Inflasi Menyerap Creeping Inflation Inflasi Menengah atau Ganas Galloping Inflation Domestic inflation Foreign inflation Gambaran inflasi di Indonesia

PENGANTAR TEORI EKONOMI 319 15.3. Penggolongan Inflasi 1. Penggolongan berdasarkan atas besarnya laju inflasi Penggolongannya dibagi dalam tiga kategori, yaitu:

a. Inflasi Menyerap Creeping Inflation

Berdasarkan inflasi ini ditandai dengan laju inflasi yang rendah kurang dari 10 per tahun. Kenaikan harga berjalan secara lambat dengan persentase kecil serta dalam jangka waktu yang sama.

b. Inflasi Menengah atau Ganas Galloping Inflation

Ditandai dengan kenaikan harga yang cukup besar dan berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi antara 10 sampai 50 per tahun. Sebagai konsekuensinya, masyarakat hanya memegang sejumlah uang yang minimum yang hanya diperlukan untuk transaksi harian saja.

c. Inflasi Tinggi Hyper Inflation

Merupakan inflasi yang paling parah akibat harga-harga naik 5 atau 6 kali, masyarakat tidak mempunyai keinginan untuk menyimpan uang. Biasanya keadaan ini timbul apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja dan ditandai dengan laju inflasi diatas 50 pertahun.

2. Penggolongan berdasarkan asal inflasi

Penggolongannya dibagi dalam kategori, yaitu:

a. Domestic inflation

Domestic Inflation adalah inflasi yang berasal dari dalam negeri yang timbul karena: 1 Meningkatkan permintaan efektif dari masyarakat terhadap barang- barang di pasar, sedangkan kenaikan penawaran dari barang- barang tersebut tidak mampu mengimbangi laju permintaannya. 2 Defisit anggaran belanja dibiayai dengan percetakan uang baru. 3 Meningkatnya biaya produksi barang dalam negeri yang mengakibatkan naiknya harga jual.

b. Foreign inflation

Foreign Inflation adalah inflasi yang berasal dari luar negeri, yang mempunyai dampak diantaranya: 1 Secara langsung menaikan Indeks Biaya Hidup IBH karena barang-barang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor. 2 Secara tidak langsung menaikan indeks harga melalui kenaikan ongkos produksi dari berbagai barang yang menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus di impor cost inflation. PENGANTAR TEORI EKONOMI 320 3 Secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kemungkinan kenaikan harga barang-barang impor yang berusaha mengimbangi pemerintahswasta yang berusaha mengimbangi kenaikan harga barang impor tersebut.

15.4. Dampak Negatif Inflasi

Efek yang timbul dari inflasi diantaranya adalah:

1. Efek Terhadap Pendapatan Equity Effect

Sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan dan ada yang diuntungkan.

2. Efek Efisiensi

Pengaruh inflasi dapat terjadi pada perubahan pola alokasi faktor produksi dengan inflasi. Permintaan akan suatu barang tertentu mengalami kenaikan lebih besar dari brang-barang lain yang juga dapat berakibat pada kenaikan yang lebih besar dari barang-barang yang juga dapat mengubah alokasi faktor produksi yang ada.

3. Efek Terhadap Output

Pada efek ini masih dipertanyakan tentang bagaimana pengaruh inflasi terhadap output. Apakah akan mengakibatkan kenaikan atau menurunkan output. Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi, alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara inflasi dengan output inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

15.5. Cara Mengatasi Inflasi

Cara mengatasi inflasi dapat dilakukan melalui beberapa kebijakan antara lain:

1. Kebijakan Moneter

Sasaran kebijakan moneter dicapai melalui jumlah uang yang beredar. Diatur oleh bank sentral melalui cadangan minimum yang dinaikan agar jumlah uang menjadi lebih kecil sehingga dapat menekan laju inflasi.

2. Kebijakan Fiskal

Menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi harga, kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerintah PENGANTAR TEORI EKONOMI 321 serta kenaikan pajak akan dapat mengurangi permintaan total sehingga inflasi dapat ditekan.

3. Kebijakan dan yang berkaitan dengan output

Kenaikan jumlah output dapat dicapai dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor harga cenderung meningkat dan menurunkan harga, dengan demikian kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi.

4. Kebijakan penentun harga dan indexing

Kebijakan ini dilakukan dengan ceilling harga serta berdasarkan pada indeks harga tertentu untuk gaji atau upah.

15.6. Gambaran inflasi di Indonesia

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus- menerus kontinue berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai factor antara lain. konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain. inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinue . Tabel 15.1 Perkembangan Inflasi Indonesia Bulan 2010 2011 2012 2013 IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi IHK Inflasi Januari 118.01 0.84 126.29 0.89 130.9 0.76 136.88 1.03 Pebruari 118.36 0.3 126.46 0.13 130.96 0.05 137.91 0.75 Maret 118.19 -0.14 126.05 -0.32 131.05 0.07 138.78 0.63 April 118.37 0.15 125.66 -0.31 131.32 0.21 138.64 -0.1 Mei 118.71 0.29 125.81 0.12 131.41 0.07 138.6 -0.03 Juni 119.86 0.97 126.5 0.55 132.23 0.62 140.03 1.03 Juli 121.74 1.57 127.35 0.67 133.16 0.7 144.63 3.29 Agustus 122.67 0.76 128.54 0.93 134.43 0.95 September 123.21 0.44 128.89 0.27 134.45 0.01 Oktober 123.29 0.06 128.74 -0.12 134.67 0.16 Nopember 124.03 0.6 129.18 0.34 134.76 0.07 Desember 125.17 0.92 129.91 0.57 135.49 0.54 Total 6.76 3.72 4.21 Sumber : BPS diolah PENGANTAR TEORI EKONOMI 322 Dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata inflasi tumbuh dibawah laju pertumbuhan ekonomi, hal ini menunjukan bahwa pendapatan riil perkapita negara kita mengalami perbaikan dibandingkan dengan tahun-tahun berikutnya. Namun yang perlu diwaspadai pemerintah adalah peningkatan harga yang diakibatkan oleh perubahan kurs rupiah yang berimbas kepada barang-barang non-makanan perlu diketahui bahwa bobot untuk menghitung inflasi untuk non-makanan relatif kecil, sehingga kenaikannya tidak signifikan terhadap inflasi, pemerintah perlu menjaga defisit neraca berjalan sehingga ekonomi kita bisa stabil. PENGANTAR TEORI EKONOMI 323 BAB PENGANGGURAN 16.1. Pendahuluan Pengangguran menurut SUPAS Survei Penduduk Antar Sensus 1985 didefinisikan sebagai mereka yang mencari pekerjaan atau berusaha mencari pekerjaan yang tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja, tetapi bisa dilakukan beberapa waktu sebelumnya asalkan dalam kurun waktu satu minggu sebelum pencacahan masih dalam status menunggu jawaban lamaran. Ada tiga faktor mendasar yang menjadi penyebab masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Ketiga faktor tersebut adalah, ketidaksesuaian antara hasil yang dicapai antara pendidikan dengan lapangan kerja, ketidakseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja dan kualitas Sumber Daya Manusia yang dihasilkan masih rendah. Lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja umumnya tidak sesuai dengan tingkat pendidikan atau ketrampilan yang dimiliki. Umumnya perusahaan atau penyedia lapangan kerja membutuhkan tenaga yang siap pakai, artinya sesuai dengan pendidikan dan ketrampilannya, namun dalam kenyataan tidak banyak tenaga kerja yang siap pakai tersebut. Justru yang banyak adalah tenaga kerja yang tidak sesuai dengan job yang disediakan. 16 PENGANTAR TEORI EKONOMI 324 16.2. Jenis-jenis pengangguran Menurut sebab terjadinya, pengangguran dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu pengangguran friksional, struktural dan musiman. Pertama, pengangguran friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja yang ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk sekedar waktu yang diperlukan selama prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak atau kurangnya informasi. Pengangguran friksional dapat pula terjadi karena kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan justru terdapat bukan di sekitar tempat tinggal si pencari kerja. Misalnya pencari kerja terkumpul di Jakarta sedangkan lowongan pekerjaan terdapat di luar Jakarta. Selain itu pengangguran friksional dapat terjadi karena pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan dan demikian juga pengusaha tidak mengetahui dimana tersediannya tenaga-tenaga yang sesuai. Kedua yaitu pengangguran struktural terjadi karena adanya perubahan dalam struktur perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam ketrampilan tenaga kerja yang dibutuhkan sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan ketrampilan baru tersebut. Misalnya dalam suatu pergeseran dari ekonomi yang condong agraris menjadi ekonomi yang condong industri. Di satu pihak akan terjadi pengurangan tenaga di sektor pertanian, dan di pihak lain bertambah kebutuhan di sektor industri. Tenaga yang berlebih di sektor pertanian tidak dapat begitu saja diserap di sektor industri, karena sektor industri memerlukan tenaga dengan ketrampilan tertentu. Pada umumnya pengangguran struktural dipengaruhi tiga hal, yakni: mobilitas tenaga kerja, kecepatan perubahan struktural itu sendiri dan aspek regional dari perubahan struktural. Jika mobilitas tenaga kerja tinggi, misalnya karena pendidikan yang cukup baik, maka pergerakan tenaga kerja antar sektor dapat berlangsung lebih cepat dan ini meminimalkan pengangguran struktural. Kecepatan perubahan struktural juga berpengaruh. Misalnya perubahan terjadi sangat cepat, maka para pekerja juga akan mengalami kesulitan dalam melakukan adaptasi. Aspek regional juga sangat berperan. Sebagai contoh adalah penurunan peranan sektor pertanian yang terjadi di Jawa Tengah akan menyebabkan pengangguran struktural paling tidak sementara karena peningkatan peranan sektor industri yang utama terjadi di Jawa Barat. Dengan demikian terjadi biaya dan waktu tambahan bagi mereka yang tadinya bekerja di sektor pertanian di Jawa Tengah untuk berpindah menjadi buruh industri di Jawa Barat. Ketiga adalah pengangguran musiman terjadi karena pergantian musim. Diluar musim panen dan turun ke sawah banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musim yang baru. Selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman. Selain pengangguran menurut sebab terjadinya diatas, pengangguran dapat dibedakan menjadi pengangguran terbuka dan setengah pengangguran. Pengangguran Terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak PENGANTAR TEORI EKONOMI 325 bekerja atau sedang mencari pekerjaan baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah berkerja, atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. Proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru. Disamping itu, trend indikator ini akan menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Indikator ini dapat dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah penduduk berusia 15 tahun atau lebih yang sedang mencari pekerjaan, dengan jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja. 100 ker tan ker X ja angka jaan pe mencari yang orang an Penganggur Tingkat Misalkan, dari data Sensus Penduduk 2000 diketahui jumlah orang yang mencari pekerjaan sebanyak 4.904.652 orang dan jumlah angkatan kerja sebanyak 97.433.125 orang. Sehingga tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada tahun 2000 adalah: 5 100 123 . 433 . 97 652 . 904 . 4 X Terbuka an Penganggur Tingkat Besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi sosial yang luas karena mereka yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin tinggi angka pengangguran terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya contohnya kriminalitas. Sebaliknya semakin rendah angka pengangguran terbuka maka semakin stabil kondisi sosial dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali menjadikan indikator ini sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan. Setengah Pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang bekerja di bawah jam kerja normal kurang dari 35 jam seminggu. Setengah pengangguran dibagi menjadi dua kelompok : Setengah Penganggur Terpaksa, yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain. Setengah Penganggur Sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar. Proporsi jumlah penduduk setengah pengangguran bermanfaat untuk dijadikan acuan pemerintah dalam rangka meningkatkan tingkat utilisasi, kegunaan, dan produktivitas pekerja. PENGANTAR TEORI EKONOMI 326 Indikator ini dapat dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja dan sedang bekerja tetapi dengan jam kerja di bawah normal kurang dari 35 jam per minggu dengan jumlah penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja. Tingkat Setengah Pengangguran 100 ker tan ker ker ker X ja angka normal ja jam dari kurang ja be yg ja pe Misalkan, berdasarkan data Sakernas 2004, persentase penduduk usia 15 tahun atau lebih yang bekerja dengan jam kerja dibawah 35 jam seminggu berjumlah 30.213.692 orang sementara total angkatan kerja 2004 berjumlah 103.973.387 orang. Sehingga tingkat setengah pengangguran pada tahun 2004 sebesar 29. Semakin tinggi tingkat setengah pengangguran maka semakin rendah tingkat utilisasi pekerja dan produktivitasnya. Akibatnya, pendapatan mereka pun rendah dan tidak ada jaminan sosial atas mereka. Hal ini sering terjadi di sektor informal yang rentan terhadap kelangsungan pekerja, pendapatan dan tidak tersedianya jaminan sosial. Sehingga pemerintah perlu membuat kebijakan untuk meningkatkan kemampuan bekerja mereka seperti penambahan balai latihan kerja. Konsentrasi setengah pengangguran diduga banyak ditemukan disektor pertanian dan perdagangan. Peta setengah pengangguran perlu dilengkapi dengan distribusi menurut daerah dalam regional geografis dan dalam arti pedesaan –perkotaan. Penanganan masalah setengah pengangguran regional sering membutuhkan partisipasi aparat pemerintah daerah dengan gubernur sebagai penguasa tunggal. Untuk itu, peta regional seperti ini sangat bermanfaat.

16.3. Pendekatan Angkatan Kerja dan Pendekatan Penggunaan Tenaga Kerja