, dan interaksi sosial. Menurut Bennett, Liz Wood, dan Sue Rogers (2005: 8) permainan memiliki fungsi dalam hal meningkatkan komunikasi verbal, keterampilan sosial, dan interaksi sosial. Selain fungsi permainan secara umum diatas, terdapat pula fungsi bermain bagi anak tunagrahita. Menurutt Mohammad Efendi (2006: 105) nilai penting dari bermain bagi perkembangan anak tunagrahita, antara lain:

a. Pengembangan fungsi fisik, yaitu membantu memperlancar pernafasan, pertukaran zat, peredaran darah, dan pencernaan makanan. b. Pengembangan sensomotorik, yaitu melatih pengindraan (ketajaman

penglihatan, pendengaran, perabaan, dan penciuman) dan kemampuan gerak (gerak tangan, kaki, jari-jemari, leher, dan anggota tubuh lainnya).


(48)

32

c. Pengembangan daya khayal, anak tunagrhita diberikan kesempatan untuk mampu menghayati makna kebebasan sebagai sarana pengembangan daya kayal dan kreasinya.

d. Pembinaan pribadi, dengan bermain anak memperkuat kemauan, memusatkan perhatian, mengembangkan keuletan, ketekunan, percaya diri, dan lainnya.

e. Pengembangan sosialisasi, dengan bermain anak dilatih untuk menunggu giliran, rela menerima kekalahan, setia dan jujur.

f. Pengembangan intelektual, yaitu anak berlatih untuk mencerna sesuatu.

Pada penelitian ini permainan yang digunakan ialah permainan konstruktif yaitu permainan yang memiliki fungsi untuk mengembangkan kemampuan motorik halus. Lebih jelasnya bagi anak tunagrahita kategori sedang dapat melatih kemampuan gerak tangan dan jari-jemari tangan.

D. Permainan Bubur Kertas

1. Pengertian Permainan Konstruktif

Permainan konstruktif merupakan salah satu cara yang melibatkan kegiatan membentuk berbagai benda untuk menciptakan hasil karya tertentu. Menurut Samsunuwiyati Mar’at (2005: 143) permainan konstruktif adalah bentuk permainan dengan menggunakan objek fisik untuk membangun atau membuat sesuatu dan terjadi apabila anak melibatkan diri dalam suatu konstruksi ciptaannya sendiri.


(49)

33

Mayke S. Tedjasaputra (2001: 54) menjelaskan bermain konstruktif merupakan kegiatan yang menggunakan berbagi benda untuk mencipatkan hasil karya tertentu. Purwandari (2005: 99) menjelaskan bermain konstruksi berarti bermaian dengan membentuk balok-balok, pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting, dan karyon. Dijelaskan lebih lanjut oleh Sumantri (2005: 152) membentuk berarti membentuk objek-objek yang diminati anak melalui jenis tanah liat, plastisin. lilin (malam), adonan atau sejenisnya yang aman bagi siswa.

Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa permainan konstruktif merupakan kegiatan membentuk suatu bentuk dengan menggunakan bahan seperti tanah liat, plastisin, dan adonan lainnya yang aman bagi anak. Pada penelitian ini digunakan adonan dari bubur kertas untuk melakukan permaian konstruktif.

Dalam pelaksanaan permainan konstruktif tidak terlepas dari kegiatan bermain. Bermain menurut Hurlock (1978: 320) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir yang dilakukan oleh anak. Menurut Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono (2010: 18) kegiatan bermain merupakan pengembangan kurikulum secara nyata yang berupa seperangkat rencana yang berisi pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan kepada anak berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasi untuk mencapai kompetensi yang harus dimilikinya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, sama-sama


(50)

34

mengartikan bermain merupakan sebuah kegiatan, jika dilihat dari permainan yang merupakan alat pendidikan maka bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara terencana untuk dapat membantu mencapai kompetensi tugas perkembangannya.

Menurut Soetjihati (1995: 111) Alat permainan edukatif harus memenuhi syarat aman, ukuran dan berat alat harus sesuai dengan usia anak, desainnya harus jelas, harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan beberapa aspek perkembangan anak, dapat dimainkan dengan berabagai variasi, walaupun sederahan tetapi harus menarik, mudah diterima oleh semua kebudayaan, dan tidak mudah rusak.

Maka dalam penelitian ini pelaksanaan permainan konstruktif menggunakan aktivitas bermain yang menggunakan alat/bahan yang aman, berfungsi mengembangkan kemampuan motorik halus, sederhana dan menarik, dan tidak mudah rusak. Bahan yang digunakan adalah adonan bubur kertas.

2. Pengertian Bubur Kertas

Bubur kertas merupakan sebuah adonan dari kertas yang dicampur dengan tepung sehingga menyerupai bubur. Menurut Aray Saepul Kamil (2012: 3) “Bubur kertas adalah kertas bekas (yang sudah tidak terpakai) yang kemudian oleh segelintir orang yang mempunyai kreatifitas dan ide yang bagus dibuat sebuah adonan dengan dicampur dengan air”. Bubur kertas dapat dibuat dengan mudah menggunakan kertas-kertas bekas sesuai dengan yang dijelaskan oleh Suhendri Abu


(51)

35

Faqih & Hervin Kusbemadi (2013: 1) “Bahan yang digunakan dalam membuat bubur kertas adalah murni berbahan dasar bahan bekas yaitu kertas dan Koran bekas”. Bubur kertas diolah dengan cara merendam kertas-kertas bekas kedalam air dan kemudian dihaluskan menggunakan blender.

Selanjutnya antara ampas dan air dipisahkan dengan cara disaring. Ampas yang telah disaring dicampurkan dengan tepung kanji dan kemudian dapat dibentuk menjadi berbagai bentuk. Bubur kertas dapat dibentuk berbagai macam bentuk. Salah satu pembelajaran yang telah memanfaatkan bubur kertas sebagai media adalah pembelajaran sejarah. Menurut Achmad Iriyadi (TT) Bubur kertas merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan media pembelajaran sejarah yang berupa model (benda tiruan) maupun peta timbul.

Dari penjelasan mengenai bubur kertas maka dapat disimpulkan bahwa bubur kertas adalah sebuah adonan dari kertas bekas yang dibuat menyerupai bubur yang dicampur dengan tepung dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan dalam permainan.


(52)

36

Gambar 1. Adonan Bubur Kertas

3. Manfaat Permainan Bubur Kertas

Permainan bubur kertas memiliki beberapa manfaat, dalam bukunya Mayke S. Tedjasaputra (2005: 57) menjelaskan manfaat dari permainan bubur kertas (konstruktif) adalah mengembangkan kemampuan anak untuk berdaya cipta, melatih kemampuan motorik halus, melatih konsentrasi, ketekunan, daya tahan. Melakukan kegiatan membentuk yang membutuhkan koordinasi mata dan tangan maka dapat mengembangkan kemampuan motorik halus yang dimiliki siswa.

Berdasarkan langkah penerapan permainan bubur kertas yaitu mengambil bubur kertas, menjimpit bubur kertas, memegang bubur kertas, meremas bubur kertas dan membentuk bubur kertas banyak menggunakan aktivitas jari-jemari tangan serta koordinasi antara tangan dan mata. Dapat disimpulkan bahwa manfaat dari permainan bubur kertas dapat membantu mengembangkan kemampuan motorik halus sesuai dengan pendapat dari Mohammad Efendi (2006: 105) bahwa permainan dapat pula untuk mengembangkan kemampuan motorik kemampuan gerak tangan dan


(53)

jari-37

jemari. Pendapat tersebut diperjelas oleh Sumantri (2005: 155) bahwa kegiatan membentuk bertujuan untuk mengembangkan kemampuan koordinasi mata dan tangan.

Selain melatih kemampuan motorik halus, Menurut Hurlock (1978: 330) Bermain konstruktif lebih ditujukan bagi kegembiraan yang diperoleh dari membuatnya. Permainan bubur kertas dapat pula melatih kemampuan untuk berdaya cipta sesuai dengan keinginan ataupun kreatifitas yang dimiliki. Konsentrasi dan ketekunan juga dapat pula dilatihkan dengan permainan ini.

Selain manfaat di atas, permainan bubur kertas memiliki kelebihan dari bahan yang digunakan. Bubur kertas termasuk bahan yang aman bagi siswa tunagrahita kategori sedang karena terbuat dari bahan kertas bekas yang memiliki bahan ringan. Dalam bukunya Nurwarjini (2006: 1) menjelaskan bahwa kertas merupakan bahan yang ringan dan mudah digunakan serta memiliki karakter yang cukup unik, terdiri dari bahan tipis dan rata yang dihasilkan dari kompresi serat. Berdasarkan penjelasan tersebut, dengan demikian bubur kertas dapat mudah dibentuk menjadi berbagai macam bentuk karena terbuat dari bahan yang ringan dan bersifat lunak.

4. Langkah Penerapan Permainan Bubur Kertas.

Langkah-langkah permainan bubur kertas sama halnya dengan Langkah-langkah yang diterapkan dalam permainan “Aku Dapat Membuat Kue Onde” dari Agus F. Tangyong, dkk. (1994: 407) yaitu sebagai berikut:


(54)

38

a. Guru membagi lilin mainan dan lembar plastik kepada masing-masing siswa

b. Guru mengajarkan bagaimana membuat berbagai macam bentuk sesuai dengan tema di setiap pertemuan (bila perlu peganglah dan gerakkan tangan si anak)

c. Kemudian anak diminta membuat sendiri

d. Memberikan pujian jika anak berhasil melakukan sendiri

e. Jika belum sempurna, berikan koreksi dan diberi dorongan agar hasilnya lebih baik.

Selain langkah-langkah diatas, Sumantri (2005: 156) juga menjelaskan langkah-langkah membentuk tanah liat atau plastisin atau bahan lain sejenisnya sebagai berikut:

a. Anak dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri dari 3-5 anak.

b. Berikan masing-masing bahan tanah liat/plastisin/lilin (mamal) dengan beberapa warna. berikan juga beberapa cetakan ndengan ragam bentuk atau motif yang berlainan.

c. Mintalah kepada anak untuk membentuk tanah liat ke dalam dua bentuk, satu bentuk wajib dan satu bentuk bebas.

Dari kedua langkah penerapan permainan konstruktif atau bentuk diatas dapat disimpulkan dalam penelitian ini memodifikasi langkah-langkah permainan dari kedua pendapat diatas, berikut langkah-langkah-langkah-langkah yang digunakan:


(55)

39

a. Guru memberikan bubur kertas kepada siswa

b. Guru mengenalkan kepada siswa nama dan kegunaan bubur kertas c. Guru mengajarkan membuat berbagai macam bentuk sesuai dengan

tema di setiap pertemuan (Guru membantu memegang tangan siswa dan membantu menggerakkannya). Bentuk yang dibuat berdasarkan cetakan yang digunakan pada setiap sesi

d. Kemudian siswa diminta membuat sendiri dengan melakukan kegiatan mengambil, memegang, meremas, membentuk,dan menaruh bubur kertas (Pada aspek membentuk dengan bantuan guru)

e. Memberikan pujian jika siswa berhasil melakukan sendiri

f. Jika belum sempurna, guru memberikan koreksi berupa bantuan untuk merapikan cetakan.

Pada penelitian ini kegiatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan berbagai bentuk yang berbeda seperti dibuat bulat, kotak, bunga, buah, dan hewan menggunakan cetakan.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dari penelitian ini diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Suryani Nurfaidah dengan judul “Penerapan Media Pembelajaran Keterampilan Paper Clay Dalam Meningkatkan Kemampuan Motorik Halus Anak Tunagrahita Sedang”. Penelitian tersebut mengenai pembelajaran yang menggunakan media paper clay (bubur kertas) untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diketahui


(56)

40

secara keseluruhan penerapan media pembelajaran keterampilan paper

clay yang bertujuan untuk meningkatkan motorik halus siswa dalam

menulis memiliki dampak positif hal tersebut dapat dilihat dari hasil mean

level pada setiap sesinya terus meningkat. Kesimpulan dari penelitian

tersebut ialah penerapan media pembelajaran keterampilan paper clay efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang khususnya dalam menulis.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Devry Pramesti Putri dengan judul “Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Melalui Tindakan Okupasi Paper Clay Pada Anak Tunagrahita Kategori Sedang Di Sekolah Luar Biasa Dharma Rena Ring Putra I Yogyakarta”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah diterapkan tindakan okupasi paper clay, siswa mampu berpartisipasi aktif dalam melakukan gerakan motorik halus secara lebih tepat. Hal itu dikarenakan setiap melakukan gerakan pada tindakan okupasi paper clay harus menggerakkan, menjimpit, menggunting, dan menempel.

Kedua penelitian diatas sama-sama menggunakan bahan bubur kertas untuk meningkatan kemampuan motorik halus dan didapatkan hasil bahwa kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang dapat meningkat yang dikarenakan terdapat gerakan seperti menjimpit, menggerakkan jari-jari tangan, menggunting, dan menempel. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan efektifnya pembelajaran dan okupasi menggunakan paper clay untuk meningkatkan kemampuan


(57)

41

motorik halus, maka akan menguji cobakan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta.

F. Kerangka Pikir

Keterampilan motorik halus sangatlah penting bagi anak tunagrahita kategori sedang. Kemampuan motorik halus merupakan salah satu kemampuan dasar untuk melaksanakan aktivitas seperti menulis, aktivitas bina diri serta aktivitas lainnya yang menjadi program utama dalam layanan pendidikan bagi anak tunagrahita kategori sedang. Aktivitas tersebut sangat membutuhkan keterampilan dasar berupa keluwesan gerak jari-jemari.

Anak dengan hambatan intelektual kategori sedang kelas III C1 memiliki kemampuan motorik halus yang lemah. Kemampuan motorik halus yang lemah ditunjukkan dengan jari-jari tangan terlihat lemas dan belum luwes sehingga berpengaruh pada keterampilan yang lebih kompleks seperti menulis, mewarnai, menempel, menggunting dan aktivitas lainnya. Pembelajaran yang dilakukan di kelas III C1 guru kelas telah melakukan beberapa upaya untuk dapat mengembangkan kemampuan motorik halus siswa. Upaya yang dilakukan guru diantaranya dengan kegiatan menempel, menggunting, mewarnai, menyusun balok, menulis fungsional, dan puzzle. Cara yang digunakan guru tersebut membutuhkan keterampilan dasar gerak jari-jemari tangan siswa, sedangkan anak belum mampu terampil dan luwes dalam gerak jari-jemari


(58)

42

tangan sehingga siswa tidak mau melakukan latihan tersebut. Alasan siswa yang tidak mau melakukan kegiatan tersebut menjadi salah satu penghambat dalam pembelajaran motorik halus, sehingga kemampuan motorik halusnya belum dapat berkembangan secara optimal.

Cara yang akan dicobakan adalah permaian bubur kertas. Permainan bubur kertas merupakan kegiatan membentuk menggunakan bahan bubur kertas. Dalam penerapannya terdapat gerakan seperti mengambil, menjumput, meremas, menaruh, dan membentuk. Permainan bubur kertas selain untuk melatih kemampuan motorik halus, bahan bubur kertas merupakan bahan yang aman dan mudah didapatkan dan dibuat. Penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa dengan bahan bubur kertas dapat meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang. Dengan demikian, peneliti akan mencobakan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta.


(59)

43

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir Keefektifan Permainan Bubur Kertas

G. Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas maka dapat diajukan hipotesis penelitian dari penelitian ini adalah “Permainan bubur kertas efektif untuk meningkatkan kemampuan motorik halus siswa tungrahita kategori sedang kelas III di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyakarta.”

Anak Tunagrahita kategori sedang memiliki perkembangan kemampuan motorik halus yang lambat

Kemampuan motorik halus sangatlah penting bagi anak tunagrahita kategori sedang

Anak lemah dan belum luwes dalam menggerakkan jari-jari tangan, menjumput, dan menempel.

Guru sudah mencobakan berbagai cara untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak, akan tetapi anak sering berlasan capek

dan tidak mau ketika diminta latihan

Peneliti akan mencobakan sebuah cara yang dirasa mudah bagi anak yaitu dengan permainan bubur kertas.


(60)

44

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah kuantitatif, dengan metode penelitan eksperimen. “Eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan” (Sugiyono, 2012:107). Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis Single Subject Research (SSR).

Pendekatan dasar dalam eksperimen subjek tunggal adalah meneliti individu dalam kondisi tanpa perlakuan dan kemudian dengan perlakuan dan akibatnya terhadap variabel akibat diukur dalam kedua kondisi tersebut” (Nana Syaodih Sukmadinata, 2006: 210). Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan mtorik halus dan varaiabel bebas adalah permainan bubur kertas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah SSR dengan tujuan untuk mengetahui efektivitas permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kelas 3 SDLB.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain A-B-A. Desain ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat (Sunanto dkk. dalam Apriliani, 2013: 31). Desain A-B-A ini menujukkan bahwa awal kegiatan belum ada atau diberikan perlakuan


(61)

45

terhadap kemampuan motorik halus, kemudian diberikan perlakuan yaitu menggunakan permainan bubur kertas secara berulang-ulang, dan setelah perlakuan diikuti oleh keadaan tanpa perlakuan seperti keadaan sebelumnya (Juang, Takeochi, & Nakata, 2006: 211).

Berikut gambar desain A-B-A :

Baseline (A1) Intervensi Baseline (A2)

X X X X X X

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Sesi

Gambar 3. Desain A-B-A (Nana Sayodih Sukmadinata, 2006: 212) Keterangan:

1. Baseline (A1)

Fase baseline (A1) merupakan fase untuk mengetahui kemampuan motorik halus sebelum diberikan perlakuan/intervensi dengan cara melakukan tes yang berkenaan dengan kemampuan motorik halus yang meliputi aspek menggerakkan jari-jemari, memegang, menjimpit, dan menempel. Indikator tes kemampuan motorik halus yang digunakan dalam penelitian ini yakni siswa mampu melipat jari-jari tangan, siswa mampu menggengam jari-jari tangan dan membukanya kembali, siswa mampu memegang benda berukuran besar, sedang, dan kecil dan siswa mampu


(62)

46

menempelkan gambar angry birds berukuran besar (10x10), sedang (7x7), dan kecil (5x5).

2. Intervensi (B)

Fase intervensi merupakan fase perlakuan terhadap target behavior yaitu kemampuan motorik halus dengan menggunakan permainan bubur kertas. Intervensi dilakukan sebanyak 6 kali. Berikut rancangan pelaksanaan intervensi:

Intervensi dilaksanakan selama 2 minggu dengan 6 kali pertemuan. Setiap pertemuan, meliputi 3 kegiatan yaitu kegiatan awal kegiatan inti, dan kegiatan penutup. (Lebih lengkap dapat dilihat pada RPI halaman 108) a. Kegiatan awal

Mengenalkan nama bahan yang digunakan dalam permainan bubur kertas, dan menjelaskan kegunaan bubur kertas yaitu untuk membentuk berbagai macam bentuk sederhana menggunakan cetakan.

b. Kegiatan inti (6 kali pertemuan) 1) Meremas-remas bubur kertas

2) Membentuk bentuk sederhana (bulat besar, sedang, dan kecil)

3) Membentuk bentuk bunga menggunakan cetakan (mawar dan matahari)

4) Membentuk bentuk kotak dan bulat.

5) Membentuk bentuk hewan dengan cetakan (kelinci)

6) Membentuk bentuk buah-buahan dengan cetakan (nanas, pisang, anggur, jeruk, dan mangga)


(63)

47 c. Kegiatan penutup

1) Melakukan evaluasi (berupa tes) 2) Bertepuk tangan dan tos

3) Berdoa. 3. Baseline (A2)

Fase baseline (A2) merupakan fase untuk mengetahui kemampuan motorik halus subjek setelah diberikan intervensi. Subjek diberikan tes kemampuan motorik halus berupa tes yang sama dengan baseline (A1). Hasil evaluasi pada baseline (A2) dapat menunjukkan pengaruh penggunaan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III C1 di SLB N Pembina Yogyakarta.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SLB N Pembina Yogyakarta yang beralamat di JL. Imogiri 224 Kelurahan Giwangan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogyakarta. SLB ini menyediakan pendidikan khusus untuk anak tunagrahita dengan jenjanag TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

2. Waktu Penelitian

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama 1 bulan yaitu pada semester 2 tahun 2014/2015 dimulai dari tanggal 31 Maret 2015 sampai dengan 06 Mei 2015. Berikut tabel waktu pelaksanaan penelitian:


(64)

48 Tabel 1. waktu dan kegiatan penelitian

Waktu Kegiatan penelitian

Minggu I Pelaksanaan fase Baseline (A1) Minggu II-III Pelaksanaan fase Intervensi/Perlakuan Minggu IV Pelaksanaan fase Baseline (A2)

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa tunagrahita kategori sedang kelas III C1 SLB N Pembina Yogyakarta dengan 1 orang sebagai subjek penelitian. Alasan peneliti memilih subjek tersebut karena mempunyai kemampuan motorik halus yang lemah, hal tersebut bisa diketahui karena ketika diminta untuk menggerakkan jari-jemari tangan membuka dan menutup satu persatu masih kesulitan dan sering tidak mengerjakan kegiatan yang berhubungan dengan keterampilan motorik halus seperti menulis, mewarnai dan menggunting.

Adapun penetapan subyek penelitian ini didasarkan dengan Kriteria sebagai berikut:

1. Siswa kelas 3 yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogayakarta

2. Tergolong siswa yang memiliki hambatan intelektual kategori sedang 3. Memiliki kemampuan motorik halus lemah

4. Siswa yang berjenis kelamin laki-laki 5. Siswa berumur 10 tahun dan aktif sekolah.

E. Variabel penelitian

Penelitian dengan subyek tunggal mengenai efektivitas permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa


(65)

49

tunagrahita kategori sedang kelas III di SLB N Pembina Yogyakarta ini, terdiri dari dua variabel yang menjadi objek penelitian. Berikut Variabel yang terdapat dalam penelitian ini:

1. Variabel bebas : Permainan Bubur kertas (Intervensi)

2. Variabel terikat : Kemampuan Motorik Halus (Target Behaviour)

F. Setting Penelitian

Setting penelitian dilakukan di taman sekolah dan perpustakaan. Pemilihan taman sekolah dan perpustakaan sebagai setting penelitian karena agar tidak mengganggu teman yang lain belajar dan subjek merasa nyaman dan santai ketika melakukan permainan. Setting di taman sekolah dan perpustakaan sekolah dilakukan untuk memperoleh data tentang kemampuan motorik halus sebelum, saat, dan sesudah diberikan intervensi dengan menggunakan permainan bubur kertas.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan dokumentasi. Berikut penjabaran setiap teknik:

1. Tes

Tes merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai kemampuan motorik halus subjek sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan. Menurut Zulkifli Martondang (2009: 88) tes adalah prosedur yang sistematik dibuat dalam bentuk tugas yang distandarisasikan dan diberikan kepada individu untuk dikerjakan, dijawab, direspon, baik tertulis maupun perbuatan.


(66)

50

Pada penelitian ini tes dilakukan dengan cara siswa diminta untuk melakukan tes kemampuan motorik halus yang berupa aspek menggerakkan jari-jemari, menggengam, memegang, dan menempel yang memodifikasi instrument tes kemampuan motorik halus dari Yuni Suryaningsih (2010). Bentuk tes dalam penelitian ini adalah tes perbuatan yaitu tes yang menuntut jawaban siswa dalam bentuk tindakan (Zainal Arifin, 2012: 149).

2. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2012:329) pengumpulan data dengan teknik dokumentasi merupakan pencatatan peristiwa yang sudah lalu, yang biasanya berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumenral dari seseorang. Dokumentasi dilakukan untuk mengetahui hasil kerja siswa sebelum perlakuan, saat perlakuan dan sesudah perlakuan. Mengetahui gambar-gambar siswa saat melakukan tes dan perlakuan saat penelitian.

H. Instrumen Penelitian

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa instrument tes. Berikut pedoman tes kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas III C1 di SLB N Pembina Yogyakarta:

1. Pedoman Tes Kemampuan Motorik Halus

Tes dilakukan sebelum intervensi, saat intervensi, dan sesudah diberikan intervensi. Tes Baseline (A1) merupakan tahap untuk mengetahui kemampuan motorik halus subjek sebelum diberikan intervensi. Tes saat intervensi sebagai evaluasi akhir setiap kali dilakukan


(67)

51

intervensi. Tes Baseline (A2) untuk mengetahui pengaruh permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang setelah diberikan intervensi.

Tabel 2 Kisi-kisi instrument tes kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang kelas 3 di SLB N Pembina Yogyakarta.

Variabel Komponen Indikator Jumlah

butir Nomor butir Kemampuan motorik halus Menggerakkan jari

a. Siswa mampu melipat jari-jari tangan

b. Siswa mampu menempelkan ujung ibu jari ke ujung jari telunjuk, tengah, manis, dan kelingking.

c. Siswa mampu menekuk 3 ruas jari tangan sampai ke pangkal jari.

5

4

1

1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8,

9

10

Menggengam a. Siswa mampu menggengam jari-jari tangan dan membukanya kembali

6 11, 12, 13, 14, 15, 16 Memegang

dan menempel

a. Siswa mampu memegang benda berukuran kecil (menjimpit penghapus), memegang pensil (sedang), dan besar (memegang kotak pensil).

b. Siswa mampu menempel gambar (besar, sedang, dan kecil) 4 3 17, 18, 19, 20 21, 22, 23

Dikutip dari Yuni Suryaningsih (2010) dengan modifikasi.

Aspek yang ada dalam instrument tes tersebut berupa menggerakkan jari-jemari yang dimulai dari gerak melipat, menggengan, dan membukanya satu persatu yang ditujukan untuk melihat keterampilan gerak jari-jemari secara luwes dan tepat. Pada asepek memegang benda ditujukan agar siswa setelah mampu menggerakkan jari-jemari secara terampil maka dapat pula melakukan gerakan yang lebih kompleks secara tepat dan terkoordinasi. Begitupula pada aspek menempel gambar dengan ukuran besar, sedang, dan kecil yang berfungsi melihat kemampuan siswa


(68)

52

dalam koordinasi dan ketepatan. Peneliti memilih gambar angry birds karena berlandasakan dari gambar yang disukai sehingga akan menarik perhatian siswa.

Untuk mengetahui pengaruh permainan bubur kertas terhadap kemampuan motorik halus siswa akan dilihat perubahan pada setiap tahapan yaitu tahap baseline (A1), intervensi, dan baseline (A2) menggunakan persentase dari skor akhir yang diperoleh pada setiap tahap. Berikut kriteria penilaian tes kemampan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang:

Siswa mampu melakukan tanpa bantuan mendapat nilai 3

Siswa mampu melakukan dengan 1 kali bantuan mendapat nilai 2 Siswa mampu dengan lebih dari 1 kali bantuan mendapat nilai 1

Adapun cara penilaiannya berdasarkan persentase dari Juang Sunanto (2005: 16) ialah dengan membandingkan jumlah terjadinya suatu peristiwa dengan keseluruhan kemungkinan terjadinya peristiwa dikalikan 100%. Secara lebih jelasnya dapat dibuat rumus penilaian dengan persen menurut M. Ngalim Purwanto (2013: 102) sebagai berikut:

�� = x 100%

NP = Nilai persen yang diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100 = Bilangan tetap


(69)

53

I. Prosedur Penelitian

Penelitian yang menguji keefektifan permainan bubur kertas terhadap peningkatan kemampuan motorik halus siswa tunagrahita kategori sedang pada pelaksanaanya peneliti menyusun urutan tindakan sebagai panduan dalam pelaksanaan penelitian. Adapun prosedur penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap awal

Tahap ini merupakan tahap awal dari penelitian, pada tahap ini akan dilakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Tahap persiapan

1) Menyiapkan instrument tes yang akan digunakan dalam penelitian.

2) Melakukan uji validitas instrument yang dilakukan oleh guru kelas III C1.

3) Menyiapkan bahan yang akan digunakan ketika perlakuan permainan bubur kertas

b. Fase baseline (A1)

Fase ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal subyek sebelum diberikan perlakuan menggunakan permainan bubur kertas. fase ini dilakukan sebanyak 3 kali pertemuan atau lebih hingga mendapatkan hasil yang stabil.


(1)

123 2. Fase Baseline (A2)


(2)

124 3. Fase Baseline (A3)


(3)

125 Lampiran 8. Surat Uji Validasi Ahli


(4)

126 Lampiran 9. Suart Ijin Penelitian


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

KEAKTIFAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS V B DALAM PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN PEMBERIAN REWARD DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

0 1 263

PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III MELALUI BERMAIN PLAYDOUGH/ADONAN DI SEKOLAH LUAR BIASA DAMAYANTI YOGYAKARTA.

1 7 215

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBILANG BAGI ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN MELALUI METODE PERMAINAN SNOWBALL THROWING DI KELAS I SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 SLEMAN.

0 3 350

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPAKAIAN PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS IV DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

1 1 252

PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENCUCI PAKAIAN PADA SISWA TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS VA DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

0 1 275

PENGGUNAAN SUMBER BELAJAR TULISAN LABEL BUNGKUS MAKANAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA FUNGSIONAL PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS VI SD DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

1 29 225

PEMBELAJARAN MOTORIK HALUS PADA ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI SEDANG KELAS III DI SLB NEGERI PEMBINA YOGYAKARTA.

0 9 186

TINGKAT KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK TUNAGRAHITA KATEGORI RINGAN DI SLB NEGERI PEMBINA GIWANGAN UMBULHARJO YOGYAKARTA.

1 4 102

Efektivitas model pembelajaran “rombel” terhadap kompetensi keterampilan vokasional siswa tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Negeri Pembina Yogyaka

0 0 6

PENGARUH PERMAINAN EDUKATIF MERONCE TERHADAP KEMAMPUAN MOTORIK HALUS DALAM MERONCE PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG

0 1 6