Motivasi dan hasil belajar matematika siswa kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean tahun ajaran 2014/2015 pada pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pokok bahasan geometri.

(1)

ABSTRAK

Dionesia Desi Wirratna Santi. 2015. Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean Tahun Ajaran 2014/2015 pada Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pokok Bahasan Geometri. Yogyakarta : Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean, mengetahuui tingkat motivasi dan hasil belajar siswa serta mengetahui besarnya pengaruh motivasi terhadap hasil belajar siswa.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif kuantitatif. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean tahun ajaran 2014/2015. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar keterlaksanaan RPP, lembar motivasi belajar siswa, dan tes hasil belajar siswa. Validitas isi diperoleh melalui uji pakar sedangkan validitas butir soal dan reliabilitas dengan uji coba yang kemudian dilakukan revisi untuk butir soal yang tidak valid. Reliabilitas untuk instrumen motivasi (opini) r = 0,59, motivasi (fakta) r=0,542, dan tes hasil belajar r=659.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pembelajaran kooperatif tipe NHT terlaksana dengan baik dengan presentase keseluruhan sebesar 90,28%. (2) Motivasi belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berada pada tingkat sedang dengan presentase kenaikan skor rata-rata sebesar 5,62%. (3) Hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berada pada tingkat tinggi dengan presentase kenaikan skor rata-rata sebesar 15,625%. (4) Besarnya pengaruh motivasi terhadap hasil belajar siswa dengan kontribusi sebesar 14,7% terhadap hasil belajar dengan koefisien korelasinya 0,3827 dan persamaan regresinya Y =-56,852+0,912X.


(2)

ABSTRACT

Dionesia Desi Wirratna Santi. 2015. Learning Motivation and Results of Learning of Mathematics study from Study of Grade X MIA3 Students of SMA Negeri 1 Godean in the Academic Year 2014/2015 in the topic of Geometry criticism uses Cooperative Learning Asset Numbered Heads Together (NHT) type. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education Science, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research aimed to elicit feasibility work of Mathematics learning used Cooperative Learning Asset NHT type of students of grade X MIA 3 SMA Negeri 1 Godean and find out the motivation and the result of Mathematics study along with the quantity of

the influence of the motivation to the result of student’s learning.

The research method used was descriptive qualitative and quantitative. The subject of the study was all of the students of grade X MIA 3 SMA Negeri 1 Godean in the academic year 2014/2015. The Instrument which was used in this research were the RPP sheet of the process, sheet of the student motivation in learning, and the result of students leaning test. Contents of Validity was gained through expert test while the validity of item question and reliability used experiment test along with the revision for question items which was not valid. Reliability for instrument of the motivation (opinion) r= 0,59, motivation (fact) r= 0,542, and the result of learning test r= 659.

The result of the research were as follows (1) Cooperative study NHT type was very good with overall percentage by 90,28%. (2) The motivation of students learning after used cooperative learning asset NHT type was in average level with ascension percentage score overall until 5,92%. (3) The result of students learning after used cooperative learning asset NHT type was in high percentage with overall score 15,625%. (4) The quantity of the influence of the motivation to the result of student learning contributed in the amount of 14,7% toward the result of the study with coefficient correlation 0,3827 and the regression of equality Y= -56,852+0,912X.

Key Words : The Result of Mathematics, Motivation, Cooperative Learning Asset NHT type


(3)

(4)

i

MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X MIA3 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2014/2015 PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) POKOK BAHASAN GEOMETRI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Di Susun oleh:

Dionesia Desi Wirratna Santi NIM: 111414045

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


(5)

(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu;

Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau;

Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan”

Yesaya 41:10

Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus, Amin.

Dengan penuh syukur karya ini ku persembahkan untuk :

Allah Tri Tunggal Maha Kudus dan Bunda Maria yang selalu menyertai setiap langkahku dan memberikan pelangi indah setelah badai dalam hidupku;

Bapakku F. Suwarjo dan Ibukku E. R. Suratiyah tercinta yang tak pernah lelah mendoakanku dan selalu sabar mendukungku;

Mba Ana, Mamas, Mba Ti, Mas Gendut, Mba Very, Mas Lian yang memberku semangat, meberiku dukungan dan keponakanku Yaya, Kanaya, Nala yang selalu menghiburku, membuatku tertawa dengan kepolosan mereka; Kesayangan sahabat dari awal SMA sampai kuliah Novita Rizky Anggraini

dan sahabat seperjuangan kuliah Rosalina Lily Setiawati;

Eric Suganda yang sabar menemani perjuanganku, mendengar keluh

kesahku, dan selalu menggenggam tanganku; Serta Almamaterku Universitas Sanata Dharma.


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 November 2015 Penulis


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Dionesia Desi Wirratna Santi

NIM : 111414045

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya berjudul :

MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS X MIA3 SMA NEGERI 1 GODEAN TAHUN AJARAN 2014/2015 PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS

TOGETHER (NHT) POKOK BAHASAN GEOMETRI

Dengan demikian, saya memberikan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak utnuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis, tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta, November 2015 Yang menyatakan


(10)

vii

ABSTRAK

Dionesia Desi Wirratna Santi. 2015. Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean Tahun Ajaran 2014/2015 pada Pembelajaran Matematika Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pokok Bahasan Geometri. Yogyakarta : Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keterlaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean, mengetahuui tingkat motivasi dan hasil belajar siswa serta mengetahui besarnya pengaruh motivasi terhadap hasil belajar siswa.

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif kuantitatif. Subyek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean tahun ajaran 2014/2015. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar keterlaksanaan RPP, lembar motivasi belajar siswa, dan tes hasil belajar siswa. Validitas isi diperoleh melalui uji pakar sedangkan validitas butir soal dan reliabilitas dengan uji coba yang kemudian dilakukan revisi untuk butir soal yang tidak valid. Reliabilitas untuk instrumen motivasi (opini) r = 0,59, motivasi (fakta) r=0,542, dan tes hasil belajar r=659.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pembelajaran kooperatif tipe NHT terlaksana dengan baik dengan presentase keseluruhan sebesar 90,28%. (2) Motivasi belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berada pada tingkat sedang dengan presentase kenaikan skor rata-rata sebesar 5,62%. (3) Hasil belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berada pada tingkat tinggi dengan presentase kenaikan skor rata-rata sebesar 15,625%. (4) Besarnya pengaruh motivasi terhadap hasil belajar siswa dengan kontribusi sebesar 14,7% terhadap hasil belajar dengan koefisien korelasinya 0,3827 dan persamaan regresinya Y =-56,852+0,912X.


(11)

viii

ABSTRACT

Dionesia Desi Wirratna Santi. 2015. Learning Motivation and Results of Learning of Mathematics study from Study of Grade X MIA3 Students of SMA Negeri 1 Godean in the Academic Year 2014/2015 in the topic of Geometry criticism uses Cooperative Learning Asset Numbered Heads Together (NHT) type. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education Science, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research aimed to elicit feasibility work of Mathematics learning used Cooperative Learning Asset NHT type of students of grade X MIA 3 SMA Negeri 1 Godean and find out the motivation and the result of Mathematics study along with the

quantity of the influence of the motivation to the result of student’s learning.

The research method used was descriptive qualitative and quantitative. The subject of the study was all of the students of grade X MIA 3 SMA Negeri 1 Godean in the academic year 2014/2015. The Instrument which was used in this research were the RPP sheet of the process, sheet of the student motivation in learning, and the result of students leaning test. Contents of Validity was gained through expert test while the validity of item question and reliability used experiment test along with the revision for question items which was not valid. Reliability for instrument of the motivation (opinion) r= 0,59, motivation (fact) r= 0,542, and the result of learning test r= 659.

The result of the research were as follows (1) Cooperative study NHT type was very good with overall percentage by 90,28%. (2) The motivation of students learning after used cooperative learning asset NHT type was in average level with ascension percentage score overall until 5,92%. (3) The result of students learning after used cooperative learning asset NHT type was in high percentage with overall score 15,625%. (4) The quantity of the influence of the motivation to the result of student learning contributed in the amount of 14,7% toward the result of the study with coefficient correlation 0,3827 and the regression of equality Y= -56,852+0,912X.

Key Words : The Result of Mathematics, Motivation, Cooperative Learning Asset NHT type


(12)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Motivasi Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean Tahun Ajaran 2014/2015 pada Pembelajaran Matematika menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pokok Bahasan Geometri”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat tersusun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Hongki Julie, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika.

2. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas segala bantuan dan waktunya.

3. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing, memotivasi, dan memberikan arahan selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Segenap dosen dan staff sekretariat Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

5. Bapak Drs. Sobariman, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Godean yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan penelitian.


(13)

x

6. Ibu Tri Sujatwati, S.Pd., selaku guru mata pelajaran matematika kelompok mata pelajaran wajib yang telah berkenan membimbing, membantu, dan mendampingi proses pelaksanaan penelitian di sekolah.

7. Seluruh siswa kelas X MIA3, X MIA 4, dan X MIA 2 SMA Negeri 1 Godean atas kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian.

8. Bapak, Ibu, kakak-kakak, serta keponakan-keponakan, terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 9. Sr. Kristina, SSPS., terima kasih atas doa dan kekuatan yang luar biasa.

10.Teman-temanku Vitta, Meta, Monic, dan Rosa atas bantuan dan dukungannya. 11.Eric Suganda, atas dukungan dan semangat yang selalu diberikan selama ini. 12.Teman-teman satu Dosen pembimbing skripsi Vitta, Igor, Karonia, Ana,

Singgih, Feny, kak Ira, dan Desyka atas masukan-masukan yang diberikan. 13.Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika angakatan 2011.

14.Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga berguna dalam perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 25 November 2015 Penulis


(14)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….……iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….……v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI……….……vi

ABSTRAK………vii

ABSTRACT……….…. viii

KATA PENGANTAR……….. ix

DAFTAR ISI……….xi

DAFTAR TABEL……….xiii

DAFTAR GAMBAR……….…xv

DAFTAR GRAFIK………xvi

DAFTAR LAMPIRAN……….xvii

BAB I PENDAHULUAN……….1

A. Latar Belakang Masalah………1

B. Indentifikasi Masalah………8

C. Pembatasan Masalah……….9

D. Rumusan Masalah……….9

E. Tujuan Penelitian……….. 10

F. Batasan Istilah………...10

G. Manfaat Hasil Penelitian………...13

BAB II KAJIAN PUSTAKA.………...14

A. Belajar………14

B. Pembelajaran……….……….18

C. Model Pembelajaran Kooperatif………...25


(15)

xii

Halaman

E. Motivasi……….34

F. Hasil Belajar……….….42

G. Materi Geometri………43

H. Kerangka Berpikir……….…56

I. Hipotesis Penelitian………57

BAB III METODE PENELITIAN………58

A. Jenis Penelitian………….………58

B. Subyek dan Obyek Penelitian.………58

C. Tempat dan Waktu Penelitian……….………….……….59

D. Populasi dan Sampel……….60

E. Variabel Penelitian……….60

F. Instrumen Penelitian……….61

G. Validitas dan Reliabilitas………..67

H. Uji Coba Instrumen………71

I. Teknik Analisis Data……….74

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………..80

A. Kelayakan Analisis Data………80

B. Deskripsi Data.………..81

C. Perbandingan Rata-rata Skor Motivasi Belajar Siswa………..95

D. Perbandingan Rata-rata Skor Tes Hasil Belajar Siswa………...96

E. Uji Normalitas………..98

F. Inferensia………99

G. Pembahasan………103

H. Kelemahan Penelitian………116

BAB V PENUTUP………117

A. Kesimpulan………117

B. Saran………..118

DAFTAR PUSTAKA……….…119


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Sintak Model Pembelajaran Kooperatif……….. 29

Tabel 3.1 Pengamatan Keterlaksanaan RPP………64

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuisioner Motivasi Belajar Siswa………..…..…65

Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Hasil Belajar………..……67

Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Vaiditas………..….69

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Reliabilitas……….…. 70

Tabel 3.6 Validitas Kuisioner Opini Motivasi Belajar Siswa……….... 71

Tabel 3.7 Validitas Kuisioner Fakta Motivasi Belajar Siswa……….… 72

Tabel 3.8 Validitas Kuisioner Tes Hasil Belajar Siswa……….………….…73

Tabel 4.1 Keterlaksanaan RPP……….... 81

Tabel 4.2 Skor Motivasi Belajar Siswa sebelum menggunakan Model…………. 83

Tabel 4.3 Statistika Motivasi Belajar Siswa sebelum menggunakan Model….…. 83 Tabel 4.4 Frekuensi Motivasi Belajar Siswa sebelum menggunakan Model….... 84

Tabel 4.5 Skor Motivasi Belajar Siswa sesudah menggunakan Model……….… 86

Tabel 4.6 Statistika Motivasi Belajar Siswa sesudah menggunakan Model…..… 86

Tabel 4.7 Frekuensi Motivasi Belajar Siswa sesudah menggunakan Model..……87

Tabel 4.8 Skor Tes Hasil Belajar Siswa sebelum menggunakan Model……....… 89

Tabel 4.9 Statistika Tes Hasil Belajar Siswa sebelum menggunakan Model….... 90

Tabel 4.10 Frekuensi Tes Hasil Belajar Siswa sebelum menggunakan Model…... 91

Tabel 4.11 Skor Tes Hasil Belajar Siswa sesudah menggunakan Model…..…….. 92

Tabel 4.12 Statistika Tes Hasil Belajar Siswa sesudah menggunakan Model……..93

Tabel 4.13 Frekuensi Tes Hasil Belajar Siswa sesudah menggunakan Model….... 94

Tabel 4.14 Perhitungan Korelasi antara Motivasi dengan Tes Hasil Belajar…….. 100

Tabel 4.15 Pengelompokan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa……… 104

Tabel 4.16 Percakapan Wawancasa S1……….106

Tabel 4.17 Percakapan Wawancasa S2……….…108

Tabel 4.18 Percakapan Wawancasa S3………..…109


(17)

xiv

Halaman Tabel 4.20 Percakapan Wawancasa S5………..……113 Tabel 4.21 Percakapan Wawancasa S6………..…115


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Segitiga Motivasi……….…40

Gambar 2.2.a Kedudukan Titik Terhadap garis………... 46

Gambar 2.2.b Kedudukan Titik Terhadap bidang.……….…47

Gambar 2.2.c Kedudukan Garis Terhadap garis……….…... 49

Gambar 2.2.d Kedudukan Garis Terhadap Bidang……….…... 50

Gambar 2.3.a Jarak Titik dengan Titik……….51

Gambar 2.3.b Jarak Titik dengan Garis……….…….51

Gambar 2.3.c Jarak Titik dengan Bidang………..….52

Gambar 2.3.d2 Jarak Dua Garis yang Sejajar.……….53

Gambar 2.3.d3 Jarak Dua Garis Bersilangan..……….53

Gambar 2.3.e Jarak Garis dengan Bidang………..….54

Gambar 4.a Sudut antara Dua Garis saling Berpotongan………... 54

Gambar 4.b Sudut antara Dua Garis saling Bersilangan..………..……. 55

Gambar 4.c Sudut antara Garis dengan Bidang………..…….55

Gambar 4.1 Histogram Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa sebelum mengguakan Model………..……85

Gambar 4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Motivasi Belajar Siswa sesudah mengguakan Model………..……88

Gambar 4.3 Histogram Distribusi Frekuensi Tes Hasil Belajar Siswa sebelum mengguakan Model……….……….……91

Gambar 4.4 Histogram Distribusi Frekuensi Tes Hasil Belajar Siswa sesudah mengguakan Model……….……….……95

Gambar 4.5 Diagram Batang Perbandingan Rata-rata Skor Motivasi Belajar... 96


(19)

xvi

DAFTAR GRAFIK

Halaman Grafik 4.1 Hubungan motivasi Belajar dengan tes Hasil Belajar………. 102


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN A

Lampiran A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran………..….121

Lampiran A.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP………145

Lampiran A.3 Kuisioner Motivasi………..………146

Lampiran A.4 Soal tes Hasil Belajar Siswa………..……….150

Lampiran A.5 Kunci Jawaban Tes Hasil Belajar Siswa……….154

Lampiran A.6 LAS……….158

Lampiran A.7 Kunci Jawaban LAS………...171

Lampiran A.9 Pembagian Kelompok Diskusi………...185

LAMPIRAN B Lampiran B.1 Hasil Uji Validitas Motivasi Belajar Siswa (Fakta)………….…….186

Lampiran B.2 Hasil Uji Reliabilitas Motivasi Belajar Siswa (Fakta)……….……….192

Lampiran B.3 Hasil Uji Validitas Motivasi Belajar Siswa (Opini)………….…….195

Lampiran B.4 Hasil Uji Reliabilitas Motivasi Belajar Siswa (Opini)……….…….202

Lampiran B.5 Hasil Uji Validitas Tes Hasil Belajar Siswa (Fakta)……….205

Lampiran B.6 Hasil Uji Reliabilitas Tes Hasil Belajar Siswa (Fakta)…..……….…210

Lampiran B.7 Uji Normalitas……….214

Lampiran B.8 Perolehan Skor LAS……….217

LAMPIRAN C Lampiran C.1 Daftarr Kehadiran Siswa Kelas X MIA3……….……218

Lampiran C.2 Lembar Observasi Keterlaksanaan RPP……….…219

Lampiran C.3 Lembar Jawab LAS………225

Lampiran C.4 Lembar Pengisian Kuisioner sebelum menggunakan Model…………238

Lampiran C.5 Lembar Pengisian Kuisioner sesudah menggunakan Model…...…242

Lampiran C.6 Daftar Nilai Siswa Kelas X MIA3 sebelum menggunakan Model….246 Lampiran C.7 Lembar Jawab Ulangan Siswa sesudah menggunakan Model……….247

Lampiran C.8 Dokumentasi………253


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari diri setiap manusia. Sejak kecil siswa belajar secara tidak langsung di dalam keluarganya. Gagne mengemukakan, belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap dan dihasilkan dari pengalaman masalalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan (Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011:4). Ketika siswa tumbuh dewasa ia akan mendapatkan pendidikan formalnya di sekolah, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi tingkat perkembangan suatu negara. Oleh sebab itu berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, antara lain dengan perbaikan kualitas pendidik, sarana-prasarana, mutu belajar-mengajar, dan lain-lain.

Pada setiap jenjang pendidikan tentunya memiliki karakteristik dan kualifikasi pendidik tersendiri dalam upaya meningkatan mutu pendidikannya. Seorang pendidik harus memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkannya kepada siswa. Selain itu seorang pendidik harus dapat menempatkan diri sebagai seorang guru. Mengajar dilukiskan sebagai proses interaksi antar guru dan siswa dalam mana guru mengharapkan


(22)

siswanya dapat menguasai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang benar-benar dipilih oleh guru (Herman Hudoyo, 1980:18). Interaksi ini akan terjalin jika siswa merasa nyaman dalam mengikuti setiap proses pembelajaran. Oleh sebab itu peran guru menjadi sangat penting didalam proses belajar mengajar.

Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, guru akan menemui beragam sikap, sifat, cara pandang maupun karakter siswa yang berbeda-beda. Guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang inovatif untuk menarik perhatian siswa sehingga siswa dapat lebih termotivasi dan aktif dalam mengikuti pelajaran. Eveline Siregar dan Hartini Nara dalam Teori Belajar dan Pembelajaran (2011:51) mengungkapkan bahwa motivasi memiliki dua peranan penting dalam belajar, pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi mencapai suatu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Dalam hal ini guru bertindak sebagai motivator yang dapat memberikan dorongan bagi siswa agar lebih percaya diri untuk mengembangkan kreativitas mereka di dalam menemukan konsep-konsep baru yang lebih kompleks. Sehingga siswa selalu senang dan bergairah dalam mempelajari semua mata pelajaran di sekolah.

Salah satu mata pelajaran yang biasanya diangggap menakutkan bagi siswa adalah mata pelajaran matematika. Matematika dianggap sulit oleh kebanyakan orang karena mereka hanya menghafal rumus dan tidak mengerti


(23)

makna atau konsepnya. Namun disisi lain setiap orang dituntut untuk dapat menguasai pengetahuan dasar tentang matematika serta keterampilan menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu guru harus bisa menyajikan kegiatan pembelajaran matematika yang menarik dan inovatif agar dapat menumbuhkan minat dan motivasi yang kuat bagi siswa didalam mengikuti proses pembelajaran matematika di kelas. Diharapkan jika siswa aktif melibatkan dirinya didalam menemukan suatu prinsip dasar, ia akan mengerti konsep tersebut lebih baik, ingat lebih lama, dan akan mampu menggunakan konsep tersebut di konteks yang lain (Herman Hudoyo, 1980:20).

Beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru diantaranya adalah discovery learning dan cooperative learning. Belajar

“menemukan” (discovery learning) merupakan satu pendekatan mengajar dimana guru memberi siswa contoh-contoh topik spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut ( Eggen dan Kauchak 2012:177). Model pembelajaran ini digunakan untuk mengajarkan konsep dan generalisasi (hubungan antara konsep). Melalui model belajar “menemukan” ini siswa dilatih untuk berpikir secara aktif, menemukan sendiri, menyelidiki sendiri sehingga diharapkan hasil pemahaman yang diperoleh siswa akan bertahan lama dalam ingatan. Sedangkan cooperative learning merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang


(24)

atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (M. Hosnan, 2013:235).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan peneliti pada bulan Februari hingga Maret 2015 di SMA Negeri 1 Godean sebelum dilaksanakannya penelitian, diperoleh hasil sebagai berikut, kondisi lingkungan sekolah cukup nyaman untuk terlaksananya kegiatan belajar mengajar. Ketersediaan sarana dan prasarana sekolah juga sudah memadai, seperti adanya laboratorium, perpustakaan, ruang kelas, papan tulis berpetak, viewer serta kipas angin pada setiap kelas. Namun ada beberapa kelas yang belum memiliki papan tulis berpetak karena kelas tersebut baru saja selesai dibangun. Selain itu alat peraga yang tersedia di dalam kelas hanya penggaris panjang saja, tidak ada penggaris segitiga, busur maupun alat peraga lain.

SMA Negeri 1 Godean memiliki empat guru bidang studi matematika dengan kualifikasi pendidikan dua guru Sarjana Pendidikan dan dua guru lainnya Sarjana Sains. Observasi kelas dilakukan oleh peneliti di kelas X MIA3 dan X IIS1 untuk kelompok mata pelajaran matematika wajib. Guru yang mengajar matematika kelompok mata pelajaran wajib di kelas X ini memiliki jumlah jam mengajar sebanyak 26 jam per minggu. Pengalaman mengajar beliau kurang lebih sudah 27 tahun. Selama mengajar di kelas terlihat metode pembelajaran yang digunakan oleh guru tidak hanya metode ceramah saja tetapi guru sudah mulai menerapkan metode lain, yaitu metode diskusi. Sedangkan model pembelajaran yang digunakan guru adalah model pembelajaran discovery learning. Namun dalam pelaksanaan di kelas guru


(25)

belum bisa melaksanakan model pembelajaran discovery learning ini secara

penuh karena keterbatasan waktu. Model belajar “menemukan” ini

membutuhkan banyak waktu, sedangkan waktu yang tersedia terbatas dan banyaknya materi yang harus disampaikan oleh guru tidak sebanding dengan waktu yang tersedia. Oleh sebab itu terkadang guru masih menggunakan metode ceramah untuk mengejar ketercapaian materi yang harus disampaikan kepada siswa.

Kontribusi siswa dalam pelaksanaan model pembelajaran discovery learning juga belum maksimal. Siswa tidak secara mandiri mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Hal ini disebabkan karena pada awal pembelajaran guru membagikan handout yang didalamnya sudah tersedia informasi-informasi yang dibutuhkan siswa sehingga siswa belum mendapat kesempatan menemukan konsep tersebut secara mandiri. Setelah siswa menarik kesimpulan guru meminta siswa untuk mengkomunikasikan hasil atau konsep yang telah mereka temukan. Guru menunjuk siswa secara acak. Jika siswa kurang tepat dalam mengkomunikasikan isi materi guru akan meminta siswa untuk membaca ulang materi tersebut sehingga siswa akan menemukan letak kesalahannya. Setelah materi selesai dibahas guru melakukan evaluasi dengan meminta siswa mengerjakan uji kompetensi yang terdapat pada handout. Kekurangan dalam pembuatan handout oleh guru adalah tidak dimasukkannya kriteria penilaian ke dalam handout. Setiap usai pembelajaran guru selalu memberikan tugas rumah untuk siswanya. Namun guru jarang


(26)

membahas pekerjaan rumah pada pertemuan berikutnya. Guru hanya membahas soal-soal pekerjaan rumah yang dirasa sulit dan tidak dapat diselesaikan oleh siswa. Hal ini membuat beberapa siswa merasa ragu dan kebingungan mengenai kebenaran hasil yang sudah mereka kerjakan.

Ulangan harian diberikan jika materi tiap bab sudah diajarkan seluruhnya. Hasil ulangan akan dibagikan kepada siswa jika seluruh kelas paralel sudah melaksanakan ulangan agar kerahasiaan soal ulangan tetap terjaga. Namun tidak seluruh hasil ulangan dikembalikan kepada siswa karena sekolah mengharuskan guru mempunyai arsip hasil belajar siswa yang disertai tanda tangan orang tua sehingga dapat dipastikan orangtua mengetahui hasil belajar anaknya di sekolah. Tidak semua siswa mendapat nilai memuaskan. Sebagian siswa masih mendapat nilai yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh sekolah.

Setiap proses belajar mengajar di dalam kelas tidaklah selalu berjalan sesuai yang direncanakan. Ada beberapa kendala yang biasanya sering terjadi seperti pembagian jam pembelajaran. Guru mengatakan bahwa beliau sering mengalami kendala jika jam pelajaran matematika berada pada akhir pembelajaran sebelum pulang sekolah. Terlihat ketika peneliti melakukan observasi di jam terakhir pelajaran sekolah, siswa sudah kelihatan lelah dan kurang bersemangat dalam mengikuti pelajaran. Siswa menjadi sulit untuk diajak berpikir kompleks. Selain itu sikap siswa juga pasif dalam mengikuti proses pembelajaran matematika. Jika minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika kurang membuat siswa menjadi malas


(27)

untuk berpikir karena merasa sudah sangat lelah. Akibat dari malasnya siswa ini jangkauan tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut menjadi tidak tercapai seluruhnya. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, beberapa siswa merasa cara guru dalam menyampaikan materi sudah cukup jelas dan mudah untuk mereka pahami. Namun siswa lain mengatakan bahwa mereka menemui beberapa kesulitan jika materi tersebut sudah semakin banyak rumusnya. Terkadang siswa juga merasa bosan dengan pembelajaran guru yang monoton di dalam kelas. Siswa tersebut menjadi mudah mengantuk karena bosan dengan penggunaan model pembelajaran yang selalu sama. Hal ini dibenarkan oleh guru karena dalam proses belajar mengajar guru memang belum pernah menerapkan model-model pembelajaran kooperatif di dalam kelas. Guru merasa materi pembelajaran matematika pada Kurikulum 2013 ini terlalu banyak sehingga guru belum berani mencoba menggunakan model-model pembelajaran lain di dalam kelas karena takut waktu tidak cukup memadai. Penggunaan model pembelajaran yang inovatif diharapkan dapat memberikan motivasi baru bagi siswa sehingga membuat siswa lebih aktif dan tidak bosan lagi dalam belajar matematika meski pada jam akhir sekolah.

Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang motivasi dan hasil belajar matematika pada pokok bahasan geometri dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean tahun ajaran 2014/2015.


(28)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa masalah yang berkaitan dengan pembelajaran matematika di SMA Negeri 1 Godean. Adapun masalah-masalah tersebut antara lain :

1. Siswa belum mendapatkan kesempatan belajar secara mandiri pada saat mengumpulkan informasi dan menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajari dalam pelaksanaan model pembelajaran discovery learning.

2. Siswa menjadi pasif dan kurang termotivasi untuk belajar ketika mereka harus mengikuti pembelajaran matematika pada akhir jam sekolah.

3. Hasil belajar siswa yang kurang memuaskan.

4. Siswa kesulitan menemukan konsep ketika materi matematika sudah masuk kedalam sub bab yang lebih kompleks.

5. Siswa merasa bosan dengan cara mengajar guru yang monoton, selalu menggunakan model pembelajaran discovery learning saja.

6. Terlalu banyaknya materi pelajaran matematika pada Kurikulum 2013 yang harus disampaikan kepada siswa sehingga membuat guru belum berani mencoba model-model pembelajaran lain di dalam kelas.


(29)

C. Pembatasan Masalah

Beberapa masalah telah teridentifikasikan, tetapi karena adanya keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga, maka penelitian ini dibatasi pada tingkat motivasi dan hasil belajar matematika pada pokok bahasan geometri siswa kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Diharapkan dengan adanya pembatasan masalah tersebut dapat membuat penelitian menjadi lebih terarah.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ?

2. Bagaimanakah tingkat motivasi siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT?

3. Bagaimanakah tingkat hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT?


(30)

4. Adakah pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT?

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Keterlaksanaan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2. Tingkat motivasi belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean.

3. Tingkat hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas X MIA3 SMA Negeri 1 Godean.

4. Besarnya pengaruh motivasi belajar terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

F. Batasan Istilah

Penelitian ini menggunakan beberapa istilah. Penjelasan istilah-istilah tersebut diantaranya :


(31)

1. Menurut Gagne, belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap dan dihasilkan dari pengalaman masalalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011:4).

2. Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya (Trianto, 2011:17).

3. Model pembelajaran cooperative learning merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri (M. Hosnan, 2013:235).

4. Menurut M. Hosnan (2013:252) pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Trianto (2011:82) dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sitaks NHT, yaitu : fase-1


(32)

adalah penomoran; fase-2, mengajukan pertanyaan; fase-3, berpikir bersama; dan fase-4 adalah menjawab.

5. Motivasi adalah sebuah daya/kekuatan yang menggerakkan, menopang dan mengarahkan perilaku ke satu tujuan (Schunk, Pintrich dan Meece, 2009 dalam Eggen dan Kauchak 2012:67). Eveline Siregar dan Hartini Nara dalam Teori Belajar dan Pembelajaran (2011:51) mengungkapkan bahwa motivasi memiliki dua peranan penting dalam belajar, pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi mencapai suatu tujuan. Kedua, motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar.

6. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran (Asep Jihat dan Abdul Haris, 2013:15). Terdapat lima kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar menurut Gagne (Ratna W. D., 2011:118), yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik. Dalam penelitian ini hasil belajar yang diambil dibatasi pada aspek kognitif saja.


(33)

G. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi dalam tiga kategori, yaitu ;

1. Bagi Peneliti

Bertambahnya wawasan, pengalaman, dan pengetahuan mengenai keefektifan penerapan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran matematika sehingga nantinya dapat menjadi referensi bagi peniliti ketika menjadi seorang guru.

2. Bagi Sekolah

Dengan diadakannya penelitian ini, diharapkan dapat membantu guru dalam menciptakan suasana kelas yang baru dan memberikan alternatif strategi pembelajaran lain yang lebih bervariasi sehingga dapat membantu meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa di kelas.

3. Bagi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam menulis tugas akhir yang berhubungan dengan penggunaan model pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa.


(34)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan sekitarnya (Slameto, 2013:2).

Belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri (Trianto, 2011:17).

Belajar dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas (Winkel, 2009 : 59).

Belajar merupakan sebuah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam kandungan) hingga liang lahat. Salah satu pertanda


(35)

bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut perubahan yang bersifat pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif) (Eveline Siregar dan Hartini Nara 2011:3).

Gagne mengemukakan, (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara 2011:4) belajar adalah suatu perubahan perilaku yang relatif menetap yang dihasilkan dari pengalaman masa lalu ataupun dari pembelajaran yang bertujuan/direncanakan.

Belajar adalah proses penguasaan sesuatu yang dipelajari. Penguasaan itu dapat berupa memahami (mengerti), merasakan, dan dapat melakukan sesuatu. Didalam diri yang belajar terjadi kegiatan psikis dan motorik. Dapat pula dinyatakan bahwa belajar adalah usaha dasar individu untuk memahami dan menguasai pengetahuan dan keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai, guna meningkatkan kualitas tingkah lakunya dalam rangka mengembangkan kepribadiannya (Purwa Atmaja Prawira, 2014: 229).

Sudjana (1996) berpendapat, belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan dalam diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar (Asep Jihad dan Abdul Haris 2013: 2).


(36)

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang dari belum tahu menjadi tahu yang terjadi sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sekitarnya dalam jangka waktu tertentu dan perubahan tersebut akan bertahan lama dan menetap. Perolehan perubahan tersebut menyangkut seluruh aspek tingkah laku, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2. Ciri-ciri Belajar

Seseorang dikatakan telah belajar jika dalam dirinya terdapat perubahan tingkah laku dan perubahan ini bersifat positif. Menurut Slameto (2013:3-5) ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam belajar adalah sebagai berikut :

a. Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.

b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya.


(37)

c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan tersebut semakin bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi karena proses belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih.

e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Perubahan tingkah laku itu terjadi karena adanya tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.

Menurut Evelin Siregar dan Hartini Nara (2011:5-6) belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Adanya kemampuan baru atau perubahan. Perubahan tingkah laku tersebut bersifat pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), maupun nilai dan sikap (afektif).


(38)

b. Perubahan itu tidak berlangsung sesaat saja, melainkan menetap atau dapat disimpan.

c. Perubahan itu tidak terjadi begitu saja, melainkan harus dengan usaha. Perubahan terjadi akibat interaksi dengan lingkungan.

d. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh pertumbuhan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri belajar adalah adanya perubahan pada arah positif yang terjadi secara sadar dan menetap, perubahan itu berkesinambungan dan terarah kepada perubahan seluruh aspek tingkah laku.

B. Pembelajaran

Pengertian Pembelajaran diantaranya menurut :

1. Trianto (2011:17)

Pembelajaran merupakan interaksi dua arah dari seorang guru dan peserta didik, dimana antara keduanya terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya.


(39)

2. Sudjana (dalam M. Hosnan, 2013:18)

Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan sengaja untuk menciptakan agar terjadi kegiatan interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara peserta didik (warga belajar) dan pendidik (sumber belajar) yang melakukan kegiatan belajar.

3. Gagne (dalam Eveline Siregar dan Hartini Nara, 2011:12)

Pembelajaran dimaksudkan untuk menghasilkan belajar, situasi eksternal harus dirancang sedemikian rupa untuk mengaktifkan, mendukung, dan mempertahankan proses internal yang terdapat dalam setiap peristiwa belajar.

B. S. Bloom dan kawan-kawan, menyumbangkan suatu klasifikasi tujuan instruksional (pengajaran). Adapun taksonomi atau klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut (Winkel, 2009) :

1. Ranah kognitif (cognitive domain) menurut Bloom dan kawan-kawan :

a. Pengetahuan (C1)

Mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal tersebut dapat berupa fakta maupun metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan, digali pada saat dibutuhkan melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali (recignition).


(40)

b. Pemahaman (C2)

Mencakup kemampuan untuk mengungkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada kemampuan (C1).

c. Penerapan (C3)

Mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau masalah yang konkret dan baru. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapi pada pemecahan masalah baru. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari kemampuan (C2), karena memahami suatu kaidah belum tentu membawa kemampuan utntuk menerapkannya dalam masalah baru. d. Analisis (C4)

Mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian, sehingga secara keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau komponen-komponen dasar, bersama dengan hubungan atara semua bagian tersebut. Kemampuan ini setingkat dengan kemampuan sebelumnya, karena pada kemampuan ini harus sekaligus dapat menangkap adanya kesamaan dan perbedaan antara beberapa hal.


(41)

e. Sintesis (C5)

Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Bagian-bagian saling dihubungkan sehingga tercipta suatu bentuk baru. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam membuat suatu rencana. Kemampuan ini setingkat lebih tinggi dari kemampuan (C4), karena pada tingkat ini dituntut untuk menemukan pola dan struktur organisasi.

f. Evaluasi (C6)

Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, disertai dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan tersebut dinyatakan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kemampuan ini merupakan tingkatan paling tinggi, karena mencakup keseluruhan kemampuan dari (C1) sampai (C5).

2. Ranah afektif (affective domain) menurut taksonomi Kratwohl, Bloom, dan kawan-kawan :

a. Penerimaan

Mencakup kepekaan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangan tersebut. Kesediaan itu dinyatakan dalam memperhatikan sesuatu. Namun perhatian tersebut masih pasif.


(42)

b. Partisipasi

Mencakup kerelaan untuk memperhatikan secara aktif dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Kesediaan tersebut dinyatakan dalam memberikan rangsangan yang disajikan.

c. Penilai/penentuan sikap

Mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian tersebut. Mulai terbentuknya suatu sikap, yaitu : menerima, menolak atau mengabaikan. Kemampuan itu dinyatakan dalam suatu perkataan atau tindakan. Perkataan atau tindakan tersebut dilakukan secara berulang jika terdapat kesempatan untuk melakukannya lagi, sehingga nampak adanya suatu sikap tertentu.

d. Organisasi

Mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai-nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai : mana yang pokok dan harus selalu diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting. Kemampuan itu dinyatakan dalam mengembangkan suatu perangkat nilai, seperti menyusun rencana masa depan atas dasar kemampuan belajar, minat, dan cita-cita hidup.

e. Pembentukan pola hidup

Mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan dengan sedemikian rupa, sehingga menjadi milik


(43)

pribadi, dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri. Kemampuan tingkat ini dinyatakan dalam pengaturan hidup diberbagai bidang.

3. Ranah psikomotorik (psychomotoric domain) menurut klasifikasi Simpson :

a. Persepsi

Mencakup kemampuan utnuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik pada masing-masing rangsangan. Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan perbedaan antara seluruh rangsangan yang ada.

b. Kesiapan

Mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam memulai suatu rangakaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan jasmani dan mental.

c. Gerakan terbimbing

Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik sesuai dengan contoh yang diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota tubuh menurut contoh yang diperlihatkan.

d. Gerakan yang terbiasa

Mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih, tanpa


(44)

memperhatikan lagi contoh yang sudah diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam proses menggerakkan anggota tubuh sesuai dengan prosedur/contoh yang tepat.

e. Gerakan kompleks

Mencakup kemampuan untuk melaksankan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat, dan efisien. Adanya kemampuan ini dinyatakan dengan suatu rangkaian perbuatan yang berurutan dan menggabungkan beberapa sub keterampilan menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.

f. Penyesuaian pola gerakan

Mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan mondisi setempat, atau dengan menunjukkan keterampilan yang sudah mencapai pada taraf kemahiran.

g. Kreativitas

Mencakup kemampuan untuk menciptakan aneka pola gerak-gerik baru, seluruhnya atas dasar inisiatif sendiri.

Berdasarkan uraian diatas, maka pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjalin antara guru dengan siswa dalam peristiwa belajar yang terarah pada suatu tujuan pembelajaran, yaitu penguasaan kemampuan siswa pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.


(45)

C. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Kagan mengemukakan (dalam M. Hosnan, 2013:235), pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran yang sukses dimana tim kecil, masing-masing dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu objek.

Menurut M. Hosnan (2013:235) pembelajaran kooperatif merupakan suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua atau lebih, dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri.

Berdasarkan pengertian pembelajaran kooperatif menurut para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengaktifkan siswa melalui kerja kelompok yang anggotanya terdiri dari dua atau lebih siswa dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnsondan Johnson dan Sutton (Trianto, 2011:60) terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif. Kelima unsur tersebut adalah :


(46)

a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa

Dalam belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain serta memiliki andil terhadap suksesnya kelompok. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya sukses. b. Interaksis antara siswa yang semakin meningkat

Hal ini terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

c. Tanggung jawab individual

Tanggung jawab individual dalam kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal : (a) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar

“membonceng” pada hasil kerja temannya saja.

d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil.

Dalam pembelajaran kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan siswa juga dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan


(47)

menyampaikan ide atau pendapat dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus dalam diri setiap siswa.

e. Proses kelompok

Pembelajaran kooperatif ini berlangsung jika terlaksananya proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan langkah apa yang akan mereka lakukan untuk mencapai tujuan belajar dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Nur (dalam M. Hosnan 2013:243) prinsip dasar dan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.


(48)

4. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Johnson dan Johnson (dalam Trianto, 2011:57) menyatakan bahwa tujuan pokok pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Menurut Ibrahim, dkk (dalam M. Hosnan, 2013:239) model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaknya tiga tujuan pembelajaran, yaitu :

a. Untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. b. Penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras,

budaya, kelas sosial, maupun ketidak mampuan.

c. Mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan siswa untuk bertanggung jawab dan bekerjasama dalam mencapai tujuan belajar serta bertoleransi satu dengan yang lain sehingga dapat meningkatkan prestasi akademik siswa.

5. Langkah-langkah dalam Model Pembelajaran Kooperatif

Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase, yaitu :


(49)

Tabel 2.1. SintakModel Pembelajaran Kooperatif

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

Fase 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada siswa.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru memberikan penjelasan kepada siswa mengenai tata cara pembentukan kelompok belajar.

Fase 4 Membimbing kelompok belajar.

Guru memotivasi serta memfasilitasi siswa dalam kelompok-kelompok belajar.

Fase 5

Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Fase 6 Memberikan penghargaan.

Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Sumber : M. Hosnan (2013)

6. Tipe-tipe model pembelajaran kooperatif

a. Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.

b. Tim Ahli (Jigsaw)

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dibagi menjadi dua. Jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aroson dan teman-teman dari Universitas Texas, yang kemudian diadopsi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw I dan jigsaw II ini memiliki perbedaan mendasar, yaitu jika pada Jigsaw I awalnya siswa hanya belajar konsep tertentu yang


(50)

akan menjadi spesialisasinya sementara konsep yang lain ia dapatkan melalui diskusi dengan teman satu kelompoknya. Namun, pada jigsaw II ini setiap siswa memperoleh kesempatan belajar secara keseluruhan konsep (scan read) sebelum ia belajar spesialisasinya untuk menjadi expert. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran menyeluruh dari konsep yang akan dibicarakan.

c. Thinking Pair Share (TPS)

Thinking Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

d. Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) atau pertandingan permainan tim dikembangkan oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada tipe ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

e. Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.


(51)

D. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik (M. Hosnan, 2013:252). Tipe ini dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993), untuk melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Menurut Trianto (2011:82) dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT, yaitu :

1. Fase 1 : Penomoran

Dalam fase ini guru membagi siswa kedalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5 sesuai banyaknya anggota kelompok.

2. Fase 2 : Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.


(52)

3. Fase 3 : Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. 4. Fase 4 : Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Adapun langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT yang merujuk pada konsep Kagen (M. Hosnan, 2013:252) adalah sebagai berikut :

1. Pembentukan kelompok. 2. Diskusi masalah.

3. Tukar jawaban antar kelompok.

Ibrahim mengemukakan (dalam M. Hosnan, 2013:252-253), terdapat enam langkah dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT. Enam langkah tersebut adalah :

1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan menyiapkan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.


(53)

2. Pembentukan kelompok

Guru membagi seluruh siswa menjadi beberapa kelompok heterogen yang setiap kelompoknya beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

3. Persiapan bahan atau buku sebagai acuan

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LAS atau masalah yang diberikan guru.

4. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LAS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap anggota kelompoknya mengetahui jawaban dari pertanyaan atau permasalahan yang terdapat dalam LAS.

5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Guru menyebut satu nomor secara acak dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa dikelas.

6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.


(54)

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan enam langkah dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Ibrahim (dalam M. Hosnan, 2013:252-253) sebagai acuan dalam pembutan RPP dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

E. Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin “movere”, yang berarti menggerakkan. Menurut John W. Santrock (2009: 199), motivasi adalah suatu proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang mengandung energi, memiliki arah, dan dapat dipertahankan.

Motivasi adalah kekuatan yang menyegarkan, menopang, dan mengarahkan perilaku ke arah satu tujuan (Schunk, Pintrich dan meece, 2009 dalam Eggen dan Kauchak 2012:67). Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (2012:69) motivasi siswa untuk belajar menggambarkan kecenderungan mereka untuk menemukan kegiatan-kegiatan akademis yang diniatkan dari kegiatan-kegiatan tersebut.

Menurut A. W. Bernard (dalam Purwa Atmaja Prawira, 2014:319), motivasi sebagai fenomena yang dilibatkan dalam perangsangan tindakan kearah tujuan-tujuan tertentu yang sebelumnya kecil atau tidak ada gerakan sama sekali kearah tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan menurut Purwa Atmaja Prawira (2014: 320) motivasi pada dasarnya adalah suatu


(55)

usaha untuk meningkatkan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk didalamnya kegiatan belajar.

Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama (Agus Suprijono, 2009:163).

Wlodkowski (1985) menjelaskan, motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut. Menurut Suryabrata (1984) motif adalah keadaan dalam diri seseorang yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan yang diinginkan.

Menurut Eveline Siregar dan Hartini Nara (2011:51) secara umum terdapat dua peranan penting motivasi dalam belajar, pertama, motivasi merupakan daya penggerak psikis dari dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan belajar demi mencapai satu tujuan. Kedua, motivasi memegang peran penting dalam memberikan gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar, sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar.

Indikator motivasi belajar menurut Hamzah B. Uno (dalam Agus Suprijono, 2009:163) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


(56)

2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan. 4. Adanya penghargaan dalam belajar.

5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.

Menurut Agus Suprijono (2009:163) motivasi belajar bertalian erat dengan tujuan belajar. Terkait dengan hal tersebut motivasi mempunyai fungsi:

1. Mendorong peserta didik untuk berbuat.

2. Menentukan arah kegiatan pembelajaran, yakni kearah tujuan belajar yang hendak dicapai.

3. Menyeleksi kegiatan pembelajaran, yakni menentukan kegiatan-kegiatan apa yang harus dikerjakan dan sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran dengan cara menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian tujuan tersebut.

Terdapat dua jenis motivasi , yaitu :

1. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik merujuk pada motivasi untuk terlibat didalam satu kegiatan sebagai sarana mencapai tujuan (Schunk, dkk., (2008) dalam Eggen dan Kauchak 2012:67). Menurut John W. Suntrock (2009:204), motivasi ekstrinsik adalah melakukan sesuatu untuk


(57)

mendapatkan sesuatu yang lain (sebuah cara untuk mencapai suatu tujuan). Sebagai contoh, murid yang termotivasi secara ekstrinsik belajar keras untuk menghadapi suatu tes karena mereka yakin belajar akan membuahkan skor yang yang tinggi atau pujian dari guru.

2. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk terlibat didalam kegiatan untuk kegiatan itu sendiri (Schunk, dkk., (2008) dalam Eggen dan Kauchak 2012:67). Sedangkan menurut John W. Suntrock (2009:204), motivasi intrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi hal itu sendiri (sebuah tujuan itu sendiri). Sebagai contoh, murid yang termotivasi secara intrinsik belajar karena mereka ingin memahami isi pelajaran dan memandang pembelajaran itu bernilai pada dirinya sendiri.

Peneliti menemukan bahwa murid akan termotivasi secara intrinsik oleh pengalaman-pengalaman yang (Eggen dan Kauchak, 2012:68) :

a. Memberikan tantangan. Tantangan terjadi ketika tujuan-tujuan lebih sukar secara sedang-sedang saja dan saat keberhasilan tidak terjamin pasti. Memenuhi tantangan juga lebih memuaskan secara emosional (Ryan & Deci, 2000; Stipek, 2002).


(58)

b. Mendorong perasaan otonomi siswa. Murid akan lebih termotivasi ketika mereka merasa dapat mempengaruhi pembelajaran mereka sendiri (Perry, 1998; Ryan & Deci, 2000). c. Membangkitkan rasa ingin tahu. Pengalaman yang baru,

mengejutkan, atau ganjil dapat memicu motivasi intrinsik.

d. Melibatkan kreativitas dan fantasi. Pembelajaran kreatif memungkinkan murid untuk membuat materi lebih personal lewat imajinasi mereka (Lepper & Hodell, 1989).

e. Memberikan investasi pribadi. Guru yang berpengalaman menggambarkan usaha membuat materi lebih pribadi sebagai salah satu cara untuk mendorong minat siswa untuk belajar (Schraw & Lehman, 2001) dan siswa merasakan semacam otonomi saat mereka mempelajari topik-topik yang bisa mereka rasakan hubungannya secara pribadi (I yengar & Lepper, 1999). Salah satu teori yang terkenal kegunaanya untuk menjelaskan mengenai motivasi siswa adalah yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Menurut Maslow (1984), ada lima kebutuhan dasar manusia. Kelima kebutuhan tersebut adalah :

1. Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan fisiologis ini merupakan kebutuhan yang paling kuat, meliputi kebutuhan-kebutuhan pokok manusiawi seperti kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat berlindung, yang penting untuk mempertahankan hidup. Apabila kebutuhan ini kurang dipenuhi, maka


(59)

kebutuhan-kebutuhan lain mungkin akan terdesak kebelakang. Namun suatu kebutuhan jika sudah dipenuhi ia bukan kebutuhan lagi. Dengan demikian memungkinkan munculnya kebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat sosial.

2. Kebutuhan akan keselamatan

Apabila kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi maka akan muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang dapat dikategorikan dalam kebutuhan akan keselamatan. Kebutuhan tersebut meliputi keamanan, ketergantungan, kebebasan dari rasa takud, cemas, dan kekalutan, perlindungan, dan sebagainya.

3. Kebutuhan akan rasa cinta

Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan-kebutuhan akan cinta, rasa kasih, dan rasa memiliki. Seseorang akan menginginkan suatu hubungan yang penuh rasa dengan orang disekitarnya. Ia merasa ingin memiliki suatu tempat dalam kelompok atau keluarganya dan ia akan berusahan keras untuk menggapainya.

4. Kebutuhan akan harga diri

Kebutuhan-kebutuhan ini diklasifikasikan dalam dua perangkat tambahan. Pertama, keinginan akan kekuatan, prestasi, kecukupan, keunggulan dan kemampuan, kepercayaan pada diri sendiri dalam menghadapi dunia, serta kemerdekaan dan kebebasan. Kedua, keinginan akan nama baik atau gengsi, prestise (suatu penghormatan


(60)

dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, martabat, maupun apresiasi. Pemenuhan kebutuhan akan harga diri membawa perasaan percaya pada diri-sendiri, kekuatan maupun kegunaan dan rasa diperlukan oleh dunia. 5. Kebutuhan akan perwujudan diri

Meskipun semua kebutuhan telah dipenuhi, seseorang masih sering merasa tidak puas dan muncul kegelisahan yang baru, kecuali jika ia melakukan apa yang secara individual sesuai dengan dirinya. Kebutuhan ini dapat dikatakan sebagai perwujudan-diri. Seseorang akan cenderung untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kecenderungan ini dapat diungkapkan sebagai keinginan untuk makin lama makin istimewa, untuk menjadi apa saja menurut kemampuannya. Kebutuhan ini terlihat jelas biasanya ketika keempat kebutuhan sebelumnya sudah terpenuhi.

Gambar 2.1. Segitiga Motivasi Aktualisasi

Diri Harga Diri

Kebutuhan akan Rasa Cinta Kasih

Kebutuhan akan rasa aman


(61)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan suatu kondisi yang mendorong atau memberikan arahan untuk melakukan kegiatan-kegiatan akademis guna mencapai tujuan yang diinginkan. Secara lebih khusus jika seseorang menyebutkan motivasi belajar yang dimaksud di dalamnya tentu segala sesuatu yang ditujukan untuk mendorong atau memberikan semangat kepada seseorang yang melakukan kegiatan belajar agar menjadi lebih rajin lagi dalam belajar untuk mencapi prestasi belajar yang lebih maksimal dari sebelumnya.

Jenis motivasi intrinsik biasanya memiliki daya tahan yang lebih kuat dibanding motivasi ekstrinsik. Hal ini terjadi karena pada motivasi intrinsik keinginan belajar siswa itu timbul dari dalam dirinya sendiri, sehingga ia akan sungguh-sungguh memahami isi pelajaran tersebut dan memandangnya sebagai suatu yang bernilai.

Teori kebutuhan Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan fisoiologis merupakan kebutuhan dasar. Apabila kebutuhan fisiologis kurang dipenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan lain mungkin akan terdesak kebelakang. Kaitannya pada pendidikan dapat terlihat dari keinginan siswa untuk dapat memenuhi kebutuhannya dari bawah. Siswa yang datang kesekolah dengan perut lapar, sakit, atau tanpa pakaian yang layak ia tidak akan termotivasi untuk mencari ilmu dan untuk mengerti pelajaran yang diberikan oleh guru. Jika siswa merasa kurang aman dalam belajar atau takut dengan pelajaran tentu akan membuatnya menjadi pasif dan takut


(62)

untuk bertanya kepada guru maupun teman. Perasaan diterima dan dihargai oleh kelompoknya merupakan hal penting bagi siswa.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori motivasi dari Abraham Maslow sebagai acuan dalam pembuatan kuesioner motivasi belajar siswa.

F. Hasil Belajar

Menurut Winkel (2009:61) belajar menghasilkan 3 aspek perubahan; perubahan tersebut meliputi hal-hal yang bersifat internal seperti pemahaman dan sikap, serta mencakup hal-hal yang bersifat eksternal seperti keterampilan motorik dan berbicara dalam bahasa asing.

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran (Asep Jihat dan Abdul Haris, 2013:15). Sudjana (2004) berpendapat, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar.

Menurut Purwa Atmaja Prawira (2014: 229), sebagai hasil belajar adalah penguasaan sejumlah pengetahuan dan sejumlah keterampilan baru dan suatu sikap baru ataupun memperkuat sesuatu yang telah dikuasai sebelumnya, termasuk pemahaman dan penguasaan nilai-nilai. Sebagai perubahan-perubahan tingkah laku tersebut mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai.


(63)

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan-keterampilan. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek kemampuan kemanusiaannya saja (Agus Suprijono, 2009:7).

Terdapat lima kemampuan yang dikatakan sebagai hasil belajar menurut Gagne (Ratna W. D., 2011:118), yaitu keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, informasi verbal, dan keterampilan motorik.

Berdasarkan pengertian hasil belajar oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku secara keseluruhan yang diperoleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajar. Perubahan tersebut mencakup tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam penelitian ini hasil belajar yang ingin dilihat oleh peneliti dibatasi pada aspek kognitif (pengetahuan) saja.

G. Materi Geometri

1. Kompetensi Inti :

KI.1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. KI.2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin,

tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran damai), santun, responsif dan proaktif, dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari situasi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam


(64)

pergaulan dunia.

KI.3 Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan flaktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan peraturan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI.4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan

ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya disekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

2. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi

KD 1.1 Menghargai dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

Indikator :

1.1.1 Terlibat aktif dalam pembelajaran geometri sebagai wujud syukur atas keagungan pencipta.

KD 2.2 Memiliki motivasi internal, kemampuan bekerjasama, konsisten, sikap disiplin, rasa percaya diri, dan sikap toleransi dalam perbedaan strategi berpikir dalam memilih dan menerapkan strategi menyelesaikan masalah.


(65)

Indikator :

2.2.1 Bekerja sama dalam mencapai keberhasilan kelompok dalam menentukan konsep jarak dan sudut antar titik, garis dan bidang.

2.2.2 Konsisten menerapkan langkah-langkah dalam menentukan konsep jarak dan sudut antar titik, garis dan bidang.

2.2.3 Percaya diri dalam mengemukakan pendapat dan mempresentasikan hasil pekerjaannya.

2.2.4 Toleran terhadap perbedaan cara penyajian model matematika dari suatu masalah nyata dengan memanfaatkan konsep jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.

KD 3.13 Mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antartitik, garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya.

Indikator :

3.13.1 Menentukan jarak titik terhadap titik. 3.13.2 Menentukan jarak titik terhadap garis. 3.13.3 Menentukan jarak titik terhadap bidang. 3.13.4 Menentukan jarak dua garis saling sejajar. 3.13.5 Menentukan jarak dua garis saling bersilangan. 3.13.6 Menentukan jarak garis terhadap bidang. 3.13.7 Menentukan sudut antara dua buah garis


(66)

3.13.8 Menentukan sudut antara garis dan bidang yang berpotongan.

KD 4.14 Menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang serta dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.

Indikator :

2.13.1 Trampil menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.

MATERI GEOMETRI :

1. KEDUDUKAN TITIK, GARIS, DAN BIDANG

a. Kedudukan titik terhadap garis

Jika diketahui sebuah titik A dan sebuah garis, maka (Sartono Wirodikromo (2006:268) :

1) Titik A teletak pada garis g, atau garis g melalui titik A. (Lihat Gambar 2.2.a1)

2) Titik A berada diluar garis g, atau garis g tidak melalui titik A. (Lihat Gambar 2.2.a2)

1. 2.

Gambar 2.2.a. Kedudukan titik terhadap garis

g A H C B G

E F

D g A H C B G

E F


(67)

b. Kedudukan titik terhadap bidang

Jika diketahui sebuah titik A dan sebuah bidang �, maka (Sartono Wirodikromo (2006:268) :

1) Titik A terletak pada bidang �, atau bidang � melalui titik A. (Lihat Gambar 2.2.b1)

2) Titik A berada diluar bidang �, atau bidang � tidak melalui titik A. (Lihat Gambar 2.2.b2)

1. 2.

Gambar 2.2.b. Kedudukan titik terhadap bidang

c. Kedudukan garis terhadap garis

Kedudukan garis terhadap garis lain dalam ruang dimensi tiga ada empat macam, yaitu (Sartono Wirodikromo (2006:270) :

1) Garis-gari saling berpotongan

Dua garis atau lebih dikatakan saling berpotongan apabila garis-garis tersebut terletak pada bidang yang sama dan terdapat satu titik potong pada garis-garis tersebut.(Lihat Gambar 2.2.c1)

A

H

C B

G

E F

D α

A

H

C B

G

E F

D α


(68)

2) Garis-garis saling sejajar

Dua garis atau lebih dikatakan saling sejajar apabila garis tersebut terletak pada satu bidang yang sama dan tidak mempunyai titik potong (titik persekutuan).(Lihat Gambar 2.2.c2)

3) Garis-garis saling berimpit

Dua garis dikatakan saling berimpit jika kedua garis itu sejajar pada satu bidang dan setiap titik pada garis pertama terletak pada garis kedua begitu juga sebaliknya. Dua garis yang berimpit memiliki titik potong yang tak berhingga banyaknya.(Lihat Gambar 2.2.c3)

4) Garis-garis saling bersilangan

Dua garis atau lebih dikatakan saling bersilangan apabila garis-garis tersebut tidak memiliki titik persekutuan dan tidak sejajar sehingga garis-garis tersebut tidak terletak pada satu bidang.(Lihat Gambar 2.2.c4)

1. 2.

A

H

C B

G

E F

D

A

H

C B

G

E F


(69)

3. 4.

Gambar 2.2.c. Kedudukan garis terhadap garis

d. Kedudukan garis terhadap bidang

Jika diketahui sebuah garis g dan sebuah bidang �, maka :

1) Garis g terletak pada bidang �, atau bidang � melalui garis g. Garis g terletak pada bidang �atau bidang � melalui garis g apabila semua titik pada garis g terletak pada bidang �.(Lihat Gambar 2.2.d1)

2) Garis g memotong bidang �, atau garis g menembus bidang �

Jika suatu garis beririsan dengan bidang dan garis itu tidak terletak pada bidang, maka garis itu memotong (menembus) bidang.

Suatu garis dikatakan tegak lurus pada suatu bidang apabila garis tersebut tegak lurus terhadap semua garis yang ada dalam bidang tersebut.(Lihat Gambar 2.2.d2)

A

H

C B

G

E F

D A

H

C B

G

E F


(1)

249

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

251

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

253 Lampiran C.8 DOKUMENTASI Pertemuan Kedua Pertemuan ketiga Ulangan Geometri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

Lampiran C.9 SURAT IJIN PENELITIAN


Dokumen yang terkait

Pengaruh pembelajaran matematika menggunakan media cai (Computer-asssited insruction) dengan tipe tutorial terhadap hasil belajar matematika siswa

0 10 199

Perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS

2 6 151

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe rotating exchange (RTE) terhadap minat belajar matematika siswa

3 51 76

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe rotating trio exchangnge terhadap hasil belajar matematika siswa

0 5 203

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe inside outside circle (ioc) untuk meningkatkan hasil belajar ips siswa kelas VII-B smp muhammadiyah 17 ciputat tahun ajaran 2014/2015

3 43 0

Upaya meningkatkan hasil belajar matematika pokok bahasan bilangan pecahan melalui pembelajaran kontekstual pada siswa kelas III SD Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 6 0

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square pada materi ruang dimensi tiga untuk meningkatkan prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Baubau

1 3 12

Perbandingan hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan model pembelajaran kooperatif pada materi gaya kelas VIII semester I di MTs Negeri 1 Model Palangka Raya tahun ajaran 2014/2015 (studi eksperimen) - Digital Library IAIN

0 0 22

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 28

Penerapan model pembelajaran berbasis masalah terhadap keterampilan komunikasi sains dan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 1 Palangkaraya pada pokok bahasan gerak lurus semester 1 tahun ajaran 2016/2017 - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 25